Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periodontitis adalah kumpulan infeksi bakteri dengan beberapa faktor yang
terlibat. Hal ini ditandai oleh respon inflamasi penjamu terhadap microorganisme
pada plak bakteri dan produknya.1
Sebagian besar mikroorganisme ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan
dengan dua cara: (i) secara langsung, melalui invasi jaringan dan produksi zat
berbahaya yang menginduksi kematian sel dan nekrosis jaringan; dan (ii) secara
tidak langsung, melalui aktivasi sel inflamasi yang dapat menghasilkan dan
melepaskan mediator yang bekerja pada efektor, dengan proinflamasi dan
aktivitas katabolik kuat. Tindakan ini memainkan peran penting dalam
penghancuran jaringan periodontal, sementara beberapa bakteri juga mengganggu
dengan mekanisme pertahanan penjamu yang normal dengan menonaktifkan
antibodi spesifik atau menghambat aksi sel fagosit. 1
Patogenesis kerusakan periodontal melibatkan aktivasi komponen yang
berbeda secara berurutan dari respon imun penjamu dan respon inflamasi, yang
ditujukan untuk mempertahankan jaringan terhadap agresi bakteri, yang
mencerminkan peran sebagai respon pelindung dasar. Namun, juga bertindak
sebagai mediator kerusakan tersebut. 1
Proporsi kerusakan yang disebabkan oleh efek langsung dari bakteri dan yang
disebabkan oleh respon tidak langsung penjamu dengan tindakan yang belum
ditetapkan. Meskipun banyak bakteri dapat mendegradasi jaringan secara
langsung, Birkedal-Hansen et al mengemukakan bahwa jaringan ikat pada
penjamu terdegradasi terutama oleh penjamu sendiri. Dengan demikian, hilangnya
jaringan ikat merupakan mekanisme pertahanan; penjamu mencoba melindungi
dirinya dengan proliferasi apikal pada junction epithelium, melepaskan diri dari
permukaan akar yang beracun untuk menghindari perkembangan lesi. 1
Menurut prinsip-prinsip dasar epidemiologi penyakit menular, manifestasi
penyakit tergantung pada interaksi antara lingkungan, agen mikrobiologis dan
2

faktor penjamu. Dengan demikian, faktor lingkungan dan genetik tertentu dapat
menentukan kerentanan suatu individu terkena penyakit periodontal, yaitu untuk
jaringan yang akan diserang oleh mikrobiota patogen dan infeksi yang
berkembang, sehingga menimbulkan respon inflamasi yang merusak. Kehadiran
mikrobiota bakteri periodontopathogenic diperlukan, namun kondisi tersebut tidak
cukup untuk perkembangan penyakit periodontal, yang dapat didefinisikan
sebagai infeksi campuran karena kerusakan periodontal dalam berbagai
kerentanan penjamunya.1

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami mengenai mekanisme pertahanan host terhadap
agresi bakteri pada penyakit periodontal.
2. Mengetahui dan memahami mengenai manifestasi klinis penyakit
periodontal.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Penyakit periodontal merupakan kumpulan penyakit infeksi diinduksi
bakteri dengan karakteristik respon inflamasi terhadap bakteri maupun toksinnya
yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi (ginggiva, alveolar bone,
cementum, dan periodontal ligament).1,2

2.2. Etiologi
Bakteri gram positif dan negatif, antara lain Actinobacillus
actinomycetemcomitans serotype a and b, Bacteroides forsythus dan Tannerella
forsythensis, Campylobacter rectus, Eubacterium nodatum, Fusobacterium
nucleatum, Peptostreptococcus micros, Porphyromonas gingivalis, Prevotella
intermedia, Prevotella nigrescens, Streptococcus intermedius, dan Treponema sp.
(Treponema denticola).2

2.3. Klasifikasi2
2.3.1. Inflamasi
 Ginggivitis : Ginggivitis Akut ( ulseratif dan non-spesifik)
Ginggivitis Kronis
 Periodontitis : Periodontitis Akut
Periodontitis Kronis
Periodontitis juvenile
2.3.2. Miscellanous
 Hiperplasia dan Pembengkakan Ginggiva
 Atrofi Periodontal

2.4. Patogenesis1
Penyakit periodontal adalah infeksi kompleks yang disebabkan oleh
bakteri yang ditandai dengan respon inflamasi dari tubuh pada plak bakterial dan
4

produk bakteri tersebut. Kebanyakan dari mikroorganisme ini memiliki faktor


virulensi yang mampu menyebabkan kerusakan jaringan besar, baik secara
langsung, melalui invasi jaringan dan produksi zat berbahaya, atau tidak langsung
oleh aktivasi mekanisme pertahanan tubuh, yaitu dengan menciptakan infiltrat
inflamasi yang poten dalam aktivitas katabolik sehingga dapat mengganggu
mekanisme normal pertahanan tubuh.
Penyakit periodontal merupakan sebuah infeksi kronis bakteri yang
mempengaruhi gingiva dan tulang pendukung gigi. Penyakit inflamasi kronis ini
sebagai hasil dari respon bakteri pada lapisan biofilm gigi dan dapat terbatas pada
jaringan gingiva dengan kerusakan jaringan minimal atau dapat berkembang
menjadi kerusakan jaringan periodontal yang ekstrim dengan hilangnya perlekatan
dan tulang alveolar.
Oleh karena itu, ada sebuah konsep mengenai penyakit periodontal ini.
Kehadiran bakteri patogen saja tidak cukup untuk menyebabkan periodontitis.
Perkembangan penyakit ini terjadi karena kombinasi faktor, termasuk keberadaan
bakteri periodontopatogen, sitokin proinflamasi tinggi, matriks metalloproteinase
(MMP), prostaglandin E2 (PGE2), rendahnya tingkat sitokin anti-inflamasi
termasuk inter-leukin-10 (IL-10), transforming growth factor (TGF-β) dan
inhibitor jaringan MMPs (TIMPs).
Sebagian besar mikroorganisme ini dapat menghasilkan kerusakan
jaringan dalam dua cara: (i) secara langsung, melalui invasi jaringan dan produksi
zat-zat berbahaya yang menyebabkan kematian sel dan nekrosis jaringan; dan (ii)
tidak langsung, melaui aktivasi sel inflamasi yang dapat menghasilkan dan
melepaskan mediator inflamasi yang bekerja pada efektor dengan proinflamasi
dan aktivitas katabolik yang ampuh. Tindakan ini memiliki peranan penting dalam
penghancuran jaringan periodontal, sementara beberapa bakteri juga mengganggu
mekanisme pertahanan tubuh yang normal dengan menonaktifkan antibodi
spesifik atau menghambat aksi sel fagosit. Patogenesis kerusakan periodontal
melibatkan aktivasi komponen yang berbeda dari respon imun dan respon
inflamasi, yang ditujukan di tempat pertama dalam mempertahankan jaringan
terhadap agregasi bakteri, hal ini mencerminkan respon tubuh sebagai protektif.
5

Namun, selain itu juga bertindak sebagai mediator dalam destruksi jaringan
periodontal tersebut.
Meskipun banyak bakteri dapat mendegrasdasi jaringan secara langsung,
Birkedal-Hansen et al berpendapat bahwa jaringan ikat tubuh digradasi terutama
oleh tubuh itu sendiri. Dengan demikian, hilangnya jaringan ikat tersebut
merupakan mekanisme pertahanan tubuh; dimana tubuh mencoba perlindungan
sendiri oleh proliferasi junctional epithelium didaerah apikal, kemudian
melepaskan diri dari permukaan akar beracun untuk menghindari perkembangan
lesi. Menurut prinsip-prinsip dasar epidemiologi penyakit menular, manifestasi
penyakit bergantung pada interaksi antara lingkungan, perantara mikrobiologis
dan faktor host yang terkait. Dengan demikian, faktor lingkungan dan genetik
tertentu mungkin untuk menentukan kerentanan individu untuk penyakit
periodontal. Adanya bakteri patogen periodontal merupakan kondisi yang penting
tetapi tidak cukup untuk perkembangan penyakit periodontal.

Gambar 2.1. Faktor yang berperan dalam Penyakit Periodontal

Mekanisme Pertahanan Tubuh


Mekanisme pertahanan tubuh, yang saling berhubungan satu sama lain,
merupakan respon dari tubuh terhadap serangan. Hal ini melibatkan aktivasi
kedua elemen dari sistem kekebalan tubuh yaitu innate dan adaptif. Pada
periodontitis, bakteri yang menginduksi respon inflamasi, disamping efek
6

destruktif langsung, sebagian besar bertanggung jawab atas kerusakan jaringan


yang terjadi. Proses inflamasi dan kekebalan tubuh secara dinamis berinteraksi
dalam periodontitis, meskipun sebagian besar respon periodontal merupakan
respon kekebalan tubuh. Gingival Crevicular Fluid (GCF) adalah serum transudat
yang berasal dalam pleksus gingiva dari pembuluh darah corium gingiva, yang
terletak di bawah lapisan epitel ruang dentogingival. Karena melewati sulkus dan
epitel junctional dan jaringan periodontal, maka cairan tersebut berisi penanda
biologi molekuler. Jika terjadi inflamasi periodontal dan meningkat tingkat
keparahannya, maka GCF akan bertambah. GCF mengandung sebagian besar
komponen serum yang terdapat dalam darah namun diperkaya dengan komponen
tertentu dalam periodontitis karena infiltrasi sel-sel inflamasi, yang mencerminkan
keadaan metabolik lokal dari jaringan periodontal. Banyak metode untuk
pengambilan sampel GCF telah dikembangkan sampai saat ini, dan lebih dari 90
komponen GCF yang berbeda telah dinilai untuk diagnosis periodontal.
Patogenesis penyakit periodontal merupakan suatu proses inflamasi yang
melibatkan respon imun bawaan (innate) dan imun dapatan (adaptive). Sistem
imun alami adalah suatu mekanisme yang paling awal memberikan perlindungan
segera untuk melawan infeksi atau inflamasi. Sistem imun alami beraksi melalui
perekrutan sel-sel imun, pengaktifan sistem komplemen, identifikasi dan
penyingkiran zat-zat asing, dan pengaktifan sistem imun adaptif. Sel-sel fagosit,
seperti polimorfonuklear neutrofil, monosit, dan makrofag yang merupakan sel-sel
imun alami, memicu pelepasan mediator-mediator kimia seperti sitokin (tumor
necrosis factor [TNF] dan Interleukin [IL]), yang mengaktifkan berbagai sistem
seperti sistem komplemen dan respon fase akut.
Sistem imun adaptif membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih
dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sel-selnya terdiri dari sel-sel
limfosit T dan B. Sel makrofag sebagai sel Antigen Presenting Cell (APC)
mempunyai molekul MHC klas II. Melalui MHC klas II, sel B akan menerima
antigen, kemudian antigen ini disajikan ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel
T helper. Sel T helper akan menskresikan sitokin yang dapat menstimulasi sel B
berproliferasi menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk
7

menghasilkan antibodi. Jika sitokin diproduksi secara tidak tepat akan terjadi
destruksi atau penyakit progresif. Produksi sitokin yang tepat merupakan dasar
untuk perkembangan perlindungan imun.
Dalam periodontitis, langkah awal dalam proses penyakit adalah
kolonisasi dari jaringan periodontal oleh spesies patogen berupa pembentukan
pelikel. Pelikel terdiri dari glikoprotein yang berasal dari saliva. Pelikel memiliki
kandungan substrat yang membuatadanya perlekatan bakteri. Bakteri awal yang
melekat dan merusak serta berkolonisasi pada permukaan gigi yang dilapisi
pelikel yaitu didominasi oleh bakteri gram positif fakultatif seperti Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis. Perlekatan Actinomyces viscosus melalui
fimbrae pada permukaan bakteri untuk menghasilkan protein kaya prolin pada
pelikel.
Bakteri gram positif yang berasal dari saliva menyebabkan adanya adhesi
secara selektif dan tertempel pada pelikel serta memberikan peluang terjadinya
kolonisasi dan pertumbuhan plak supragingival diikuti kolonisasi bakteri dalam
waktu yang singkat dan timbul radang pada gusi. Bertambahnya virulensi dan
jumlah bakteri yang melekat pada pelikel (bakteri gram positif dan negatif)
membuat pH di dalam mulut menjadi sangat asam, karena bakteri memiliki sifat
asidogenik (penghasil asam). Salah satu contoh produk yang dihasilkan
yaitu Lipotechoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin.
Bakteri anaerob gram negatif juga berperan dalam jaringan krevikuler
gingiva, terutama phorporymonas dan bakteriodes, yang akan berkoloni di
permukaan akar gigi di daerah garis gingiva dan poket periodontal. Bakteri gram
negatif berperan besar dalam destruksi jaringan periodonsium sebagai contoh
bakteri gram negatif menghasilkan lipopolisakarida dan endotoksin sebagai
produk bakterinya.
8

Gambar 2.2 Skema ilustrasi proses kunci dari interaksi host bakteri dalam
penyakit periodontal. Interaksi dari bakteri atau antigen bakteri dengan jaringan
host menyebabkan perekrutan neutrofil (panah putih), produksi antibodi (panah
hitam), dan resorpsi tulang (panah abu-abu). Produksi I L-8 dan ICAM-1 di sel
epitel dalam respon terhadap bakteri periodontal memberikan sinyal chemotactic
untuk neutrofil (PMN). Neutrofil berfungsi mengontrol serangan bakteri oleh
fagositosis tetapi juga mensekresi matriks metaIloproteinases (MMP-8), yang
mungkin berkontribusi terhadap kerusakan jaringan. Interaksi antigen kuman
dengan sel dendritik perifer mengarah ke generasi antibodi sistemik, sedangkan
interaksi dengan sel B lokal menyebabkan produksi antibodi lokal. Antibodi
spesifik untuk banyak mikroorganisme periodontal sangat penting untuk
fagositosis. Komponen complement juga dapat berkontribusi terhadap fagositosis
bakteri dengan efisien. Produksi IL-1ß, TNF-a, dan PGE2 dalam menanggapi LPS
bakteri menyebabkan resorpsi tulang melalui aktivasi osteoklas, proliferasi, dan
diferensiasi.
9

Mekanisme pertahanan awal tubuh berlangsung pada sel-sel epitel, melalui


saliva dan cairan sulkus gingiva, dan yang paling penting adalah aksi neutrofil
yang terus - menerus bermigrasi melalui junctional epithelium ke dalam sulkus
atau poket, untuk mempertahankan lingkungan agar tetap normal, tidak teriritasi
terhadap flora bakteri tubuh. Sel - sel epitelium merupakan sel-sel pertama yang
diserang oleh bakteri di dalam sulkus atau poket. Sel - sel epitel menghasilkan
barrier sebagai benteng pertahanan terhadap serangan dari bakteri. Sel epitel kaya
akan Ig A yang berfungsi mencegah perlekatan bakteri pada dinding sel epitel dan
kemudian tidak dapat bertahan oleh serangan polisakarida bakteri, sehingga
membuat gingiva menjadi permeable. Setelah sel-sel epitel mengalami kerusakan,
fibroblast bereaksi dan menghasilkan serat-serat kolagen, namun karena bakteri
mengeluarkan produk yang berupa collagenase, serat kolagen akan dirusak oleh
kolagenase tersebut sehingga merusak perlekatan ligamen periodontal dan akibat
paling buruk yaitu attachment loss atau hilangnya perlekatan. Interaksi ini memicu
tahap awal respon inflamasi dan memicu pengaktifan sel di dalam jaringan ikat
dan merekrut neutrofil untuk menghancurkan bakteri.
Ketika sel-sel epitel berinteraksi dengan lipopolisakarida (LPS), PG, dan
LTA, yang merupakan produk-produk bakteri, sel-sel epitel mensekresi IL-1β,
TNF-α, IL-6, dan IL-8. Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk
menghasilkan prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Pada saat yang
bersamaan, faktor-faktor virulen tersebar di dalam jaringan ikat, dan juga
mediator-mediator inflamatori yang diproduksi oleh sel-sel epitelium
menstimulasi sel-sel host untuk berada pada daerah inflamasi tersebut. Sel-sel host
tersebut yaitu monosit/makrofag, fibroblas, sel-sel mast, memproduksi dan
melepaskan sitokin-sitokin pro-inflamatori (IL-1β, TNF-α, IL-6, IL-12), molekul
molekul khemotaktik (MIP-1a, MIP-2, MCP-1, MCP-5, IL-8), PGE2, histamin,
leukotrin, dan MMPS, yang menghancurkan kolagen jaringan ikat. Cytokinin
dihasilkan oleh sel inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan
dalam sel mesenkim dan mengeluarkan PGE2. Limfosit dan makrofag pada
periodontitis dapat mengeluarkan IL-1 dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan
makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-6. IL-1β menyebabkan produksi
10

IL-6 dari fibroblas gingiva. TNF dihasilkan dari polimorfonuklear (PMN)


leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan inflamasi.
Sel-sel host seperti PMN, akan membentuk pertahanan lokal melawan
bakteri dan dapat merusak jaringan gingiva yang sehat jikka terjadi peningkatan
jumlah. PMN juga akan memfagositosis bakteri, namun jika jumlah bakteri terlalu
banyak, PMN akan digantikan oleh makrofag yang akan muncul dan melepaskan
banyak mediator inflamasi yang terdiri dari PGE2 dan MMPS. Mediator
ini merekrut sel imun tambahan menuju daerah terinflamasi serta makrofag akan
memfagositosis bakteri.

MMP ( Matrix Metalo Protein )


MMP adalah kelompok dari zinc dan kalsium endopeptida yang
disekresikan oleh leukosit PMN, makrofag, fibroblast, tulang, sel epitel , dan sel
endotel. Pada penyakit periodontal, MMP memainkan peran penting pada
degradasi matriks ekstrasel dan membran basalis sebagai aksi sitokin dan aktivasi
osteoklas. Saat terjadinya proses penyakit periodontal, MMP yang dominan
berupa :
a. MMP 8
- Mengurai kolagen tipe I,II sebagai kerusakan periodontal , tetapi tidak
menyebabkan perbaikan.
- Dilepas oleh sel non-neutrofil seperti fibroblast ligamen gingiva dan
periodontal

b. MMP 9
- Ditemukan di sel epitelial acinar
- Dibentuk oleh monosit dan makrofag

c. MMP 13
- Jumlahnya meningkat pada epitelium basalis dan dapat dilihat pada pasien
periodontitis kronis.
11

- Penting dalam poliferasi untuk mengkaktifkan epitelium pada jaringan ikat


yang difasilitasi migrasi apikal dan lateral dari epitelium junction dan
kerusakan jaringan ikat.
- Dilepaskan oleh tulang, sel kartilago, dan fibroblast tipe kolagenase
sebagai mediator resorpsi tulang dan pengerusakan kartilago selama
penykait seperti ehumatoid dan osteoarthritis.

Bila infeksi tidak dapat diatasi melalui sistem imun dikarenakan jumlah
bakteri terlalu banyak, makrofag akan berkomunikasi dengan limfosit dan sel-sel
sekitarnya untuk menyajikan antigen ke sel T. Makrofag dan limfosit secara
bersamaan akan mengatur respon imun kronis. Limfosit akan mengalami
kerusakan jika jumlah bakteri terlalu banyak.
Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama
sel T helper setelah diproses oleh APC seperti makrofag, sel langerhans dan sel
dendritik, antigen akan di sajikan pada sel T helper oleh APC. Akibatnya sel T
helper akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang
lebih kompleks, baik seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel T helper
dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen
sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA) yang berada pada permukaan
APC dan sinyal kedua berasal dari IL-1, suatu protein terlarut yang dihasilkan
oleh APC. Sel T helper yang sudah tersensitisasi antigen akan, mengaktifkan sel T
sitotoksin yang berfungsi menghancurkan se lasing. Sel T memori yang
mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T
sitotoksin yang sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi
menghasilkan sel target.
Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T helper, sel B juga
akan tersentisisasi antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan
dari sel T helper berupa mediator limfokin, yaitu Cell Growth Factor (BCGF)
yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell Differentiation Factor (BCDF)
yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagai sel B
yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel B memori.
12

Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila
kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan
oleh sel Ts dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma
diatul oleh salah sel T regulator.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang
akan mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system
komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi
dan jenis antigennya selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah
konflek imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen
karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan PMN.
Sel mast berperan dalam peningkatan permeabilitas dan pelebaran
pembuluh darah dengan mediator inflamasinya berupa histamin. Pada saat
makrofag berkomunikasi dengan limfosit, pada saat itu juga terjadi inflamasi pada
gingiva yang mengalami peradangan akan berubah warna dari merah muda
menjadi merah tua karena terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler dan
perubahan aliran darah.
Mediator-mediator, seperti IL-1β, TNF-α, dan histamin dilepaskan sel-sel
host, bersama dengan faktor-faktor bakteri dalam pengaktifan sel-sel endotelium,
mengekspresikan molekul-molekul permukaan seperti P dan E-selektins dan
ICAMs yang penting terhadap pengeluaran leukosit. Leukosit kemudian
bermigrasi melalui jaringan dengan melawan konsentrasi chemoatractants yang
diperoleh dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) ke daerah
infeksi, dimana leukosit mulai memfagosit bakteri dan faktor-faktor virulennya.
TNF-α, PGE2, dan histamin meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
memicu plasma protein mengalir keluar dan masuk ke dalam jaringan ikat dan
sesudah itu ke dalam sulkus, yang merupakan bagian dari cairan sulkus gingiva.
Pada akhirnya, sitokin diproduksi secara lokal, seperti IL-1β, TNF-α, d an IL-6
untuk masuk kedalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk mensintesis
proteinprotein fase akut seperti Lipopolysaccharide Binding Protein / CD14,
protein komplemen, protein reaktif-C untuk membantu tubuh menyingkirkan
infeksi.
13

Makrofag juga mengekspresikan molekul-molekul costimulatori (B7) dan


molekul-molekul MHC kelas II, dan sel-sel dendrit menelan bakteri dan produk-
produk bakteri dan memproses bakteri untuk disajikan sebagai antigen kepada
limfa node lokal. Oleh sebab itu, ketika respon inflamasi terorganisir, tubuh telah
bersiap-siap menghadapinya sebagai respon imun adaptif.

Destruksi jaringan periodonsium


Perluasan inflamasi pada gingiva sejak terakumulasinya plak diikuti
beberapa tahap, yang secara klinis dan histopatologi dikelompokkan ke dalam
tahap inisial, early dan established lesion yang secara klinis nyata sebagai
gingivitis, dan periodontitis dikelompokkan ke tahap advanced lesion. Tahap
inisial (inflamasi awal) terjadi selama 4 hari sejak terakumulasinya plak. Secara
klinis tidak terlihat dan ditandai dengan respon inflamasi akut terhadap akumulasi
plak.
Setelah sekitar 7 hari, infiltrasi inflamatori mononuklear leukosit meluas
pada tahap inisial secara progres ke tahap dini (early lesion). Limfosit dan
makrofag mendominasi daerah perifer lesi dengan hanya terdapat sedikit sel-sel
plasma. Pada tahap ini, infiltrasi terjadi sekitar 15% pada jaringan ikat gingiva,
dengan destruksi kolagen pada daerah infiltrasi mencapai 60-70 %. 22 IL-1
diketahui menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagenase.
Setelah 2 hingga 3 minggu, early lesion meluas menjadi established
lesion. Ditandai dengan adanya peningkatan daerah yang terinfeksi dan
didominasi oleh sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer lesi, makrofag dan
limfosit terdapat pada lamina propria sulkus gingiva. Infiltrasi neutrofil dominan
terdapat pada epithelium junction dan epithelium sulcular. Junctional epithelium
dan sulcular epithelium berproliferasi dan migrasi lebih dalam ke jaringan ikat.
Sulkus gingiva menjadi dalam dan bagian koronal junctional epithelium
dikonversi ke dalam poket epitelium. Poket epitelium tidak melekat dengan
permukaan gigi dan banyak mengandung infiltrasi leukosit, yang didominasi oleh
neutrofil yang selanjutnya epitelium bermigrasi ke dalam sulkus gingiva atau
poket. Selanjutnya meluas ke tahap advanced lesion meliputi terbentuknya poket
14

periodontal, ulserasi dan supurasi, destruksi tulang alveolar dan ligamen


periodontal.

Gambar 2.3 Destruksi Jaringan periodonsium

Selama poket periodontal semakin dalam, demikian juga perluasan


infiltrasi jaringan inflamatori, osteosit-osteosit mulai mendestruksi tulang.
RANKL dan macrophage-colony stimulating factor (M-CSF) merupakan faktor-
faktor utama yang terlibat dalam differensiasi osteoklas dan RANKL
diekspresikan dengan diaktifkannya limfosit T. IFN-γ memicu aktivasi sel T dan
sel T mensekresi faktor-faktor osteoklastogenik RANKL dan TNF-α. Meskipun
osteoklastogenesis (proses resorpsi tulang) bisa diinduksi oleh TNF-α pada
mekanisme dependent dan independent, IL-1 dan IL-6 berperan juga dalam
resorpsi tulang melalui induksi RANKL. RANKL, yang mengikat RANK pada
prekusor-prekusor osteoklas, merupakan salah satu penginduksi kuat terhadap
pembentukan dan aktivitas osteoklas.
Stimulasi terhadap RANKL bisa dikurangi oleh osteoprotegerin (OPG),
yang mengikat RANKL dan menghambat interaksi antara RANKL dan RANK.
Rasio ekspresi RANKL dan OPG penting dalam inflamasi induksi resorpsi tulang,
termasuk periodontitis. Ketika konsentrasi OPG relatif meningkat daripada
ekspresi RANKL, OPG mengikat RANKL, menghambatnya untuk mengikat
RANK. Pencegahan berikatannya RANKL dengan RANK mengurangi
15

pembentukan osteoklas dan terhadap osteoklas yang telah ada sebelumnya.Ketika


ekspresi RANKL relatif bertambah daripada OPG, RANKL bersiap untuk
mengikat RANK, mengaktifkan pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang.
Berikatannya RANKL pada prekusor-prekusor osteoklas terjadi pada saat selsel
stem hematopoietik berdifferensiasi dari bentuk colony forming unit for
granulacytes and macrophages (CFU-GM) menjadi colony forming unit for
macrophages (M-CSF). Berikatannya RANKL dengan RANK pada CFU-M
menghadirkan M-CSF menginduksi differensiasi preosteoklas menjadi suatu sel
multinukleat yang kemudian menjadi osteoklas matang.
Osteoklas matang merupakan sel yang mengalami perubahan struktural
untuk memudahkannya masuk ke daerah penghubung antara permukaan tulang
dan membran basal. Osteoklas matang mensekresi enzim-enzim litik ke dalam
daerah resorpsi untuk mengikis tulang. Semakin dalam poket, flora menjadi lebih
anaerobik dan respon host menjadi lebih destruksi dan kronik. Pada akhirnya, lesi
periodontitis secara progres meluas sehingga menyebabkan hilangnya gigi.

Gambar 2.4 Pembentukan sel progenitor osteoklas distimulasi oleh IL,-6


bersama-sama dengan IL-3. Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang
membentuk rangkaian unit granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel
menjadi osteoklas.
16

Gambar 2.5 Gambaran skematik resopsi tulang alveolar

Proses resorpsi terjadi dalam dua tahap : degradasi struktur mineral


anorganik diikuti oleh disintegrasi dari matriks organik. Degradasi struktur kristal
anorganik dibawa oleh enzim seperti asam fosfatase dan karbonik anhidrase II ke
dalam osteoklas. Enzim disintesis dalam retikulum endoplasma kasar, diangkut ke
kompleks Golgi dan pindah ke ruffled border dalam vesikel transportasi di mana
mereka melepaskan isinya ke dalam kompartemen disegel berdekatan dengan
permukaan tulang. Anhidrase karbonat II enzim mengkatalisis intraseluler
konversi CO 2 sampai H 2 CO 3, yang menyediakan sumber dari H + ion yang akan
dipompa ke daerah subosteoclastic melalui pompa proton yang terkait dengan
ruffled border. Disintegrasi matriks organik dibawa oleh proteinase sistein,
kolagenase dan enzim metaloproteinase matriks. Enzim sistein proteinase yang
bertindak pada pH asam lebih dekat ke ruffled border, sedangkan kolagenase dan
matriks metaloproteinase enzim aktif pada permukaan tulang resorbing mana pH
lebih dekat dengan netral karena kapasitas dapar garam tulang melarutkan. Produk
17

degradasi anorganik dan organik kemudian menjalani endositosis di ruffled


border, kemudian mereka translokasi dalam vesikula transportasi dan pelepasan
ekstraselular mereka terjadi di sepanjang membran berlawanan ruffled border
(transcytosis).

Gambar. 3. Beberapa mekanisme terlibat pada tahap pertama penyakit


periodontal.

Infiltrasi neutrofil terjadi pada jaringan periodontal yang sangat dekat ke


permukaan akar kolonisasi bakteri. Infiltrasi sel inflamasi dalam jaringan gingiva
dan cairan gingival khususnya dibentuk oleh neutrofil, dan sel B dan terdap[at
juga sel plasma .Meskipun monosit merupakan sel fagositik, mereka membentuk
garis pertahanan kedua dan hanya diaktifkan jika infeksi berlanjut, ketika neutrofil
menjadi tidak efektif .
Setelah di jaringan, dikatakan bahwa neutrofil bergerak antara sel
menggunakan reseptor ICAM, setelah konsentrasi gradien IL-8, sitokin
18

kemotaktik untuk neutrofil. Dalam poket gingiva, neutrofil yang aktif mencoba
mengeliminasi mikroba oleh fagositosis.
Namun, beberapa bakteri pathogen periodontal, seperti Pg dan Aa, mampu
menghindari neutrofil, memproduksi aliran konstan fagosit ini ke gingival ruang
crevikular, sehingga menimbulkan akumulasi terus menerus dan degranulasi
akibat fagositosis tidak efektif. Degranulasi dari PMN disertai oleh keluarnya
protease endogen, di samping protease bakteri, menghasilkan degradasi sel
matriks. Protease penjamu diatur oleh inhibitor endogen, yang juga dapat
memodulasi aktivitas protease bakteri. Namun demikian, yang terakhir dapat
menonaktifkan inhibitor, menyebabkan kerusakan terus menerus dari jaringan
periodontal.
Pentingnya PMN pada penyakit periodontal digambarkan oleh fakta
bahwa kekurangan kuantitatif atau kualitatif dalam sel-sel ini, baik kongenital
(neutropenia siklik, Sindrom Chediak-Higashi, Papillon-Lefevre syndrome atau
adhesi leukosit defisiensi) atau akibat obat (fenilbutazon, penisilin) terkait dengan
kerusakan yang nyata jaringan periodontal. Oleh karena itu, fungsi normal
neutrofil adalah elemen penting dari resistensi host terhadap kerusakan
periodontal karena mereka membentuk perlindungan pertama terhadap inflamasi.

Imunoglobulin adalah glikoprotein yang disintesis oleh sel limfosit B dan


sel plasma yang memiliki kemampuan khusus berikatan dengan antigen. Patogen
periodontal menimbulkan respon imun humoral yang dapat diukur secara lokal di
saliva atau di cairan gingival atau di serum. Titer antigen bervariasi antara pasien
dan setelah pengobatan penyakit. Kehadiran antibodi terhadap patogen
periodontal dalam cairan gingiva telah ditunjukkan pada pasien dengan
periodontitis (Gbr.3), dengan dominasi IgG1, dengan kehadiran yang lebih rendah
dari IgG2 dan jumlah yang lebih rendah dari IgG3 dan IgG4. IgA1 dan IgA2
ditemukan pada lesi yang lanjut. Paparan sistemik patogen di rongga mulut
tampaknya terjadi pada sebagian besar pasien, merangsang respon antibodi
spesifik. Produksi antibody khususnya IgG dan IgA, dianggap memainkan peran
protektif terhadap patogenesis penyakit periodontal. Umumnya, titer tertinggi
19

terkait dengan keparahan dari penyakit ini.Peningkatan antibody antibodi


terhadap Aa telah dilaporkan pada periodontitis juvenile lokal. Model ikatan
antigen yang berbeda telah dijelaskan dalam kelompok yang berbeda dari pasien.
Perbedaan profil immunoreactivity dapat berhubungan dengan molekul
hidrokarbon, LPS atau protein, meskipun status imun yang dominan masih harus
dibentuk untuk salah satu patogen atau kelompok pasien. Namun, baru-baru ini
studi menunjukkan bahwa kombinasi dari kolonisasi bakteri dan respon antibodi
spesifik dapat secara efektif membedakan antara individu yang sehat dan individu
dengan periodontitis. Telah dikemukakan bahwa respon antibodi terhadap antigen
yang diberikan diatur oleh gen spesifik, sehingga respon mungkin lebih protektif
untuk beberapa individu daripada untuk orang lain. Dengan demikian, beberapa
kelompok pasien mungkin lebih rentan terhadap periodontitis karena mereka tidak
dapat menghasilkan respon antibodi afinitas tinggi terhadap antigen bakteri yang
dominan . Respon antibodi terhadap virulensi bakteri yang memiliki karakteristik
khusus tampaknya penting untuk resolusi atau berhentinya penyakit. Sebagai
contoh, peningkatan titer antibodi terhadap protese Pg muncul pada tahap akhir
periodontitis kronis dan dapat memblokir aktivitas proteolitik di C3 dan Ig G.
Ebersole et al. periodontitis terinduksi pada monyet dan memperoleh
peningkatan respon serum Ig G dan Ig M sebanding dengan peningkatan jumlah
mikroorganisme, teori yang mendukung bahwa respon antibodi penjamu
melawan patogen periodontal umumnya pelindung.
Wheeler et al. menemukan bahwa tingkat keparahan penyakit sangat
terkait dengan jumlah antibodi dan bahwa titer antibodi menentukan keparahan
dengan akurasi besar daripada tingkat mikroorganisme, karena perubahan
sementara kadar serum antibodi terhadap bakteri tertentu mengungkapkan
perubahan sifat menular. Di sisi lain, produksi enzim proteolitik oleh
mikroorganisme menyebabkan degradasi lokal Ig di cairan gingiva (Gbr. 3).
Jenis dominan Ig berbeda sesuai dengan bahan kimia sifat antigen yang
disajikan. Dengan demikian, antigen protein menginduksi didominasi IgG1 dan
respon IgG4, sedangkan antigen hidrokarbon memicu respon IgG2. Faktor genetik
20

juga berperan, dan Afro-Amerika memiliki tingkat serum lebih tinggi dari IgG2
terkait infeksi Aa dibandingkan dengan Kaukasia, terlepas dari status periodontal.
Scaling dan root planing, dasar dalam pengobatan periodontitis, menginduksi
bakteremia sistemik transien re-imun pasien dengan meningkatkan respon
antibodi serum untuk residen bakteri mulut. Bagian dari respon terapi untuk
scaling dan akar perencanaan mungkin bisa dihubungkan dengan respon
kekebalan humoral ini, yang akan meningkatkan netralisasi toksin dan bakteri
pembersihan.
Semua temuan ini menunjukkan peran yang mungkin untuk antibodi
sebagai indikator diagnostik dan penanda aktivitas penyakit. Namun, nilai mereka
dalam praktek klinis atau untuk manajemen pasien belum terbukti memuaskan.
Dengan kata lain, peningkatan kadar antibodi terhadap patogen periodontal dapat
ditafsirkan sebagai paparan patogen.

2.5. Diagnosis3
1. Anamnesis
Pada kunjungan pertama, klinisi harus melakukan appraisal
menyeluruh terhadap pasien, hal ini meliputi kondisi mental, emosional,
temperamen, perilaku, dan usia fisiologis pasien. Riwayat medis juga
harus didapatkan, karena dapat menggambarkan apakah gejala yang timbul
merupakan manifestasi oral dari penyakit sistemik, juga dapat berpengaruh
terhadap pilihan penatalaksanaan pasien.
Riwayat medis yang ditanyakan harus mencakup:
a. Penyakit yang diderita, riwayat rawatan, dan dokter yang merawat.
b. Rincian rawat inap, tindakan bedah, operasi, kejadian tak terduga
selama operasi, dan komplikasi.
c. Riwayat penggunaan obat
d. Riwayat kerja harus mencakup seluruh kelainan medis yang diderita
pasien.
e. Kemungkinan penyakit akibat kerja
f. Kemungkinan perdarahan abnormal
21

g. Riwayat alergi
h. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit gigi, meliputi gusi berdarah, gigi yang bergoyang,
gigi semakin renggang,mulut terasa tak enak, gusi terasa gatal yang terasa
berkurang dengan tusuk gigi. Bisa juga dijumpai nyeri, termasuk
karakteristik nyeri, nyeri menjalar di rahang, nyeri berdenyut, sensitif jika
mengunyah, nyeri pada suhu panas/ dingin, seperti terbakar pada gusi, dan
rasa sensitif berlebih terhadap udara.
Riwayat penyakit gigi yang ditanyakan mencakup:
a. Riwayat kunjungan, kapan kunjungan terakhir, dan tindakan yang
dilakukan.
b. Regimen oral hygiene pasien, termasuk kebiasaan sikat gigi, perawatan
mulut lain, dental floss.
c. Perawatan orthodontic, termasuk durasi dan tanggal dilakukannya.
d. Jika ada nyeri, adakah factor pemicu atau yang memperberat keluhan,
yang mengurangi atau menghilangkan gejala.
e. Perdarahan, karakteristik, yang memprovokasi, apakah berulang,
berhubungan dengan menstruasi atau faktor lain.
f. Rasa tidak enak di mulut dan tempat mengunyah.
g. Gigi yang terasa longgar, sulit mengunyah, kesulitan menggerakkan
mulut.
h. Kebiasaan secara umum, misalnya menggeretakkan gigi, merokok,
menggigit kuku, menggigit benda asing.
i. Masalah periodontal sebelumnya.

2. Pemeriksaan klinis
a. Oral Hygiene
Memeriksa kebersihan rongga mulut, termasuk adanya sisa-sisa
makanan, plak, noda gigi. Jumlah plak tidak selamanya menggambarkan
tingkat keparahan penyakit, tetapi pemeriksaan secara kualitatif
kemungkinan lebih bermakna.
22

b. Mulut
Bau mulut (halitosis, fetore ex ore, feto oris) adalah bau yang tidak
sedap yang muncul dari rongga mulut. Sumber bau mulut bisa saja oral
ataupun ekstraoral. Penyebab utamanya ialah senyawa sulfur, terutama
hidrogen sulfide dan metal merkaptan, yang merupakan hasil dari reaksi
asam amino sulfur oleh bakteri.
Pemeriksaan rongga mulut, mulai dari bibir, dasar rongga mulut,
palatum, redio oropharyngeal, serta jumlah dan kualitas saliva. Meskipun
bisa saja tidak berhubungan langsung dengan penyakit periodontal,
pemeriksaan rongga mulut secara menyeluruh dapat mengidentifikasi
kelainan patologis di rongga mulut.
Pemeriksaan kelenjar getah bening kepala dan leher perlu dilakukan.
Hal ini karena gangguan periodontal, periapikal, atau penyakit lain bisa
menyebabkan pembesaran / indurasi KGB. Pembesaran KGB juga
disebabkan oleh penyakit infeksi, metastase, atau residu perubahan
fibrotik.
Pemeriksaan gigi, dilakukan pemeriksaan karies, defek tumbuh gigi,
anomaly bentuk gigi, hipersensitifitas, dan kontak proksimal antar gigi.
Perlu juga diperiksa adanya erosi, abrasi, dan noda/ perubahan warna gigi,
serta mobilitas gigi.

c. Perkusi gigi
Perkusi gigi dilakukan dengan mengetuk gigi secara perlahan.
Sensitive terhadap perkusi menandakan adanya inflamasi akut ligament
periodontal. Hal ini berguna untuk menentukan lokalisasi keterlibatan
inflamasi.
23

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Radiograf panoramic merupakan cara paling sederhana untuk
pemeriksaan dental dan struktur sekitarnya. Foto ini membantu
mendeteksi anomaly perkembangan, lesi patologik gigi dan rahang,
fraktur, juga sebagai skrining gigi. Gambaran distribusi dan keparahan
destruksi tulang pada penyakit periodontal cukup jelas digambarkan.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang digunakan. Pemeriksaan apusan
darah, hitung jenis, LED, berguna untuk mendeteksi kelaianan darah dan
infeksi sistemik. Coagulation time, waktu perdarahan, PT, CRT, dan
pemeriksaan bone marrow kadang bisa diperlukan.
24

BAB 3
KESIMPULAN

Penyakit periodontal memiliki infeksi sebagai etiologinya. Luas dan


keparahannya tergantung pada interaksi antara bakteri dan respon penjamu.
Respon penjamu terhadap mikroorganisme patogen melibatkan kompleks jaringan
sel dan komponen humoral dari sistem imun yang berinteraksi satu sama lain.
Perkembangan gingivitis menjadi periodontitis dan tingkat progresivitas
periodontitis tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya mikrobiota. Kehadiran
bakteri diperlukan tetapi tidak cukup untuk menimbulkan penyakit ini.
Studi klinis telah menetapkan bahwa kerentanan suatu individu sangat
penting dalam menentukan onset penyakit. Oleh karena itu, pemahaman tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan ini mungkin penting untuk
menentukan aktivitas penyakit periodontal. Faktor-faktor ini termasuk variasi
genetik antar individu yang memiliki respon sel yang berbeda. Faktor risiko
lingkungan, seperti bakteri dan stres, dapat mengubah keseimbangan antara
penjamu dan mikrobiota sehingga menimbulkan penyakit. Ketidakseimbangan ini
dapat disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme eksogen atau depresi respon
imun karena faktor lingkungan. Di sisi lain penyakit ini merupakan hasil dari
pertumbuhan bakteri endogen yang berlebihan, penurunan fungsi respon pejamu
dapat mengakibatkan proliferasi bakteri ini.
Model ini diterima untuk perkembangan periodontitis yang telah berubah
dari konsep berkesinambungan dan lambat menjadi konsep yang tidak
berkesinambungan/terputus, ditandai oleh episode eksaserbasi dan remisi. Dengan
demikian, timbulnya penyakit memerlukan patogen strain virulen dan penjamu,
dengan faktor-faktor genetik yang diperlukan untuk memicu penyakit ini. Dengan
kata lain, seseorang harus rentan terhadap mikroorganisme dan harus terdapat
jumlah yang cukup. Spesies bakteri lainnya harus mempromosikan atau
setidaknya tidak menghambat proses, sedangkan lingkungan setempat harus
mendukung ekspresi virulensi bakteri. Jika mikroorganisme mampu menghindari
semua sistem ini akan memicu respon adaptif yaitu mekanisme khusus.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Bascones-Martinez A, Munoz-Corcuera M, Noronha S, Mota P, Bascones-


Ilundain C, Campo-Trapero J. Host defense mechanisms against bacterial
aggression in periodontal disease: basic mechanisms. Med Oral Patol Oral
Cir Bucal. 2009 Dec 1;14(12): e680-5.
2. Ismail G, Dumitriu HT, Dumitriu AS, Ismail FB. Periodontal disease: a covert
source of inflammation in chronic kidney disease patients. Inter Jour of
Nephro. May 2013;(2013).
3. Newman, Michael G, et al. 2002. Clinical Diagnosis, in Carranza’s Clinical
periodontology 9th edition. London, 432-453.

Anda mungkin juga menyukai