Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

TB Paru Kasus Baru BTA +

Oleh
dr. Dimas Pambudi Prakoso

Pembimbing
dr. Baiq Yuliana A.P.

DPJP
dr. Salim S. Thalib, Sp. P

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


ANGKATAN III PERIODE SEPTEMBER 2018
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus berjudul “TB Paru Kasus Baru” ini disusun dalam rangka
mengikuti Program Intership Dokter Indonesia (PIDI) angkatan III periode September
2018.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Salim S. Thalib, Sp. P selaku DPJP pasien
2. dr. Baiq Yuliana A. P. selaku pembimbing PIDI
3. Rekan-rekan dokter Intership
4. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima
kasih

Mataram, 1 Maret 2019

Penulis
PORTOFOLIO

Topik: TB Paru Kasus Baru


Tanggal (Kasus): 26 Februari 2019 Presenter: dr. Dimas Pambudi Prakoso
Tanggal Presentasi: 23 April 2019 Pendamping: dr. Baiq Yuliana A. P.
Tempat Presentasi: RSI Siti Hajar
Objektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah
Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Deskripsi: Laki laki, 18 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 1
bulan SMRS
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan Email Pos
diskusi
Data Nama: Tn. I Umur: 18 tahun Pekerjaan: Tukang No. Reg.:
Pasien: Alamat: Sekarbela Agama: Islam 116361XXX
Suku Bangsa: Indonesia
Nama RS: RSI Siti Hajar Telp: - Terdaftar sejak: 26 Februari 2019
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
TB Paru Kasus Baru
2. Riwayat Pengobatan:
-
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit:
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk disertai
dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku batuknya
tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk berdarah diakui oleh pasien
sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar hanya sedikit sekitar 1-2 sendok makan.
Pasien juga mengeluh demam sejak batuk. Demam dirasakan naik turun dan
mengeluhkan munculnya keringat dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak
1 bulan belakangan mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu
makan. BAB pasien 1x sehari, konsistensi lunak, berbentuk, warna kecoklatan,
darah (-), lendir (-). BAK pasien frekuensinya 3-4x sehari berwarna kuning sejak 1
hari yang lalu.

4. Riwayat Keluarga:
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal
5. Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan:
Pasien tinggal di perkampungan. Teman kerja pasien memiliki keluhan serupa

1. Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Februari
2019 pada pukul 20.15 di Ruang Muzdalifah kelas 1.

Autoanamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk
berdarah diakui oleh pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar
hanya sedikit sekitar 1-2 sendok makan. Pasien juga mengeluh demam
sejak batuk. Demam dirasakan naik turun dan mengeluhkan munculnya
keringat dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak 1 bulan
belakangan mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu
makan. BAB pasien 1x sehari, konsistensi lunak, berbentuk, warna
kecoklatan, darah (-), lendir (-). BAK pasien frekuensinya 3-4x sehari
berwarna kuning sejak 1 hari yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga:


Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan batuk terus
menerus seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki riwayat
alergi, asma atau penyakit lainnya.
c. Lifestyle
Pasien bekerja sebagai tukang mutiara. Aktivitas sehari-hari
dirasakan tidak terlalu berat. Olahraga jarang dan tidak tentu. Kondisi
ekonomi tercukupi. Teman kerja pasien memiliki keluhan serupa.
2. Objektif

 Pada survei primer, didapatkan


o Airway: tidak ditemukan hambatan jalan nafas
o Breathing: laju pernafasan 20x/menit
o Circulation: tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit
o Disability: GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3mm, rc +/+
o Exposure / Environment : tidak ada keluhan, T= 38.4 °C

 Pada survei sekunder, didapatkan

Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak cowong
Hidung : simetris,
Telinga : sekret (-)
Mulut : lesi (-), membran mukosa kemerahan, lidah kotor (-)
Tenggorok: dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher : tidak ada kelainan

Thorax:
Pulmo
 Inspeksi : dinding dada simetris , retraksi (-)
 Palpasi : pergerakan nafas simetris D=S
 Perkusi : sonor +/+
 Auskultasi : suara dasar nafas vesikuler, rhonki +/+,
wheezing -/-
Cor
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : bentuk normal, datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien
tidak teraba
 Perkusi : timpani

Ekstremitas: akral hangat (+),nadi kuat, edema (-) pada seluruh


ekstremitas, CRT <2 detik

Fungsi Motorik: tidak diperiksa


Fungsi Sensorik: tidak diperiksa
Fungsi Nervi Kraniales: tidak diperiksa
Berat Badan : 60 kg

Pemeriksaan Penunjang:
Darah Lengkap (26/2/19)
Parameter Hasil Satuan Nilai normal
WBC 12,27 103/uL 4.50-11.00
LYMPH% 42,9 % 20.0-50.0
MONO% 5,2 % 2.0-9.0
EO% 2,0 % 1.0-5.0
BASO% 0,1 % 0.0-2.0
NEUT% 51,5 % 50.0-75.0
HGB 11,1 g/dL 13.5-18.0
HCT 42,9 % 40.0-54.0
MCV 88,5 fL 80.0-100.0
MCH 28,5 Pg 27.0-31.0
MCHC 35,5 g/dL 32.0-36.0
PLT 375 103/uL 150-440

Sputum BTA (26/2/19 – 27/2/19)


Parameter Hasil
Sewaktu +2
Pagi +3
Sewaktu +2
3. Resume
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk
berdarah diakui oleh pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar hanya
sedikit sekitar 1-2 sendok makan. Pasien juga mengeluh demam sejak
batuk. Demam dirasakan naik turun dan mengeluhkan munculnya keringat
dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak 1 bulan belakangan
mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu makan. BAB
pasien 1x sehari, konsistensi lunak, berbentuk, warna kecoklatan, darah (-),
lendir (-). BAK pasien frekuensinya 3-4x sehari berwarna kuning sejak 1 hari
yang lalu.
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan batuk terus menerus
seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi, asma
dan penyakit lainnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu aksila 38,4. Pada pemeriksaan
pulmo didapatkan Rhonki (+/+)
4. Assesment
Diagnosis: TB Paru Kasus Baru BTA +
Diagnosis Banding:
1. Pneumonia
2. Bronkiektasis
3. PPOK
4. Kanker Paru

5. Plan

Tatalaksana
 Non Medikamentosa
 Mencukupi kebutuhan cairan dengan pola yang sama melalui konsumsi
air putih dan cairan secara oral
 Medikamentosa
 IVFD NaCl 20 tpm
 Sanmol infus 500mg 3x1 (k/p) jika temperatur diatas 38°celcius. Jika
dibawah itu diganti per oral.
 Codein 10mg 3x1
 OAT 4x1 FDC

6. Prognosis
Dubia et bonam dengan pengobatan yang tepat dan teratur
BAB I
PENDAHULAN

Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua


pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan
TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan
semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan
ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan,
ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TB.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India
dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari
tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu
penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru
yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di
Indonesia.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


b. Nama : Tn. I
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Umur : 17 tahun
e. No. RM : 116361XXX
f. Alamat : Sekarbela
g. Pekerjaan : Tukang mutiara
h. Agama : Islam
i. Masuk RS Tanggal : 26 Februari 2019 jam 20.15

2.2 Keluhan Utama


Batuk berdahak terus menerus 1 bulan SMRS
2.3 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk berdarah
diakui oleh pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar hanya sedikit
sekitar 1-2 sendok makan. Pasien juga mengeluh demam sejak batuk. Demam
dirasakan naik turun dan mengeluhkan munculnya keringat dingin pada malam
hari. Pasien mengaku sejak 1 bulan belakangan mengalami penurunan berat
badan akibat penurunan nafsu makan. BAB pasien 1x sehari, konsistensi lunak,
berbentuk, warna kecoklatan, darah (-), lendir (-). BAK pasien frekuensinya 3-
4x sehari berwarna kuning sejak 1 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga:
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan batuk terus menerus seperti
ini sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi, asma dan penyakit
lainnya.
c. Lifestyle
Pasien bekerja sebagai tukang mutiara. Aktivitas sehari-hari dirasakan tidak
terlalu berat. Olahraga jarang dan tidak tentu. Kondisi ekonomi cukup. Teman
kerja pasien memiliki keluhan serupa
2.4 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tampakan umum : sedang
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 20,76 kg/m2
b. Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4V5M6
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit, simetris, teraba kuat
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Suhu tubuh : 38,4C
d. Kepala – Leher
Bentuk kepala normocephal, pursed lip breathing (-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), mata cowong (-), hidung tidak tampak kelainan.
e. Thorax
Pulmo
 Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : pergerakan nafas simetris D=S
 Perkusi : sonor +/+
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-
Cor
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen

 Inspeksi : bentuk normal, datar


 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
g. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, edema (-) pada seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
2.5 Pemeriksaan penunjang
Darah Lengkap (26/2/19)
Parameter Hasil Satuan Nilai normal
WBC 12,27 103/uL 4.50-11.00
LYMPH% 42,9 % 20.0-50.0
MONO% 5,2 % 2.0-9.0
EO% 2,0 % 1.0-5.0
BASO% 0,1 % 0.0-2.0
NEUT% 51,5 % 50.0-75.0
HGB 11,1 g/dL 13.5-18.0
HCT 42,9 % 40.0-54.0
MCV 88,5 fL 80.0-100.0
MCH 28,5 Pg 27.0-31.0
MCHC 35,5 g/dL 32.0-36.0
PLT 375 103/uL 150-440

Sputum BTA (26/2/19 – 27/2/19)


Parameter Hasil
Sewaktu +2
Pagi +3
Sewaktu +2
2.6 Diagnosis
TB Paru Kasus Baru BTA +

Diagnosis Banding:
1. Pneumonia
2. Bronkiektasis
3. PPOK
4. Kanker Paru

2.7 Manajemen
a. Promotif:
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat terjadi karena faktor
lingkungan
 Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini bila tidak dilakukan
pengobatan

b. Preventif :
 Istirahat yang cukup dan menghindari aktivitas yang berlebihan

c. Kuratif :
 Non Medikamentosa
 Mencukupi kebutuhan cairan dengan pola yang sama melalui konsumsi air
putih dan cairan secara oral
 Monitoring keluhan dan tanda vital
 Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm
 Sanmol infus 500mg 3x1 (k/p) jika temperatur diatas 38°celcius. Jika
dibawah itu diganti per oral.
 Codein 10mg 3x1
 OAT 4x1 FDC

d. Rehabilitatif
 Pasien disarankan untuk rutin berobat dan kontrol ke puskesmas karena
penyakit ini memang membutuhkan waktu pengobatan yang lama selama
minimal 6 bulan
 Mengharuskan pasien memiliki Pengawas Minum Obat (PMO) yang tegas
dan teratur
 Menganjurkan pasien untuk menghindari pajaran asap rokok atau polusi
asap lainnya yang dapat memperparah kondisi penyakitnya
Hari/tanggal Anamnesis dan pemeriksaan Rencana tatalaksana

Selasa / S/ Batuk sejak 1 bulan yang lalu. Saran Penunjang :


26/2/19 Batuk disertai dengan dahak
 Cek Sputum SPS
berwarna kuning dan kental.
 Rontgen Thoraks
Demam (+)
 Cek SGOT SGPT

O/ TTV: Terapi :
TD: 110/70 T: 38.4 RR: 20x/m,
 IVFD NaCl 20 tpm
HR: 80x/m
 Sanmol infus 500mg
Tho:
3x1 (k/p)
I = simetris
 Codein 10mg 3x1
P =simetris
P=
S S
S S
S S
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
+ +
+ +
- -
Wh
- -
- -
- -

A/ Klinis TB Paru
Rabu S/ Batuk (+) dahak kuning dan Terapi :
27/2/19 kental (+) Demam (+)
 IVFD NaCl 20 tpm
 Sanmol infus 500mg
O/ TTV:
3x1 (k/p)
TD: 110/70 T: 37,6 RR: 20x/m,
 Codein 10mg 3x1
HR: 88x/m
 FDC 4x1
Tho:
I = simetris
P =simetris
P=
S S
S S
S S
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
+ +
- -
- -
Wh
- -
- -
- -

BTA +2
BTA +3
A/ TB Paru Kasus Baru BTA +
Kamis / S/ Batuk (+) berkurang. Dahak Terapi :
28/2/19 kuning dan kental (+) Demam (-)
 IVFD NaCl 20 tpm
 Sanmol infus 500mg
O/ TTV:
3x1 (k/p)
TD: 110/70 T: 37,2 RR: 20x/m,
 Codein 10mg 3x1
HR: 88x/m
 FDC 4x1
Tho:
I = simetris Besok pasien diperbolehkan
P =simetris pulang dengan kontrol ke
P= puskesmas terdekat untuk
S S pengambilan obat dan
S S evaluasi BTA pada 2 bulan
S S berikutnya.
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
- +
- -
- -
Wh
- -
- -
- -

BTA +2
A/ TB Paru Kasus Baru BTA +
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan


disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang
paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal,
tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun.

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup


terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman
Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

3.2 Cara Penularan


Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3.3 Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
(2 triliyun manusia ) terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis. Angka infeksi
tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis
terutama menonjol di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak,
perawatan kesehatan yang kurang dan perpindahan penduduk. Pada tahun 1995,
diperkirakan ada 9 juta pasienTB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-
negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari
pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Gambar 1 Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang
berkembang.
 Kegagalan program TB selama ini
 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan
 Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
TB yang sulit ditangani.

3.4 Faktor Risiko


 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA (+).
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
 HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit
TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.

3.5 Etiologi
Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

3.6 Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan –
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar
dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.
Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.
Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut
sarang prime atau afek prime atau sarang (fokus) Ghon.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks
primer ini selanjutnya dapat menjadi:
 Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
 Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi
di hilus
 Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke
skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya,
c). Secara limfogen, d). Secara hematogen

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) :


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya ke daerah parenkhim dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

3.7 Diagnosis
Anamnesis
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB Paru
adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:
1. Gejala pernapasan (batuk darah, sesak nafas, nyeri dada) dan/atau
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).

Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan
perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pemeriksaan
tanda vital tergantung dari luasnya lesi pada paru, bila kerusakan paru cukup luas maka
pasien akan terlihat sesak dengan frekuensi napas dan frekuensi nadi meningkat.
Kelainan paru umumnya pada daerah lobus superior. Dapat ditemukan suara napas
bronchial amforik, melemah, ronki basah

Pemeriksaan Radiologis
Pada TB umumnya terlihat bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Gambaran lain yang dapat
menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

Diagnosis Tuberkulosis (TB)


Diagnosis Pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC 2014)
Standar Diagnosis
1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus waspada
terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi
klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.
2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang
tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
3. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan dahak, harus
diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1
spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF, yang diperiksa di
laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya adalah spesimen
pagi. Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya
melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi
darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak digunakan untuk
mendiagnosis TB aktif.
4. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang
terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF
direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga
meningitis karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.
5. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF negatif
pada pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera diberikan
pengobatan anti tuberkulosis setelah pemeriksaan kultur.
Gambar 2. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa
2.8 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi pasien TB berdasarkan definisi
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi Pasien TB terdiagnosis secara Klinis**
pemeriksaan Bakteriologis*
a. Pasien TB paru BTA positif a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis
positif secara klinis maupun laboratoris dan
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi histopatologis tanpa konfirmasi
secara bakteriologis, baik dengan BTA, bakteriologis.
biakan maupun tes cepat dari contoh uji c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim
jaringan yang terkena. skoring.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan
pemeriksaan bakteriologis.
* Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa memandang

apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum


** Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis

positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang
sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis

Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit, riwayat pengobatan
sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, dan status HIV.

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:


- Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
- Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Pasien baru TB
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah
pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB
Pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥
dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
- Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
- Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
- Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
- Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
- Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
- Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
- Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).

3.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan:
1. Menyembuhkan pasien dan memeperbaiki produktivitas serta kualitas hidup
2. Mencegah terjadinya kematian akibat TB aktif atau dampak buruk selanjutnya
3. Mencegah kekambuhan TB.
4. Mengurangi penularan TB
5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya
Prinsip-prinsip terapi:
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
- Pengobatan yang diberikan dalam bentuk paduan OAT yang yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
- Diberikan dalam dosis yang tepat
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Tahapan Pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
- Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada adalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
- Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa
kuman persisten sehingga pasien dapat sembu dan mencegah terjadinya
kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2. OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
gout arthritis
Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopenia
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer

Paduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis di
Indonesia adalah:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
- Pasien TB paru terdiagnosis klinis
- Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosisr obat antituberkulosis KDT/FDC
Berat Fase intensif Fase lanjutan
badan Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
(kg) (R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
- Pasien kambuh
- Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Tabel 4. Dosis obat antituberkulosis KDT/FDC kategori 2
Berat badan Fase intensif (tiap hari) Fase lanjutan (3xseminggu)
(kg) RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
38-54 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
55-70 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
>71 5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
Streptomisin injeksi Etambutol

3. Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR


4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapremisin, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu Pirazinamid dan
etambutol.

Evaluasi pengobatan
a. Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
- Evaluasi respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit, bila terdapat efek samping berat  Rujuk.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
b. Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan)
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis: sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan
- Bila dahak tidak konversi  Rujuk.
c. Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan)
- Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan kecuali pada kasus yang dipikirkan terdapat
keganasan dapat dilakukan 1 (satu) bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan.
- Bila tidak terdapat perbaikan atau terjadi perburukan secara radiologi  Rujuk.
d. Evaluasi efek samping secara klinis
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap. Fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin), fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
dan gula darah, serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman.

Hasil pengobatan TB
Tabel 5. Hasil pengobatan TB
Hasil pengobatan Definisi
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana
lengkap pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif
namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau
kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil
laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau
sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow-up) terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk
dievaluasi dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah
pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
2.10 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi.
Komplikasi  Obstruksi jalan napas  SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma
paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas
TB.

2.11 Prognosis
Dubia et bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku
batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk berdarah diakui oleh
pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar hanya sedikit sekitar 1-2 sendok
makan. Pasien juga mengeluh demam sejak batuk. Demam dirasakan naik turun dan
mengeluhkan munculnya keringat dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak 1
bulan belakangan mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu makan.
Berdasarkan gejala diatas, pasien diduga terinfeksi tuberkulosis paru karena terdapat
gejala respiratorik berupa batuk >2 minggu disertai keluarnya darah serta terdapat
gejala sistemik berupa demam , tidak nafsu makan, penurunan berat badan dan
munculnya keringat malam.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk berguna untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang/sputum. Gejala sistemik yang muncul
seperti demam terjadi akibat respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan
hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperature yang lebih tinggi untuk sesaat.
Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang berlebihan akan
dikeluarkan melalui keringat. Keringat malam disebabkan oleh irama temperature
sirkadian normal yang berlebihan. Suhu pada pagi hari lebih rendah sedangkan
meningkat pada sore hari pada pukul 18.00, sehingga demam/keringat malam
dihubungkan oleh sirkardian ini.
Pada pemeriksaan fisik, terdengar suara tambahan nafas berupa ronki yang
disebabkan karena adanya cairan/mukus saat udara melewati jalan nafas.
Pada pemeriksaan sputum BTA. Didapatkan hasil sputum BTA +2 pada tanggal
26 Februari 2019, BTA +3 pada tanggal 27 Februari 2019 dan BTA +2 pada tanggal
27 Februari 2019.
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan diatas, pasien mengalami TB Paru kasus
baru BTA + , dikarenakan sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat TB dan tidak
pernah meminum OAT sebelumnya. Pasien mendapatkan OAT kategori 1 yang
diminum secara rutin dan sangat dianjurkan untuk rutin kontrol ke puskesmas beserta
PMO pasien.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien laki-laki, 17 tahun, dengan keluhan utama
batuk 1 bulan terus menerus SMRS dan gejala lain sesuai kriteria dari penegakan
diagnosis kerja TB Paru Kasus Baru. Pasien mendapatkan terapi oat sesuai dengan
pedoman tatalaksana TB Paru. Pasien telah menerima penanganan yang tepat dan
adekuat dari rumah sakit. Pasien mengalami kemajuan yang baik dan dapat KRS
pada hari ke 3 rawat inap.

5.2 Saran
Diharapkan tenaga medis selalu memperbaharui pemahaman mengenai
diagnosis, dan penatalaksanaan TB Paru secara tepat dan adekuat untuk pengobatan
yang optimal karena pedoman penatalaksaan tuberkulosis selalu berkembang dari
waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
2. Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2014.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2011.

Anda mungkin juga menyukai