Anda di halaman 1dari 9

Case Report Session

HYALIN MEMBRANE DISEASE

Oleh:
Berliana Islamiyarti Hydra 1740312052
Ridhya Silmi 1740312622
Fina Septrianita 1740312255

Preseptor
dr. Rahmiyetti, Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada bayi baru lahir semua sistem tubuh mengalami perubahan fisiologis yang

kompleks saat proses persalinan. Salah satu perubahan penting bagi kelangsungan hidup

neonatus adalah adaptasi dari paru-paru. Saat intrauterin janin mendapatkan suplai oksigen

melalui plasenta dan pembuluh darah umbilicus sehingga paru-paru dipenuhi oleh cairan

yang disekresikan oleh sel epitel organ respirasi yang berfungsi untuk merangsang

pertumbuhan paru-paru.1

Saat proses bernafas yang terjadi segera setelah lahir alveolar akan terisi dengan

udara untuk memulai pertukaran gas esktrauterin; secara simultan tekanan pembuluh darah

paru akan menurun sehingga meningkatkan aliran darah ke paru-paru dan reabsorpsi cairan

di paru. Pada bayi prematur sering terjadi gangguan adaptasi karena paru yang masih

imatur. Sedangkan neonatus dengan late prematur (≦32 minggu) dan extreme premature

(≦28 minggu) harus beradaptasi dengan kondisi alveolus yang tidak berkembang dengan

adekuat yang umumnya terjadi setelah usia gestasi lebih 32 minggu.1

Sebuah penelitian yang dilakukan di Italia menunjukkan bahwa 2,2% dari semua

neonatus baru lahir mempunyai komplikasi untuk gangguan respirasi, sedangkan di India

diperkirakan mencapai angka 6,7%. Masalah respirasi adalah alasan utama untuk

dirawatnya neonatus di unit neonatal baik neonatus aterm maupun preterm. Insiden yang

terjadi bervariasi 30% neonatus preterm, 20% neonatus post-term dan 4% neonatus lahir

aterm.2 Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa 33,3% dari semua neonatus yang

berumur >28 minggu dirawat dengan masalah respirasi sebagai keluhan utama. Penelitian

lain menemukan bahwa 20,5% dari semua neonatus yang dirawat mnenunjukkan tanda-
tanda distres napas. Data-data yang ada menunjukkan bahwa meningkatnya angka rawatan

pada bayi dengan masalah respirasi seiring dengan meningkatnya angka kelahiran dengan

sectio caesarea.1

Hyalin membrane disease atau yang lebih dikenal penyakit membran hialin (PMH)

merupakan masalah pernapasan tersering pada bayi prematur yang terjadi akibat

kekurangan surfaktan. Kelainan paru ini menyebabkan banyak gangguan terutama di

sistem kardiovaskular seperti pengisian ventrikel kiri menurun, penurunan isi sekuncup,

penurunan curah jantung yang dapat berakhir sebagai syok.9,10

Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah

kelahiran dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama

kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Meskipun

angka-angka tersebut masih tinggi,Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat

dari MDG, yaitu mengurangi tingkat kematian anak. Dengan pencegahan dan

penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan yang baik, kematian neonatus khususnya

akibat gangguan pernafasan diharapkan dapat terus berkurang.3

1.2Batasan Masalah

Case report ini membahas tentang definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan

penatalaksanaan penyakit membran hialin.

1.3Tujuan Penulisan

Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan penyakit

membran hialin.

1.4Metode Penulisan

Metode penulisan Case Report Session ini adalah tinjauan teori dari berbagai

kepustakaan, laporan kasus dari pasien, serta pembahasan antara teori yang ada dengan

kasus yang didapatkan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Respiratory distress syndrome (RDS) atau hyaline membrane disease (HMD)

merupakan jenis respiratory distress yang terjadi pada neonatus prematur dengan usia

gestasi kurang dari 34 minggu yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan dan immaturitas

paru.5

Kelainan ini adalah kelainan napas yang paling sering pada bayi prematur.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan usia gestasi preterm dengan gejala sulit bernapas

yang terdiri dari: takipnue, retraksi, merintih, napas cuping hidung dan membutuhkan

oksigen dengan fraksi O2 yang lebih tinggi dari fraksi O2 udara bebas.6

2.2 Epidemiologi

Respiratory distress syndrome (RDS) memiliki insiden sebanyak 91% pada usia

gestasi 23-25 minggu, 88% pada usia gestasi 26-27 minggu, 74% pada usia gestasi 28-29

minggu dan 52% pada usia gestasi 30-31 minggu. Insiden penyakit ini mengalami

penurunan setelah meningkatnya penggunaan steroid masa antenatal pada beberapa tahun

ini. Penggunaan surfaktan yang semakin meningkat juga menurunkan kejadian kematian

akibat penyakit ini, yaitu menjadi kurang dari 6% seluruh kematian neonatus. Penyakit ini

lebih sering ditemukan pada laki-laki kulit putih dan neonatus yang lahir dari ibu dengan

diabetes mellitus.6

2.3 Faktor Resiko

Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko untuk mengembangkan RDS meliputi:

- Neonatus laki-laki lebih sering dibanding perempuan (laki-laki:perempuan = 2:1)

- Riwayat HMD pada neonatus sebelumnya


- Lahir secara secsio cesarea

- Hipotermi

- PDA (Paten Duktus Arteriosus)

- Gemeli

- Ibu dengan Diabetes Melitus

- Maternal hipotiroid

- Mutasi gen yang mengkode protein surfaktan

Kelahiran secara secsio cesarea (SC) merupakan faktor yang bisa meningkatkan

kejadian HMD tanpa disertai faktor yang lain. Insiden HMD pada kelahiran spontan lebih

rendah dibanding kelahiran secara SC. Sehingga, pematangan paru sangat penting

dilakukan sebelum SC. Pada studi lain yang membandingkan kelahiran tunggal dengan

kelahiran kembar dibawah usia gestasi 32 minggu menunjukan insiden HMD lebih tinggi

pada kelahiran kembar.7

Bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes memiliki resiko tinggi terjadinya HMD.

Fetal hiperinsulinemia dan hiperglikemia akan menghambat diferensiasi sel epitelial tipe II

sehingga sintesis dan sekresi fosfolipid surfaktan akan berkurang. 7

Hormon tiroid berperan penting terhadap perkembangan fetus, terutama dalam

proses produksi surfaktan. Studi sebelumnya menunjukan bahwa bayi dari ibu dengan

hipotiroid membutuhkan perawatan intensif, terutama yang disertai dengan kelahiran

prematur dan berat badan lahir rendah.7

2.4 Patofisiologi

Sindrom distress napas pada bayi prematur disebabkan oleh ketidakmatangan paru,

khususnya pneumocytes tipe II. Sel pneumocytes tipe II membentuk surfaktan dimulai

pada usia kehamilan 24-28 minggu. Setelah diproduksi, surfaktan akan disimpan dalam
badan lamellar dari pneumosit alveolar tipe II dan akan disekresikan ke dalam alveolus.

Komponen utama surfaktan ini adalah fosfolipid (75%), sebagian besar terdiri dari

dipamityl phosphatidyl choline (DPPC). Surfaktan berfungsi untuk mengurangi tegangan

permukaan dan menjaga ekspansi dinding alveolus pada fase ekspirasi sehingga tidak

kolaps pada akhir pernafasan dan dapat menjaga sisa volume paru. Tanpa surfaktan alveoli

akan kolaps setiap akhir ekspirasi yang menyebabkan sulit bernafas.8

Karena pengembangan paru rendah, tekanan negatif yang diperlukan untuk

memungkinkan masuknya udara ke paru-paru tidak dapat dicapai. Kolapsnya alveoli akan

mengurangi luas permukaan paru untuk pertukaran udara sehingga pertukaran udara hanya

melalui dinding duktus alveolar dan struktur bronchioles terminal.7

Gambar 2.1 Patogenesis HMD bagian satu

Anoksia dan hiperkapnia menyebabkan asidosis. Hal ini menyebabkan vasodilatasi

perifer dan vasokonstriksi pulmonal. Situasi ini, pada gilirannya, mengarah pada
pembentukan kembali pola sirkulasi janin. Shunting dari darah yang tidak mengandung

oksigen melalui duktus arteriosus dan foramen ovale lebih lanjut berkontribusi terhadap

hipoperfusi paru-paru. Hipoksia berdampak buruk pada sel paru, dan menyebabkan

nekrosis sel-sel endotel patologis, alveolar, dan bronkial. 7

Gambar 2.2 Patogenesis HMD bagian dua

Gangguan vaskular menyebabkan kebocoran plasma ke dalam ruang alveolar dan

penimbungan benang fibrin serta sel nekrotik dari pneumocytes tipe II ("membran hialin")

di sepanjang permukaan duktus alveolar dan bronkiolus respiratory. 7


Gambar 2.3 Membran hialin

Pada neonatal RDS, terdapat penurunan kadar neutrofil yang signifikan dalam

reaksi peradangan yang terkait dengan pembentukan membran. Ini merupakan temuan

yang membedakan HMD neonatal dari sindrom gangguan pernapasan akut yang terjadi

pada orang dewasa (ARDS) di mana neutrofil memainkan peran penting. 7

Penimbunan membran hialin akan menghambat pertukaran oksigen dari alveoli ke

pembuluh darah paru. Selain itu, ekstravasasi darah ke saluran pernapasan,

dikombinasikan dengan runtuhnya alveoli, semakin berkontribusi pada konsolidasi paru.

Pada tahap terminal udara hanya ditemukan pada bronkus dan bronkiolus.7

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang timbul adalah gejala meningkatnya usaha bernapas, yaitu:5

1. Takipnea: frekuensi napas > 60-80x/menit

2. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) danatau dibawah

sternum (substernal) selama inspirasi

3. Napas cuping hidung: kembang kempis lubang hidung selama inspirasi

4. Merintih atau grunting terdengar merintih atau menangis saat inspirasi

5. Sianosis sentral: warna kebiruan pada bibir

6. Apnea atau henti napas


7. Dalam jam pertama sesudah lahir, empat gejala respiratory distress (takipnea,

retraksi, napas cuping hidung dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL

normal tetapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan

fisiologis masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.

8. Bila takipnea, retraksi, napas cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa

jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau respiratory

distress yang harus dilakukan tindakan segera.

Derajat beratnya respiratory distress dapat dinilai dengan menggunakan skor

Downes. Skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat

digunakan pada semua usia kehamilan seperti yang terlihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes5

Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
napas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang dengan 02 Sianosis menetap walaupun
sianosis diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara Tidak ada udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa alat
stetoskop bantu

Keterangan:

0-4: Distress nafas ringan; membutuhkan O2 nasal atau headbox

4-7: Distress nafas sedang; membutuhkan nasal CPAP

>7 : Distress nafas berat; ancaman gagal nafas; membutuhkan intubasi.

Anda mungkin juga menyukai