Anda di halaman 1dari 13

JUAL BELI YANG DILARANG

DISEBABKAN YANG LAINNYA


(HARAM LIGHAIRIHI)

SURYALAYA 2015
bersama Sang Guru Ust Asep Saefudin
Almuqatilin Alaiqtisadiiy
KIAGUS HERRY HUSNI
1. JUAL BELI KETIKA ADZAN JUMAT
• Para ulama sepakat tentang haramnya jual beli ketika adzan jumat. Tetapi
mereka berbeda pendapat tentang batasan waktu yang diharamkannya
melakukan jual beli. Dalail haramnya melakukan jual beli pada adzan jumat
adalah:

َّ ‫َ ْٕ ِو ْان ُج ًُعَ ِت فَا ْععَ ْٕا ِإنَٗ ِر ْك ِش‬ٚ ٍْ ‫ص ََلةِ ِي‬


ِ‫َّللا‬ َّ ‫٘ ِنه‬ َ ‫د‬ِ ٕ ُ َ ‫ا‬َ ‫ر‬‫إ‬
ِ ‫ٕا‬ ُ ُ‫ي‬َ َ ‫آ‬ ٍٚ
َ ‫ز‬
ِ َّ ‫ان‬ ‫ا‬ ٓ
َ ُّ َٚ ‫َا أ‬ٚ
)9 :‫ٌٕ (عٕسة انجًت‬ َ ًُ َ‫ ٌْش نَ ُك ْى ِإ ٌْ ُك ُْت ُ ْى ت َ ْعه‬ٛ‫ َع رَ ِن ُك ْى َخ‬ْٛ َ‫َٔرَ ُسٔا ْانب‬
• Pendapat para ulama tentang waktu yang diharamkan melakukan aktoivitas
jual beli pada hari jumat terdiri dar 3 hal; pertama, waktu adzan kedua
dikumandangkan, yaitu tatkala khatib sudah duduk di atas mimbar. Pendapat
ini dikemukakan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah dan al-Thahwi dalam
kalangan Hanafiyah; kedua, waktu adzan pertama dikumandangkan,
syaratnya ialah setelah tercelincir matahari. Pendapat ini dikemukakan oleh
Hanafiyah; ketiga, setelah tergelincir matahari (masuk waktu shalat jumat)
walaupun khatib belum duduk di atas mimbar. Pendapat ini dikmukakan oleh
Imam Ahmad dan Ibn Hazm.
‫‪• Dalil hukum yang dikenakan pendapat pertama adalah:‬‬
‫‪• Q.S al-Jumuah (62): 9.‬‬
‫‪• Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, yaitu:‬‬
‫اٌ ان ُِّذَا ُء ‪َ ْٕ َٚ‬و ْان ُج ًُعَ ِت أ َ َّٔنُُّ‬ ‫ب ب ٍِْ ‪ِ َٚ‬ض‪ٚ‬ذَ لَا َل َك َ‬ ‫غا ِئ ِ‬ ‫ع ٍْ ان َّ‬ ‫َ‬
‫صهَّٗ َّ‬
‫َّللاُ‬ ‫ِ ِّ َ‬ ‫‪ٙ‬‬ ‫ب‬‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ان‬ ‫ذ‬
‫ِ‬ ‫ٓ‬
‫َْ‬ ‫ع‬ ‫ٗ‬ ‫َ‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫َِ َ‬ ‫ش‬ ‫ب‬ ‫ْ‬
‫ُ‬ ‫ً‬‫ِ‬ ‫ْ‬
‫ان‬ ‫عهَٗ‬ ‫اْل َيا ُو َ‬ ‫ظ ِْ‬ ‫ِإرَا َجه َ‬‫َ‬
‫ع ُْ ُٓ ًَا فَهَ ًَّا‬‫َّللاُ َ‬ ‫‪َّ ٙ‬‬ ‫َ‬ ‫ظ‬
‫ِ‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫ش‬ ‫َ‬ ‫ً‬‫َ‬ ‫ع‬
‫ُ‬ ‫ٔ‬ ‫َ‬ ‫ش‬
‫ٍ‬ ‫ْ‬
‫ك‬ ‫َ‬ ‫ب‬ ‫‪ٙ‬‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ٔ‬
‫َ‬ ‫ى‬
‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫َ‬ ‫ٔ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬
‫ِ‬ ‫‪ٛ‬‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫عه‬ ‫َ‬
‫اط صَ ادَ ان ُِّذَا َء‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ان‬ ‫ش‬ ‫ُ‬
‫َ َ َ‬‫ث‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫ٔ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫ْ‬
‫ُ‬ ‫ع‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬
‫َّللا‬ ‫‪ٙ‬‬
‫َ‬ ‫ظ‬ ‫ِ‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫اٌ‬ ‫ً‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ث‬ ‫ع‬
‫ُ‬ ‫اٌ‬‫َ‬ ‫َ‬
‫ك‬
‫انض ْٔ َسا ُء‬ ‫َّللاِ َّ‬ ‫عبْذ َّ‬ ‫َ‬ ‫ٕ‬‫ُ‬ ‫ب‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫‪.‬‬ ‫اء‬‫ِ‬ ‫س‬ ‫ٔ‬
‫ْ َ‬ ‫َّ‬
‫انض‬ ‫ٗ‬ ‫َ‬ ‫ه‬ ‫ع‬‫َ‬ ‫ث‬ ‫َ‬ ‫ن‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫َّ‬ ‫انث‬
‫ق ِب ْان ًَ ِذ‪ِ َُٚ‬ت (سٔاِ انبخاسٖ)‬ ‫غٕ ِ‬ ‫ظ ٌع ِبان ُّ‬ ‫َي ْٕ ِ‬
• Selanjutnyadalil yang dikemukakan pendapat kedua (pendapat
Hanafiyah) adalah sebagai berikut:
1. Azan pertama yaitu azan yang berfungsi memberitahukan bahwa
aktivitas jual beli harus dihentikan. Karena seorang muslim harus
mendengarkan khotbah dan melaksanakan adzan jumat.
Kewajiban shalat bisa gugur apabila rumahnya jauh dari masjid
jami’ tempat pelaksanaan shalat jumat.
2. Azan yang telah diknal pada masa sekarang yang
dikumandangkan pada tempatnya dan yang seumpamanya
mengharuskan seorang muslim bergagas melaksanakan shalat
jumat. Oleh karena itu diharamkan kepadanya melaksanakan
aktivitas jual beli. Kandungan Q.S al-Jumuah (62): 9 adalah
bersifat umum. Oleh karena itu, tidak dikhususkan (takhshish)
dengan adzan yang dikumandangkan tatkala khatib duduk di atas
mimbar.
• Sementara dalil yang dikemukakan oleh pendapat
ketiga (pendapat Imam Ahmad dalam riwayat al-
Qadhi dan Ibn Hazm) adalah keharaman melakukan
aktivitas jual beli berhubungan dengan waktu.
Sedangkan waktu shalat jumat hanya bisa
dilaksanakan setelah tergelincir matahari. Adapun
adzan hanya berfungsi pemberitahuan saja
sehubungan dengan telah masuknya waktu shalat
jumat. Dengan demikian, pengharaman tersebut
berhubungan dengan waktu, bukan berhubungan
dengan adzan. Adzan bukan menjadi tujuan zatnya,
melainkan tujuan karena yang lain, yaitu shalat.
• Ibn Qudamah salah seorang ulama mazhab Hanbali mengemukakan,
‘illat (alasan hukum) larangan melakukan aktivitas jual beli ketika
adzan jumat adalah karena khawatir tersia-siakan shalat disebabkan
sibuknya melakukan aktivitas jual beli. Dan setiap sesuatu yang
mengarah kepada tertinggalnya sebuah kewajban atau mengarah
kepada perbuatan yang diharamkan, maka wajib dijauhi. Tujuannya
adalah untuk memelihara kewajiban tersebut.
• Ditinjau dari aspek analisis lafadz larangan jual beli sebagaimana
dipahami dari Q.S al-Jumuah (62): 9, menurut al-Syathibi bukanlah
larangan yang berdiri sendiri, tetapi hanya bertujuan menguatkan
perintah untuk melakukan penyegeraan mengingat Allah Swt
(menunaikan shalat jumat). Karena jual beli itu sendiri hukum
asalnya bukanlah sesuatu yang dilarang. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat aspek maqashid al-syariah yang
hakiki dari teks larangan jual beli itu. Artinya jual beli secara hakiki
tidak dilarang.
2. JUAL BELI DI DALAM MASJID
• Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli di dalam masjid.
Pertama, hukmnya haram. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiyah,
Hanabilah, dan sebagian Malikiyah. Kedua, hukumnya makruh. Pendapat ini
dikemukakan oleh Malikiyah, Syafi’iyah, Zhahiriyah dan sebagian Hanabilah.
• Perbedaan pendapat ulama disebabkan perbedaan mereka dalam memahami
hadis sebagai berikut:

َ ‫عهَّ َى‬
ٍْ ‫ع‬ َ َٔ ِّ ْٛ َ‫عه‬ َّ َّٗ‫صه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع ًْ ٍشٔ لَا َل ََ َٓٗ َس‬
َّ ‫عٕ ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ٍْ ‫ع‬
َّ ‫ع ْب ِذ‬
َ ٍِْ ‫َّللاِ ب‬ َ
)‫ ْان ًَ ْغ ِج ِذ (سٔاِ احًذ‬ٙ‫اء ِف‬
ِ ‫ْعِ َٔ ِاِل ْش ِت َش‬َٛ‫ْانب‬
• Ulama yang berpendapat hukumnya haram memahami larangan berdasarkan
zhahir hadis di atas, sedangkan ulama yang berpendapat makruh,
memalingkan dari makna zhahirnya larangan tersebut. Maksudnya, larangan
tersebut maknanya bukan nahyun tahrim (larangan yang pasti), tetapi nahyun
tanzih (haram yang tidak pasti).
• Dalil yang dikemukakan pendapat kedua (yang memakruhkan) adalah sebagai
berikut:
• Hadis yang bersumber dari Abu Hurairah sebagai berikut:

ْٔ َ ‫ ُع أ‬ٛ‫َ ِب‬ٚ ٍْ ‫ت ُ ْى َي‬ْٚ َ ‫عهَّ َى لَا َل ِإرَا َسأ‬


َ َٔ ِّ ْٛ َ‫عه‬ َّ َّٗ‫صه‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫عٕ َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َْشة َ أ َ ٌَّ َس‬ٚ‫ ُْ َش‬ٙ‫ع ٍْ أ َ ِب‬
َ
ً‫ظانَّت‬ َ ِّ ِٛ‫شذُ ف‬ ُ ُْ َٚ ٍْ ‫ت ُ ْى َي‬ْٚ َ ‫است َ َك َٔ ِإرَا َسأ‬ َّ ‫ ْان ًَ ْغ ِج ِذ فَمُٕنُٕا َِل أ َ ْسبَ َح‬ِٙ‫ع ف‬
َ ‫َّللاُ تِ َج‬ ُ ‫َ ْبتَا‬ٚ
‫ َْك‬َٛ‫عه‬ َّ َّ‫فَمُٕنُٕا َِل َسد‬
َ ُ‫َّللا‬
َ‫عهَٗ َْزَا ِع ُْذ‬ َ ‫ب َٔ ْانعَ ًَ ُم‬ٚ ٌ ‫غ ٌٍ غ َِش‬ َ ‫ث َح‬ٚ ٌ ‫ َْشة َ َح ِذ‬ٚ‫ ُْ َش‬ٙ‫ث أ َ ِب‬ٚ ُ ‫غٗ َح ِذ‬ َ ٛ‫لَا َل أَبُٕ ِع‬
‫ ْان ًَ ْغ ِج ِذ َٔ ُْ َٕ لَ ْٕ ُل أ َ ْح ًَذَ َٔ ِإ ْع َحكَ َٔلَ ْذ‬ِٙ‫ش َشا َء ف‬ ّ ِ ‫ َع َٔان‬ْٛ َ‫ط أ َ ْْ ِم ْان ِع ْه ِى َك ِش ُْٕا ْانب‬ِ ‫بَ ْع‬
)ٖ‫ ْان ًَ ْغ ِج ِذ (سٔاِ انتشيز‬ِٙ‫ش َش ِاء ف‬ ّ ِ ‫ْعِ َٔان‬َٛ‫ ْانب‬ِٙ‫ط أ َ ْْ ِم ْان ِع ْه ِى ف‬ ُ ‫ ِّ بَ ْع‬ِٛ‫ص ف‬ َ ‫َس َّخ‬
• Ijma’ (konsensus) tentang sahnya jual beli yang dilakukan di dalam masjid apbila hal
itu sudah terjadi. Dalam keadaan demikian jual beli tidak perlu dibatalkan (fasakh).
Atas dasar hal tersebut, maka hukumnya menunjukan makruh, bukan haram.
Seandainya larangan itu menunjukan hukum haram, tentunya harus dibatalkan jual
beli tersebut.
• ‘llat dilarangnya jual beli di dalam masjid adalah karena
berpindahnya masjid menjadi pasar (tempat berjualan). Adapun
tujuan dilarangnya adalah menutup kerusakan di dalam masjid
(sad al-dzari’ah fi al-masjid). Hal ini karena hukum asalnya
bahwa masjid adalah tempat untuk berdagang di akhirat,
sedangkan melakukan perdagangan dunia seperti jual beli di
dalamnya, berarti berpaling dari tabiat asalnya.
• Larangan jual beli dilakukan di dalam masjid sangat rasional
karena menyalahi fungsi dan tujuan asalnya, yaitu untuk beribadah
seperti shalat dan dakwah. Tetapi bilamana jual beli tersebut
dilakukan di halaman masjid, maka hukumnya boleh, sebagaimana
yang dlihat di masjid perkotaan yang biasanya dipakai shalat jumat
banyak jamaah yang sambil berdagang, asalkan waktu
dikumandangkan adzan mereka bergegas melaksanakan shalat
jumat atau shalat fardhu lainnya.
3. MENJUAL MUSHAF AL-QURAN KEPADA ORANG KAFIR
• Para ulama sepakat mengharamkan, selaian Hanafiyah yang mengatakan hukumnya
makruh menjual mushaf Al-Quran kepada orang kafir. Dalil yang berhubungan
dengan dilarangnya menjual mushaf al-Quran kepada orang kafir adalah sebagai
berikut:

‫َل (عٕسة انُغاء‬ٛ ً ‫ع ِب‬


َ ٍٛ َ ُِ‫عهَٗ ْان ًُؤْ ِي‬ َ ٍٚ َ ‫َّللاُ ِن ْه َكافِ ِش‬
َّ ‫َ ْجعَ َم‬ٚ ٍْ َ‫َٔن‬
)141
َّ َّٗ‫صه‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫عٕ َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ُْ ُٓ ًَا أ َ ٌَّ َس‬ َّ ٙ
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ظ‬ِ ‫ع ًَ َش َس‬ ُ ٍِْ ‫َّللاِ ب‬ َّ ‫ع ْب ِذ‬َ ٍْ ‫ع‬ َ
ِ‫ض ْانعَذ ّ ُِٔ (سٔا‬ ِ ‫آٌ ِإنَٗ أ َ ْس‬ ِ ‫ش‬ ْ ُ ‫م‬ ْ
‫ان‬ ‫ب‬ ‫ش‬
ِ َ ََ ‫ف‬ ‫ا‬‫غ‬ُ ٚ ْ
ٌ َ ‫أ‬ ٗ ٓ
َ َ ‫عه‬
َ َ ‫ى‬َّ َ َٔ ِّ ْٛ َ‫عه‬
َ
)ٖ‫انبخاس‬
• Illat dilarangnya menjual mushaf al-Quran kepada orang kafr sebagaimana hadis di
atas ialah khawatir dengan adanya mushaf di tangan orang kafir, mereka merusak
kehormatan mushaf al-Quran. Tetapi jika kondisinya aman, maka diperbolehkan.
Alasannya karena ‘illat tersebut rtdak ada.
• Para ulama berbeda pendapat tentang sah dan tidaknya menjual musfah al-Quran
kepada orang kafir,
1. Hukum menjual mushaf kepada orang kafir adalah sah, jika sebelumnya dia
disangkan orang muslim, padahal ternya kafir. Tetapi dia (orang kafir) harus
dipaksa mengembalikan atau mengeluarkan kemepilikannya (mushaf yang telah
dibelinya). Pendapat ini dikemukakan Malikiyah. Alasannya adalah karena orang
kafir termasuk ahli dalam jual beli, sementara mushaf merupakan bjek jual belinya.
Oleh karena itu, maka hukum jual beli tersebut adalah sah. Namun demikian, dia
(orang kafir) harus dipaksa mengembalikan atau mengelurkan kepemilikannya
(mushaf yang telah dibelinya), demi menjadi al-Quran dari kehinaan.
2. Hukum menjual mushaf kepada orang kafir tidak sah. Pendapat ini dikemukakan
oleh Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Istilah lain yang diungkapkan Hanablah
adalah bahwa jual beli tersebut hukumnya batal. Sedangkan menurut Syafi’iyah
hukumnya tidak sah. Alasannya adalah sama dengan apa yang dikemukakan oleh
pendapat pertama, yaitu memelihara al-Quran dari kehinaan. Hanya saja pendapat
kedua menambahkan adanya larangan bagi orang kafi untuk memiliki al-Quran.
3. Hukumnya sah jual beli mushaf kepada orang kafir, akan tetapi zatnya jual beli
tersebut hukumnya haram. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian Syafi’iyah.
Alasannya adalah sama seperti dalil yang dikemukakan oleh pendapat pertama,
yaitu karena orang kafir termasuk adli dalam jual beli. Hanya saja apabila Al-Quran
berada di tangan mereka atau dimiliki oleh mereka, mengakibatkan al-Quran
direndahkan oleh mereka, karena mereka tidak akan merasa nyaman dengannya.
• Pendapat yang rajah adalah pendapat yang menyatakan bahwa mutlak tidak
sahnya menjual mushaf kepada orang kafir, dan akadnya termasuk akad batal.
Pendapat ini dikemukakan oleh Hanabilah. Alasannya karena orang kafir
tidak akan merasa nyaman terhadap al-Quran, karena mereka memusuhi
Islam.
• Dengan demikian keharaman mushaf al-Quran kepada orang kafir kedalam
haram li sad al-dzari’ah (haram karena tindakan preventif), yaitu karna
mengkhawatirkan al-Quran tidak aman di tangan mereka. Adapun hukum asal
jual beli diperbolehkan, namun karena dzari’ah-nya (perantaranya) dijual
kepada orang kafir yang akan mendatangkan kerusakan, maka hukumnya
menjadi haram. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih:

‫عت يباحت أ جائضة ادث انٗ يفغت نضو عذْا‬ٚ‫كم رس‬


• Namun demikian menurut Syaikh al-Utsaimin, apabila seseorang bepergian
untuk berdagang atau belajar seperti zaman sekarang dalam wakt yang lama
di daerah orang kafir sambal membawa mushaf al-Quran, dan tidak ada
kekhawatiran al-Quran jatuh ke tangan orang kafir, maka hal itu
diperbolehkan.
JAZAKUMULLAH KHAIRAN
Kiagus Herry Husni
AL FAKIR
Hp / wa : 0819-7778-2050

Anda mungkin juga menyukai