Anda di halaman 1dari 32

KELOMPOK 1 PPKn

Anindya Branita Sandini (01) (07) Clarita Anggellina

Mauli Bayu Segoro (13) (19) Nadia Husnaningtyas

Rais Usman Adzikri (25) (31) Vindy Alfiolita


KETUHANAN YANG MAHA ESA

KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB

PERSATUAN INDONESIA

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH


KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARAKATAN DAN PERWAKILAN

KEADILAN SOSIAL
BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
KETUHANAN YANG
MAHA ESA
KETUHANAN YANG
MAHA ESA
Menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun
dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila
menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun
walaupun berbeda keyakinan.
KASUS PELANGGARAN
SILA PERTAMA PANCASILA
sumber
http://syamsulalamagus.blogspot.com/2007/04/kronik-konflik-poso-1998-2001_29.html
Konflik dan kekerasan pertama kali terjadi pada 24 Desember 1998, peristiwa
ini dipicu oleh ulah seorang pemuda yang sedang mabuk, dia adalah Roy Runtuh
Bisalemba melakukan penyerangan terhadap seorang pemuda bernama Ahmad Ridwan
yang sedang tertidur didalam MasjidDarussalam di kelurahan Sayo, Poso Kota. Dalam
penyerangan tersebut Ahmad Ridwan dibacok, tetapi ia sempat lari dan meminta
pertolongan.

Roy Bisalemba adalah pemuda beragama Kristen, sedangkan korbannya Ahmad


Ridwan beragama Islam. Dalam hitungan jam, konsolidasi berbasis keagamaan begitu
cepat terjadi. Saat itu umat Islam Poso sedang menjalani ibadah puasa ramadhan
sedangkan Umat Kristiani masih dalam suasana menghadapi puncak perayaan Natal.
Saat puncak perayaan natal pada tanggal 25 Desember 1998, tanda-tanda akan
terjadinya kerusuhan dalam skala besar mulai muncul. Seusai sholat jum’at, massa yang
dimobilisasi dari Poso Pesisir menyerang dan melempari Toko Lima yang diduga sebagai
tempat penjualan minuman keras, massa terus bergerak melakukan sweeping dan
menghancurkan tempat-tempat hiburan seperti bilyar, panti pijat dan hotel-hotel. Massa
menganggap sasaran mereka itu yang telah menjadi pemicu membacokan Ahmad
Ridwan dan telah menodai kesucian bulan ramadhan. Melihat keberutalan massa,
beberapa masyarakat di kelurahan Sayo melaporkan ke Polisi namun tidak terlihat
tindakan pencegahan yang pada akhirnya rumah Roy Bisalemba yang terletak di Jl. Yos
Sudarso Kelurahan Sayo hancur karena amukan massa penyerang.

Bertempat di Gedung Torulemba, rumah jabatan Bupati Poso pada tanggal 27


Desember 1998 kedua pihak yang bertikai dipertemukan, tokoh agama yang mewakili
pihak yang bertikai turun ke kantong-kantong konsentrasi massa untuk mengumumkan
hasil pertemuan damai yang baru saja disepakti, bahwa ”siapa saja dari kedua kelompok
yang mewakili dua keyakinan Islam dan Kristen yangmenyulut pertikaian akan ditindak
tegas”.
Usaha itu kemudian sia-sia, dihari yang sama massa Kristen dari arah Lage dan
Tentena yang dipimpin oleh Herman Parimo memasuki Poso Kota, mereka menyerang
dan merusak rumah-rumah penduduk muslim di kelurahan Sayo.

Pada tanggal 28 Desember 1998, Herman Parimo dan ratusan massa kristen
dari arah Lage dan Tentena kembali memasuki Poso. Blokade polisi gagal menghalau
ratusan massa yang terus bergerak kearah Poso Kota

Pada tanggal 30 Desember 1998, situasi Poso berangsur aman, hal ini ditandai
dengan mulai ramainya aktifitas perekenomian warga di Pasar Sentral Poso yang terletak
dijantung Kota Poso. Herman Parimo dan 7 orang lainnya ditangkap polisi dengan
tuduhan provokator. Pada tanggal 1 Nopember 1999 Pengadilan Negeri Palu
menjatuhkan vonis 14 tahun Penjara bagi Herman Parimo, namun sebelum menjalani
hukumannya dia meninggal dunia di Rumah Sakit Stella Maris di Makassar, Sulawesi
Selatan
Akibat dari kerusuhan di Poso pada tahun 1998, 17 warga mengalami luka
berat, 139 luka ringan, (15 orang lainnya adalah anggota TNI), 158 rumah penduduk
dibakar, 100 rumah dirusak massa, 14 mobil dan 20 kendaraan roda dua dibakar
Penyebab
Adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan
fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso pertama diantaranya berawal dari :
1. Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren
Darusalam pada bulan ramadhan.
2. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Bugis, Jawa,
dan Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
3. Pemaksaan agama Kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman
kabupaten terutama di daerah Tentena dusun III, Salena, Sangira, Toinase, Boe,
dan Meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan
kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
Dampak kerusuhan poso dapat di
bedakan dalam beberapa segi :
Bidang Budaya
1. Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam
mencapai tujuan politiknya.
2. Runtuhnya nilai – nilai kebersamaan, kerukunan, dan kesatuan yang
menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat Poso.
Bidang Hukum
1. Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua
kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
2. Tidak dapat dipertahankan nilai-nilai kemanusiaan akibat terjadi
kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan
dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan
seksual.
3. Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hukum
di masyarakat Kabupaten Poso.
4. Munculnya perasaan dendam dari korban-korban kerusuhan
terhadap pelaku kerusuhan.
Dampak
kerusuhan poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :

Bidang Politik
• Terhentinya roda pemerintahan.
• Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah di mata masyarakat.
• Hilangnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan
pendapat masing – masing kelompok kepentingan.
• Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam
pencapaian tujuannya.
Bidang Ekonomi
• Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi ekonomi
masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi,
traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
• Terhentinya roda perekonomian.
• Rawan pangan.
• Munculnya pengangguran dan kelangkaan kesempatan kerja
Solusi konflik POSO
• Manajemen Konflik menuju Rekonsiliasi
• Mengubah Sistem pemahaman Agama
• Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam
Kehidupan Beragama.
• Menciptakan kerukunan dalam kehidupan
masyarakat
• Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari
Konflik Etnis
LANDASAN
Landasan yang berkaitan dengan kasus kasus pada sila pertama ialah :

1. Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun


1999 Tentang Hak Asasi Manusia
2. Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945
yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
3. Namun demikian dalam era reformasi ini telah berhasil
disusun instrumen instrumen penegakan HAM.
Diantaranya amandemen UUD ‘45 yang kemudian
memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan pasal
pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain
amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan
MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
4. -Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI
No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
KASUS YANG LAINNYA
Minggu, 25 September 2011 terjadi ledakan di Gereja
Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo. Saat itu sedang
dilaksanakan kebaktian oleh jamaah, namun pada pukul
10.55 terdengar
ledakan bom bunuh diri. Peristiwa ini mengakibatkan 28
orang terluka dan seorang tewas yang diidentifikasi sebagai
pelaku bom bunuh diri. Pelaku pemboman tersebut
diidentifikasi sebagai Ahmad Yosefa Hayat
TULISAN UNTUK UMAT KRISTEN, TANPA JUDUL

“Wahai kawan kristiani, bila di suatu pagi di hari


Minggu anda terjaga dan tersadar akan kewajiban
ibadah di gereja. Maka bulatkan tekadmu, teguhkan
imanmu. Panjatkan doa terakhir, ucapkan kata-kata
terakhir, berikan ciuman terakhir. Sebab boleh jadi,
hari itu adalah hari terakhirmu beribadah di gereja.
Ayunkan kakimu dengan pasti, sepasti langkah Yesus
turun dari Getsemani menghadapi hari kematiannya.
Ikhlas, tanpa ragu dan takut.”

http://wetanlintang.blogspot.com/2011/09/tulisan-untuk-umat-kristen-tanpa-judul.html
Peristiwa tolikara terjadi karena pihak gereja Dewan Pekerja Wilayah
Gereja Injili di Indonesia (GIDI) marah terhadap umat islam yang tidak
mengindahkan surat edaran yang berisi larangan menjalankan solat idul fitri
sehingga terjadilah pembakaran tempat ibadah dan rumah-rumah penduduk umat
islam
Bom Bali 2002 (Bom Bali I) adalah pengeboman yang terjadi
pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan
pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan
Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat
Kantor Konsulat Amerika Serikat. Rangkaian pengeboman ini
merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul
oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga
bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa
dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban
merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke
lokasi tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai
peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Pengeboman Bali 2005 yang terjadi di Bali pada 1
Oktober 2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua
di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196
lainnya luka-luka. Bom bunuh diri ini memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap pariwisata di Bali mengingat
pada 12 Oktober 2002, serangan bom serupa menewaskan
202 orang. Menurut Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam),
Inspektur Jenderal (Purn.) Ansyaad Mbai
Amuk Massa di Kupang terjadi pada tanggal 30 November
1998. Amuk massa tersebut bermula dari aksi perkabungan
dan aksi solidaritas warga Kristen NTT atas peristiwa
Ketapang, yaitu bentrok antara warga Muslim dan Kristen
dengan disertai perusakan berbagai tempat ibadah. Amuk
massa tanggal 30 November tersebut mengakibatkan
setidaknya 11 masjid, 1 mushola, dan beberapa rumah serta
pertokoan milik warga muslim rusak.

Anda mungkin juga menyukai