SKRIPSI
NIM: 1111102000082
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NIM: 1111102000082
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
According to Permenkes of The Republic of Indonesia No. 35 year 2014 about the
standard of pharmacy services in drug stores that pharmacists has duties in service
of medicine and clinical service. Patient with diabetes mellitus is one of the
patients who meet the criteria for clinical service. The purpose this study was to
describe the clinical services about dispensing, drug information service and
counseling in pharmacies at Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Tarogong Kaler
and Kecamatan Tarogong Kidul in Garut. In this study, the survei and observation
with patient simulation method is used on 35 selected pharmacists, the target in
this study were pharmacist and non pharmacist. The tools of this study were
scenarios, checklist, and prescriptions written by a doctor. The result showed that
the average percentage of attendance of Pharmacists in Kecamatan Tarogong
Kaler was 30% (bad), Kecamatan Tarogong Kidul was 78,18% (moderate) dan
Kecamatan Garut Kota was 80% (good). Drug information provider in pharmacies
had not been fully undertaken by pharmacist yet, the result showed drug
information provider in pharmacies in Kecamatan Tarogong Kidul 36,36% by
pharmacist and in Kecamatan Garut Kota 60% by pharmacist. During clinical
service in pharmacies, 91,43% dispensing was done according to recipe, 54,29%
could be encountered in pharmacies and given clinical service form drug
information service and by doing stages counseling. During drug information
service by pharmacist, mistakes that was made less than non pharmacist.
According to this study, the clinical services in pharmacies at Kecamatan
Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul and Kecamatan Garut Kota in
Kabupaten Garut were still lacked and were not suitable with the regulations of
The republic of Indonesia in Permenkes No.35 year 2014 of standard of
pharmaceutical Services in pharmacies.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia
serta nikmat Iman dan Islam yang tak terhingga. Shalawat serta salam senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan cinta dan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian
hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Gambaran
Pelayanan Klinik Terhadap Resep Antidiabetes di Apotek Kecamatan Tarogong
Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota Wilayah
Kabupaten Garut” yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Bapak Yardi, Ph.D, Apt dan Bapak Asep Dasuki S, S.Si, Apt, MM. selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga,
kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan, kesempatan
untuk penulis menuangkan ide, dan kepercayaannya selama penelitian
berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini.
2. Dr. H. Arif Sumatri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.
3. Bapak Yardi, Ph.D, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi sekaligus
pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
4. Ibu Dr. Dra. Hj. Delina Hasan, Apt., M.Kes. sekalu Penasehat Akademik
sekaligus penguji yang telah memberikan waktu dan saran dalam
membantu perbaikan skripsi ini.
viii
5. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. selaku penguji yang telah memberikan
waktu dan saran dalam membantu perbaikan dalam membantu perbaikan
skripsi ini.
6. Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, Dinas Kesehatan Kabupaten
Garut dan Instansi Kesatuan Bangsa yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Kabupaten Garut.
7. Kedua orang tua penulis, papa Ade Hidayat dan mama Eli Susmini yang
selalu menjadi orang tua terhebat dalam doa, dukungan moril dan materil
sekaligus menjadi sahabat terbaik dalam bercerita kesenangan, kesedihan
dan ketegangan yang dihadapi penulis. Mereka adalah sebuah titipan
terindah yang diberikan oleh Allah SWT, semoga berkah hidup,
kesenangan, kebahagian dan kesehatan selalu mengiringi kehidupannya di
dunia dan akhirat.
8. Saudara perempuan tersayang Rezza Permana Suci yang sekarang telah
menjadi seorang ibu dari dua putri tercantik yaitu Andra, Raya dan istri
Tangguh Fauzia Ilham namun tetap selalu memberikan waktu, perhatian
dan dukungannya.
9. Inten Novita Sari yang selalu mengajarkan kemandirian selama ini.
Wardah Annajiah yang mengajarkan kesabaran pada kesukakaran yang
dihadapi. Rahmi Sertiana Nur Aiman yang memberikan nasihat saat
penulis mulai down. Sry Wardiyah yang selalu siaga disaat penulis
membutuhkannya. Arum Puspa Azizah, Kak Sonia, Kak fifi, Kak Tari
yang menjadi sahabat kosan di tahun terakhir ini. Nufa Mathey yang selalu
menjadi sahabat terbaik sejak SMA dan selalu ada kapanpun penulis
kesulitan. Kak Amri yang tiba-tiba dapat menjadi teman bertukar
pemikiran. Teman seangkatan Farmasi 2011 terutama AC yang telah
menjadi sahabat selama 4 tahun perkuliahan, sahabat seperjuangan dan
menjadi sahabat bermetamorfosis.
`10.Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
ix
Kesempurnaan adalah milik Allah SWT maka tentunya skripsi ini masih
perlu peyempuraan. Namun, besar harapan penulis agar hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat untuk banyak pihak dan memberikan kontribusi dalam ilmu
pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentinan akademik sebatas sesuai dengan Undan-Undang Hak cipta.
Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenar-
benarnya.
Dibuat di : Ciputat
Tanggal : Juni 2015
Yang menyatakan,
xi
DAFTAR ISI
xii
2.7.2 Prevalensi Diabetes Melitus .......................................................... 18
2.7.3 Penatalaksanaan Diabetes ............................................................. 19
2.8 Pelayanan Kefarmasian Pada Pasien Diabetes ................................................. 20
2.9 Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus ............................... 22
6.1.Kesimpulan ................................................................................................. 60
xiii
6.2.Saran ........................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 62
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 69
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Check List yang digunakan sebagai acuan selama wawancara dengan
metode simulasi pasien ................................................................................... 68
Lampiran 2. Komposisi resep yang diberikan oleh pasien .................................................. 72
Lampiran 3. Perhitungan Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan
Wilayah Kabupaten Garut .............................................................................. 73
Lampiran 4. Perhitungan Distribusi Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek ......................... 76
Lampiran 5. Perhitungan Persentase Kesesuaian Penyerahan Obat dengan Resep ............. 78
Lampiran 6. Perhitungan Distribusi Apoteker yang Hadir di Apotek Saat
Penelitian ........................................................................................................ 79
Lampiran 7. Perhitungan Persentase Tahapan Konseling yang Dilaksanakan
Apoteker dan Non Apoteker ........................................................................... 80
Lampiran 8. Perhitungan Persentase Kualitas Pelayanan Klinik di Kecamatan
Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut
Kota ................................................................................................................ 81
Lampiran 9. Perhitungan Persentase Kesalahan Informasi Obat yang Diberikan
oleh Pemberi Pelayaan di Apotek ................................................................... 94
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian....................................................................................... 97
Lampiran 11 Surat Persetujuan Penelitian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Garut ........ 99
Lampiran 12 Data Apotek Wilayah Kabupaten Garut ....................................................... 101
xvii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tahap 2 : Pada periode ini muncul farmasi industri manufaktur dan pada saat
yang sama pembuatan resep obat oleh Dokter sedang meningkat, sehingga
pekerjaan utama Apoteker berhenti dalam memproduksi obat dan berpindah ke
peracikan obat yang telah diproduksi dari industri yang disesuaikan dengan
resep. Pada tahap ini pasien masih datang ke Apotek untuk mendapatkan obat
dan bimbingan dalam penggunaan obat. Peran Apoteker masih memiliki nilai
sosial yang jelas.
c. Tahap 3 : Pada tahap ini tugas utama Apoteker mengalami penyimpangan.
Banyaknya jumlah produk obat yang semakin meningkat membuat fokus
utama peran Apoteker menjadi ke produk obat dan peran pada pasien menjadi
memudar. Hal tersebut juga di dorong oleh adanya Kode Etik Asosiasi Farmasi
Amerika (American Pharmaceutical Association/AphA Code of Ethics) mulai
tahun 1922-1969 farmasis dilarang untuk mendiskusikan efek terapi atau
komposisi resep dengan pasien.
d. Tahap 4 : Akibat perubahan fokus farmasis terhadap produk (obat) maka
muncul berbagai laporan tentang kegagalan terapi, hal ini memicu untuk
farmasis mengisi kembali bidang pelayanan kefarmasian. Sehingga pada tahap
keempat, Apoteker kembali berperan dalam pemberian informasi obat, saran
dan konseling pasien.
2.3. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Peraturan Pemerintah RI No. 51,
2009). Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasiaan yang bertugas
sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai
kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan
kewajiban (Ikatan Apoteker Indonesia. 2011). Berdasarkan Peraturan pemerintah
No. 51 tahun 2009 pasal 1, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi dari obat kepada
pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care (pelayanan kefarmasiaan)
maka Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (Peraturan Pemerintah
RI No. 51, 2009).
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (UUD RI,
1945).
Pelayanan kefarmasian adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang
menjadi hak warga negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun
2009 pasal 1 ayat 3 pelayanan kefarmasian dilakukan oleh tenaga kefarmasian
yang terdiri atas:
a. Apoteker: Sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus
menjalankan peran yaitu (Permenkes RI No.35, 2014):
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin
Apotek er diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang
empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan obat.
6. Pembelajar seumur hidup
2.5. Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasiaan tempat dilakukan praktek
kefarmasiaan oleh Apoteker (Peraturan Pemerintah RI No. 51, 2009). Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 yang dikutip dalam Hartini S.Y. (2009),
tentang Apotek, tugas dan fungsi Apotek adalah tempat pengabdian profesi
seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah Apoteker, sarana farmasi
yang melakukan perubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat, sarana
penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata, serta sarana pelayanan informasi mengenai
perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya (Hartini, S.
Yustina, 2009).
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Apoteker menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, melakukan
peracikan obat bila diperlukan, memberikan etiket, memasukkan obat ke dalam
wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat
dan menghindari penggunaan yang salah. Apoteker di Apotek juga dapat melayani
obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi
kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Rincian standar praktik Apoteker Indonesia berupa dispensing juga
dijelaskan lebih rinci oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Rincian praktik
tersebut ada pada standar 3 praktik Apoteker (IAI, 2013):
1. Apoteker menerapkan cara dispensing yang baik
2. Apoteker memastikan resep yang diterima berasal dari dokter
3. Memastikan resep yang diterima sesuai dengan nama pasien yang
dimaksud.
4. Apoteker memastikan obat yang tertera dalam resep sesuai dengan tujuan
penggunaan obat pasien.
5. Memastikan resep tidak berpotensi menimbulkan masalah DRP.
6. Apoteker berkomunikasi dengan dokter.
7. Apoteker melakukan dispensing obat sitostatika secara tepat.
8. Apoteker melakukan pemeriksaan ulang dan dokumentasi terhadap
sediaan obat hasil dispensing.
b. Apoteker memberikan penjelasan dan uraian atas setiap obat yang diberikan
kepada pasien.
c. Apoteker memberikan konseling obat kepada pasien dan keluarga.
d. Melakukan konseling sesuai informasi terkini dan berbasis bukti.
e. Apoteker menggunakan berbagai macam metode komunikasi untuk menjamin
efektifitas konseling.
f. Apoteker secara aktif menyediakan bahan informasi.
g. Apoteker mendokumentasikan pelayanan konseling.
h. Apoteker memelihara pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan
pelayanan informasi obat.
i. Apoteker memiliki akses ke sumber informasi terkini yang relevan untuk
mendukung pelayanan.
j. Apoteker mengevaluasi mutu pelayanan informasi obat.
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri
dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi, melalui
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.
3. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain
adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,
pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat.
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan
apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
6. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat dengan
menggunakan formulir yang telah ditetapkan
dilakukan pada responden dengan umur > 15 tahun didapatkan hasil bahwa
prevalensi diabetes mellitus menduduki peringkat ke empat di Indonesia.
BAB 3
Input Proses
27
memberikan pelayanan
3 Dispensing Kesesuaian obat baik dari jenis dan Checklist a. Skor 1 Skala nominal
jumlah sesuai dengan resep yang Sesuai
dilakukan oleh pemberi pelayanan di b. Skor 0
Apotek Tidak sesuai
4 Pengetahuan pelaksana Jumlah benar dari pertanyaan informasi Checklist Hasil perhitungan skor akan dibuat Skala ordinal
pelayanan klinik terkait obat terkait diabetes melitus yang rata-rata persentase dan digolongkan
diabetes melitus diajukan oleh peneliti kepada dalam kategori sebagai berikut
Apoteker/petugas Apotek (Non (Harianti dkk, 2006):
Apoteker) yang memberikan pelayanan a. 90%-100% = amat baik
klinik di Apotek b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
5 Pelayanan Informasi Obat Pemberian informasi obat yang berkaitan Checklist Hasil perhitungan skor dari ketepatan Skala ordinal
(PIO) dengan obat antidiabetes yang dilakukan menjawab pertanyaan yang ada dalam
oleh Apoteker/petugas Apotek (non checklist tiap Apoteker/ petugas
apoteker) di Apotek Apotek dibuat rata-rata persentase
yang kemudian dikategorikan sebagai
berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
UIN
UIN
c. 70%-80% = sedang
Syarif
e. <60% = buruk
Hasilnya akan menunjukan
Hidayatullah
a. Tujuan penggunaan Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
maksud penggunaan masing-masing b. Skor 0
obat yang ada dalam resep. Informasi Jawaban tidak tepat
Jakarta
28
- metformin digunakan untuk
29
sehari
e. Jumlah obat sekali minum Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
jumlah obat yang harus dikonsumsi b. Skor 0
dalam sekali minum. Jawaban Jawaban tidak tepat
dinyatakan tepat bila informasi yang
disampaikan adalah masing-masing 1
tablet obat digunakan saat sekali minum
f. Nama obat Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
sebutan obat berdasarkan tulisan yang b. Skor 0
tertera dalam kemasan obat. jawaban Jawaban tidak tepat
dinyatakan tepat bila informasi yang
disampaikan adalah menyebutkan
metformin dan simetidin
g. Indikasi Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
kondisi penyakit yang memerlukan b. Skor 0
penggunaan obat dalam resep. Informasi Jawaban tidak tepat
dinyatakan tepat bila hal yang
disampaikan adalah:
- Metformin: digunakan untuk DM tipe
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
akibat interaksi dengan simetidin
i. Pencegahan interaksi Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
cara menghindari kemungkinan b. Skor 0
interaksi. Informasi dinyatakan tepat bila Jawaban tidak tepat
hal yang disampaikan adalah:
Gunakan metformin dalam dosis yang
lebih kecil bila penggunaan kedua obat
harus dalam waktu yang sama atau
konsultasikan dengan dokter tentang
obat pilihan mag lain yang tidak
berinteraksi dengan metformin.
j. Efek samping obat (ESO) Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
reaksi yang tidak diharapkan muncul b. Skor 0
diakibatkan dari penggunaan obat. Jawaban tidak tepat
informasi dinyatakan tepat bila hal yang
disampaikan adalah: metformin
memiliki efek samping utamanya berupa
gangguan gastrointestinal berupa diare,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
dengan makanan.
l. Gejala ESO Informasi yang diberikan Apoteker atau Checklist a. Skor 1 Skala nominal
petugas Apotek (non Apoteker) tentang Jawaban tepat
ciri-ciri bila ESO terjadi. Informasi b. Skor 0
dinyatakan tepat bila info yang Jawaban tidak tepat
disampaikan adalah saat timbul ESO
metformin maka akan menimbulkan rasa
tidak enak pada perut seperti sakit mag
atau cenderung sering buang air besar.
m. Makanan dan minuman Apoteker atau petugas Apotek (non Checklist a. Skor 1 Skala nominal
yang harus dihindari Apoteker) menyarankan untuk Jawaban tepat
menghindari makanan dan minuman b. Skor 0
yang dapat mengganggu keseimbangan Jawaban tidak tepat
gula darah tubuh. Informasi dinyatakan
tepat bila info yang disampaikan adalah
- untuk menjaga agar gula darah
terkontrol maka disarankan pasien
untuk menghindari makanan dengan
kandungan tinggi gula, karbohidrat
yang berlebihan
- untuk mencegah parahnya penyakit
mag yang dialami pasien maka hindari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Apoteker/petugas Apotek (non Apoteker) Kegiatan konseling dilakukan
yang telah memberikan informasi obat b. Skor 0
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
BAB 4
METODE PENELITIAN
Validasi Instrumen
- Validasi Isi
- Validasi Rupa
Managemen Data
Editing, Coding, data
processing
Analisis Data
Analisis univariat dengan
Microsoft excel 2010
( )
………………………………………………(1)
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi apotek
p = Estimator proporsi populasi, sebesar 0.76
q = 1-P
Zα2 = Nilai kurva normal yang tergantung dari α (α = 5% maka Z = 1.96)
d = Toleransi kesalahan (10 %)
( )
( )
= 23
( )
sesuai check list yang telah dipersiapkan sebelumnya namun tanpa menunjukkan
check list tersebut dan setiap jawaban dicatat dalam check list. Pencatatan
dilakukan saat peneliti keluar dari Apotek dengan tujuan mencegah kecurigaan
Apoteker/petugas Apotek tentang adanya simulasi pasien.
Selama pengajuan pertanyaan ini peneliti dituntut memiliki kemampuan
dan keahlian dalam mengajukan pertanyaan sehingga tidak menimbulkan
kecurigaan pada pihak Apotek sehingga jawaban yang di dapat merupakan
jawaban yang menggambarkan keadaan sebenarnya.
4.6.5. Manajemen Data
Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, maka akan dilakukan
analisis data. Proses pengolahan data dilakukan untuk menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dengan tahapan
sebagai berikut (Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan Negara, 2007):
1. Pengeditan (Editing)
Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan
terhadap data untuk memudahkan pemberian kode dan pemrosesan data
dengan tekhnik statistik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian perlu diedit
dari kemungkinan kekeliruan dalam proses pencatatan yang dilakukan dalam
pengumpulan data.
2. Pemberian Kode (Coding)
Pemberian kode merupakan proses identifikasi dan klasifikasi data ke dalam
skor numerik. Proses pemberian kode ini akan memudahkan dan meningkatkan
efisiensi proses data entry ke dalam komputer.
3. Pemrosesan data (Data Processing)
Setelah kedua tahap diatas dilakukan, maka data siap untuk diolah atau
dianalisis.
data secara apa adanya untuk memperoleh gambaran umum mengenai variabel-
variabel yang diukur pada sampel (Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan
Negara, 2007).
Analisis yang dilakukan meliputi:
1. Kehadiran Apoteker di tempat kerja (apotek).
2. Gambaran pemberi pelayanan klinik di Apotek
3. Gambaran pelaksanaan pelayanan klinik di Apotek
4. Gambaran kualitas pelayanan klinik ditinjau dari pemberian informasi obat dan
konseling terhadap resep antidiabetes di Apotek.
Analisis yang dilakukan didasarkan dari hasil wawancara langsung
menggunakan check list dengan skala guttman dan observasi di Apotek. Skala
Guttman digolongkan sebagai skala yang berdimensi tunggal yaitu skala yang
menghasilkan kumulatif jawaban yang butir soalnya berkaitan satu dengan yang
lain. Skala ini bersifat tegas karena setiap jawaban dari pertanyaan yang ada di
check list diberi skor 0 untuk jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya (Windiyani
Tustiyana, 2012).
BAB 5
maka jelas tergambarkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara kehadiran
Apoteker terhadap pelayanan klinik, pelayanan klinik terhadap kepuasan
pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap peningkatan upah Apoteker.
Karena pelaksanaan pelayanan klinik ini tidak bisa dialihkan kepada pihak
lain selain Apoteker maka Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib mengangkat
seorang Apoteker pendamping untuk membatu pelaksanaan kefarmasian di
Apotek terutama saat APA tidak dapat hadir di Apotek. Hal tersebut sesuai telah
dijelaskan dalam PP No.51 tahun 2009 pasal 24 tentang keharusan Apoteker
mengangkat seorang Apoteker pendamping dalam membantu pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian.
100%
100% Apoteker
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa 8,57% (3 Apotek) Apotek tidak
melakukan dispensing sesuai dengan resep, dimana letak Apotek tersebut berada
di Kecamatan Garut Kota. Satu apotek di wilayah Kecamatan Garut Kota dimana
petugas apotek (non apoteker) sebagai pemberi pelayanan mengganti obat
simetidin generik menjadi ranitidin paten dan 2 apotek wilayah Kecamatan Garut
Kota lainnya mengganti obat metformin generik dengan obat metformin paten
dimana masing-masing pemberi pelayanan klinik adalah Apoteker dan petugas
apotek (non apoteker). Dari hasil tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa
Apoteker dan petugas apotek (non apoteker) masih melakukan pelanggaran dalam
kegiatan dispensing obat. Penggantian obat generik ke obat paten akan
menyebabkan penambahan beban biaya pasien dalam menebus obat. ketiga kasus
penggantian obat tersebut pada umumnya dilakukan tanpa persetujuan peneliti
sebagai pelanggan Apotek. Penggantian obat dalam resep tanpa sepengetahuan
pasien ini sendiri merupakan bentuk penyimpangan terhadap UU No. 8 tahun
1999.
Gambar 5.3 Gambaran Distribusi Apoteker yang Hadir di Apotek Saat Penelitian
Keterangan :
a. Tahap 1 : membuka komunikasi dengan pasien
b. Tahap 2 : menilai pemahaman tentang penggunaan obat
c. Tahap 3 : menggali informasi lebih lanjut tentang masalah penggunaan obat
d. Tahap 4 : memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Tahap 5 : melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Rini Sasanti Handayani dkk (2006) yang menyatakan semua Apotek yang disurvei
wilayah Jakarta, Yogyakarta dan Makassar belum memprioritaskan pelayanan
kefarmasian dengan pendekatan personal kepada pasien (masih berorientasi pada
obat) atau pelayanan dengan pendekatan personal kepada pasien belum dikenal
masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan, kegiatan konseling di tiap
Apotek tidak dilakukan di tempat khusus, melainkan dilakukan di tempat etalase
jual beli di Apotek. padahal dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 35 tahun 2014 dinyatakan bahwa setiap Apotek wajib mempunyai
ruang khusus konseling yang tertutup yang dilengkapi dengan meja dan kursi
serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. hal ini dilakukan untuk
menjaga privasi dari pasien dan menghindarkan dari gangguan yang dapat
menurunkan keefektifan kegiatan konseling.
Pelayanan klinik berupa pelayanan konseling tidak dijalankan di Apotek
bisa dikarenakan kemampuan apoteker dalam segi pengetahuan dan kemampuan
berkomunikasi yang masih kurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rini
Sasanti Handayani (2006) yang menyatakan pengetahuan Apoteker di Apotek
mengenai obat untuk penyakit kronik terbatas hanya meliputi nama obat dan
indikasinya saja sedangkan Apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih baik
pengetahuannya dibidang farmakologi/farmakokinetik.
Pelayanan konseling yang tidak dijalankan dalam suatu Apotek juga dapat
berkaitan dengan kemampuan Apoteker dalam melayani pasien atau pelanggan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, diperoleh gambaran bahwa setiap
Apotek yang pelayanan kliniknya dilakukan oleh Apoteker umumnya hanya
bekerja sendiri tanpa adanya Apoteker pendamping. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa waktu kerja adalah 7
(tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu. Berdasarkan peraturan tersebut maka kemampuan tenaga apoteker dalam
bekerja terbatas. Agar pelayanan klinik di Apotek dapat terlaksana baik dalam
keadaan ramai ataupun dalam keadaan APA tidak dapat melaksanakan tugasnya
A.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
A B C D E F G H I J K L M N
Apoteker (metformin) 0% 31.57% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 100% 50% 93.75% 50% 0% 0%
Apoteker (simetidin) 26.31% 52.63% 26.31% 0% 0% 0% 0% 100% 100% 50% 93.75% 50% 0% 0%
petugas apotek (non Apoteker) (metformin) 25% 81.25% 0% 0% 0% 0% 36.68% 100% 100% 84.21% 100% 84.21% 0% 0%
Asisten apoteker (simetidin) 26.31% 25% 18.75% 0% 0% 6% 0% 100% 100% 84.21% 100% 84.21% 0% 0%
Gambar 5.5 Persentase Kesalahan Informasi Obat yang Diberikan oleh Pemberi Pelayanan di Apotek
Keterangan:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
yang menjadi sampel penelitian adalah tepat. Informasi tentang nama obat
sebagian besar jawabannya tepat. Namun, ada 1 (6%) petugas apotek (non
Apoteker) yang tidak menyebutkan nama obat dan hanya menjelaskan bahwa obat
yang digunakan untuk obat lambung. Hal ini terjadi pada apotek yang mengganti
simetidin dengan ranitidin.
Kesalahan informasi tentang indikasi obat ditunjukkan oleh petugas apotek
(non Apoteker) adalah 36,68% mengenai obat metformin. Bentuk kesalahan yang
dilakukan adalah tidak menjelaskan tentang indikasi metformin untuk diabetes
melitus tipe 2 atau diabetes mellitus tahap awal. Sebagian petugas apotek (non
Apoteker) menginformasikan pemilihan obat metformin adalah hasil diagnosis
dokter terhadap penyakit pasien. Padahal Informasi indikasi obat ini perlu
disampaikan dengan baik oleh Apoteker pada pasien dengan tujuan agar obat yang
telah dibeli tidak akan sembarangan dipakai oleh orang lain yang mungkin
memiliki mengidap penyakit diabetes melitus tapi tipe diabetes melitus yang
dialami berbeda dengan pasien tersebut. Kesalahan terapi karena obat diabetes
melitus yang tidak sesuai dengan tipe DM dan keadaan patofisiologis pasien bisa
menyebabkan hasil pengobatan tidak maksimal atau pengontrolan gula darah tidak
optimal.
Kesalahan interaksi obat menunjukan persentase paling tinggi pada
Apoteker dan petugas apotek (non Apoteker) yaitu 100%. Kesalahan informasi
tentang interaksi obat dan pencegahannya ini utamanya menunjukkan bahwa
apoteker dan petugas apotek (non Apoteker) ini tidak mampu mengkaji adanya
interaksi obat dalam resep. Metformin dan simetidin ini mempunyai
kecenderungan interaksi. Bentuk interaksi yang terjadi adalah penurunan ekskresi
metformin oleh ginjal akibat adanya simetidin sehingga bisa menyebabkan lactic
acidosis. Namun bila kedua obat ini harus digunakan berbarengan makan hal yang
dapat mencegah interaksinya adalah dengan cara menurunkan dosis metformin.
Pada gambar tersebut juga dapat terlihat bahwa 50% Apoteker tidak
mengetahui efek samping dan gejala efek samping yang bisa ditimbulkan
metformin dan simetidin, dan 84,21% petugas apotek (non Apoteker) juga tidak
mengetahui efek samping dan gejala efek samping dari metformin dan simetidin.
Sebagian besar petugas Apotek menyatakan bahwa metformin obat yang aman
dan tanpa efek samping untuk diminum. Padahal metformin mempunyai efek
samping terbesar ke gastrointestinal yang menimbulkan rasa mual, muntah, sakit
perut dan diare. Biasanya efek ini muncul 2-3 minggu awal dan setelahnnya akan
membaik. Peringatan tentang ESO ini perlu disampaikan sehingga saat ESO
muncul pasien dapat mengatasinya dan mematuhi saran untuk meneruskan
penggunaan obat.
Apoteker dituntut untuk mengetahui informasi efek samping obat agar
dapat menginformasikan cara penananganan efek samping yang timbul sehingga
kepatuhan pasien dalam menggunakan obat dapat terjaga. Akibat dari kurangnya
pengetahuan Apoteker dan petugas apotek (non Apoteker) mengenai efek samping
metformin dan simetidin maka 93,75% Apoteker dan 100% apotek (non
Apoteker) tidak bisa menyampaikan cara pencegahan yang tepat. Cara
pencegahan agar efek samping tersebut tidak timbul adalah menyarankan pasien
untuk menggunakan obat bersama dengan makanan.
Selama proses pelayanan klinik petugas Apotek secara keseluruhan dapat
menjelaskan dengan baik makanan yang perlu dihindari pasien. Informasi ini
menjadi penting karena pola hidup yang tepat bisa menunjang kesehatan pasien
menjadi lebih baik. Penjelasan tentang cara penyimpanan juga disampaikan
dengan baik oleh petugas apotek (non Apoteker). Cara penyimpanan perlu untuk
disampaikan agar pasien menempatkan obat di tempat yang sesuai sehingga obat
terhindar dari lingkungan yang mungkin menyebabkan kerusakan pada sediaan.
Stabilitas sediaan yang terjaga secara langsung mempengaruhi keefektifannya, hal
tersebut yang melatar belakangi diperlukannya peran apoteker dalam menjelaskan
hal tersebut.
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kesalahan pemberian
informasi obat tertinggi pada bagian interaksi obat, pencegahan interaksi, efek
samping obat, pencegahan efek samping obat dan gejala efek samping obat. Bila
dibandingkan persentase kesalahan pemberian informasi obat antara Apoteker dan
petugas apotek (non Apoteker) maka didapatkan hasil bahwa pemberian informasi
obat dari Apoteker persentase kesalahannya cenderung lebih kecil dibandingkan
dengan persentase kesalahan petugas apotek (non Apoteker).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Kehadiran Apoteker di Apotek belum terpenuhi secara optimal karena
masih didapati Apoteker yang tidak hadir di Apotek pada jam buka Apotek.
Kehadiran Apoteker di Apotek merupakan syarat utama pelayanan klinik di
Apotek dapat berjalan karena pelayanan klinik ini adalah tugas Apoteker
yang tidak dapat dialihkan ke petugas Apotek lain termasuk Asisten
Apoteker.
2. Pemberi pelayanan klinik di Apotek belum sepenuhnya dilakukan oleh
Apoteker, masih terdapat pengalih tugasan ke petugas apotek (non
Apoteker) saat Apoteker tidak dapat hadir di Apotek. Dalam pelaksaanan
pelayanan klinik berupa dispensing masih terdapat pelanggaran berupa
penggantian obat yang tidak sesuai dengan resep yang dilakukan oleh
Apoteker ataupun Asisten apoteker. Pelaksanaan pelayanan klinik berupa
informasi obat masih menuntut keaktifan pelanggan agar hak pelayanan
tersebut terpenuhi dan pelayanan klinik berupa konseling belum berjalan di
Apotek. Kualitas pelayanan klinik di Apotek cenderung meningkat bila
Apoteker terlibat dalam pelaksanaan pelayanan tersebut namun Apoteker
belum mampu mengidentifikasi adanya interaksi dan efek samping dari
resep diabetes melitus yang diberikan. .
3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pelayanan klinik terutama
dispensing, pelayanan informasi obat dan konseling di Apotek wilayah
Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan
Garut Kota di Kabupaten Garut belum berjalan dengan baik dan belum
sesuai dengan peraturan Permenkes Republik Indonesia No. 35 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
6.2. Saran
1. Sosialisasi terhadap peraturan Permenkes Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 terhadap Apoteker yang bekerja di Apotek harus dilakukan oleh pihak
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan pihak Ikatan Apoteker
Indonesia. Hal ini dilakukan agar Apoteker lebih paham cakupan kerja yang
harus dilakukan di Apotek, lebih mengerti konsekuensi hukum, sosial, dan
kerugian segi kesehatan pasien yang bisa ditimbulkan dari ketidakdisiplinan
kerja.
2. Apoteker sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang obat-obatan dan
mengikuti seminar pelatihan bertema pharmaceutical care. Hal ini perlu
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan
pengetahuan Apoteker dalam melakukan pelayanan klinik di Apotek.
3. Penelitian lebih lanjut tentang gambaran peran Apoteker di wilayah
Kecamatan lain di Kabupaten Garut perlu dilakukan agar mampu
menggambarkan peran Apoteker dalam cakupan kabupaten. Pendalaman
tentang hal-hal yang menjadi penyebab peran Apoteker di Apotek wilayah
Tiga Kecamatan yang menjadi penelitian yang masih kurang bisa dijadikan
tema dalam penelitian lanjutan.
Daftar Pustaka
Alam Nur Abdulah dkk. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung
Apotek terhadap Informasi Obat di Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344-352
Andriani Sesilia Keban dkk. 2013. Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal
Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol 11 No.1 April 2013 hlm 45-52
Anwar Firdaus. 2014. Samai Dokter, Apoteker Kini Praktik Pakai Jas dan Papan
nama. http://health.detik.com/read/2014/06/15/080113/2608376/763/samai-
dokter-apoteker-kini-praktik-pakai-jas-dan-papannama?991104topnews.
Diakses pada 18 April 2015
Athiyah Umi dkk. 2014. Jurnal Famrmasi Komunitas Vol.1. No.1: Profil
Informasi Obat pada Pelayanan Resep Metformin dan Glibenklamid di
Apotek di Wilayah Surabaya. Surabaya: Departemen Farmasi Komunitas
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Azrifitria dan Silma Awalia. 2013. Farmakoterapi Diabetes. Prodi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Baxter Karen. 2008. Stocley’s Drug Interaction 8th Edition. Pharmaceutical Press:
United Kingdom
Christina A.K. Dewi, et al. 2014. Drug Therapy Problems Pada Pasien yang
Menerima Resep Polifarmasi (Studi di Apotek Farmasi Airlangga
Surabaya). Jurnal Farmasi Komunitas Vol.1, No.1, (2014) 17-22
Hartini Sri Yustina. 2009. Relevansi Peraturan dalam Mendukung Praktek Profesi
Apoteker di Apotek. Yogyakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No.
2, Agustus 2009, 97 - 106
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). 2013. Standar Praktik Apoteker Indonesia 2013.
http://iaijabar.net/download-file/file/92pedomanpraktikapoteker indonesia.
Diakses pada 3 Desember 2014
Lacy, Charles F et al. 2009. Drug Information Handbook 14th edition. Lexicomp.:
North American.
Nita Yunita, Ana Yuda dan Gesnita Nugraheni. 2012. Pengetahuan Pasien
Tentang Diabetes dan Obat Antidiabetes Oral. Jurnal Farmasi Indonesia
Vol. 6 No.1 Januari 2012: 38-47
Rhonda M. Jones. 2008. Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan
Pasien. http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-
peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien2.pdf. Diakses pada 15 November
2014
WHO. 1997. The role of pharmacist in the health care system. Report of a third
WHO consultative group on the role of the pharmacist vancouver, Canada,
27-29 August 1997
Hasil
Peran Apoteker dalam Pelayanan klinik
Apoteker
Pemberi Pelayanan Klinik
Asisten Apoteker
Waktu penggunaan
(sebelum/sedang/sesudah
makan)
Jumlah Frekuensi
Penggunaan
Nama Obat
Indikasi
Interaksi
Pencegahan Interaksi
Pencegahan ESO
Gejala ESO
Cara Penyimpanan
Tahap 1
Konseling Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Konseling dilakukan
optimal?
Keterangan :
Penilaian (skor) :
1. Sesuai literatur, nilai 1
2. Tidak sesuai literatur, nilai 0
Jawaban berdasarkan literatur :
1. Dispensing
Skor 1 : Obat yang diberikan sesuai dengan obat yang ada di resep, dengan jumlah
yang tepat, dalam wadah yang cocok dan etiket yang tepat.
Skor 0 : Obat yang diberikan tidak sesuai dengan obat yang ada di
resep, dengan jumlah yang tidak teat, wadah dan etiket tidak cocok.
2. Pelayanan informasi obat
a. Tujuan penggunaan:
Skor 1 : - metformin digunakan untuk menurunkan glukosa darah pada pasien
diabetes mellitus dengan cara menurunkan produksi glukosa hati
(Depkes, 2005).
- simetidin digunakan untuk menurunkan sekresi lambung dengan
cara ppenghambatan reseptor histamin (H2) (Lacy Charles F et al,
2009).
Skor 0 : jawaban tidak sesuai literatur.
b. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam):
Skor 1: - metformin 500 mg diminum pagi dan sore dengan selang waktu 12 jam
(Sweetman. S. 2009).
- simetidin 800 mg digunakan saat akan tidur atau 400 mg 2 pagi dan
malam (Lacy Charles F et al, 2009).
Skor 0: jawaban tidak sesuai dengan literatur
c. Waktu penggunaan (sebelum/sedang/sesudah makan):
Skor 1: - metformin digunakan saat sedang makan untuk mengurangi efek
samping yang berhubungan dengan pencernaan (McEvoy 2002).
- simetidin digunakan bisa setelah atau sedudah makan karena ada
tidaknya makanan tidak mempengaruhi absorbsinya (Lacy Charles F
et al, 2009).
Skor 0: jawaban tidak sesuai dengan literatur.
d. Jumlah frekuensi penggunaan:
Skor 1: - metformin 500 mg digunakan sehari dua kali (Sweetman,
2009)
Rumus :
Kategori baik
Rumus :
- gambar 5.1
Rumus yang digunakan untuk mencari persentase pemberi pelayanan klinik di apotek per
kecamatan adalah:
2. Pelayanan klinik di apotek dilakukan oleh apoteker dan petugas apotek (non apoteker)
- Pelayanan di Kecamatan Garut Kota dilakukan oleh apoteker dan petugas apotek
(non apoteker)
- Pelayanan di Kecamatan Garut Kota dilakukan oleh petugas apotek (non apoteker)
- Perhitungan Gambar5.2
Rumus mencari persentase kesesuaian penyerahan obat yang sesuai dengan resep:
persentase penyerahan obat yang tidak sesuai dengan resep adalah 100%-91,43% = 8,57%
- Gambar 5.3
Rumus persentase apoteker yang hadir pada jam buka Apotek pada saat penelitian:
Jadi persentase Apoteker yang hadir pada jam buka Apotek pada saat penelitian adalah
sedangkan sisanya yaitu 45,71% apoteker tidak hadir pada jam buka
Apotek
Keterangan:
Keterangan:
PA = Petugas Apotek (non apoteker)
A = Apoteker
M = metformin
S = sismetidin
1 = jawaban tepat
2 = jawaban tidak tepat
1.
2.
3.
4.
Rumus rata-rata persentase kualitas pelayanan klinik apotek di
Kecamatan Tarogong Kaler yang diberikan petugas apotek (non
apoteker):
( )
( )
Hasil perhitungan rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti
dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
Berdasarkan pegkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinik yang diberikan petugas
apotek (non apoteker) di Apotek Kecamatan Tarogong Kaler dikategorikan buruk
1 Tujuan penggunaan -
Waktu penggunaan
2 Metformin digunakan pagi dan malam
(pagi/siang/malam)
Waktu penggunaan
3 (sebelum/sedang/sesudah Simetidin diminum sebelum makan
makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan -
5 Jumlah obat sekali minum -
6 Nama obat -
Indikasi metformin untuk tipe DM 2
7 Indikasi
atau DM awal tidak dijelaskan
8 Interaksi Aman, tidak ada interaksi
Kode
Kode 009 Kode 010 Kode 011
012
No Pelayanan Informasi Obat PA PA PA A
M S M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 0 1 1 0 1 1 1 0
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 0 1 0 1 0 1 1 0
Waktu penggunaan
3 1 1 1 1 1 1 1 0
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Indikasi 0 1 1 1 1 1 1 1
8 Interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Pencegahan interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Efek samping obat (ESO) 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Pencegahan ESO 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Gejala ESO 0 0 0 0 0 0 0 0
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 1 1 1 1 1 1 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah skor 6 9 8 8 8 9 9 6
Kode Kode
Kode 014
013 015
No Pelayanan Informasi Obat A PA PA
M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 1 0 0 0 1 0
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 1 0 0 1 1 0
Waktu penggunaan
3 1 0 1 1 1 0
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 1 1 1 1
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 1 1 1 1
6 Nama obat 1 1 1 1 1 1
7 Indikasi 1 1 0 1 1 1
8 Interaksi 0 0 0 0 0 0
9 Pencegahan interaksi 0 0 0 0 0 0
10 Efek samping obat (ESO) 1 1 0 0 1 1
11 Pencegahan ESO 0 0 0 0 0 0
12 Gejala ESO 1 1 0 0 1 1
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 1 1 1 1 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan 1 1 1 1 1 1
Jumlah skor 11 8 6 8 11 8
Keterangan:
PA = Petugas Apotek (non apoteker)
A = Apoteker
M = metformin
S = sismetidin
1 = jawaban tepat
2 = jawaban tidak tepat
A. Apoteker
B. Asisten apoteker
Cara perhitungan:
Rumus persentase kualitas pelayanan klinik per apotek:
1. Apotek 005:
2. Apotek 006:
3. Apotek 007:
4. Apotek 008:
5. Apotek 009:
6. Apotek 010:
7. Apotek 011:
8. Apotek 012:
9. Apotek 013:
10. Apotek 014:
11. Apotek 015:
Hasil persentase kualitas pelayanan klinik apotek di Kecamatan
Tarogong kidul berdasarkan pemberi pelayanan klinik:
a. Persentase kualitas pelayanan klinik yang diberikan oleh Apoteker
Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
Berdasarkan pegkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinik di Apotek Kecamatan
Tarogong Kidul yang diberikan Apoteker dikategorikan kurang baik
( )
( )
( )
Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
Berdasarkan pegkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinik di Apotek Kecamatan
Tarogong Kidul yang diberikan petugas apotek (non apoteker) dikategorikan buruk.
Kode
Kode 017 Kode 018 Kode 019
016
No Pelayanan Informasi Obat
A A A A PA
M S M S M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 1 1 1 1 1 1 1 1 - -
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 1 1 1 1 1 0 0 1 - -
Waktu penggunaan
3 1 0 1 0 1 1 1 1 - -
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 1 1 1 1 1 1 - -
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 1 1 1 1 1 1 - -
6 Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1 - -
7 Indikasi 1 1 1 1 1 1 1 1 - -
8 Interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0 - -
9 Pencegahan interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0 - -
10 Efek samping obat (ESO) 1 1 0 0 0 0 - - 0 0
11 Pencegahan ESO 1 1 0 0 0 0 - - 0 0
12 Gejala ESO 1 1 0 0 0 0 - - 0 0
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 1 1 1 1 1 1 - - 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan 1 1 1 1 1 1 - - 1 1
Jumlah skor 12 11 9 8 9 8 6 7 2 2
Kode Kode
Kode 020 Kode 021
022 023
No Pelayanan Informasi Obat A PA A PA A A
M S M S M S M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 1 1 - - 1 1 - - 1 0 1 1
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 1 1 - - 1 0 - - 1 0 1 0
Waktu penggunaan
3 1 1 - - 1 1 - - 1 1 1 0
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 - - 1 1 - - 1 1 1 1
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 - - 1 1 - - 1 1 1 1
6 Nama obat 1 1 - - 1 1 - - 1 1 1 1
7 Indikasi 1 1 - - - - 0 1 1 1 1 1
8 Interaksi 0 0 - - - - 0 0 0 0 0 0
9 Pencegahan interaksi 0 0 - - - - 0 0 0 0 0 0
10 Efek samping obat (ESO) - - 0 0 - - 0 0 1 1 0 0
11 Pencegahan ESO - - 0 0 - - 0 0 0 0 0 0
12 Gejala ESO - - 0 0 - - 0 0 1 1 0 0
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 - - 1 1 - - 1 1 1 1 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan - - 1 1 - - 1 1 1 1 1 1
Jumlah skor 7 7 2 2 6 5 2 2 11 9 9 7
M S M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 0 0 1 1 1 1 1 1
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 0 1 1 0 1 0 0 1
Waktu penggunaan
3 1 1 1 1 1 0 1 1
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Indikasi 0 1 1 1 1 1 1 1
8 Interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Pencegahan interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Efek samping obat (ESO) 0 0 0 0 1 1 0 0
11 Pencegahan ESO 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Gejala ESO 0 0 0 0 1 1 0 0
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 1 1 1 1 1 1 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah skor 6 8 9 8 11 9 8 9
Kode
Kode 032 Kode 034 Kode 035
033
Pelayanan Informasi Obat
No A AA A A
M S M S M S M S
1 Tujuan penggunaan 1 1 1 1 1 0 1 1
2 Waktu penggunaan (pagi/siang/malam) 1 0 0 1 0 1 0 1
Waktu penggunaan
3 1 1 1 1 1 1 1 1
(sebelum/sedang/sesudah makan)
4 Jumlah frekuensi penggunaan 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Jumlah obat sekali minum 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Indikasi 1 1 1 1 1 1 1 1
8 Interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Pencegahan interaksi 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Efek samping obat (ESO) 0 0 0 0 1 1 1 1
11 Pencegahan ESO 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Gejala ESO 0 0 0 0 1 1 1 1
Makanan minuman dan aktivitas yang
13 1 1 1 1 1 1 1 1
harus dihindari
14 Cara penyimpanan 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah skor 9 8 8 9 10 10 10 11
Keterangan :
PA = Petugas Apotek (non apoteker)
A = Apoteker
M = metformin
S = sismetidin
1 = jawaban tepat
2 = jawaban tidak tepat
A. Apoteker
B. Asisten apoteker
Cara Perhitungan :
Rumus persentase kualitas pelayanan klinik per apotek:
1. Apotek 016:
2. Apotek 017:
3. Apotek 018:
4. Apotek 019:
5. Apotek 020:
6. Apotek 021:
7. Apotek 022:
8. Apotek 023:
9. Apotek 024:
10. Apotek 025:
11. Apotek 026:
12. Apotek 027:
13. Apotek 028:
Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
Berdasarkan pegkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinik di Apotek Kecamatan Garut
Kota yang diberikan Apoteker dikategorikan kurang baik
Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006):
a. 90%-100% = amat baik
b. 80%-90% = baik
c. 70%-80% = sedang
d. 60%-70% = kurang baik
e. <60% = buruk
Berdasarkan pegkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinik di Apotek Kecamatan Garut
Kota yang diberikan Apoteker dan PA (petugas apotek (non apoteker)) dikategorikan buruk
1. Tujuan penggunaan
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 19
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 16
Jadi hasilnya:
a. Kesalahan apoteker dalam memberikan informasi tentang tujuan penggunaan simetidin:
b. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) yang memberikan informasi tentang waktu
penggunaan metformin :
Kesalahan petugas apotek (non apoteker) yang memberikan informasi tentang waktu
penggunaan simetidin :
3. Nama obat
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 19
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 16
a. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) yang memberikan informasi tentang nama obat
simetidin :
4. Indikasi
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 19
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 16
a. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) yang memberikan informasi tentang indikasi
metformin :
5. Interaksi
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 16
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 19
Jadi hasilnya:
a. Kesalahan apoteker dalam memberikan informasi tentang interaksi metformin:
b. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang interaksi
metformin:
Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang interaksi
simetidin
6. Pencegahan interaksi
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 16
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 19
Jadi hasilnya:
a. Kesalahan apoteker dalam memberikan informasi tentang pencegahan interaksi metformin:
b. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang pencegahan
interaksi metformin:
Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang pencegahan
interaksi simetidin
8. Pencegahan ESO
Jumlah apoteker yang memberikan pelayanan 16
Jumlah petugas apoteke ( non apoteker) yang memberikan pelayanan 19
Jadi hasilnya:
a. Kesalahan apoteker dalam memberikan informasi tentang pencegahan ESO metformin:
b. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang pencegahan
ESO metformin:
Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang ESO simetidin
b. Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang gejala ESO
metformin:
Kesalahan petugas apotek (non apoteker) dalam memberikan informasi tentang gejala ESO
simetidin