Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KELOMPOK

“KOMPLIKASI PERSALINAN DAN PENATALAKSANAANYA”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2

NAMA ANGGOTA NIM

1. Azizah Ratna Padjaryanti (P07124018051)


2. Baiq Dhiya Salsabila (P07124018053)
3. Desi Lestari (P07124018055)
4. Dini Wulandari (P07124018059)
5. Jumriatul Ihram (P07124018059)
6. Mutia Rahmi Solihah (P07124018077)
7. Sittin Rahmatin (P07124018095)
8. Warisatul Husnah (P07124018097)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI DIII KEBIDANAN

T. A. 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang “Komplikasi Persalinan dan
Penatalaksanaannya”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Komplikasi


Persalinan dan Penatalaksanaannya” ini dapat memberikan manfaat maupun
refrensi terhadap pembaca.

Mataram, 31 Juli 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Komplikasi Persalinan................................................................ 3


B. Bentuk Komplikasi Persalinan ................................................................. 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................28
B. Saran ........................................................................................................28

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. DefinisiPersalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri)


yang telah cukup bulan (37-42 minggu) atau hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu
18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Machmudah,
2010).
Berdasarkan Manuaba (2009), Persalinan adalah proses alami yang
akan berlangsung dengan sendirinya,tetapi persalinan pada manusia setiap
saat terancam penyulit yangmembahayakan ibu maupun janinnya sehingga
memerlukan pengawasan,pertolongan, dan pelayanan dengan fasilitas yang
memadai.

Persalinan berlangung secara alamiah, tetapi tetap diperlukan


pemantauankhusus karena setiap ibu memiliki kondisi kesehatan yang
berbeda-beda,sehingga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan janin
pada saatpersalinan.Selain itu, selama kehamilan ataupun persalinan dapat
terjadikomplikasi karena kesalahan penolong dalampersalinaan, baik
tenaga non-kesehatan seperti dukun ataupun tenaga kesehatankhususnya
bidan (Wahyuni,2014) Berdasarkan beberapa pengertian di atas, persalinan
merupakan proses fisiologis dimana uterus mengeluarkan atau berupaya
mengeluarkan janin dan plasenta setelah kehamilan 20 minggu atau lebih
dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan
bantuan atau tanpa bantuan.

1
2. JenisPersalinan

Berdasarkan caranya, persalinan dapat dikelompokan dalam 4


cara, yaitu (Mochtar, 1998 dalam Annisa, 2011) :
a. Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak
memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan
pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam
waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan
tanpa komplikasi.
c. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi jika kekuatan yang
diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan, yaitu merangsang otot rahim berkontraksi seperti dengan
menggunakan prostaglandin, oksitosin, atau memecahkan ketuban.
d. Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal
secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat
indikasi adanya penyulit persalinan sehingga persalinan dilakukan
dengan memberikan tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan
tindakan terdiridari:
1) Persalinan TindakanPervaginam
Apabila persyaratan pervaginam memenuhi, meliputi
ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan
embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.
2) Persalinan TindakanPerabdomen
Apabila persyaratan pervaginam tidak memenuhi, berupa
Sectio Caesarea (SC).
3. TahapPersalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Tahapan Persalinan tersebut adalah
a. Kala I, Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus

2
dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10
cm). Kala I dinamakan juga kala pembukaan, Normalnya Kala I
berlangsung selama 12- 14 jam.
b. Kala II, Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena
kekuatan his dan kekuatan mengedan,janin didorong keluar sampai
lahir.
c. Kala III, dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas
dari dinding uterus dan dilahirkan.
d. Kala IV, Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam
kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi
perdarahan post partum. (Rohani dkk, 2011, dalam Wahyuni, 2014).
4. Faktor-Faktor yang Berperan dalam ProsesPersalinan

Berdasarkan Manuaba (2009), terdapat lima factor yang


mempengaruhi proses persalinan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Passanger (penumpang)

b. Passageway (jalan lahir), meliputi jalan lahir terdiri dari panggul ibu,
yaitu bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus
vagina.

c. Powers(kekuatan) ibu melakukan konterkasi involunteer dan volunteer


secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus.
Kontraksi involunteer disebut kekuatan primer, menandai dimulainya
persalinan. Apabila serviks berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk
mendorong yang disebut kekuatan sekunder, yang memperbesar
kekuatan kontraksi involunter.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan komplikasi persalinan ?
2. Apa saja bentuk (Jenis-jenis) komplikasi persalinan ?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkanmampu memahami materiKomplikasi Persalinan
dan Penatalaksanaannya.
b. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi komplikasi persalinan
2) Menjelaskan bentuk (Jenis-jenis) komplikasi persalinan
3) Menjelaskan
D. MANFAAT PENULISAN
a. Bagi penulis :
Agar penulis dapat memahami materi Komplikasi Persalinan dan
Penatalaksanaannya.
b. Bagi Pembaca :
Agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang lebih banyak
mengenai materi Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaannya.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Komplikasi Persalinan
Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau
janin yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung
saat persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari
keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap sebagai salah
satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang
diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara
lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.
Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu
saat terjadi persalinan maka semakin besar kemunqkinan terjadi
komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-alat
reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang tertalu muda saat
persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature.
Status perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama proses
kehamilan dan persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan
kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan
sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.

B. Bentuk (Jenis-jenis) Komplikasi Persalinan


Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaanya
1. Penyulit Kala I dan Kala II Persalinan
a. Persalinan Lama
Masalah : Fase Laten lebih dari 8 jam
Persalinan telah berlangsung selama 12 jam/lebih tanpa kelahiran
bayi. Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf
Disebabkan beberapa faktor:
1) Kecemasan dan ketakutan

5
2) Pemberian analgetik yang kuat atau pemberian anlgetik yang
terlalu cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum
fase aktif
3) Abnormalitas pada tenaga ekspulsi
4) Abnormalitas pada panggul
5) Kelainan pada letak dan bentuk janin
Penanganan umum :
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin
(termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya). Dan perbaiki
keadaan umum
2) Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan
persalinan normal).
3) Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral
maupun parenteral dan upayakan buang air kecil ( kateter bila
perlu), tramadol atau berikan analgesic petidin25 mg IM
(maximum 1 mg/kg BB atau morfin 10 mg IM, jika pasien
merasakan nyeri.
4) Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam
persalinan
b. Distosia power
1) Pengertian
Yang dimaksud dengan distosia power adalah tenaga
persalinan/his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya,
sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan
lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat di
atasi, sehingga persalinan mengali hambatan atau kemacetan.
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia
uteri hipertonik.

6
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia
karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan
maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancranpersalinan.
2) Etiologi
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua
sedangkan inersia uteri sering dijumpai pada multigravida dan
grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pulaperanan
dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan)
mempengaruhi kelainanhis. Salah satu sebab yang penting dalam
kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwajanin tidak
berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai
padakesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
Salah pimpinan persalinanatau salah pemberian obat-obatan seperti
oksitosin dan obat penenang. Kelainan padauterus misalnya uterus
birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his.
a) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong
anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.
Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau
fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
 Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul
sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk

7
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu
atau belum.
 Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his
baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan /
kelainan.
Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama
kehamilan harus diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan
dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan
kepala / bokong bila sudah masuk PAP pasien disuruh
jalan,
d) Bila his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan
spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan dilakukan
sectio cesaria.
b) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi
dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien
untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga
sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania
uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa
kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan
sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan
ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian
oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai
infeksi, dan sebagainya.

8
Penanganan
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus
otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus
terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil,
persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

2. Penyulit Kala III dan Kala IV Persalinan


Yang dinamakan perdarahan pasca persalinan secara tradisional
ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III.
Perdarahan pasca persalinan sekarang dapat di bagi menjadi:
a. Perdarahan pasca persalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada
24 jam pertama setelah persalinan
b. Perdarahan pasca persalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc
setelah 24 jam persalinan. Perdarahan pasca persalinan merupakan
penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan pasca persalinan tidak menyebabkan kematian,
kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia
akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk
mencegah perdarahan yang banyak.
1) Atonia Uteri
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan
Penyebab :
a) Partus lama
b) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil
seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin
besar
c) Multiparitas
d) Anastesi yang dalam
e) Anastesi lumbal
Penatalaksanaan :

9
a) Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang
mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus
b) Segera mlai melakukan kompresi bimanual interna.
c) Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di
tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi,
lanjutkan memantau ibu secara ketat.
d) Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta
anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara
penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai
memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan
tetesan cepat).
e) Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi
kompresi bimanual interna setelah anda memberikan injeksi
metergin dan sudah mulai IV
f) Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7
menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV
terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan
atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian
teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.
2) Retensio Plasenta
Plasenta atau bagian-bagianya dapat tetap berada di dalam
uterus setelah bayi lahir.
Penyebab :
a) Plasenta belum lepas dari didnding uterus
b) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan
karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III).
c) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
d) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili
korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

10
Penatalaksanaan
a) Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta
dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan,
lakukan katerisasi kandung kemih.
c) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM,
jika belum dilakuak dalam penanganan aktif kala III.
d) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
e) Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan
untukmengeluarkan plasenta secara manual. Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan
mudam menunjukan koagulapati.
f) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina
yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.

3) Emboli air ketuban


Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah
sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,
tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua
puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini
meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang
dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang
dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau
edema pulmoner akut.
Penyebab :
a) Multiparitas

11
b) Usia lebih dari 30 tahun
c) Janin besar intrauteri
d) Kematian janin intrauteri
e) Menconium dalam cairan ketuban
f) Kontraksi uterus yang kuat
g) Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

Penatalaksanakan :

a) Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan


sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek
koagulasi ).
b) Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk
mengkoreksi hipovolemia &perdarahan .
c) Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu
penanganan atonia uteri.
d) Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan
ancietas .
e) Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi
intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
f) Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna
bila ada bronkospasme.
g) Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot
polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan
jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv
untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100
mmHg.
h) Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
i) Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi
intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
j) Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.

12
k) Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan
plasma beku segar dan sedian trombosit.
l) Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan
heparin / fibrinogen.
m) Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah;
perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan
berlebihan dalam sirkulasi darah.
n) Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.

4) Robekan Jalan Lahir

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir


lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahin terdiri dari :

a) Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada hampir semua


persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan
yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak
antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang
perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan
muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia

13
dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk
otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus
phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan
dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut
ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang
efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara
vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis
terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis.
Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis
transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan
selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak
antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis
perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus
perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.
Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan
merupakan pendukung utama perinium, sering robek
selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang
memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka
episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling
sering ditemukan pada genetalia eksterna. .

 Luka perinium
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin
menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :

14
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina
dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai
spingter ani

Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan


otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum

Penyebab : Umumnya terjadi pada persalinan

o Kepala janin terlalu cepat lahir


o Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
o Jaringan parut pada perinium
o Distosia bahu

Penatalaksanaan
Penjahitan robekan derajat I dan II

 Sebagian besar derajat I menutup secara spontan


tanpa dijahit.

o Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.


o Berikan dukungan dan penguatan emosional.
Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan
blok pedendal, jika perlu.
o Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan
bahwa uterus berkontraksi.
o Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
o Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi
untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan
derajat III dan IV.

15
- Masukkan jari yang memakai sarung tangan
kedalam anus
- Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi
sfingter.
- Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter

o Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT


o Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan
derajat III dan IV.
o Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan
penjahitan
PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III
DAN IV
Jahit robekan diruang operasi
1. Tinjau kembali prinsip perawatan umum
2. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan
anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal,
ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan
menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin
serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan
mencampur dengan spuit yang sama ) jika semua tepi
robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
3. Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa
uterus berkontraksi.
4. Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
5. Untuk melihat apakah spingter ani robek.

 Masukkan jari yang memakai sarung tangan


kedalam anus

 Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi


sfingter.

16
 Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan
dengan cermat.
6. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
7. Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan
materi fekal, jika ada.
8. Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-
obatan terkait.
9. Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah
mukosa vagina, kebah kulit perineum dan ke otot
perinatal yang dalam.
10. Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit
kemudian jepit area robekan denagn forcep. Jika ibu
dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi
kemudian lakukan tes ulang.
11. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan
benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk
menyatukan mukosa.
12. Jika spingter robek
a. Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis (
sfingter akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia
disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik
dengan klem.
b. Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus
menggunakan benang 2-0.
13. Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
14. Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan
untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter
dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan
yang bersih, steril atau yang DTT.
15. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

17
5) Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan
9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem
fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan
letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan
perdarahan.
Penyebab :
a. Partus presipitatus
b. Trauma krn pemakaian alat-alat operasi
c. Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa,
pembukaan belum lengkap
d. Partus lama

Penatalaksanaan
Penjahitan robekan serviks
1. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan
larutan anti septik ke vagina dan serviks
2. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi
tidak dibutuhkan pada sebasian besar robekan serviks.
Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan
(jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama)
atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi
dan lebar
3. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan
lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat
4. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika
perlu
5. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons
dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan
dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk

18
melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa
robekan.
6. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0
yang dimulai pada apeks (tepi atas robekan) yang
seringkali menjadi sumber pendarahan.
7. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan
jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglikolik 0.
8. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks
dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep
tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya
mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat
mempererat pendarahan. Selanjutnya :
- Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan
dikeluarkan.
- Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

6) Rupture Uteri

Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat


dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang
tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit
sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena
persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian
besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar,
sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan
dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya
rupture uteri.

19
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri
adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat
dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat
pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan
pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih
dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang
menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang
sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena
perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen.
Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai
pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku
acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat
kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi ).
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1.Menurut waktu terjadinya
a) R. u. Gravidarum
Waktu sedang hamil (Sering lokasinya pada korpus)
b) R. u. Durante Partum
Waktu melahirkan anak (Ini yang terbanyak)
2.Menurut lokasinya:

20
a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah
pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik (
korporal ), miemoktomi
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada
partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri yang sebenarnya
c) Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan
ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang
pembukaan belum lengkap
d) Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan
vagina

3.Menurut robeknya peritoneum

a) R. u. Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut


peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga
uterus dengan bahaya peritonitis
b) R. u. Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa
meluas ke lig.latum

4.Menurut etiologinya

a) Ruptur uteri spontanea

Menurut etiologinya dibagi 2 :

1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat


2) bekas seksio sesarea
3) bekas miomectomia
4) bekas perforasi waktu keratase.

21
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi
menjadi:
1. Ruptur uteri kompleta
a. Jaringan peritoneum ikut robek
b. Janin terlempar ke ruangan abdomen
c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah terjadi infeksi
2. Ruptura uteri inkompleta
a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
Penyebab:

1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus


uterus
2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau
persalinan yang lama
3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada
segmen bawah uterus ).( helen, 2001 )
4. Panggul sempit
5. Letak lintang
6. Hydrosephalus
7. Tumor yg menghalangi jalan lahir
8. Presentasi dahi atau muka

Penatalaksanaan

PERBAIKAN RUPTURE UTERUS


1. Tinjau kembali indikasi.
2. Tinjau kembali prinsip prawatan umum,
prinsipperawatan operasi dan pasang infus IV.

22
3. Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.
a. Ampisilin 2g melalui IV.
b. Atau sefazolin 1g melalui IV.
4. Buka abdomen
a. Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus
sampai kerambut pubis melalui kulit sampai di
fasia.
b. Buat insisi vertikal 2-3 cm di fasia.
c. Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang
insisi keatas dan kebawah dengan menggunakan
gunting.
d. Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot
rektus (otot dinding abdomen )
e. Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat
umbilikus. Gunakan gunting untuk memperpanjang
insisi ke atas dan ke bawah guna melihat seluruh
uterus. Gunakan gunting untuk memisahkan
lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah
peritoneum dengan hati-hati guna mencegah cedera
kandung kemih.
f. Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan
keluarkan bekuan darah.
g. Letakkan retraktor abdomen.
5. Lahirkan bayi dan plasenta.
6. Infuskan oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin
normal atau laktat ringer ) dengan kecepatan 60 tetes
permenit sampai uterus berkontraksi, kemudian
kurangi menjadi 20 tetes permenit.
7. Angkat uterus keluar panggul untukmelihat luasnya
cedera.
8. Periksa bagian depan dan belakang uterus.

23
9. Pegang tepi pendarahan uterus denganklem Green
Armytage ( forcep cincin )
10. Pisahkan kandungan kemih dari segmen bawah uterus
dengan diseksi tumpul atau tajam. Jika kandung kemih
memiliki jaringan parut sampai uterus, gunakan
gunting runcing.
RUPTURE SAMPAI SERVIKS DAN VAGINA
1. Jika uterus robek sampai serviks dan vagina,
mobilisasi kandung kemih minimal 2cm dibawah
robekan.
2. Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas
bagian bawah robekan serviks dan pertahankan traksi
pada jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian
robekan jika perbaikan dilanjutkan.
RUPTURE MELUAS SECARA LATERAL SAMPAI
ARTERIA UTERINA
1. Jika rupture meluas secara lateral sampai mencederai
satu atau kedua arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
2. Identifikasi arteri dan ureter sebelum mengikat
pembuluh darah uterus.
RUPTURE DENGAN HEMATOMA LIGAMENTUM
LATUM UTERI
1. Jika rupture uterus menimbulkan hematoma pada
ligamentum latum uteri, pasang klem, potong dan ikat
ligamentum teres uteri.
2. Buka bagian anterior ligamentum atum uteri.
3. Buat drain hematoma secara manual, bila perlu.
4. Inspeksi area rupture secara cermat untuk mengetahui
adanya cedera pada arteria uterina atau cabang-
cabangnya. Ikat setiap pembuluh darah yang
mengalami pendarahan.

24
7) Perdarahan kala iv primer

Perdarahan Pasca Persalinan Yang dimaksud perdarahan pasca persalinan


secara tradisional ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III. Perdarahan
pasca persalinan sekarang dapat dibagi menajdi

1. Perdarahan pasca persalinan dini ialah perdarahan ≥ 500 cc pada 24 jam


pertama setelah persalinan.
2. Perdarahan pasca persalinan lambat ialah perdarahan ≥ 500 cc setelah 24
jam persalinan. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab
pentingnya kematian ibu ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan (perdarahan pasca persalinan, placenta pravia,
sulusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri). Bila
perdarahan pasca persalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini
mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia akan menurunkan daya
tahan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang
banyak.
Faktor predisposisi dan etiologi perdarahan pasca persalinan,yaitu :
1. Trauma fratetes benitalis à episiotomi yang luas, laserasi jalan lahir, dan
rupturuteri.
2. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
o Perdarahan atonis
·Anestesiumum
· Overdistensi uterus, seperti kehamilan kembar,hidranilon
atau anak besar.
· Partus lama
· Partus presipitatus
· Paritas tinggi
· Infeksi korion

25
o Retensi plasenta
· Kotiledon tertinggal
· Plasenta akreta, inkreta, dan perkerta.
o Gangguan koa gulopati

Gejala-gejala
1. Perdarahan pervaginam
2. Konsistensi rahim lunak
3. Fundus uteri naik
4. Tanda-tanda syok
Penatalaksanaan:
Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik,
segera suntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergovin intrakuskular, uterus
ditekan untuk mengeluarkan gumpalan darah dan dilakukan masase.
Seandainya perdarahan belum berhenti juga ditambah dengan suntikan
metil ergovin lagi, tetapi sekarang intravena dan dipasang oksitosin drip 10
unit dalam 500 cc glukosa, selama tindakan ini masase diteruskan.
Jika masih ada perdarahan, dilaksanakan kompresi bimanual secara
hamilton, yaitu satu tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini
dijadikan tinju dengan rotasi merangsang dinding depan rahim, sedangkan
tangan luar menekan dinding perut diatas fundus hingga dapat merangsang
dinding belakang rahim.

Syok
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi
yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif.
Penyebab syok pada kasus gawat darurat obstetri biasanya adalah
perdarahan (syok hipovelemik), sepsis (syok septik), Gagal jantung (syok
kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilatelik).

26
Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut
ini:
· Perdarahan pada awal kehamilan
· Perdarahan pada akhir kehamilan
· Perdarahan setelah melahirkan
· Infeksi
· Trauma
Tanda dan Gejala :
Diagnosis syok jika terdapat atau gejala berikut :
- Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih)
- Tekanan darah yang rendah (sostolit kurang dari 90 mm Hg).
Tanda dan gejala lain dari syok meliputi :
- Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam)
- Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lambat
- Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih)
- Gelisah, bingung atau hilangnya kesadaran
- Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam)

Penanganan
Prinsip dasar penanganan syok
· Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan
khusus untuk
- menstabilkan kondisi pasien
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah
· Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

28

Anda mungkin juga menyukai