Anda di halaman 1dari 24

Refleksi Kasus

Preeklampsia Berat

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan RSI Sultan Agung Semarang
Periode 20 Mei 2019 – 20 Juli 2019

Disusun oleh:
Tsalitsa Laili Akmalia
30101507574

Pembimbing:
dr. Muslich Azhari, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RSI SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 2
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................. 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 12
BAB IVKESIMPULAN.................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 30

1
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan fisiologi tubuh pada kehamilan menimbulkan penyulit


sehingga dapat mengancam jiwa ibu maupun janin. Salah satu komplikasi yang
sering terjadi adalah hipertensi pada kehamilan. Penyakit ini menyebabkan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga merupakan masalah kesehatan
pada masyarakat. (Chen XK, et al., 2006).
Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (JAMA 2003) atau berdasarkan riwayat
hipertensi sewaktu periksa kehamilan ke petugas kesehatan. Beberapa komplikasi
yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi pada kehamilan antara lain: kekurangan
cairan plasma akibat gangguan pembuluh darah, gangguan ginjal, gangguan
hematologis, gangguan kardiovaskular, gangguan hati, gangguan pernafasan,
sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count), serta
gangguan pada janin seperti pertumbuhan terhambat, prematuritas hingga
kematian dalam rahim. Hipertensi pada kehamilan juga dapat berlanjut menjadi
preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabkan kematian pada ibu maupun
janin. (Yudasmara, 2010).
Preeklamsia terjadi pada kurang lebih 5% dari semua kehamilan, 10%
pada kehamilan anak pertama dan 20–25% pada perempuan hamil dengan
riwayat hipertensi sebelum hamil. Pada janin, preeklamsia bisa menyebabkan
berat badan lahir rendah, keguguran dan lahir prematur (Gibson, 1998).
Sedangkan yang menjadi eklamsia sekitar 0,05–0,20% (Sibai BM, 1981). Setiap
tahun sebanyak 250 ribu ibu hamil di Amerika menderita hipertensi atau 5–10%.
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama
berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria
preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit
neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya
wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya. Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi
perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan
2
diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan
hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Suami : Tn. S
Agama : Islam
Alamat : Gajah mungkur Semarang
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Rekam Medis : 01 – 37 - ** - **
Ruang : Baitunnisa
Kelas : II
Asuransi : BPJS Non-PBI
Tanggal Masuk : 28 Mei 2019
Tanggal Keluar : 31 Mei 2019

II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 28 Mei 2019 pukul 10.00
WIB di Poli Obgyn RSI Sultan Agung Semarang

Keluhan Utama :
Kenceng-kenceng disertai nyeri kepala, nyeri tengkuk, pandangan dobel

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli Obgyn RSI Sultan Agung Semarang mengeluh
kenceng kenceng dan pandangan dobel disertai nyeri tengkuk sejak tanggal 26
Mei 2019. Kenceng-kenceng dimulai sejak ibu S melakukan kegiatan bersih –

4
bersih rumah. Kenceng-kenceng semakin hari semakin bertambah kuat dan
frekuensinya semakin sering diikuti dengan nyeri tengkuk dan padangan dobel.
Menurut ibu S keluhan berkurang saat istirahat dan dan bertambah saat
melakukan pekerjaan. Sebelumnya ibu mengatakan periksa ke Puskesmas Gajah
Mungkur pada tanggal 27 Mei 2019 pukul 13.00 dan dirujuk ke RSI Sultan
Agung semarang karena tekanan darah pasien 180/144 mmHg.

Riwayat Haid
Menarche : 17 tahun
Lama : 3 - 7 hari
Siklus : 28 hari (teratur)
HPHT : 5 September 2018
Dysmenorrhoe : tidak pernah

Riwayat Perkawinan
Menikah 1x
Pernikahan sudah 12 tahun (Istri : 42 tahun / Suami : 43 tahun)

Riwayat Obstetri :
 G4 P2 A1
• G1 :Abortus, 3 Bulan, di kuret, dr. Sp OG
• G2 : laki-laki, lahir di rumah sakit secara Sc, BBL : 3000 gr, PB :
47 cm, tahun sehat
• G3 : laki-laki, lahir di rumah sakit secara Sc, BBL : 3200 gr, PB : 49
cm, 6 tahun sehat
• G4 : Hamil sekarang
• Riwayat ANC : 4x datang ke Puskesmas setiap kehamilan
• Riwayat Nifas : Nifas selama 30 hari tanpa ada pendarahan maupun tanda –
tanda infeksi lainnya
• Cara pemberian nurtrisi : diberikan Asi Ekslusif selama 6 bulan

5
Riwayat ANC : 4x (di Puskesmas)
 Melakukan ANC teratur terakhir pada 2 Mei 2019
 Diet rendah garam
 Mengkonsumsi obat antihipertensi (Nifedipin)
 Mendapat Riwayat TT

Riwayat USG : Belum pernah

Riwayat Operasi : 2 kali sc

Riwayat KB : -

Riwayat Ginekologi : -

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien seorang wiraswasta, suami bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM :disangkal
Riwayat Penyakit Jantung :disangkal
Riwayat Penyakit Paru :disangkal
Riwayat Alergi :disangkal
Riwayat Operasi : 2 kali SC

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi :disangkal
Riwayat DM :disangkal
Riwayat Penyakit Jantung :disangkal
Riwayat Penyakit Paru :disangkal
Riwayat Alergi :disangkal

6
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Pasien :
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu : 36,7 0C
TD : 180/144 mmHg
Nadi : 112 x / menit
RR : 20x / menit
SpO2 : 98%
GCS : E4 M6 V5 (GCS = 15)
TB : 162 cm
BB : 81 kg

Status Internus
1. Kepala : Normosefali, chloasma gravidarum (+)
2. Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
3. Telinga : Discharge (-), bentuk normal
4. Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-)
5. Mulut dan Tenggorok :
Bibir : Sianosis (-), Pucat (-)
Lidah : Kotor (-)
Uvula : Di tengah
Tonsil : Ukuran T1/T1, tenang, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
6. Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak membesar
7. KGB : Retroarikuler, submandibular, servikal, supra klavikula,
aksila, dan inguinal  Pembesaran (-)
8. Payudara : Simetris kanan dan kiri. Areola mammae : hiperpigmentasi
(+/+) , nipple : Retraksi (-/-), Mammae : tidak teraba massa.
9. Thorax
Paru :
7
Inspeksi : Retraksi (-), Simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus Kordis teraba di ICS V linea axillaris Sinistra
Perkusi : Kiri : ICS V, midclavicular line sinistra
Kanan : Sejajar ICS V midsternal line dextra
Pinggang Jantung : ICS III Parasternal line sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Perut membesar, tampak membujur simetris, striae
gravidarum (+), linea alba (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
11. Anus dan Genitalia : Tak tampak adanya benjolan dari vagina
12. Ekstremitas atas : Akral hangat, oedem -/-, tonus otot baik
Ekstremitas bawah: Akral hangat, oedem +/+, tonus otot baik
13. Neurologis : Tidak ditemukan adanya defisit neurologis

Status Obstetri
TFU : 28 cm
TBJ : (28 – 11) x 155 = 2635 gram
DJJ : 12 x 12x 12 = 144 x/menit
HIS : 1 kali / 10 menit
Leopold : Janin 1 hidup intra uterin
 Leopold I : Besar, bulat, lunak
 Leopold II : Tahanan memanjang Kiri (PUKI)
 Leopold III : Besar, bulat, keras
 Leopold IV : Divergen (masuk PAP)

8
Status Ginekologi
 Vagina toucher : belum ada pembukaan, kulit ketuban (+), emfisement : 0
%, tes lakmus (-), proteinuria positif (+) 3.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN
Laboratorium (5PENUNJANG
juni 2016)

• Laboratorium 28/05/2019 14.01


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGY

Hemoglobin 10,0 (L) 11.7-15.5 g/dl

Hematokrit 28.5 (L) 33-45 %

Leukosit 7.44 3.6-11.0 ribu/uL

Trombosit 232 150-440 ribu/Ul 15

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


IMUNOSEROLOGI
HBsAg Kualitatif Non reaktif Non reaktif -
KIMIA
Na, K, Cl
Natrium 140.6 135-147 mmol/L
Kalium 4.05 3.5-5 mmol/L
Chloride 103.5 95-105 mmol/L
URINE
Kejernihan Keruh
Protein 300 (H) <30 mg/dL
Billirubin - <1 Mg/dL

V. RESUME 16

Seorang pasien umur 42 tahun hamil 38 minggu datang ke PONEK RSI Sultan
Agung Semarang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak tadi malam, keluhan
kenceng-kenceng dirasakan dalam 1 hari terakhir, saat ini kenceng-kenceng
dirasakan 1 kali dalam 10 menit, pasien juga mengeluhkan pusing, nyeri tengkuk
pandangan kabur disertai nyeri pada perut bagian bawah dan menjalar hingga ke
pinggang. HPHT 5 September 2018, hari perkiraan lahir 12 Juni 2019. Riwayat

9
trauma disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum
hamil, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung maupun alergi. Ibu pasien
memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan tanda
tanda vital, tekanan darah diatas normal yaitu 180/144 mmHg, didapatkan Status
obstetrik Leopold 1 teraba bulat lunak (bokong), Leopold 2 perut sebelah kiri
teraba memanjang  punggung, perut sebelah kanan teraba kecil-kecil 
ekstremitas, Leopold 3 teraba bulat keras (kepala), Leopold 4 divergen. TFU : 28
cm, dengan TBJ : 2635 gram, DJJ : 144x/menit, pada pemeriksaan dalam, vaginal
touche: tidak didapatkan pembukaan, eff (-), ketuban (+) teraba, teraba kepala
turun ke H1. pada pemeriksaan urine didapatkan proteinuria +3

VI. DIAGNOSA
G4 P2 A1, Umur 42 tahun, Hamil 38 minggu janin 1 hidup
intrauterine, letak kepala, belum inpartu, multigravida.

VII. PENATALAKSANAAN
 Terminasi kehamilan
 RL
 Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu dalam 1 jam
 Jika tekanan darah tidak stabil/meningkat injeksi MgSO4 bolus 4gr dan drip 6gr.
 Nifedipine 3 x 10 mg

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam

10
IX. FOLLOW UP

FOLLOW PPO OPE A I


a
ngg
al29 puk
ul10.30

S O A P

Nyeri luka operasi Ku : baik Nyeri post sc Cefotaxim 2 x 1 gr


TD : 140/90 Monitor ku, TTV, awasi PPV, Ketorolac 2 x 30mg
Nadi : 78x/menit kaji sekala nyeri Kaltrofen Syr
Suhu 36.5 Dopamet 3 x 500mg
RR : 20x/menit
Skala nyerri 6

a
ngg
al29 puk
ul18.10

S O A P

Pasien mengatakan nyeri Ku : baik Nyeri post sc Telp dr yulice Sp.OG


perut saat batuk TD : 150/90 Advice :
Nadi : 80x/menit - OBH syr 3 x 1
Suhu 37.1 - Lanjutkan terapi
RR : 20x/menit
Skala nyerri 6

FOLLOW PPO OPE A I


a
ngg
al30 puk
ul10.00

S O A P

Pasien mengatakan belum Ku : baik Nyeri post sc Telp dr yulice Sp.OG


bisa kentut TD : 140/80 Advice :
Nadi : 83x/menit - Terapi lanjut
Suhu 36.5 - Injx prostigmin 0.05 >>
RR : 22x/menit flatus

a
ngg
al30 puk
ul17.00

S O A P

Pasien mengatakan nyeri Ku : baik Nyeri post sc h + 1 Telp dr yulice Sp.OG


TD : 150/90 Advice :
Nadi : 80x/menit - Lanjutkan terapi
Suhu 37.1 - Monitoring ku, TTV
RR : 20x/menit
Skala nyerri 6

11
FOLLOW PPO OPE A I
a
ngg
al31 puk
ul14.00

S O A P

Pasien mengatakan sudah Ku : baik Risiko infeksi Cefotaxim 2 x 1 gr


bisa jalan TD : 120/90 Ketorolac 2 x 30mg
Nadi : 88x/menit Kaltrofen Syr
Suhu 36.5 Dopamet 3 x 500mg
RR : 20x/menit Ganti perban
Skala nyerri 2 Boleh pulang

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria. Menurut Cunningham (2005) kriteria minimum untuk
mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi disertai proteinuria minimal.
Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg
dengan pengukuran tekanan darah sekurangkurangnya dilakukan 2 kali selang 4
jam. Kemudian, dinyatakan terjadi proteinuria apabila terdapat 300 mg protein
dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick.

Adapun menurut Brooks (2011) Preeklampsia adalah kelainan malfungsi


endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi
vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya
penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya
hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau
30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin
sewaktu.

Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan


resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang
berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta.
Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi
sistem koagulasi.

1.2 KLASIFIKASI

Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu Preeklampsia ringan dan preeklampsia berat

Preeklampsia ringan meliputi:

1. Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-110 mmHg 2. Proteinuria secara kuantitatif >0,3 gr/l dalam 24 jam

3. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan


13
4. Tidak disertai dengan gangguan fungsi organ 2. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Preeklampsia berat meliputi:

1. Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110 mmHg

2. Trombosit 3 gr/ liter/24 jam) atau positif 3 atau 4, pada pemeriksaan kuantitatif
bisa disertai dengan: a. Oliguria (urine < 400 ml/24 jam) b. Keluhan serebral,
gangguan pengelihatan c. Nyeri abdomen d. Gangguan fungsi hati e. Gangguan
perkembangan Intrauterine

1.3 ETIOLOGI
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the
disease of theory” :

1. Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan


ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa

2. Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia


kehamilan

3. Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus

4. Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan


berikutnya

5. Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,


proteinuria, kejang dan koma

Terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:

14
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat
berkembang menjadi iskemia plasenta.

2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).

3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh


sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh
peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.

4. Genetik. Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta.
Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-
faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor
penyebab atau merupakan akibat.

Gambar 1.3 Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta

15
1.4 EPIDEMIOLOGI

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak


faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3- 10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan
bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6
kasus per 1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi
preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama
primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia
dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari
1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%).
Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida
(17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis,
umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005).
Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien
preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu
dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada
usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan
kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13
% : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi.

1.5 MANIFESTASI KLINIS


1.5.1 Gejala Subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo,
2005).

16
1.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat
lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih
dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga
akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang
terjadi biasanya sudah berat.
1. Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan
tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
2. Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria
mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang
berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria
hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya
terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan. 21-3
3. Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin
sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
Pada Universitas Sumatera Utara wanita hamil yang mengalami serangan
eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang
pertama.
4. Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi
presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan
oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
17
5. Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total.
Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital.

1.6 DIAGNOSIS
Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih pada usia kehamilan >20 minggu.

• Proteinuria 5 gr/24 jam pada uji kuantitatif dan ≥ +2 pada tes celup.

Atau disertai keterlibatan organ lain :

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam

• Sakit kepala, skotoma pengelihatan

• Trombositopenia (<100.000 sel/µL), hemolisis mikroangiopati

• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

1.8 KOMPLIKASI
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus
berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut
maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat
kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering
terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang
menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 %
solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia. 2. Hipofibrinogenemia. Pada
preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia. 3.
Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.

18
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia
dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut. 4. Perdarahan otak. Komplikasi
ini merupakan penyebab utama kematian maternal. 5. Kelainan mata. Kehilangan
penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama seminggu dapat terjadi.
Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat dan
akan terjadi apopleksia serebri. 6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada
pasien preeklampsia-eklampsia diakibatkan vasospasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati. 7. Sindroma
HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet. 8. Kelainan
ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan
lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 9. Prematuritas,
dismaturitas dan kematian janin intrauterin. 10. Komplikasi lain berupa lidah
tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat kejang, pneumonia aspirasi dan
DIC.

1.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

a. Penanganan umum.
Ibu dengan Preelampsia harus segera dirujuk ke Rumah Sakit

1. Tatalaksana kejang :
 Bila kejang perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena)
 MgSO4 diberikan secara IV pada ibu Preeklampsia Berat (tatalaksana
pencegahan kejang) dan Eklampsia (tatalaksana kejang)
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang

Cara pemberian MgSO4 :

 Dosis awal  ambil 4gr larutan MgSO4 (10 ml MgSO4 40%) larutkan
dengan 10 ml akuades, berikan secara IV selama 20 menit, jika akses IV sulit
berikan IM bokong kiri dan kanan masing-masing 5gr.
19
 Dosis rumatan  ambil 6gr MgSO4 (15ml MgSO4 40%) larutkan ringer
laktat 500ml berikan IV dengan 20-28 tpm selama 6 jam.
 Syarat pemberian MgSO4  Tersedia Ca Glukonas 10%, refleks patella
+, urin minimal 0.5ml/KgBB/jam
 Lakukan PF setap jam.

2. Tatalaksana Hipertensi :
ACEi, ARB, Klorothiazid Kontraindikasi pada ibu hamil
a) Nifedipin 4x10-30mg (short acting), 1x20-30mg (long acting)
b) Nikardipin 5mg/jam hingga maksimum 10 mg/jam
c) Metildopa 2x250-500 mg peroral dosis maksimal 2000mg/hari

3. Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan


 Pada ibu denga preeklampsia berat dimana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu manajemen ekspektan dianjurkan asalkan
tidak ada kontraindikasi
 Pada ibu dengan preeklampsia berat dimana usia kehamilan antara 34 da 37
minggu, manajemen ekspektan dianjurkan asalkan tidak terdapat hipertensi yang
tak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan
dianjurkan

20
1.10 PENCEGAHAN
 Pelaksanaan antenatal care yang teratur dan teliti
 Mengenali tanda bahaya sedini mungkin
 Perhatikan faktor predisposisi
 Pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, dan karbohidrat
 Menjaga kenaikan berat badan

Pada pencegahan preeklampsi, suplemen yang paling sering diteliti adalah


kalsium. Review oleh Cochrane mengidentifikasi 28 penelitian eksperimental,
salah satu diantaranya masih berlangsung, 6 penelitian diantaranya dilakukan
pada populasi dengan intake kalsium rendah, resiko preeklampsi dpat diturunkan
sebesar dua per tiga pada kelompuk yang diberi suplementasi.

1.11 PROGNOSIS
Penderita preeklampsia/eklampsia yang terlambat penangannya akan dapat
berdampak pada ibu dan janin dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi
perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, gagal ginjal dan
aspirasi isi lambung saat kejang. Pada janin dapat terjadi kematian kerana
hipoksia intrauterin dan kelahiran prematur (Wiknjosastro, 1999).

21
BAB IV
KESIMPULAN

Komplikasi yang sering terjadi akibat perubahan fisiologi tubuh selama


kehamilan adalah hipertensi pada kehamilan. Hipertensi pada kehamilan juga dapat
berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabkan kematian
pada ibu maupun janin. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu
Preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan terjadi kitika
kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-110 mmHg 2 dan proteinuria secara kuantitatif >0,3 gr/l dalam 24 jam sedangkan
preeklampsia berat ketika tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih pada usia
kehamilan >20 minggu dan proteinuria 5 gr/24 jam pada uji kuantitatif dan ≥ +2 pada
tes celup. Penatalaksanaan dari preeklampsia berat meliputi tatalaksana
antikonvulsan yaitu dengan MgSO4 dan tataklaksana hipertensi dengan obat anti-
hipertensi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)


Indonesia tahun 2007. Jakarta; Departemen Kesehatan RI; 2008.
2. Lindheimer MD, Katz AI. Hypertension in Pregnancy. N Eng J. Med. 1985; 313:
675–80.
3. Mailhot T. Uterine prolapse Available at : http://www.emedicine.com Accessed
on : 19 May 2016
4. Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005.
hal.402-428
5. Pramana C, Sp.OG. Obstetri. Semarang; 2013. 68-75.
6. Sibai BM, McCubin JH, Anderson GD, Lipshitz J, Dilts PV Jr. Eclampsia I:
observation from 67 recent cases. Obstet Gynecol. 1981: 58: 608–13
7. The seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), JAMA 2003; 290:
197.
8. WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: focus on women, New delhi,
WHO-SEARO; 1998. p. 1–3.
9. Widjaja S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12.
10.Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Dalam Ilmu Kebidanan. Edisi
kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta;2006; ha.428-33.
11.Wisnuwardhani SD, Santoso BI. Buku tahunan 1990– 1992. Jakarta. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FKUI; 1993.
12.

23

Anda mungkin juga menyukai