Oleh
dr. Dimas Pambudi Prakoso
Pembimbing
dr. Baiq Yuliana A.P.
DPJP
dr. Salim S. Thalib, Sp. P
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus berjudul “TB Paru Kasus Baru” ini disusun dalam rangka
mengikuti Program Intership Dokter Indonesia (PIDI) angkatan III periode September
2018.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Salim S. Thalib, Sp. P selaku DPJP pasien
2. dr. Baiq Yuliana A. P. selaku pembimbing PIDI
3. Rekan-rekan dokter Intership
4. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima
kasih
Penulis
PORTOFOLIO
4. Riwayat Keluarga:
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal
5. Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan:
Pasien tinggal di perkampungan. Teman kerja pasien memiliki keluhan serupa
1. Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Februari
2019 pada pukul 20.15 di Ruang Muzdalifah kelas 1.
Autoanamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk
berdarah diakui oleh pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar
hanya sedikit sekitar 1-2 sendok makan. Pasien juga mengeluh demam
sejak batuk. Demam dirasakan naik turun dan mengeluhkan munculnya
keringat dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak 1 bulan
belakangan mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu
makan. BAB pasien 1x sehari, konsistensi lunak, berbentuk, warna
kecoklatan, darah (-), lendir (-). BAK pasien frekuensinya 3-4x sehari
berwarna kuning sejak 1 hari yang lalu.
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak cowong
Hidung : simetris,
Telinga : sekret (-)
Mulut : lesi (-), membran mukosa kemerahan, lidah kotor (-)
Tenggorok: dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher : tidak ada kelainan
Thorax:
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris , retraksi (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris D=S
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : suara dasar nafas vesikuler, rhonki +/+,
wheezing -/-
Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : timpani
Pemeriksaan Penunjang:
Darah Lengkap (26/2/19)
Parameter Hasil Satuan Nilai normal
WBC 12,27 103/uL 4.50-11.00
LYMPH% 42,9 % 20.0-50.0
MONO% 5,2 % 2.0-9.0
EO% 2,0 % 1.0-5.0
BASO% 0,1 % 0.0-2.0
NEUT% 51,5 % 50.0-75.0
HGB 11,1 g/dL 13.5-18.0
HCT 42,9 % 40.0-54.0
MCV 88,5 fL 80.0-100.0
MCH 28,5 Pg 27.0-31.0
MCHC 35,5 g/dL 32.0-36.0
PLT 375 103/uL 150-440
5. Plan
Tatalaksana
Non Medikamentosa
Mencukupi kebutuhan cairan dengan pola yang sama melalui konsumsi
air putih dan cairan secara oral
Medikamentosa
IVFD NaCl 20 tpm
Sanmol infus 500mg 3x1 (k/p) jika temperatur diatas 38°celcius. Jika
dibawah itu diganti per oral.
Codein 10mg 3x1
OAT 4x1 FDC
6. Prognosis
Dubia et bonam dengan pengobatan yang tepat dan teratur
BAB I
PENDAHULAN
Diagnosis Banding:
1. Pneumonia
2. Bronkiektasis
3. PPOK
4. Kanker Paru
2.7 Manajemen
a. Promotif:
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat terjadi karena faktor
lingkungan
Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini bila tidak dilakukan
pengobatan
b. Preventif :
Istirahat yang cukup dan menghindari aktivitas yang berlebihan
c. Kuratif :
Non Medikamentosa
Mencukupi kebutuhan cairan dengan pola yang sama melalui konsumsi air
putih dan cairan secara oral
Monitoring keluhan dan tanda vital
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Sanmol infus 500mg 3x1 (k/p) jika temperatur diatas 38°celcius. Jika
dibawah itu diganti per oral.
Codein 10mg 3x1
OAT 4x1 FDC
d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk rutin berobat dan kontrol ke puskesmas karena
penyakit ini memang membutuhkan waktu pengobatan yang lama selama
minimal 6 bulan
Mengharuskan pasien memiliki Pengawas Minum Obat (PMO) yang tegas
dan teratur
Menganjurkan pasien untuk menghindari pajaran asap rokok atau polusi
asap lainnya yang dapat memperparah kondisi penyakitnya
Hari/tanggal Anamnesis dan pemeriksaan Rencana tatalaksana
O/ TTV: Terapi :
TD: 110/70 T: 38.4 RR: 20x/m,
IVFD NaCl 20 tpm
HR: 80x/m
Sanmol infus 500mg
Tho:
3x1 (k/p)
I = simetris
Codein 10mg 3x1
P =simetris
P=
S S
S S
S S
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
+ +
+ +
- -
Wh
- -
- -
- -
A/ Klinis TB Paru
Rabu S/ Batuk (+) dahak kuning dan Terapi :
27/2/19 kental (+) Demam (+)
IVFD NaCl 20 tpm
Sanmol infus 500mg
O/ TTV:
3x1 (k/p)
TD: 110/70 T: 37,6 RR: 20x/m,
Codein 10mg 3x1
HR: 88x/m
FDC 4x1
Tho:
I = simetris
P =simetris
P=
S S
S S
S S
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
+ +
- -
- -
Wh
- -
- -
- -
BTA +2
BTA +3
A/ TB Paru Kasus Baru BTA +
Kamis / S/ Batuk (+) berkurang. Dahak Terapi :
28/2/19 kuning dan kental (+) Demam (-)
IVFD NaCl 20 tpm
Sanmol infus 500mg
O/ TTV:
3x1 (k/p)
TD: 110/70 T: 37,2 RR: 20x/m,
Codein 10mg 3x1
HR: 88x/m
FDC 4x1
Tho:
I = simetris Besok pasien diperbolehkan
P =simetris pulang dengan kontrol ke
P= puskesmas terdekat untuk
S S pengambilan obat dan
S S evaluasi BTA pada 2 bulan
S S berikutnya.
A=
SN :
V V
V V
V V
Rh
- +
- -
- -
Wh
- -
- -
- -
BTA +2
A/ TB Paru Kasus Baru BTA +
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.3 Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
(2 triliyun manusia ) terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis. Angka infeksi
tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis
terutama menonjol di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak,
perawatan kesehatan yang kurang dan perpindahan penduduk. Pada tahun 1995,
diperkirakan ada 9 juta pasienTB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-
negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari
pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Gambar 1 Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang
berkembang.
Kegagalan program TB selama ini
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan
Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
TB yang sulit ditangani.
3.5 Etiologi
Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
3.6 Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan –
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar
dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.
Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.
Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut
sarang prime atau afek prime atau sarang (fokus) Ghon.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks
primer ini selanjutnya dapat menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi
di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke
skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya,
c). Secara limfogen, d). Secara hematogen
3.7 Diagnosis
Anamnesis
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB Paru
adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:
1. Gejala pernapasan (batuk darah, sesak nafas, nyeri dada) dan/atau
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan
perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pemeriksaan
tanda vital tergantung dari luasnya lesi pada paru, bila kerusakan paru cukup luas maka
pasien akan terlihat sesak dengan frekuensi napas dan frekuensi nadi meningkat.
Kelainan paru umumnya pada daerah lobus superior. Dapat ditemukan suara napas
bronchial amforik, melemah, ronki basah
Pemeriksaan Radiologis
Pada TB umumnya terlihat bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Gambaran lain yang dapat
menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang
sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit, riwayat pengobatan
sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, dan status HIV.
3.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan:
1. Menyembuhkan pasien dan memeperbaiki produktivitas serta kualitas hidup
2. Mencegah terjadinya kematian akibat TB aktif atau dampak buruk selanjutnya
3. Mencegah kekambuhan TB.
4. Mengurangi penularan TB
5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya
Prinsip-prinsip terapi:
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
- Pengobatan yang diberikan dalam bentuk paduan OAT yang yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
- Diberikan dalam dosis yang tepat
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Tahapan Pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
- Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada adalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
- Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa
kuman persisten sehingga pasien dapat sembu dan mencegah terjadinya
kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2. OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
gout arthritis
Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopenia
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer
Paduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis di
Indonesia adalah:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
- Pasien TB paru terdiagnosis klinis
- Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosisr obat antituberkulosis KDT/FDC
Berat Fase intensif Fase lanjutan
badan Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
(kg) (R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
- Pasien kambuh
- Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Tabel 4. Dosis obat antituberkulosis KDT/FDC kategori 2
Berat badan Fase intensif (tiap hari) Fase lanjutan (3xseminggu)
(kg) RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
38-54 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
55-70 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
>71 5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
Streptomisin injeksi Etambutol
Evaluasi pengobatan
a. Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
- Evaluasi respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit, bila terdapat efek samping berat Rujuk.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
b. Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan)
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis: sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan
- Bila dahak tidak konversi Rujuk.
c. Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan)
- Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan kecuali pada kasus yang dipikirkan terdapat
keganasan dapat dilakukan 1 (satu) bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan.
- Bila tidak terdapat perbaikan atau terjadi perburukan secara radiologi Rujuk.
d. Evaluasi efek samping secara klinis
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap. Fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin), fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
dan gula darah, serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman.
Hasil pengobatan TB
Tabel 5. Hasil pengobatan TB
Hasil pengobatan Definisi
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana
lengkap pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif
namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau
kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil
laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau
sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow-up) terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk
dievaluasi dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah
pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
2.10 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi.
Komplikasi Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma
paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas
TB.
2.11 Prognosis
Dubia et bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poli Paru RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan batuk
disertai dengan dahak berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku
batuknya tidak terlalu mengganggu aktivitas. Riwayat batuk berdarah diakui oleh
pasien sekitar 3 hari yang lalu. Darah yang keluar hanya sedikit sekitar 1-2 sendok
makan. Pasien juga mengeluh demam sejak batuk. Demam dirasakan naik turun dan
mengeluhkan munculnya keringat dingin pada malam hari. Pasien mengaku sejak 1
bulan belakangan mengalami penurunan berat badan akibat penurunan nafsu makan.
Berdasarkan gejala diatas, pasien diduga terinfeksi tuberkulosis paru karena terdapat
gejala respiratorik berupa batuk >2 minggu disertai keluarnya darah serta terdapat
gejala sistemik berupa demam , tidak nafsu makan, penurunan berat badan dan
munculnya keringat malam.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk berguna untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang/sputum. Gejala sistemik yang muncul
seperti demam terjadi akibat respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan
hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperature yang lebih tinggi untuk sesaat.
Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang berlebihan akan
dikeluarkan melalui keringat. Keringat malam disebabkan oleh irama temperature
sirkadian normal yang berlebihan. Suhu pada pagi hari lebih rendah sedangkan
meningkat pada sore hari pada pukul 18.00, sehingga demam/keringat malam
dihubungkan oleh sirkardian ini.
Pada pemeriksaan fisik, terdengar suara tambahan nafas berupa ronki yang
disebabkan karena adanya cairan/mukus saat udara melewati jalan nafas.
Pada pemeriksaan sputum BTA. Didapatkan hasil sputum BTA +2 pada tanggal
26 Februari 2019, BTA +3 pada tanggal 27 Februari 2019 dan BTA +2 pada tanggal
27 Februari 2019.
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan diatas, pasien mengalami TB Paru kasus
baru BTA + , dikarenakan sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat TB dan tidak
pernah meminum OAT sebelumnya. Pasien mendapatkan OAT kategori 1 yang
diminum secara rutin dan sangat dianjurkan untuk rutin kontrol ke puskesmas beserta
PMO pasien.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien laki-laki, 17 tahun, dengan keluhan utama
batuk 1 bulan terus menerus SMRS dan gejala lain sesuai kriteria dari penegakan
diagnosis kerja TB Paru Kasus Baru. Pasien mendapatkan terapi oat sesuai dengan
pedoman tatalaksana TB Paru. Pasien telah menerima penanganan yang tepat dan
adekuat dari rumah sakit. Pasien mengalami kemajuan yang baik dan dapat KRS
pada hari ke 3 rawat inap.
5.2 Saran
Diharapkan tenaga medis selalu memperbaharui pemahaman mengenai
diagnosis, dan penatalaksanaan TB Paru secara tepat dan adekuat untuk pengobatan
yang optimal karena pedoman penatalaksaan tuberkulosis selalu berkembang dari
waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA