LP Hidosepal
LP Hidosepal
A. Pengertian Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi sekunder akibat malformasi susunan
saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus biasanya timbul selama
periode neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan
pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakarnial yang meninggi seperti pada
kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang
menempati ruangan, sesudah terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang tampak
jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas disebut hydrocephalus yang manifes.
Sementara itu, hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai
hydrocephalus yang tersembunyi. Dikenal Hydrocephalus Kongenital dan
Hydrocephalus Akuisita.
c. Sindrom Dandy-Walker
Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting Hydrocephalus
Kongenital, meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia kongenital foramen
Luschka dan Magendie dengan akibat Hydrocephalus Obstruktif dengan pelebaran
sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga
merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Sindrom tersebut
terjadi pada sekitar 1 per 30.000 kelahiran hidup. Meskipun cacat yang hadir pada
saat lahir, hydrocephalus tidak selalu hadir dalam periode neonatal. Sekitar 80%
dari semua Dandy-Walker akan di diagnosis pada usia satu tahun, meskipun
beberapa diagnosa mungkin tertunda hingga remaja atau dewasa.
d. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu
hematoma.
2. Infeksi
Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen
sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada
fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat purulenta di aquaduktus silvii sisterna basalis. Selain itu, ibu
hamil sering menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada
perkembangan normal otak bayi. Seperti:
a. CMV (Cytomegalovirus)
Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50% orang dewasa Amerika
pada saat mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai virus yang paling sering
ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus ini bertanggung jawab untuk demam
kelenjar.
b. Campak Jerman (rubella)
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus rubella.
Virus ditularkan dari orang ke orang melalui udara yang ditularkan ketika orang
terinfeksi batuk atau bersin, virus juga dapat ditemukan dalam air seni, kotoran
dan pada kulit. Ciri gejala dari beberapa rubella merupakan suhu tubuh tinggi dan
ruam merah muda.
c. Mumps
Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana kelenjar
ludah, terutama kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga kelenjar ludah utama)
membengkak.
d. Sifilis
Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum.
e. Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit berseltunggal
yaitu Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila
tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan
bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah
basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.10 Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya
hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala
klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal
ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang
tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin
membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa,
tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS
yang tertumpuk, tidak akan mampu menambah besar diameter kepala
D. Epidemiologi
Hydrocephalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis yang
berlebihan dalam ventrikel otak dengan akibat pembesaran kranium, terjadi pada
satu diantara 2.000 janin dan merupakan 12% diantara malformasi berat yang
ditemukan pada waktu lahir. Cacat yang sering terjadi bersamaan adalah spina
bifida yang ditemukan pada sepertiga kasus. Seringkali lingkaran kepala
melampaui 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara
500 dan 1500 ml, tetapi dapat mencapai 5 liter. Presentasi sungsang ditemukan
pada sepertiga kasus. Biasanya mengakibatkan distosia yang berat. Pada
umumnya, kejadian hydrocephalus sama pada laki-laki dan perempuan.
Hydrocephalus di masa dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus
hydrocephalus. Dalam sebuah penelitian (1968 - 1976) yang berbasis rumah sakit
di Amerika Serikat dengan total 174.000 kelahiran, peneliti menemukan kejadian
hydrocephalus bawaan sebesar 6,6 kasus per 10.000 kelahiran. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam insiden antara kulit putih dan kulit hitam.
Hydrocephalus dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG. Raveley (1973)
dan Cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi Hydrocephalus
Kongenital sebesar 5-10,8 pada setiap 10.000 kelahiran dan 11%- 43% disebabkan
oleh stenosis aqueductus serebri. Menurut Harsoso (1996), Hydrocephalus
Infantil ditemukan 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan
otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4%
akibat tumor fossa posterior. Insiden Hydrocephalus di Indonesia mencapai 10 per
1.000 kelahiran
F. Klasifikasi Hydrocephalus
Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan hydrocephalus
yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal.
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada
neonatus atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera
kepala selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara mendadak
sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah aliran
serebrospinal mengalami obstruksi beberapa minggu atau bulan atau tahun.
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara waktu
hydrocephalus akut dan kronik.
G. Gambaran Klinis
Gambaran klinik hydrocephalus dipengaruhi oleh umur penderita,
penyebab, dan lokasi obstruksi.
1. Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, terkadang kesadaran
menurun ke arah letargi, muntah. Pada masa neonates gejala lainnya belum
tampak, sehingga apabila dijumpai gejala tersebut, perlu dicurigai adanya
kemungkinan hydrocephalus. Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan
secara teratur dan sistematik. Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus,
akan tampak pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna.
Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur
lingkar kepala. Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang
dan padat. Pemeriksaan fontanela ini harus dalam situasi yang santai, tenang, dan
penderita dalam posisi berdiri atau duduk tegak. Tidak ditemukannya fontanela
yang menonjol bukan berarti bahwa tidak ada hydrocephalus. Pada umur 1 tahun,
fontanela anterior sudah menutup atau oleh karena rongga tengkorak yang
melebar maka tekanan intrakranial secara relatif akan mengalami dekompresi.
Vena di kulit kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila bayi menangis.
Peningkatan tekanan intrakranial akan mendesak darah vena dari alur normal di
basis otak menuju ke sistem kolateral dan saluran – saluran yang tidak
mempunyai klep. Mata penderita hydrocephalus memperlihatkan gambaran yang
khas, sklera yang berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus
abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan lokasi lesi, sering dijumpai pada
anak yang berumur lebih tua dan pada dewasa. Terlihat adanya nistagmus dan
strabismus. Pada hydrocephalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau
atrofi papil. Tidak adanya pulsasi vena retina merupakan tanda awal hipertensi
intrakranial yang khas.
2. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu,
gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hydrocephalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan paralisis nervus
abdusens.
J. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis,
dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah
atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus
pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat
mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi
mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi
dan melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu
perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang –
orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu
yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien
yang menderita gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.
2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik,
radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital
setelah bayi lahir. Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu
kelainan kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti
adanya diagnosa prenatal atau antenatal. Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya
mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan
hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang
meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah
transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubun-ubun besar belum menutup,
foto Rontgen kepala dan tomografi komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk
menentukan lokalisasi penyumbatan ialah dengan menyuntikkan zat warna PSP ke
dalam ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal
untuk mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP
ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal.
Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan. Namun dengan
adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.
b. Pengobatan
Penanganan hydrocephalus telah semakin baik dalam tahun-tahun terakhir
ini, tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya bertujuan memulihkan
keseimbangan antara produksi dan resorpsi CSF. Beberapa cara dalam pengobatan
hydrocephalus yaitu:
1. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25-50 mg/kg BB. Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 24 jam
mengurangi sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada
hydrocephalus ringan yang berkembang lambat. Pada keadaan akut dapat
diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan, meskipun
hasilnya kurang memuaskan.
2. Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga
peritoneal, yang disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan ini pada umumnya
ditujukan untuk hydrocephalus non-komunikans dan hydrocephalus yang
progresif. Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan yang
berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf.
Pada Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat dipintas
(bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas stenosis akuaduktus menggunakan
tabung plastik yang menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1
ventrikel lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula spinalis;
operasi tidak berhasil pada bayi karena ruanganruangan ini belum berkembang
dengan baik.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien. Pada penderita hydrocephalus pencegahan tersier yang dapat
dilakukan yaitu dengan pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Tindakan ini
dilakukan pada periode pasca operasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi shunt seperti infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan
fungsional yang disebabkan oleh jumlah aliran yang tidak adekuat.
Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,
lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup
komplikasikomplikasi seperti: oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau
bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat
pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang
berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti terjadinya efusi subdural,
kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
K. Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan
Pencegahan untuk mencegah timbulnya kelainan genetik perlu dilakukan
penyuluhan genetik, penerangan keluarga berencana serta menghindari
perkawinan antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahiran diusahakan dalam
batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan
pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera
kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika
dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada
kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan
juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Pemasangan shunt dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial. Pintasan terbuat dari bahan silikon
khusus, yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan, sehingga dapat
ditinggalkan di dalam tubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%,
terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
L. Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis,
abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
5. Hematomi subdural, peritonitis, perporasi organ dalam rongga abdomen,
fistula,
hernia, dan ileus.
6. Kematian
M. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik:
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada
infeksi sisa
3. Pemeriksaan radiologi:
- X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
- USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
- CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
N. Asuhan Keperawatan
1. Pathway
2. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
-Anak dapat melihat keatas atau tidak.
-Pembesaran kepala.
-Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
b. Palpasi
-Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela
tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
-Luas lapang pandang
-Konvergensi.
-Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
-Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
- Peningkatan sistole tekanan darah.
- Penurunan nadi / Bradicardia.
- Peningkatan frekwensi pernapasan.
4. Diagnosa Klinis
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang ), Opthalmoscopy : Edema
Pupil. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan
nalisisi komputer. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra
cranial.
3.Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial
b. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan defisiensi
stimulasi
c. Resiko cedera faktor resiko peningkatan TIK
d. Risiko kerusakan integritas kulit faktor resiko paralisis
4. Intervensi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
DAFTAR PUSTAKA