PERSALINAN PRETERM
Oleh:
Preseptor:
0
DAFTAR ISI
Daftar Isi……………………………………………………………………….. 1
BAB 1 PENDAHULUAN………………….…………………………………. 2
1.1 Latar Belakang ………………………………….………………….. 2
1.2 Batasan Masalah ……………………………….…………………... 3
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………... 3
1.4 Metode Penulisan ……………..…………………………………… 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………..…………….. 4
2.1 Definisi ……………………………………………………………… 4
2.2 Epidemiologi ……………………………………………………… 4
2.3 Etiologi dan Patofisiologi…………………………………………… 5
2.4 Diagnosis……………………………………………………………. 12
2.5 Penatalaksanaan……………………………………………………… 16
2.6 Komplikasi ………………………………………………………….. 20
2.7 Pencegahan …………………………………………………………... 22
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………… 23
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal
di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan mortalitas 70% perinatal dan neonatal, dan
morbiditas jangka panjang, yang meliputi retardasi mental, serebral palsi, gangguan
neurologis, seperti penyakit paru kronis dan neuropati. Oleh karena itu persalinan preterm
bukan hanya menjadi masalah obstetri yang paling umum tapi dapat menjadi masalah obstetri
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur yang berhubungan
dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain tentang persalinan preterm, yaitu
persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Bayi yang lahir prematur memiliki berat badan lahir rendah dan hubungan
antara umur kehamilan dengan berat badan lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intra
Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 – 15% pada seluruh
persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 100.000 kelahiran di seluruh
dunia(9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat 4.047
persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000 kelahiran (6,2%),
di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran
(11,1%) (Stacy et al, 2010). Di Indonesia belum ada angka yang secara nasional
2
persalinan preterm di rumah sakit di Jakarta sebesar 13,3% dan di rumah sakit di bandung
Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 8.384 bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupan mereka, kelahiran kurang bulan terkait dengan dua per tiga kematian ini. Angka
kelahiran kurang bulan pernah menjadi penyumbang terbesar kematian bayi di Amerika
Serikat. Berbagai jenis morbiditas terutama dikarenakan sistem organ yang imatur secara
signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu dibandingkan
diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor – faktor resiko psikososial, etiologi,
preterm, sekaligus sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
beberapa literatur.
BAB 2
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir (C.Hubinont,
2011). Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai dimulainya
kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi
pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari)
dari hari pertama haid terakhir (Oxorn, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal (POGI) di
Semarang menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia
2.2 Epidemiologi
Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil. Dari suatu penelitian
didapatkan bahwa kejadian persalinan preterm pada wanita dengan kulit hitam adalah 2 kali
lebih banyak dibandingkan ras lain di Amerika Serikat. Penyebab prematuritas adalah terkait
multifaktorial. Persalinan preterm wanita kulit putih lebih banyak berupa persalinan preterm
spontan dengan selaput ketuban utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam umumnya didahului
dengan ketuban pecah dini. Persalinan preterm juga dapat dibagi menurut usia kehamilan,
sekitar 5% persalinan preterm terjadi pada usia kurang dari 28 minggu (extreme prematurity),
sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada
usia 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia 34-36 minggu (near term)
(Rima, 2010.)
dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat 4.047
persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000 kelahiran (6,2%),
di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran
(11,1%) (Stacy et al, 2010). Angka kejadian persalinan prematur di Indonesia pada tahun 1983
4
adalah 18,5% dan pada tahun 1995 menurun menjadi 14,2%. Menurut data terakhir pada
tahun 2005 jumlah persalinan prematur di Indonesia adalah 10% (Oxorn, 2010).
Prematuritas dewasa ini menjadi faktor tersering terkait morbiditas dan mortalitas
bayi. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi – bayi prematur, gangguan respirasi
menyebabkan kematian sebesar 44% pada bayi usia kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi
kurang dari 1000 gram maka angka kematian naik menjadi 74%. Karena lunaknya tulang
tengkorak serta immaturitas, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala. Perdarahan
intrakranial lebih sering terjadi pada bayi prematur dibandikan dengan bayi aterm (Oxorn,
2010). Setiap tahun sekitar 4 juta bayi meninggal dalam 4 minggu pertama kehidupan
(periode neonatal). Secara global diperkirakan penyebab langsung kematian neonatal adalah
prematuritas (28%), infeksi berat 26%, dan asfiksia 28%. Persalinan preterm spontan paling
sering terjadi pada ibu dengan kulit putih, sedangkan ketuban pecah prematur adalah
penyebab paling sering terjadinya persalinan preterm pada ibu kulit hitam (Cunningham,
2012).
Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda. Persalinan
sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap terjadinya persalinan preterm.
Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini
Beberapa faktor resiko terjadinya persalinan preterm adalah abortus yang mengancam,
faktor gaya hidup seperti merokok, pertambahan berat badan ibu yang tidak adekuat,
penggunaan narkoba. Faktor maternal lain yang terlibat adalah usia ibu terlalu muda atau
terlalu tua, tubuh pendek, kesenjangan ras dan etnik, hiperaktivitas selama kehamilan, faktor
genetik, penyakit periodontal, cara lahir, interval antara kehamilan sebelumnya dan saat ini,
5
Gambar 2.1 Faktor resiko persalinan preterm
Terdapat empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di Amerika Serikat.
yaitu :
1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi dilahirkan
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh.
kurang bulan spontan dan 30-35% karena Ketuban Pecah Dini (Cunningham, 2012).
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan
mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan
serviks, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu ataupun janin, inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik
akibat infeksi ascenden dari traktus genitourinari atau infeksi sistemik, perdarahan desidua,
peregangan uterus patologik, kelainan pada uterus atau serviks. Dengan demikian, untuk
6
2.3.1 Indikasi Medis dan Obstetris
Preeklampsia, distress janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta merupakan
indikasi paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan persalinan preterm.
Penyebab lain yang kurang umum adalah hipertensi kronik, plasenta previa, perdarahan tanpa
kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh beragam
mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion. Faktor lain yang terlibat adalah indeks
massa tubuh yang rendah kurang dari 19,8, kurang gizi, dan merokok. Wanita dengan riwayat
ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki resiko yang tinggi terjadinya rekurensi pada
kehamilan berikutnya. Namun kebanyakan kasus ketuban pecah preterm terjadi tanpa faktor
Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu withdrawal
menjelaskan bahwa semakin mendekati proses persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih
desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua tampaknya muncul pada kauss
7
Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan preterm.
Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan maternal dan fetal membran
(dalam koriodesidual space), dalam fetal membran (amnion dan korion), dalam placenta,
dalam cairan amnion, dalam tali pusat. Infeksi pada fetal membran disebut korioamnionitis,
infeksi pada tali pusat disebut funisitis, infeksi pada cairan amnion disebut amnionitis. Infeksi
jarang terjadi pada kehamilan prematur akhir (34-36 minggu), dan lebih sering terjadi pada
8
Gambar 2.2 Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin
Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam uterus.
Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi, infeksi dari jarum
amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen melalui plasenta, atau melalui serviks
dari vagina. Pada persalinan preterm dengan membran yang utuh bakteri yang paling banyak
saluran genital pada wanita tidak hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis,
jarang ditemukan dalam uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat sering
berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah, group B
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau mungkin
dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang ditemukan dalam
uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari vagina. Bakteri dari
vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang koriodesidua. Pada beberapa
wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik yang intak ke dalam cairan amnion,
dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi. Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari
penelitian 609 wanita yang fetusnya dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah.
Setengah dari 121 wanita dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam
cairan amnion. Sebagian kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang
positif saat persalinan. Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan
yang aktif, seperti diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada membran dan adanya
konsentrasi interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion. Temuan ini mungkin menjelaskan
kenapa wanita dengan kultur cairan amnion negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin yang
tinggi dalam cairan amnion resisten terhadap obat tokolitik. Tampaknya, wanita ini sering
memiliki infeksi dalam korioamnion, suatu tempat yang tidak boleh dikultur sebelum
persalinan.
lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh U.
urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis
kromosom rutin pada usia kehamilan 15 – 18 minggu. Kebanyakan wanita ini melakukan
10
persalinan sekitar usia kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi interlekin 6 yang
tinggi dalam cairan amnion pada minggu 15 – 20 berhubungan dnegan persalinan prematur
Contoh lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin yang tinggi
dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang dipertimbangkan sebagai
marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata
7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa wanita yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis
memiliki kolonisasi intrauterin yang berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik.
prematur spontan tampak saat konsepsi. Penting untuk menekankan bahwa kebanyakan
infeksi saluran genitalia atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam,
Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan gambaran
yang konsisten bagaimana infeksi balteri menyebabkan persalinan prematur spontan (gambar
3). Invasi bakteri pada rongga koriodesidua, menyebabkan pelepasan endotoksin dan
eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin,
dan exotoxins merangsang sistesis dan pelepasan prostaglandin dan juga mengawali
(Franklin, 2000).
Terdapat jalur lain yang memiliki peranan yang hampir sama. Sebagai contoh,
11
dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan
Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu
produksi kortisol adrenal fetus. Sekresi kortisol yang tinggi menyebabkan meningkatnya
produksi prostaglandin. Contoh lain yaitu ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin
fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif
kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui
(Rima, 2010).
12
Gambar 3. Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan persalinan prematur
Stress didefiniskan sebagai tantangan baik psikologis ataupun fisik yang mengancam
13
Pituitary-Adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress semakin diakui sebagai faktor resiko penting
depresi) telah dikaitkan dengan kejadian persalinan preterm akibat stress. Proses aktivasi
prematur HPA dimediasi oleh corticothropine releasing hormone (CRH) plasenta. Dalam
sebuah hasil penelitian in vivo ditemukan hubungan yang signifikan antara stress psikososial
ibu dengan kadar CRH, ACTH, dan kortisol plasma ibu. Menurut Hobel dkk, dibandingkan
dengan wanita yang melahirkan aterm, wanita yang preterm memiliki kadar CRH yang
meningkat signifikan dengan mempercepat peningkatan kadar CRH selama kehamilan (Rima,
2010).
Pada persalinan preterm aksis HPA ibu dapat mendorong ekspresi CRH plasenta. CRH
(DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin dan menstimulasi plasenta untuk mensisntesis
2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting dan
dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa faktor resiko
a. Kehamilan multipel
b. Polihidramniom
c. Anomali uterus
14
g. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop electrosurgical
excision procedure)
b. Riwayat pyelonefritis
c. Merokok
d. Riwayat abortus
Pasien tergolong resiko tinggi apabila ditemukan lebih dari satu faktor resiko mayor
atau dua atau lebih fator resiko minor, atau keduanya. Disamping faktor resiko di atas faktor
resiko lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sosiobiologi (usia ibu, jumlah anak,
obesitas, status sosioekonomi yang rendah, ras, stress lingkungan) dan komplikasi kehamilan
melalui bantuan medikasi, terlambat atau ridak melakukan asuhan antenatal) (Rima, 2010).
15
Gambar 2. Mekanisme persalinan preterm pada kehamilan ganda
dini antara persalinan palsu dengan persalinan sebenarnya sulit ditentukan sebelum adanya
pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri sulit dibedakan karena adanya
kontraksi braxtons hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi yang tidak teratur,
tidak ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun dapat menimbulkan
keraguan besar dalam diagnosis persalinan preterm. Tidak jarang wanita yang melahirkan
sebelum aterm memiliki kontraksi yang mirip dengan braxtons hicks yang mengarahkan ke
diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu. Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10 menit.
c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti menstruasi, rasa
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan perubahan
16
2.4.3. Perubahan serviks
a. Dilatasi serviks
Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa kehamilan diduga sebagai fator
b. Panjang serviks
Serviks memegang peranan ganda pada kehamilan. Serviks mempertahankan isi uterus
terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterin sampai persalinan, dan serviks akan
berdilatasi untuk memungkinkan isi uterus untuk melewatinya selama proses persalinan.
Kompetensi serviks tergantung pada kestuan antara anatomi dan komposisi biokimia
dari serviks. Salah satu indikator dini dari inkompetensia serviks adalah terjadinya
prediktor persalinan preterm menentukan bahwa panjang serviks kurang dari 25 mm pada usia
kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan resiko persalinan preterm (Rima, 2010).
c. Inkompetensia Serviks
Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan dilatasi serviks
berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian kelahiran spontan pada midtrimester tanpa adanya
pecah ketuban spontan, peradarahan, ataupun infeksi. Dilatasi serviks ini dapat diiikuti
prolaps dan menggembungnya membran janin ke dalam vagina, dan akhirnya ekspulsi janin
imatur. Penyebab inkompetensia serviks ini belum jelas, namun terkait dengan riwayat trauma
Cara utama untuk mengurangi resiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal,
sebelum tanda – tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang beresiko,
untuk diberi penjelasan dan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta pengenalan
Pemeriksaan serviks mempunyai manfaat yang cukup besar dalam memprediksi terjadinya
17
persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1cm) yang disertai dengan pembukaan
yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensia serviks, maka pasien tersebut dikatakan
2.5 Penatalaksanaan
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara statistik tidak terbukti
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan preterm, karena sering
terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas.
Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi (P.O.G.I, 2011).
c. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda persalinan. Berikut adalah
Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin.
Optimalisasi personel.
a. Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4
kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang
dapat terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi (P.O.G.I, 2011). Antagonis kalsium merupakan relaksan otot polos
yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium yang bergantung
pada 19 voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun sebagian besar pengalaman klinis adalah
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral ataupun sublingual. Konsentrasi
maksimal pada plasma umumnya dicapai setelah 15-90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian
sublingual konsentrasi dalam plasma dicapai setelah 5 menit pemberian (Hadrians, 2007) .
18
b. Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV
diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila
terjadi efek toksik, berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan (P.O.G.I, 2011).
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap janin dan ibu. Namun,
perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada neonatus dari pasien yang menerima infus
magnesium sulfat jangka panjang (lebih dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini termasuk abnormalitas tulang
secara radiografi seperti perubahan dari tulang panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang yang
abnormal. Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-hati sebagai obat tokolitik, efek sampingnya terhadap
ibu, janin dan neonatus biasanya sedikit dan tidaklah serius atau merusak (Hadrians, 2007).
c. Atosiban
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat tokolitik di masa depan.
Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan
kurangnya efek samping terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan
obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa (Hadrians, 2007). Atosiban
menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok reseptor oksitosin. Dosis awal
6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti 18mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam
(P.O.G.I, 2011).
d. Beta2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah ritodrine, terbutaline,
salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline. Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml
larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi
uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 12 — 48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis
pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin
Kontra indikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau hipotensi, hipertiroidi,
diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada
muka (flushing), mual, sakit kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemi, dan
hipoglikemi. Efek samping pada janin antara lain ft.tal takhikardia. Inpoglikemia, hipokalemi, ileus dan
19
e. Progesteron
menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis 250 mg (1 mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan
atau sampai persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan (P.O.G.I, 2011).
Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian
lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin
direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat penutupan ductus arteriosus (P.O.G.I,
2011).
4. Pemberian Steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian neonatal dan perdarahan
minggu.Kontra indikasi : infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam
kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat.
Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2 x 5 mg intramuskuler per hari
5. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan karena tidak dapat meningkatkan
luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial,
pemberian klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg sehari selama 7 hari).
atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu
(P.O.G.I, 2011).
6. Perencanaan Persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan mengikutsertakan pendapat orang
tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal
intensive care unit (NICU).. Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko obstetrik lainnya dan
disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan forsep atau episiotomi elektif (P.O.G.I, 2011).
2.6 Komplikasi
20
Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi sehingga menyebabkan
Masalah – masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi
sangat rendah
panjang
reaktif, asma.
bronkiolitis.
serebral, hambatan
neurodevelopmental,
gangguan pendengaran
Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina,
miopia, starbismus
Kardiovaskuler Hipotensi, paten ductus arteriosus, hipertensi Hipertensi pulmonal,
resistensi insulin
2.7 Pencegahan
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang beruhungan dengan
Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk mencegah dan mengurangi
resiko.
- Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan pendidikan mengenai faktor –
b. Pencegahan sekunder
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita yang diketahui memiliki faktor
DAFTAR PUSTAKA
Franklin H. Epstein. 2000. Intrauterine infection and Preterm Delivery. The New England Journal of
Medicine .
22
Goldenberg, Robert L. 2008. Epidemiology dan Causes of Preterm Birth.http://www.thelancet-epidemiology-
preterm-birt-pdf.
Kesuma, Hadrians dr. 2007. Obat – Obat Tokolitik dalam Bidang Kebidanan. Departemern Obstetri dan
Palembang.http://digilib.unsri.ac.id/download/obat%20tokolitik.pdfᄃ.
Louis J. 2010. The Enigma of Spontaneus Preterm Birth. The New England Journal of Medicine.
http://nejm0904308-spontaenus-preterm-birtf-pdf.
Novalia, Rima. 2010. Persalian Preterm. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. http://
97539577/Persalinan-Preterm.
P.O.G.I. 2011. Panduan Pengelolaan Persalianan Preterm Nasional. Bandung : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI.
http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20preterm.pdfᄃ
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
23