Anda di halaman 1dari 16

X

K T SP

s
Kela
bahasa indonesia
CERPEN

semester 1 kelas X sMA/MA – ktsP 2006

standar kompetensi kompetensi dasar


Berbicara dan Membaca 5.1 Menganalisis keterkaitan unsur
5. Membahas cerita pendek melalui kegiatan intrinsik suatu cerpen dengan
diskusi. kehidupan sehari-hari.
Memahami wacana sastra melalui kegiatan 5.2 Menemukan nilai-nilai cerita
membaca cerpen. pendek melalui kegiatan diskusi.
5.3 Mengemukakan hal-hal yang
menarik atau mengesankan dari
cerita pendek melalui kegiatan
diskusi.

tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.
1. Memahami konsep dasar cerpen, unsur-unsur cerpen, dan nilai-nilai cerpen.
2. Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik cerpen dengan kehidupan sehari-hari.
3. Menemukan nilai-nilai dalam cerpen.
4. Mengungkapkan hal-hal menarik atau mengesankan dari cerpen.
5. Menulis cerpen.

1
A. Pengertian Unsur Intrinsik dan Nilai-Nilai Cerpen
a. Pengertian Cerpen
Cerpen adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan
pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau
pertikaian, tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya.

b. Unsur Intrinsik Cerpen


Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam diri karya sastra, yang terdiri
atas beberapa unsur berikut.
1. Tema merupakan pokok penceritaan, yaitu pikiran utama di dalam karya sastra yang
terungkap atau tidak.
2. Tokoh merupakan individu rekaan sebagai pelaku di dalam cerita. Jenis tokoh, yaitu
(1) Tokoh utama adalah tokoh yang berperan paling penting dalam cerita atau
disebut juga tokoh protagonis (2) Tokoh tambahan adalah tokoh pendukung cerita,
terdiri dari tokoh antagonis dan tritagonis.
3. Alur merupakan rangkaian peristiwa. Cerpen mempunyai alur tunggal. Dalam alur
terdapat konflik, yaitu pertentangan antara dua kekuatan yang terdiri dari konflik
batin, antara dua tokoh, tokoh dengan lingkungan sosial, dan tokoh dengan alam.
4. Latar merupakan segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana.
5. Perwatakan merupakan cara pengarang menampilkan watak tokoh dalam cerita.
Ada dua cara, yaitu analitik, yaitu dengan cara langsung diuraikan pengarang; dan
dramatik, yaitu menampilkan watak tokoh tidak secara langsung.
6. Sudut pandang merupakan cara pengarang menampilkan cerita, yang terdiri atas
dua, yaitu sebagai berikut.
• Sudut pandang orang pertama yang terbagi atas orang pertama sebagai pelaku
utama dan orang pertama sebagai pengamat. Ciri tokohnya adalah saya dan
aku.
• Sudut pandang orang ketiga yang terbagi atas sudut pandang orang ketiga
serbatahu artinya pengarang memberi tahu semua sifat, ciri, dan tindak tanduk
pelaku; orang ketiga terarah artinya perhatian pengarang berpusat pada satu
tokoh; dan orang ketiga pengamat artinya pengarang mengamati beberapa
tokoh. Kata ganti yang dipakai adalah kata dia, ia, mereka, atau nama orang.
7. Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
8. Gaya bahasa adalah cara khas pengarang dalam penyusunan dan penyampaian
pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan.

2
Super "Solusi Quipper"

Unsur Intrinsik Cerpen: GAYA SUPERMAN TOTAL


(Gaya bahasa, sudut pandang, perwatakan, amanat, tokoh, tema, alur, dan latar)

c. Nilai-Nilai Cerpen
Karya sastra yang baik termasuk cerpen selalu mengandung nilai (value). Nilai tersebut
dikemas dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar,
tokoh, tema, dan amanat. Nilai yang terkandung dalam karya sastra di antaranya sebagai
berikut.
1. Nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung
kepada pembaca.
2. Nilai artistik, yaitu nilai yang dapat memanisfetasi suatu seni atau keterampilan
dalam melakukan suatu pekerjaan.
3. Nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang
mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan.
4. Nilai etis, moral, agama, yaitu nilai yang memberikan atau memancarkan petuah
atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, dan agama.
5. Nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata sehari-hari.

B. MENGANALISIS KETERKAITAN UNSUR INTRINSIK SUATU CERPEN DENGAN


KEHIDUPAN SEHARI-HARI
a. Pengertian Analisis Cerpen
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, analisis adalah (1) penyelidikan terhadap
sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb.) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb.); (2) penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Menganalisis teks cerpen adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
termasuk nilai sastra yang terdapat di dalam cerpen tersebut. Pada materi ini, hanya
membahas analisis unsur intrinsik cerpen dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-
hari. Sebagai contoh cerpen yang akan dianalisis adalah cerpen “Pengemis dan Salawat
Badar” karya Ahmad Tohari.

3
b. Teks Cerpen
Berikut adalah contoh dari teks cerpen “Pengemis dan Salawat Badar” karya Ahmad
Tohari.
Pengemis dan Salawat Badar
Karya Ahmad Tohari

Bus yang aku tumpangi masuk Cirebon ketika matahari hampir mencapai pucuk
langit. Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin diesel tua memanggang bus
itu beserta isinya. Untung bus tak begitu penuh sehingga sesama penumpang tak perlu
bersinggungan badan. Namun, dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara
yang dialirkan dengan kipas koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok
dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk.
Begitu bus berhenti, puluhan pedagang asongan menyerbu masuk. Bahkan beberapa
di antara mereka sudah membajing loncat ketika bus masih berada di mulut terminal. Bus
menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk. Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan sopir
melompat turun begitu saja. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan
dengan suara melengking agar bisa mengatasi deru mesin. Mereka menyodor-nyodorkan
dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka
mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau belanja. Seorang di antara mereka
malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir
atau manusia-manusia yang tak punya duit.
Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan
keadaan yang sangat menyiksa itu. Dalam keadaan seperti itu, harapan para penumpang
hanya satu; hendaknya sopir cepat datang dan bus segera berangkat kembali untuk
meneruskan perjalanan ke Jakarta. Namun, laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu
kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri. Sopir itu enak-enak bergurau dengan
seorang perempuan penjual buah.
Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel, aku mencoba
bersikap lain. Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami. Dari pengalaman
seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan
karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu
mencoba berdamai dengan keadaan. Maka kubaca semuanya dengan tenang; sopir yang
tak acuh terhadap nasib para penumpang itu, tukang-tukang asongan yang sangat berisik
itu, dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakang itu.
Masih banyak hal yang belum sempat aku baca ketika seorang lelaki naik ke dalam bus.
Celana, baju, dan kopiahnya berwarna hitam. Dia naik dari pintu depan. Begitu naik lelaki
itu mengucapkan salam dengan fasih. Kemudian dari mulutnya mengalir Salawat Badar

4
dalam suara yang bening. Tangannya menadahkan mangkuk kecil. Lelaki itu mengemis.
Aku membaca tentang pengemis ini dengan perasaan yang sangat dalam. Aku dengarkan
dengan baik salawatnya. Ya, persis. Aku pun sering membaca salawat seperti itu terutama
dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat. Sekarang kulihat dan kudengar ada
lelaki membaca Salawat Badar untuk mengemis.
Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering
mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik di dunia maupun akhirat. Lalu
dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di
dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil
menadahkan tangan. Ada perasaan tidak setuju mengapa hal-hal yang kudus seperti
bacaan shalawat itu dipakai untuk mengemis. Tetapi perasaan demikian lenyap ketika
pengemis itu sudah berdiri di hadapanku. Mungkin karena shalawat itu, maka tanganku
bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan. Ada banyak hal dapat
dibaca pada wajah pengemis itu.
Di sana aku lihat kebodohan, kepasrahan yang memperkuat penampilan kemiskinan.
Wajah-wajah seperti itu sangat kuhafal karena selalu hadir mewarnai pengajian yang
sering diawali dengan Salawat Badar. Ya, jejak-jejak pengajian dan ceramah-ceramah
tentang kebaikan hidup ada berbekas pada wajah pengemis itu. Lalu, mengapa dari
pengajian yang sering didatanginya ia hanya bisa menghafal Salawat Badar dan kini
menggunakannya untuk mengemis? Ah, kukira ada yang tak beres. Ada yang salah.
Sayangnya aku tak begitu tega menyalahkan pengemis yang terus membaca salawat itu.
Perhatianku terhadap si pengemis terputus oleh bunyi pintu bus yang dibanting.
Kulihat sopir sudah duduk di belakang kemudi. Kondektur melompat masuk dan berteriak
kepada sopir. Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin diesel yang meraung-raung. Kudengar
kedua awak bus itu bertengkar. Kondektur tampaknya enggan melayani bus yang tidak
penuh, sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata
tak kunjung datang. Mereka bertengkar melalui kata-kata yang tidak sedap didengar. Dan
bus melaju meninggalkan terminal Cirebon.
Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan. Kondektur diam. Tapi kata-
kata kasarnya mendadak tumpah lagi. Kali ini bukan kepada sopir, melainkan kepada
pengemis yang jongkok dekat pintu belakang.
”He, Sira kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel
di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?”
Pengemis itu diam saja.
“Turun!”
Sira Beli mikir ”Bus cepat seperti ini aku harus turun?”
“Tadi siapa suruh kamu naik?”

5
“Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya cuma mau mengemis, kok. Coba, suruh
sopir berhenti. Nanti saya akan turun. Mumpung belum jauh.”
Kondektur kehabisan kata-kata. Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak
menelannya bulat-bulat. Yang dipandang pasrah. Dia tampaknya rela diperlakukan
sebagai apa saja asal tidak didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat. Kondektur
berlalu sambil bersungut. Si pengemis yang merasa sedikit lega, bergerak memperbaiki
posisinya di dekat pintu belakang. Mulutnya sambil bergumam, “…shalatullah, salamullah,
‘ala thaha rasulillah…”
Salawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tidak ada lagi suara
kondektur. Para penumpang membisu dan terlena dalam pikiran masing-masing. Aku pun
mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bisa membedakan mana suara shalawat
dan mana deru mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana
kulihat ribuan orang membaca salawat. Anehnya, mereka yang berjumlah banyak sekali
itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik
dalam bus yang kutampangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku berpendapat
bahwa mereka bisa menghafal teks salawat itu dengan sempurna karena mereka sering
mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat. Dan
dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya
boleh dipakai modal menadahkan tangan.
Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat. Mula-mula
kudengar guntur meledak dengan dahsyat. Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan
dan jatuh di sekelilingku. Mayat-mayat itu terluka dan beberapa di antaranya kelihatan
sangat mengerikan. Karena merasa takut aku pun lari. Namun aku tersandung batu dan
jatuh ke tanah. Mulut terasa asin dan aku meludah. Ternyata ludahku merah. Terasa ada
cairan mengalir dari lobang hidungku. Ketika kuraba, cairan itu pun merah. Ya Tuhan. Tiba-
tiba aku tersadar bahwa diriku terluka parah. Aku terjaga dan di depanku ada malapetaka.
Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tidak karuan.
Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya. Dalam keadaan
panik aku mencoba bangkit bergerak ke jalan raya. Namun rasa sakit memaksaku duduk
kembali. Kulihat banyak kendaraan berhenti. Kudengar orang-orang merintih. Lalu samar-
samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit
pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke arah Kota Cirebon.
Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan
tenang ke arah timur itu, ”Shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah…”
(Sumber: Kumpulan cerpen Senyum Karyamin, 1989)

6
c. Analisis Unsur Intrinsik Cerpen
Tidak semua unsur intrinsik cerpen berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, namun
ada juga yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada materi kali ini kita akan
melakukan analisis terhadap unsur intrinsik cerpen “Salawat Badar” yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
1. Tokoh dan Penokohan
• Tokoh utama adalah aku dan pengemis. Tokoh tambahan adalah pengemis,
sopir, kondektur, dan pedagang asongan.
• Penokohan:
- Tokoh Aku mempunyai sifat suka memberi seperti petikan berikut,
“Pengemis menghampirinya itu langsung terketuk hatinya dengan segera
mengambil beberapa rupiah yang ada di sakunya.”
- Pengemis berwatak penyabar seperti petikan berikut, “Dipandangnya
pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat. Yang dipandang
pasrah. Dia tampaknya rela diperlakukan sebagai apa saja asal tidak
didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat.”
- Pedagang Asongan berwatak emosional seperti petikan berikut, “Mereka
menyodor-nyodorkan dagangan sampai dekat sekali ke mata para
penumpang, mereka mengeluh ketika tak mendapati tak seorang pun
mau berbelanja. Seorang di antara mereka mengutuk dengan mengatakan
para penumpang adalah manusia-manusia kikir.”
- Sopir berwatak pemarah seperti petikan berikut, “Sopir sudah bosan
menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang,
sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan.”
- Kondektur berwatak keras seperti petikan berikut, “Kondektur melompat
masuk dan berteriak kepada sopir. Kondektur enggan melayani bus yang
tidak penuh, mereka bertengkar melalui kata-kata yang tidak sedap di
dengar. Kondektur diam, ia kehabisan kata-kata, dipandangnya pengemis
itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat.”

2. Latar (Tempat, Waktu, dan Suasana)


• Latar tempat adalah terminal Cirebon, dalam bus, dan sawah.
• Latar waktu adalah waktu siang hari.
• Latar suasana di antaranya suasana gerah, sangat bising, dan panik.

7
Di bawah ini kutipan yang menunjukkan latar (dicetak tebal).
“Bus masuk terminal Cirebon ketika matahari hampir sampai pucuk langit, terik
matahari ditambah dengan panasnya mesin diesel tua memanggang bus itu bersama
isinya.

Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan
keadaan yang sangat menyiksa itu.

Aku terjaga dan di depanku ada melapetaka. Bus yang kutumpangi sudah terkapar di
tengah sawah dan bentuknya sudah tidak karuan. Di dekatnya terguling sebuah truk
tangki yang tak kalah ringseknya. Dalam keadaan panik aku mencoba bangkit bergerak
ke jalan raya.

3. Amanat
Adapun amanat yang terkandung dalam cerpen tersebut adalah sebagai berikut.
• Berbuat baiklah kepada orang yang membutuhkan.
• Kita semestinya berdoa dan bersalawat untuk memohon perlindungan kepada
Tuhan agar terhindar dari malapetaka.
• Tumbuhkan sifat sabar, tidak mengeluh, jangan memikirkan diri sendiri, dan
jangan berkata kasar.

d. Keterkaitan Cerpen dengan Kehidupan Sehari-hari


Adapun keterkaitan cerpen “Pengemis dan Salawat Badar” dengan kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut.
1. Hampir di tiap daerah dan hari ditemukan orang mencari nafkah dengan mengemis
(mengharap belas kasih orang lain) dengan berbagai cara, salah satunya dengan
bersalawat (mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasul SAW).
2. Banyak juga orang bersedekah kepada pengemis yang memang secara fisik tidak
dapat bekerja dan juga memberi sedekah karena simpatik kepada pengemis lantaran
melantukan doa, membaca ayat suci, dan bersalawat.
3. Sopir dan kondektur dalam keseharian menjalankan tugasnya ada yang suka berteng-
kar dan mengucapkan kata-kata tidak sedap. Sopir juga dalam kehidupan sehari-hari
mengendarai busnya dengan tidak mengontrol emosi dan ugal-ugalan.
4. Di terminal bus, pedagang asongan terkadang setengah memaksa penumpang
untuk membeli dagangannya dan mengeluarkan sumpah serapah (mendumal)
apabila tidak ada yang membeli dagangannya.

8
5. Secara fakta memang ada terminal Cirebon di Jawa Barat.
6. Dalam kehidupan keseharian memang ditemukan orang selamat dari kecelakaan
dahsyat tanpa luka sedikit pun atas perlindungan Tuhan Yang Mahakuasa.
7. Dalam kehidupan sehari-hari ada peristiwa kecelakaan lalu lintas (tabrakan) mobil
menabrak mobil, bus menabrak mobil tangki, dan lain-lain.

Sebagai bentuk latihan, kalian dapat mencari keterkaitan unsur intrinsik cerpen “Pengemis
dan Salawat Badar” lainnya dengan kehidupan sehari-hari dengan memahami kembali isi
dan makna dari cerpen tersebut.

C. MENEMUKAN NILAI-NILAI CERITA PENDEK


Cerpen “Pengemis dan Salawat Badar” karya Ahmad Tohari mempunyai nilai-nilai sebagai
berikut.

a. Nilai Agama
Dalam cerpen tersebut, nilai agama begitu kental terlihat pada judulnya “Pengemis dan
Salawat Badar”. Salawat Badar merupakan puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasul SAW
“…shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah…". Di samping itu, nilai pendidikan agama
juga terlihat, yaitu bersedekah kepada orang yang membutuhkan (pengemis). Nilai agama
yang terkandung pada cerpen ditunjukkan dalam petikan berikut.
Pengemis menghampirinya itu langsung terketuk hatinya dengan segera mengambil
beberapa rupiah yang ada di sakunya.
Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering
mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik di dunia maupun
akhirat. Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela
kehidupannya di dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang
dikumandangkannya sambil menadahkan tangan.

b. Nilai Etis
Nilai etis adalah nilai mengenai hal baik dan buruk serta hak dan kewajiban moral (akhlak).
Dalam cerpen tersebut terdapat nilai etis, di antaranya sebagai berikut.
1. Berikanlah sedekah kepada yang membutuhkan.
2. Janganlah merokok di tempat umum (di dalam bus)
3. Matikanlah mesin kendaraan ketika berhenti lama.
4. Janganlah mengutuk orang.

9
c. Nilai moral
Nilai moral adalah nilai yang mengandung ajaran tentang baik dan buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban; akhlak; budi pekerti. Nilai moral pada
cerpen dapat dilihat seperti kutipan berikut.
Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan sopir melompat turun begitu saja. Dan
para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar
bisa mengatasi deru mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai
dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka mengeluh ketika
mendapati tak seorang pun mau belanja. Seorang di antara mereka malah mengutuk
dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir, atau manusia-
manusia yang tak punya duit.
Kudengar kedua awak bus itu bertengkar. Kondektur tampaknya enggan melayani
bus yang tidak penuh, sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang
yang ternyata tak kunjung datang. Mereka bertengkar melalui kata-kata yang tidak
sedap didengar.

Sebagai bentuk latihan, kalian dapat mencari nilai-nilai lain yang terdapat dalam cerpen
tersebut dengan memahami kembali isi dan makna dari cerpen tersebut.

D. MENGUNGKAPKAN HAL-HAL MENARIK ATAU MENGESANKAN DARI CERPEN


Hal-hal yang menarik dan mengesankan di dalam cerpen bisa didapatkan pada isi,
keunikan, dan cara penyajian cerpen. Hal yang akan diungkapkan pada materi ini salah
satunya dari cerpen “Pengemis dan Salawat Badar” karya Ahmad Tohari. Hal-hal yang
menarik dan mengesankan dalam cerpen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Isi Cerpen
Isi cerpen yang menarik terdapat pada bagian alur, yaitu (1) Konflik tokoh aku terhadap
pengemis merupakan konflik pemikiran tentang pandangannya mengapa salawat
yang isinya sakral digunakan untuk mengemis. Pada bagian akhir juga terdapat konflik
pada diri tokoh aku, yaitu mengapa pengemis yang membaca salawat itu selamat dari
kecelakaan bus yang ditumpanginya tanpa luka sedikit pun. (2) Penutup cerpen dibuat
oleh pengarang dengan cara membiarkan pembaca memiliki persepsi masing-masing
terhadap kondisi akhir tiap tokoh.

10
b. Keunikan
Hal yang unik yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah saat di dalam bus, tokoh aku
bermimpi. Dalam mimpi, ia melihat ribuan orang bersalawat dengan wajah yang semuanya
sama dan mirip sekali dengan pengemis yang naik bus. Seperti kutipan berikut:
Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bisa membedakan mana suara
salawat dan mana deru mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di
sana kulihat ribuan orang membaca salawat. Anehnya, mereka yang berjumlah banyak
sekali itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis
yang naik dalam bus yang kutampangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku
berpendapat bahwa mereka bisa menghafal teks salawat itu dengan sempurna karena
mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun
akhirat.

c. Cara Penyajian Cerpen


Ahmad Tohari menyajikan cerpen dengan cara yang konvensional. Cerpen dikemas
sedemikian rupa seolah-olah pembaca sedang membaca sebuah dongeng karena
terdapat hal yang mustahil di dalam cerpen tersebut, layaknya cerita dalam dongeng.
Ahmad Tohari menyajikan cerita dengan sudut pandang akuan seolah-olah tokoh aku
adalah Ahmad Tohari sendiri.
Cerita tentang perjalanan tokoh aku dari Cirebon ke Jakarta dengan bus, suasana bus,
bertemunya dengan seorang pengemis yang bersalawat badar, bus yang ugal-ugalan,
dan akhirnya terjadi kecelakaan. Tokoh aku selamat atau diselamatkan dalam peristiwa
kecelakaan karena mungkin telah memberikan sedekah kepada pengemis yang
bersalawat, penumpang lain banyak yang wafat dan luka-luka parah, sedangkan sang
pengemis selamat tanpa luka sedikit pun.

E. MENULIS CERPEN
a. Pengertian Menulis Cerpen
Menulis cerpen adalah membuat cerita pendek atau menghasilkan cerita pendek. Cerpen
yang dibuat adalah cerpen karya kita sendiri, tidak menjiplak karya orang lain.

b. Langkah-Langkah Menulis Cerpen


Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menulis sebuah cerpen.
1. Merumuskan ide cerita. Ide cerita dapat diambil dari pengalaman pribadi dan orang
lain dari peristiwa yang terjadi sehari-hari.
2. Menulis dengan gaya bahasa sendiri. Artinya, menulis dengan gaya yang biasa

11
dibawakan seperti halnya dalam menyampaikan cerita kepada orang lain. Ingat,
jangan memaksakan gaya cerita seperti cerpenis-cerpenis yang sudah terkenal
dengan karya-karyanya.
3. Membuat paragraf pembuka. Bagian ini merupakan bagian terpenting dari cerpen.
Oleh karena itu, jangan memuat hal yang rumit-rumit. Buatlah semenarik mungkin
agar pembaca terpancing untuk membaca cerita berikutnya.
4. Merangkai alur atau plot. Setelah membuat paragraf pembuka yang mengajak
pembaca berminat untuk membaca kelanjutan cerita, selanjutnya rangkailah
peristiwa demi peristiwa sehingga terbentuk alur. Rangkailah peristiwa dengan
narasi dan dialog-dialog hingga mencapai 1.000 kata.
5. Membuat paragraf penutup. Paragraf penutup juga merupakan bagian yang penting.
Apabila bagian akhir (ending) bagus, cerita yang ditulis akan menimbulkan sebuah
kesan bagi pembaca. Bagian penutup dapat ditulis dengan tiga cara, yaitu:
• ending tertutup apabila cerita tuntas tanpa pertanyaan lagi.
• ending terbuka apabila cerita masih dapat ditafsirkan akan berlanjut oleh
pembacanya.
• ending mengejutkan apabila akhir dari cerita adalah suatu hal yang tidak diduga
oleh pembaca atau berupa hal yang mengejutkan pembaca.
6. Mengendapkan tulisan beberapa saat. Setelah cerpen selesai ditulis, biarkan
beberapa saat. Pengendapan ini bertujuan memberi jeda sebelum disunting.
7. Menyunting tulisan. Setelah diperiksa dengan saksama, tulisan kemudian dibaca
lagi. Hal ini untuk mengetahui kesalahan tanda baca, logika cerita, ketegasan alur,
dan sebagainya. Kemudian lakukan penyuntingan. Setelah selesai, jangan bosan
untuk membaca kembali berulang-ulang sampai dirasa cerpen yang ditulis sudah
layak dipublikasikan.
8. Menulis cerpen lagi. Menulis cerpen harus berkelanjutan, belajar menulis lagi, dan
seterusnya. Setelah menulis satu buah cerpen, jangan cepat puas. Mintalah pendapat
orang lain yang membaca cerpenmu. Apabila dimuat di media cetak, mintalah
pendapat pembaca di kolom komentar. Dengan demikian, cerpen hasil tulisanmu
akan mendapat masukan untuk perbaikan ketika menulis cerpen berikutnya.

12
LATIHAN SOAL

1. Bacalah petikan cerita berikut dengan saksama.


“Bahkan ibu bersedia pergi kepada apa yang disebut orang-orang pintar, dari satu pulau ke
pulau lain. Padahal ibu begitu benci pada ilmu mistik. Ibu tidak percaya pada semua yang
tidak masuk akal. Namun, banyak yang menasihati ibu harus mencobanya. Maklumlah,
alam Timur penuh dengan hal-hal gaib, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan mistik.
Semua itu ibu lakukan untuk mendapatkan engkau Meniek. Betapa Ibu mendambakan
kelahiranmu, Nduk.”

Keterkaitan nilai budaya dengan kehidupan sehari-hari adalah .…


A. Masih banyak masyarakat yang memercayai mistik.
B. Alam Timur masih penuh dengan hal-hal mistik.
C. Zaman modern tidak ada lagi yang percaya mistik.
D. Kita boleh saja percaya kepada orang-orang pintar.
E. Ilmu mistik termasuk ilmu yang tidak masuk akal.

Bacalah kutipan berikut dengan cermat untuk menjawab soal nomor 2 dan 3.
“Ya Allah Gusti, Bude.” Surastri terisak-isak. ”Kami semua mengira Bude sudah meninggal,
ternyata Bude Humaini masih hidup Alhamdulillah.”
Para mahasiwa yang kos di rumah sewa itu akhirnya tahu. Ternyata selama ini Astuti menyimpan
bebannya sampai rapat. Tempat mengadunya hanya satu, Tuhan di atas sana. Mengaji membaca
Al qur’an setiap malam yang dilakukan sampai menangis adalah cara yang dipilihnya dalam
memohon Tuhan mengembalikan ibunya. Segenap penghuni rumah kos itu terhenyak ketika
mereka membayangkan, bagaimana kira-kira yang mereka rasakan jika merekalah yang
mengalami peristiwa itu.
(Ratu Kecantikan: Langit Kresna Hariadi)

2. Amanat yang terdapat dalam kutipan tersebut adalah .…


A. Berdoa dan memohonlah kepada Tuhan YME.
B. Jangan berprasangka kalau tidak tahu dengan jelas.
C. Jangan mengadu kepada orang lain yang tidak tahu masalah.
D. Berempati kepada orang lain lebih baik daripada berprasangka.
E. Memohonlah kepada Tuhan sambil membaca Al qur’an.

3. Watak Astuti dalam kutipan tersebut adalah ….


A. pendiam
B. sabar

13
C. lemah hati
D. mudah berprasangka
E. teguh hati

4. “Saya yakin Anda akan puas dengannya,” katanya. "Dia telah kami pilih sesuai dengan
persyaratan komputer. Tidak ada yang melebihinya dari seratus sepuluh juta wanita yang
memenuhi syarat di Amerika Serikat sebagai istri Anda. Kami memilih berdasarkan suku,
agama, etnik, dan latar belakang regional.”

Masalah yang memiliki kesamaan dengan sebagian budaya Indonesia yang tersirat dalam
penggalan cerpen terjemahan tersebut adalah ....
A. Seorang perempuan idaman harus memenuhi persyaratan komputer.
B. Pemilihan calon istri ditinjau dari suku, agama, etnik, dan latar belakang regional.
C. Sebagian laki-laki menggunakan jasa perantara untuk berkenalan dengan seorang
gadis.
D. Seorang laki-laki rela duduk berlama-lama menunggu kenalan barunya.
E. Perantara mempertemukan pria dan wanita secara langsung di suatu kantor.

5. Kapan-kapan itu adalah suatu sore, ketika aku sedang sibuk mengetik tugas. Kamarku
diketuk orang walau seingat aku, sore itu aku tidak berjanji dengan siapa-siapa. “Wan,
Saudara sibuk betul rupanya.”
“Tentu saja sedang sibuk. Kalau tidak sibuk, tentu tidak bakalan berserakan kertas-kertas
di mejaku. Kalau sudah tahu sibuk, kenapa kau masih datang bertamu? Tetapi, cobalah
bayangkan bagaimana pula kau harus mengusir orang yang sudah berdiri dihadapanmu?
Dengan membedaki mukaku setebal mungkin dengan rasa ketimuran, yang terlontar
dari mulutku adalah “Ya, begitulah.”
(Wolfgang Kipkop, Pamusuk Eneste)

Nilai moral yang terkandung dalam cuplikan cerpen tersebut adalah .…


A. Saling menghormati dan menghargai.
B. Berbasa-basi dan berpura-pura baik.
C. Bertamu pada waktu yang tepat.
D. Menjaga perasaan orang lain.
E. Tidak boleh mengganggu pekerjaan orang.

Bacalah dengan cermat kutipan cerita berikut untuk soal No. 6-8.
(1) Belum habis katanya, ia sudah menyimpang mendekati kembang setahun ini. (2) Sambil
menunjuk membelai-belai bunga yang segar-segar itu. Ia berkata “Bagaimana engkau tersesat
di tengah-tengah rimba ini? Siapakah yang menanammu di sini?” (3) Yusuf datang mendekat

14
pula, “Tentulah ada orang membawa kembang setahun kemarin, terjatuh atau dibuangkannya
di sini setangkai yang sudah tua.” (4) “Bagus benar, bagus benar,” ujar Maria, tiada memedulikan
kata Yusuf, belum puas rupanya mengucapkan kekagumannya melihat kembang itu. (5) “Kalau
kita ke Jakarta, tentu saya cabut sekaliannya akan ditanam di rumah.” (6) “Tidak usah engkau
cabut, ambil saja kembangnya yang tua. Cukuplah itu ditanami!”

6. Watak tokoh Maria dalam kutipan tersebut adalah .…


A. penyayang
B. pemikir
C. penyabar
D. penyantun
E. pemberi

7. Pendeskripsian watak tokoh Yusuf sebagai orang yang tidak peduli dalam lingkungan
sesuai dengan kutipan adalah .…
A. gambaran fisik tokoh
B. jalan pikiran tokoh
C. perilaku tokoh
D. dialog antartokoh
E. pendapat tokoh lain

8. Pembuktian latar tempat di hutan dalam kutipan tersebut terdapat pada nomor ….
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)

9. Bacalah petikan cerita berikut.


“Mohamad-san inilah rumahku,” Toshihiko berkata ketika kami sampai di depan sebuah
rumah kayu yang sederhana. Lalu berteriak, ”Ibu! Ibu! Inilah tamu yang kita tunggu.
Lihatlah seorang Indonesia yang tersesat di kebun anggur Katsunuma. Bukanlah ini suatu
kehormatan bagi kita?”
(Potret Seorang Parjurit, Mohamad Diponegoro)

Watak Toshihiko dalam kutipan cerpen tersebut adalah .…


A. ramah, baik, ceria, dan menyenangkan
B. bahagia, senang, ceria, peduli, dan teguh
C. teguh, kuat, baik, peduli, dan menyenangkan

15
D. teguh, tabah, ramah, cerewet, dan peduli
E. periang, pemalu, pemalas, dan cerewet

10. Bacalah petikan cerita berikut.


Tak bisa kurang sedikit?”
“Tentu saja, Mister. Dalam perdagangan, seperti Tuan maklum, harga bisa damai. Apalagi
Mister pecinta benda seni!” Tommy tak mendengarkan lebih lanjut, dengan tangkas dia
bangkit kemudian ke belakang. Dia menulis sepucuk surat untuk Tuan Wahyono, ahli
keramik sebelah rumah. Dia suruh pelayannya cepat mengantarkan surat itu. ”Aku minta
bantuan Tuan Wahyono untuk menilai harga toko ini. Dia adalah ahli keramik. Rumahnya
di sebelah itu,” ujar Tommy setelah duduk di dekat tamunya.

Amanat yang terdapat dalam cerpen di atas adalah ....


A. Dalam berdagang tidak boleh memberikan harga mati.
B. Sebaiknya serahkanlah suatu urusan kepada orang yang ahli.
C. Kita harus menjalin hubungan baik dengan tetangga yang mempunyai keahlian.
D. Menjadi pesuruh harus taat dan cekatan dalam bekerja.
E. Surat dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan tetangga.

16

Anda mungkin juga menyukai