Anda di halaman 1dari 5

[ LAPORAN KASUS ]

THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE


ON PASSIVE SMOKERS
Danisa Okpitasari
Faculty of Medicine, Universitas Lampung

Abstract
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a disease characterized by persistent airflow which progressive and related with
increase in chronic inflammatory airway response and lungs to particles and dangerous gases. Woman, 52 years old, weight 48 kg.
From the anamnesa, she has got cough with sticky white sputum, persistance dispnea with wheezing, and weight loss. On physical
examination the respiration rate 26x/ minute, barrel chest, dilatation of intercostal space, hipersonor percussion, auscultation
there is wheezing at all lung fields. Patients was diagnosed with COPD. Management inclding pharmacological and non-
pharmacological treatment to reduce patient‘s morbidity, also required the support of the patient's family. The results of the
intervention found patient‘s improvement and can do light activity again. [J Agromed Unila 2014; 1(2):180-184]

Keywords: assisted families, passive smoker, the chronic obstructive pulmonary disease.

Abstrak
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dikarakterisasi oleh keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis saluran napas dan paru-paru terhadap partikel-partikel
atau gas-gas berbahaya. Dilaporkan wanita 52 tahun, BB 48 kg. Dari anamnesa didapatkan batuk berdahak berwarna putih kental
disertai sesak yg terus menerus dengan suara nafas yg berbunyi, dan terjadi penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan frekuensi pernapasan 26 kali permenit, barrel chest, sela iga melebar, perkusi hipersonor, auskultasi terdapat
wheezing pada semua lapang paru. Pasien didiagnosis PPOK. Penatalaksanaan selain pengobatan farmakologis dan non
farmakologis untuk mengurangi morbilitas pasien, diperlukan pula dukungan dari keluarga pasien. Hasil dari penatalaksaan yang
sudah dilakukan didapatkan keluhan pasien yang berkurang dan dapat melakukan aktivitas ringan kembali. [J Agromed Unila
2014;1(2):180-184]

Kata kunci: Keluarga binaan, penyakit paru obstruksi kronik, perokok pasif.

...
Korespondensi: Danisa Okpitasari | danisa.okpitasari@yahoo.co.id

Pendahuluan
3
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berusia 18-44 tahun. Di Indonesia sendiri
adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh tidak ada data pasti tentang PPOK. Pada Survey
hambatan aliran udara di saluran napas yang Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
bersifat progressif irreversibel atau reversibel menunjukkan PPOK menduduki peringkat ke-5
1
parsial. PPOK merupakan penyebab utama dari 10 penyakit tersering penyebab kesakitan di
morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Indonesia. SKRT depkes RI pada tahun 1992
Dilaporkan 65 juta orang memiliki faktor resiko menunjukan PPOK sebagai penyebab angka
4
untuk menderita penyakit paru obstruktif kronik kematian peringkat ke-7 di Indonesia.
(PPOK ). Dilaporkan lebih dari 3 juta orang Berdasarkan SKRT tahun 2001 peringkat PPOK
meninggal karena PPOK pada tahun 2005. meningkat menjadi peringkat ke-3 dari
5
Jumlah ini mewakili 5% dari semua kematian penyebab kematian di Indonesia.
2
secara global. Faktor risiko dari PPOK meliputi usia,
Prevalensi terjadinya penyakit ini riwayat merokok (perokok aktif, perokok pasif,
secara keseluruhan di Amerika Serikat pada bekas perokok), paparan polusi udara dan
orang dewasa adalah 6,3% (15 juta orang). riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.
Penyakit ini cenderung akan mengalami Sebagian besar penyebab kematian pada PPOK
peningkatan seiring bertambah usia. Prevalensi disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan
6
lebih dari 11,6% terlihat pada orang dewasa gagal jantung kongestif.
berusia 65 tahun atau lebih. Angka kejadian Pasien seorang perempuan berusia 52
yang lebih rendah sekitar 3,2% pada mereka tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga,
Danisa Okpitasari | The Chronic Obstructive Pulmonary Disease on Passive Smokers

beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Laut memiliki banyak kesibukan rumah tangganya.
Pulau Pasaran no. 147 Teluk Betung Barat. Anak ke-2 pasien memiliki pekerjaan sebagai
Pasien datang dengan keluhan utama batuk nelayan,yang jarang pulang ke rumah dan anak
berdahak sejak 1 minggu yang lalu. Sejak 1 ke-3 pasien yang bekerja sebagai Tenaga Kerja
minggu yang lalu pasien mengeluhkan batuk Wanita di Arab Saudi,sehingga pasien jarang
berdahak, batuk tidak dipengaruhi cuaca, bertemu pada ketiga anaknya tersebut.
musim, ataupun debu. Batuk disertai dengan Berdasarkan pemeriksaan fisik
dahak yang berwarna putih kental, tidak berbau, didapatkan keadaan umum normal tanda tanda
tidak bercampur darah, dan tidak pernah vital normal, pernapasan 26 kali per menit. Pada
mengalami perubahan warna. Dahak dirasakan wajah didapatkan normal. Pada leher normal.
semakin lama semakin banyak dan selalu Pada pemeriksaan dada ditemukan adanya
memicu pasien untuk batuk dan Barrel chest, sela iga melebar, perkusi
mengeluarkannya, namun tidak selalu dapat hipersonor dan pada auskultasi terdapat bunyi
dikeluarkan. Keluhan batuk ini juga sering wheezing (+) pada kedua lapang paru. Pada
disertai dengan sesak yang terjadi tiba-tiba dan pemeriksaan jantung didapatkan dalam batas
bernapas terdengar bunyi. Setiap kali serangan normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
sesak pasien menggunakan obat yang racikan dalam batas normal.
yang diberikan di Rumah Sakit Umum Daerah. Berdasarkan anamnesis dan
Pasien mengeluhkan nafsu makan berkurang pemeriksaan fisik pasien ini di diagnosis
dan berat badannyaberkurang drastis. Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Terapi
menyangkal sering mengalami keringat pada yang diberikan pada pasien yaitu salbutamol
malam hari, ia pun menyangkal sering 3x4mg, Ambroxol 3x30mg, dan ciprofloxacin
mengalami keluhan demam tanpa sebab dan 2x500mg.
riwayat kontak dengan orang batuk lama PPOK merupakan suatu istilah digunakan
disangkal. Pasien mengaku tidak pernah untuk sekelompok penyakit paru yang
merokok, tetapi suami pasien adalah perokok berlangsung lama dan ditandai dengan
aktif. Suami pasien merokok sejak usia 16 tahun peningkatan resistensi terhadap aliran udara
hingga sekarang, jenis rokok yang digunakan sebagai patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
adalah rokok kretek dan dapat menghabiskan yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
12-16 batang rokok perhari. dengan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema
Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mulai paru, dan asma bronkial. Bronkitis kronis adalah
mengalami keluhan yang sama. Pasien telah suatu gangguan klinis yang ditandai dengan
memeriksakan dirinya ke dokter dan dikatakan pembentukan mukus yang berlebihan dalam
mengalami sakit paru yang tidak jelas, kemudian bronkus dimanifestasikan sebagai batuk kronis
pasien diberikan obat racikan berbungkus kapsul dan pembentukan mukus mukoid ataupun
yang diberikan 2x1. Dan setiap kali mukopurulen sedikitnya 3 bulan dalam setahun,
menggunakan obat racikan tersebut. Keluhan sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut.
dirasakan berkurang. Namun keluhan batuk Emfisema paru merupakan suatu perubahan
berdahak yang sulit keluar tetap saja dirasakan anatomi parenkim paru yang ditandai
tiap harinya. pembesaran alveolus dan duktus alveolaris,
Pasien seorang ibu rumah tangga, serta destruksi dinding alveolar. Sedangkan
tinggal di pinggir pantai yang tidak jauh pada asma merupakan suatu penyakit dicirikan oleh
pengasapan ikan asin, bersama suami yang hipersensitifitas cabang - cabang trakeobronkial
bekerja sebagai penjual ikan, anak ke-3 terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
perempuannya yang dahulu bekerja sebagai bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-
pelayan rumah makan kemudian memutuskan saluran napas secara periodik dan reversible
berhenti 3 bulan yang lalu dikarenakan untuk akibat bronkospasme, oedem mukosa, dan
7
mengasuh ibunya dan anak terakhir laki-lakinya hipersekresi mucus.
yang masih bersekolah menduduki bangku Pada pasien ini penegakkan diagnosis
sekolah SMP kelas 3. PPOK berdasarkan dari anamnesis dan
Pasien memiliki hubungan erat pada pemeriksaan fisik yang didapat. Berdasarkan
suami dan dua anak terakhirnya yang tinggal anamnesis pasien didapatkan batuk selama 2
serumah, akan tetapi pasien kurang memiliki tahun yang makin lama makin memberat. Batuk
hubungan erat pada anak ke-1, ke-2 dan ke-3. dengan produksi sputum berwarna putih kental
Dikarenakan anak perempuan ke-1 pasien disertai sesak nafas yang bertambah saat

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 181


Danisa Okpitasari | The Chronic Obstructive Pulmonary Disease on Passive Smokers

beraktivitas. Sedangkan dari pemeriksaan fisik dapat bertahan dalam rumah untuk jangka
9
didapatkan laju pernapasan pasien 26 waktu yang cukup lama.
kali/menit. Pemeriksaan dada didapatkan barrel Asap Rokok (Environmental Tobacco
chest, sela iga melebar, suara nafas Smoke/ETS) adalah gas beracun yang
bronkovesikuler dan didapatkan wheezing pada dikeluarkan dari pembakaran produk tembakau
kedua lapang paru. Hal ini sesuai dengan kriteria yang biasanya mengandung Polycyclic Aromatic
dari (PDPI, 2003). Namun menurut kriteria Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya bagi
tersebut, untuk mendiagnosis PPOK perlu kesehatan manusia. Seseorang yang telah lama
ditambahkan penggunaan otot bantu nafas, merokok mempunyai prevalensi tinggi terhadap
fremitus melemah dan ekspirasi memanjang beberapa penyakit seperti arterosklerosis dan
(PDPI, 2003). Gambaran lainnya adalah malaise, Penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan dampak
9
fatigue dan kurang tidur. Dengan gejala sistemik sistemik yang signifikan.
ditandai peningkatan suhu tubuh, peningkatan Dengan beberapa faktor resiko yang
denyut nadi serta gangguan status mental dimiliki pasien seperti usia, perokok pasif, polusi
8
pasien. udara didalam ruangan (seperti asap rokok, asap
Terdapat pula tanda dan gejala dari kompor), polusi di luar ruangan, sosial ekonomi
PPOK: 1.Pink Puffer, atau timbulnya dispneu yang menengah kebawah dapat meningkatkan
tanpa disertai batuk dan produksi sputum terjadinya resiko lebih lanjut seperti, penyakit
6
berarti. Biasanya dispneu timbul antara usia 30 – jantung koroner atau gagal jantung kongestif.
40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada PPOK dapat menyebabkan komplikasi terjadinya
10
penyakit yang sudah lanjut pasien akan hipoksemia , kor pulmonal, gagal mafas kronis.
kehabisan napas sehingga tidak lagi dapat Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
makan dan tubuhnya bertambah kurus. 2.Blue meningkatkan risiko untuk gangguan kognitif
Blater, atau kondisi batuk produktif dan ringan (MCI). Hipoksia dapat menyebabkan
berulang kali mengalami infeksi pernapasan penurunan oksigen di otak, yang mendorong
11
yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun hubungan antara PPOK dan MCI.
sebelum tampak gangguan fungsi paru, Tampak Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
gejala berkurangnya napas sehingga mengalami mendapatkan diagnosis pasti dari pasien ini.
hipoventilasi. Pasien tampak gemuk sianosis, Akan tetapi dengan keterbatasan yang ada
terdapat oedem tungkai, dan ronki basah di dipuskesmas, pada pasien ini tidak dilakukan.
7
basal paru. Pasien diberikan edukasi mengenai pentingnya
Didapatkan faktor resiko yang dimiliki dilakukan pemeriksaan penunjang. Untuk
oleh pasien adalah dari faktor usia dan riwayat mengetahui adanya komplikasi hipoksemia, di
pajanan asap rokok yang didapatkan dari saran kan pasien untuk melakukan Tes Fungsi
kebiasaan suami yang merokok di dalam rumah, Paru dengan menggunakan alat spirometri
polusi udara sekitar rumah yaitu adanya untuk melihat adanya eksaserbasi yang parah
pengasapan ikan asin yang tidak jauh dari rumah dengan mengukur volume udara dalam paru.
1
pasien. Untuk melihat adanya komplikasi pada jantung
Pencemaran udara dalam ruang dan paru-parunya di sarankan untuk melakukan
terutama rumah sangat berbahaya bagi Foto Thorak. Elektrokardiografi (EKG) digunakan
kesehatan manusia, karena pada umumnya untuk membantu penegakkan diagnosis
orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk hipertropi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia.
melakukan kegiatan di dalam rumah. Pemeriksaan Analisis Gas Darah juga
Pencemaran udara di dalam ruang rumah dianjurakan kepada pasien untuk melihat
10
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, adanya komplikasi gagal nafas kronik.
bahan bangunan (misal; asbes), struktur Memeriksakan diri kepada dokter
bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk Spesialis Paru dianjurkan untuk pasien yang
furniture serta interior (pada pelarut memerlukan pelayanan bidang spesialisasi
organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara seperti pada pasien yang mengalami PPOK
luar rumah (ambient air quality), debu, dan derajat klasifikasi berat, memerlukan terapi
kelembaban yang berlebihan. Selain itu, kualitas oksigen, memerlukan terapi bedah paru.
udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam Berdasarkan kategori diatas pasien ini masih
rumah seperti dalam hal perilaku merokok dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
1
dalam rumah. Bahan-bahan kimia yang primer.
terkandung dapat mengeluarkan polutan yang

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 182


Danisa Okpitasari | The Chronic Obstructive Pulmonary Disease on Passive Smokers

Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang Pasien ini hanya diberikan motivasi
mengalami PPOK adalah adalah mengurangi kepada anggota keluarga untuk segera berobat
gejala, mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi kembali atau mengambil obat ke rumah sakit
dini, memperbaiki dan mencegah penurunan apabila obatnya habis. Karena dalam
faal paru, meningkatkan kualitas hidup penangangan medikamentosa, pasien
penderita. mendapatkan obat racikan yang terbungkus
Penatalaksanaan PPOK meliputi kapsul, diminum 2x1dari Rumah Sakit Umum
nonmedikamentosa seperti memberikan Daerah.
edukasi kepada pasien dan anggota keluarga Faktor pendukung dalam penyelesaian
untuk pengelolaan jangka panjang pada PPOK masalah pasien dan keluarga adalah pasie dan
stabil. Edukasi yang tepat diharapkan dapat anaknya selalu kooperatif dalam setiap kegiatan
mengurangi kecemasan pasien PPOK, pembinaaan, tekun, patuh dan semangat untuk
memberikan semangat hidup walaupun dengan hidup sehat. Sedangkan faktor penghambatnya
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas adalah pelaku rawat serumah pasien belom
dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk optimal karena suami pasien masih sulit untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. menghentikan kebiasaan merokok.
Secara umum bahan edukasi yang harus Pada pasien yang telah mendapat
diberikan adalah pengetahuan dasar tentang pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan
PPOK, obat-obatan, manfaat dan efek untuk melihat tercapainya target. Kemudian
sampingnya, cara pencegahan perburukan setelah dilakukan evaluasi kembali dan
penyakit, menghindari pencetus (terpajan asap didapatkan anamnesis pasien mengatakan
rokok dan polusi udara dari luar) dan bahwa keluhan yang dirasakan sebelumnya
1
penyesuaian aktivitas. Dari anamnesis dan telah berkurang, pasien rutin mengambil obat
pendekatan keluarga yang dilakukan ternyata apabila obat habis, mulai menghindari diri dari
sebagian besar faktor resiko yang terjadi faktor pencetus, anggota keluarga yaitu
dikarenakan dari lingkungan dan perilaku suaminya mulai menghentikan kebiasaan
keluarga pasien yang buruk. Oleh karena itu di merokok di dalam rumah. Pada pemeriksaan
anjurkan kepada pasien untuk menghindari fisik didapatkan resprasi rate 20 kali/menit,
faktor pencetus terjadinya perburukan penyakit untuk pemeriksaan auskultasi paru masih
pasien. Dan mengubah perilaku anggota didapatkan bronkovesikuler dan wheezing.
keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan Kemudian dijelaskan kepada pasien tentang
sehat. Dengan cara memperhatikan kebersihan hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan dan
rumah, memperbaiki pencahayaan rumah serta menyarankan untuk tetap melaksanakan dan
ventilasi menjadi lebih baik dari sebelumnya. patuh terhadap saran yang telah diberikan.
Untuk suaminya yang mempunyai kebiasaan Pasien dianjurkan memeriksakan diri ke
merokok, untuk tidak merokok didalam rumah puskemas dan meminta surat rujukan ke RSUD
dan mengurangi atau berhenti merokok. untuk meminta obat apabila habis dan
Terapi medikamentosa untuk pasien mengikuti saran dan anjuran yang diberikan.
PPOK adalah : 1. Bronkodilator. Bronkodilator Melihat tingkat kepatuhan pasien sangat
utama yang sering digunakan adalah golongan tinggi dan hasil pemeriksaan yang stabil maka
β2-agonis (Salbutamol,Fenoterol,Terbutalin) prognosis pada pasien ini dalam hal quo ad
antikolinergik (Tiotropium dan Ipratropium vitam; dubia, dilihat dari quo ad funtionam;
brom) dan metilxantin ( Aminofilin dan Teofilin). dubia ad bonam karena pasien masih dapat
Obat dapat diberikan secara monoterapi atau melakukan kegiatan aktivitas ringan sehari-hari
kombinasi. 2. Glukokortikosteroid. Jika secara mandiri dan quo ad sanationam; dubia ad
didapatkan FEV1 < 50% prediksi, dapat diberikan bonam karena pasien masih bisa melakukan
40 mg prednisolon (oral) per hari selama 10-14 fungsi sosialnya.
hari bersamaan dengan pemberian
bronkodilator. 3. Golongan antibiotik, diberikan Simpulan
jika gejala sesak nafas dan batuk disertai dengan PPOK yang dialami pada pasien ini
peningkatan volume dan purulensi sputum. disebabkan oleh karena beberapa faktor internal
Antibiotik diberikan dengan spektrum luas yang yaitu perokok pasif dari suami perokok aktif
menghadapi H. Influenzae, S. Pnemoniae dan selama 49 tahun; pola berobat kuratif;
M. Cattarhalis sambil menunggu hasil kultur pengetahuan yang kurang tentang PPOK. Faktor
8
sensitivitas kuman. eksternal: kondisi rumah kurang ideal (sangat

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 183


Danisa Okpitasari | The Chronic Obstructive Pulmonary Disease on Passive Smokers

sempit, ventilasi dan pencahayaan yang kurang


baik, serta kebersihan dari rumah yang buruk),
lingkungan dan peran keluarga berperan dalam
proses penyakit ini.
Intervensi pada pasien ini tidak hanya
memandang dalam hal klinis tetapi juga
terhadap psikososialnya, oleh karnanya
pemeriksaan dan penanganan holistic,
komprehensif dan berkesinambungan.
Penatalaksaaan pada pasien terkait
tentang penyakitnya sudah berhasil terbukti
dengan keluhan batuk dan sesaknya yang telah
berkurang dan pasien dapat menjalakan
aktivitas ringan.

Daftar Pustaka
1. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru
obstruksi kronik pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan penerbit
IDI; 2003.
2. World Health Organization. Chronic respiratory disease
[internet]. Geneva: WHO; 2014 [disitasi pada 2014 Mar
19]. Tersedia dari:
http://www.who.int/respiratory/copd/burden/en/
3. Garcia J. COPD prevalence rates reported by all 50
states. Morb Mortal Wkly Rep. 2012; 61:938-43.
4. Yunus F. Masa depan tatalaksana penyakit obstruksi
saluran napas dengan tinjauan faal paru dan kualitas
hidup penderita. Majalah Kedokteran Indonesia. 2005;
5(9):606-12.
5. Shinta D. Studi penggunaan antibiotik pada eksaserbasi
akut penyakit paru obstruktif kronis: studi pada pasien
IRNA medik di ruang paru laki dan paru wanita RSU Dr.
Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University;
2008.
6. Stone S, Barnes C, Petersen SE. Chronic obstructive
pulmonary disease. Heart. 2012; 98(14):1055-62.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinik proses-
proses penyakit. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2006.
8. Correia S, Tomas T, Carolino E. Noninvasive ventilation
during exercise in COPD patients: a systematic review
with meta-analysis. Chest. 2014; 145(Suppl 3):543A.
9. Yanbaeva DG, Detender MA, Creutzberg EC, Wesseling
G, Wouters Emiel FM. Systemic effect of smoking. Chest.
2007; 131: 1557-66.
10. Staton GW. Chronic obstructive pulmonary disease: part
3: management of complications surgical therapy and
treatment advances [internet]. USA: Medscape LLC.;
2010 [disitasi pada 2014 Mar 27]. Tersedia dari:
http://www.medscape.com/viewarticle/715580
11. Anderson P. COPD raises risk for mild cognitive
impairment [internet]. USA: Medscape LLC.; 2014
[disitasi pada 2014 Mar 27]. Tersedia dari:
http://www.medscape.com/viewarticle/822188

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 184

Anda mungkin juga menyukai