UNDESCENDED TESTIS
Disusun oleh:
Marwah Widuri A.
110 208 086
Supervisor:
Prof. dr. Chairuddin Rasjad, Ph.D, Sp.B, Sp.OT
Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya
mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak
diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin
berada diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis oblikus
eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.1,3
UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 – 77% pada usia
bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum,
antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis (suatu pemadatan
mesenkim yang kaya akan matriks ekstraseluler) dan refleks dari otot kremaster,
(2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan (3)
dorongan dari tekanan intraabdominal. 1,2
Gambar 1. Undescended testis
(sumber : http/: www.rch.org.au/kidsinfo/UDT.jpg)
2.2. Epidemiologi
UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-
laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan.
Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan
dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya
umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir
sama dengan populasi dewasa.1,2,6
Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral.
Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar
70-77% biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka
kejadian UDT turun menjadi 1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1
tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis
secara spontan.1,2
2.4. Etiologi
Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor
(multifaktorial) yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus
spermatikus atau gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3) faktor
hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen, (4) Perkembangan
epididimis, (5) Perlekatan gubernakular (6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-
related peptide (CGRP), (7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan
jaringan ikat. 1,2,3
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum
testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang
memacu proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi
kelompok bayi baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat
alami dan faktor-faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini
menemukan bahwa UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi
prematur, kecil untuk masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan
kembar.1,2
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated
anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex,
dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti
hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar
12 – 25 %).1,6
Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang
isolated, di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT.
Sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2–9,8%
mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali
terjadi UDT pada laki-laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding
dengan populasi umum. 1,2,6
2.5. Klasifikasi
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum,
riwayat operasi daerah inguinal, riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk
reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia,
infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus digali
adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT),
penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal.
Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada
saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster
yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat
perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan
ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari).
Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan
kematian neonatal. 1,2
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum,
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi
untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat.1,2
Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan
dengan anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin). 1,2
2.7.5. Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak
teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup
aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih
besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di
inguinal. 1,6
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi
cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat
laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas
deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy). 1,6
Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada
testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat
turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi
kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan
terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di
skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa
maupun pembedahan. 1,6
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko
tumor sel germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7
tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko
kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada
awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus
intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan
sel geminal mencapai 41% dan 20%.1,2
2.9.2. Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus
UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.
Operasi pada kriptorkismus adalah orchiopexy. Tujuan operasi pada
kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya
degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)
melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa
rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah
orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi
pada kantung sub dartos.1
Komplikasi Orchiopexy
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan
Orchiopexy antara lain 1,6 :
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak
komplit (10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5%
kasus)
3. Trauma pada vas deferens ( 1–2% kasus)
4. Pasca-operasi torsio
5. Epididimoorkhitis
6. Pembengkakan skrotum
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada
UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis Di samping
itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 1,6
A. Risiko Keganasan
Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden
keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko
terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko
menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 1,6,9
Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,
tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang
telah dilakukan orchiopexy. 1,6,9
B. Infertilitas