Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES CEREBRAL

Di Ruang 21 RS.Syaiful anwar Malang

Disusun oleh :

Azhittama Bastenjar (16612

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

D III UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PONOROGO

(1019)
A. PENGERTIAN

Abses otak merupakan penumpukan suatu nanah yang terdapat dalam

otak,sehingga si penderita mengalami keluhan-keluhan yang sangat menyiksa untuk

tubuh penderita karena dapat terjadi gejala-gejala yang sakit pada tubuh. Abses otak

biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan.

Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak

sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti

penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). (Hanif Maulana

2014)

B. KLASIFIKASI

1. Stadium serebritis dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)

2. Stadium serebritis lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)

3. Stadium pembentukan kapsul dini/ EARLY CAPSULA FORMATION (hari ke

10-14)

4. Stadium pembentukan kapsul lambat/ LATE CAPSULA FORMATION (setelah

hari ke 14)

C. ETIOLOGI

Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri,

jamur dan parasit.Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus

anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli

dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan

otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis
penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan

Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering

merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik

umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab abses otak antara lain

Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.

Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan

abses otak secara hematogen.

D. PATOFISIOLOGI & PATHWAY

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi

leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau

minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.

Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak

dan bisa timbul meningitis.Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran

perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari

tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.

Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi

paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus

tertentu.

Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan

pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan

menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.

Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada

tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi
rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin

maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung

ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada

umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses

otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus

pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti

jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai

beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk

suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang

nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis

yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara

beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Abses dalam kapsul substansia alba

dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur,

dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak

yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan

abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya

terjadi secara hematogen.


E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala lokal yang terlihat pada abses otak :

a. Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil

keputusan,Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang

b. Temporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca,

menulis atau,mengerti kata-kata;hemianopia.

c. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang

fokal,hemianopia homonim,disfasia,akalkulia,agrafia

d. Serebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan

koordinasi,nistagmus,tremor intensional.

Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM

menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik,

adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain

tergantung dari lokasi abses. ( Elizabeth J,2009).

LOKASI TANDA DAN GEJALA SUMBER INFEKSI

LOBUS FRONTALIS 1. Kulit kepala Sinus paranasal

lunak/lembut

2. Nyeri kepala yang

terlokalisir di frontal

3. Letargi, apatis,

disorientasi

4. Hemiparesis /paralisis

5. Kontralateral

6. Demam tinggi
7. Kejang

LOBUS TEMPORAL 1. Dispagia

2. Gangguan lapang

pandang

3. Distonia

4. Paralisis saraf III dan

IV

5. Paralisis fasial

kontralateral

CEREBELLUM 1. Ataxia ipsilateral Infeksi pada telinga tengah

2. Nystagmus

3. Dystonia

4. Kaku kuduk positif

5. Nyeri kepala pada

suboccipital

6. Disfungsi saraf III, IV,

V, VI

F. KOMPLIKASI

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya

adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses

otak, yaitu:

1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.

2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.

3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi

perubahan ukuran.

4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.

5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat

(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).

H. PENATALAKSANAAN

Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:

1. Penatalaksaan Umum

a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.

b. Terapi peningktan TIK

c. Support fungsi tanda vital

d. fisioterapi

2. Pembedahan

3. Pengobatan

a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.

b. Glococorticosteroid: Dexamethasone

c. Anticonvulsants: Oilantin.
I. KONSEP ASKEP

Pengkajian

1. Anamnesa

1. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat

2. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,

penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.

3. Riwayat Penyakit dahulu

c. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil

d. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir

e. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma

4. Riwayat penyakit keluarga

5. Pengkajian persisten

a. B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas

b. B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi

c. B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan

mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi

penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes

”, kejang

d. B4 ( Bladder ) : Oliguria

e. B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan

f. B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

6. Observasi tanda – tanda vital

a. Peningkatan systole tekanan darah


b. Penurunan nadi / bradikardia

c. Peningkatan frekuensi pernapasan

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput

otak

2. Resiko tinggi cedera bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat

kesadaran.

3. Nyeri bd. iritasi selaput dan jaringan otak

K. INTERVENSI

No DIAGNOSA NOC NIC

1 Perubahan perfusi Setelah dilakukan 1. Monitor kesadaran

jaringan orak bd. tindakan keperawatan klien dengan ketat

peradangan dan selama 3x24 jam, 2. Monitor tanda tanda

edema pada otak dan masalah teratasi TIK selama perjalanan

selaput otak dengan criteria hasil: penyakit( nadi lambat,

1. Perfusi jaringan TD Meningkat,

otak meningkat Kesadaran menurun,

Tingkat nafas irregular, reflek

2. kesadaran pupil menurun)

meningkat 3. Monitor tanda vital

menjadi sadar, dan neurologis setiap

disorientasi (-), 5-30 menit.

konsentrasi baik 4. Hindari posisi tungkai

3. perfusi jaringan di tekuk

dan oksigenasi 5. Tinggikan sedikit


baik kepala secara hati-hati,

4. TTV dalam cegak gerakan secara

batas normal tiba-tiba, hindari fleksi

leher

6. Evaluasi selama masa

penyembuhan terhadap

gangguan motoric,

sensorik dan

intelektual

7. Kolaborasi :Pemberian

steroid osmotic

2 Resiko tinggi cedera Setelah dilakukan 1. Monitor kejang pada

bd. kejang, tindakan keperawatan lengan, kaki, mulut,

perubahan status selama 3x24 jam, otot-otot muka

mental dan masalah teratasi 2. Persiapkan lingkungan

penurunan tingkat dengan criteria hasil: yang aman dengan

kesadaran. 1. Klien bebas dari memberikan batas

cedera yang pada sisi tempat tidur

disebabkan oleh 3. Pertahankan bedrest

kejang total selama fase akut

2. peningkatan 4. Kolaborasi

kesadaran. Pemberian anti

3. Klien tidak konvulsan, sedative

cedera apabila

terdapat kejang
berulang.

3. Nyeri bd. iritasi Setelah dilakukan 1. Buat lingkungan

selaput dan jaringan tindakan keperawatan ruangan yang aman

otak selama 3x24 jam, dan nyaman

masalah teratasi 2. Berikan kompres

dengan criteria hasil: dingin pada kepala

1. Nyeri berkurang 3. Pantau skala nyeri

dan rasa sakit 4. Lakukan manajemen

terkendali nyeri dengan metode

2. Skala nyeri = 0 distraksi dan nafas

3. klien dapat tidur dalam

dengan tenang 5. Lakukan gerak aktif

4. wajah rileks. dan pasif secara hati-

hati

6. Kolaborasi

Pemberian analgesic
DAFTAR PUSTAKA

Adril Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4.

Desember 2005; http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem

Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai