Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi hampir di setiap masyarakat

di dunia, merupakan penyakit yang tidak menular dan masih menjadi masalah

dalam bidang kesehatan. Hipertensi adalah suatu kondisi kronis dengan tekanan

di arteri meningkat, dan menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari

aktivitas biasanya, untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah. Menurut WHO dan JNC7 hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

akibat kerja jantung yang ekstra diakibatkan gangguan di dalam pembuluh darah

yang menyebabkan tekanan sistol lebih dari 140 mmHg dan diastol lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup istirahat atau tenang. Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial)

dan hipertensi sekunder. Sekitar 90–95% kasus tergolong hipertensi primer, yang

berarti tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas. Sedangkan pada

hipertensi sekunder terdapat sekitar 5 – 10 % kasus yang dapat mempengaruhi

ginjal, arteri, jantung, dan sistem endokrin ( infodatin.,2015:2).

Pada umumnya hipertensi tidak memberikan keluhan dan gejala yang khas

sehingga banyak penderita yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu hipertensi

dikatakan sebagai the silent killer. Berdasarkan data WHO tahun 2014 terdapat

sekitar 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia. Prevalensi tertinggi di wilayah

Afrika sebesar 30 % dan terendah di wilayah Amerika sebesar 18 %. RISKESDAS

pada tahun 2013 mencatat prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 28,5 %

dengan prevalensi tertinggi terdapat di Bangka Belitung (30, 9 %) selanjutnya

Kalimantan selatan (30,8 %) , kalimantan timur (29,6 %) dan jawa barat (29,4 %)

( Ratnawati et al., 2016: 1 ).

1
Penuaan merupakan sebuah proses yang terjadi secara alami dan tidak

dapat dihindari oleh setiap orang. Menurut WHO tahun 2012 proporsi jumlah

penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih, dalam populasi dunia meningkat dari

800 juta penduduk menjadi 2 milyar atau mengalami lonjakan dari 10% hingga

22%. Seiring bertambahnya usia maka fungsi fisiologis tubuh akan mengalami

penurunan dan proses penurunan fungsi tersebut merupakan proses degeneratif.

Akibat dari penurunan proses degeneratif penyakit yang tidak menular sering

muncul. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga

rentan terkena infeksi penyakit menular. Salah satu proses degeneratif yang terjadi

adalah pada sistem kardiovaskuler dan penyakit kardiovaskuler yang sering

dijumpai pada lansia salah satunya adalah hipertensi (salafudin et al., 2015:2 ).

Angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lansia, usia

di atas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% sampai 80% dari populasi

lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia mengalami hipertensi. Keadaan ini didukung

oleh penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi meningkat seiring

dengan pertambahan usia. pada sebuah penelitian di China prevalensi hipertensi

sebesar 53% dan keadaan serupa di temukan di Sao Paulo dengan prevalensi

hipertensi pada lansia sebesar 70%. di Indonesia, pada usia 25-44 tahun

prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun sebesar 51% dan pada

usia >65 tahun sebesar 65%. Dibandingkan usia 55-59 tahun, pada usia 60- 64

tahun terjadi peningkatan risiko hipertensi sebesar 2,18 kali, usia 65-69 tahun

sebesar 2,45 kali dan usia >70 tahun sebesar 2,97 kali (Ratnawati et al., 2016:1).

2
1.2 Rumusan masalah

Bagaimana gambaran karakteristik pasien lansia dengan diagnosa

hipertensi di puskesmas kotaraja periode 2017 ?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan khusus

Mengetahui gambaran karakteristik pasien lansia dengan diagnosa

hipertensi di puskesmas kotaraja periode 2017

1.3.1 Tujuan umum

1. Mengetahui gambaran karakeristik jenis kelamin pada pasien lansia

dengan diagnosa hipertensi.

2. Mengetahui gambaran karakteristik usia pada pasien lansia dengan

diagnosa hipertensi

3. Mengetahui gambaran karakteristik indeks massa tubuh pasien lansia

dengan diagnosa hipertensi

1.4 Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan sebagai seorang calon dokter serta,

memahami dan mengerti penelitian yang telah di teliti, agar dapat

membantu mencegah dan mengurangi resiko hipertensi di kalangan

masyarakat khususnya lansia.

2. Puskesmas kotaraja

Dari hasil penelitian ini diharapkan staff dan jajaran tenaga medis

puskesmas kotaraja dapat membantu dalam penyuluhan dan sosialisasi

kepada masyarakat yang khususnya lansia agar dapat membantu

menurunkan resiko hipertensi terhadap lansia.

3
3. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat agar cepat,

sigap, dan tanggap dalam mengetahui gejala, penyebab, perilaku tentang

penyakit hipertensi, agar dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi.

Terutama terhadap lansia, selalu mengevaluasi dan mengontrol tekanan

darah, asupan makanan, tidak merokok dan melalaukan olahraga secara

teratur agar tidak beresiko terjadi penyakit hipertensi yang bisa memicu

penyakit yang berbahaya dan mematikan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian hipertensi

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding

pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri ketika

darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan bervariasi

tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi

terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika

ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan hipertensi, tekanan darah

meningkat yang ditimbulkan karena darah dipompakan melalui pembuluh darah

dengan kekuatan berlebih (agnesia .,2012:8).

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada

dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka

waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal),

jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien

hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat

(infodatin.,2015: 1).

2.2 Klasifikasi

Dalam penanganan hipertensi para ahli mengacu pada guidline – guidline

yang ada. Salah satu guidline terbaru yang dapat menjadi acuan dalam penangan

hipertensi di indonesia adalah guidline joint nasional commite (JNC) 8 yang di

publikasikan tahun 2014. Guidline hipertensi evidence based ini berfokus pada 3

pertanyaan yaitu :

5
1. Pada pasien hipertensi dewasa apakah memulai terapi farmakologis

antihipertensi pada batas tekanan darah spesifik memperbaiki outcome

kesehatan ?

2. Pada pasien hipertensi dewasa apakah terapi farmakologis antihipertensi

dengan target tekanan darah spesifik memperbaiki outcome ?

3. Pada pasien hipertensi dewasa apakah terapi pemberian obat hipertensi

dari kelas dan jenis berbeda mempunyai outcome manfaat dan resiko yang

berbeda ?

Guidline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi

(berdasarkan refleksi 3 pernyataan di atas):

1. Pada populasi umum berusia ≥ 60 tahun terapi farmakologis untuk

menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 150

mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan target sistolik <

150 mmHg dan target diastolik < 90 mmHg

2. Pada populasi umum < 60 tahun terapi farmakologis untuk menurunkan

tekanan darah dimulai jika tekanan diastoik ≥ 90 mmHg dengan target

tekanan darah diastolik < 90 mmHg (untuk usia 30 -59 tahun strong

recommendation – grade A, untuk usia 18 – 29 tahun expert opinion –

grade E)

3. Pada populasi umum < 60 tahun terapi farmakologis untuk menurunkan

tekanan darah jika tekanan darah sistoik ≥ 140 mmHg dengan target

tekanan darah sistolik < 140 mmHg (expert opinion - grade E)

4. Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg dengan

target tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan target tekanan darah

diastolik < 90 mmHg (expert opinion grade - E)

6
5. Pada populasi berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis

untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan target tekanan

darah sistolik < 140 mmHg dan target tekanan darah diastolik < 90 mmHg

(expert opinion grade - E)

6. Pada populasi non kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes

terapi hipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazid, calcium

channel bloker (CCB), angiotensin – converting enzyme inhibitor (ACEI),

angiotensin receptor bloker (ARB) (moderate recomendation grade - B)

7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi

antihipertensi awalnya sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB

(untuk populasi kulit hitam moderate recommendation – grade B, untuk kulit

hitam dengan diabetes weak recommendation – grade C)

8. Pada populasi berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi

antihipertensi awal (atau tambahan) mencakup ACEI, ARB untuk

meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit

ginjal kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes.

(moderate recommendation – grade B)

9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan memepertahankan

target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1

bulan perawatan, tingkatkan dosis awal obat atau tambahkan obat kedua

dari salah satu kelas obat yang direkomendasikan (thiazide tipe diuretik,

CCB, ACEI, ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan

menyesuaikan regimen perwatan sampai target tekanan darah dicapai.

Jika target tekanan drah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan

titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB

bersamaan pada satu pasien. Jika terget tekanan darah tidak tercapai

7
melalui obat yang telah direkomendasikan karena kontraindikasi atau perlu

menggunakan lebih dari 3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat

digunkan. Rujukan ke spesialis hipertensi mungkin diindikasikan jika target

tekanan darah tidak tercapai dengan strategi diatas atau untuk penangan

pasien komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan.

(muhadi.,2016:56-57)

Bagan algoritma penanganan hipertensi JNC 8

8
Klasifikasi hipertensi menurut penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu

sekunder dan primer. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena

peningkatan persisten tekanan arteri akibat kegagalan mekanisme kontrol

homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Terjadi hampir 95 %

kasus dan faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas

susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko

seperti obesitas dan merokok. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal

merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari

kasus-kasus hipertensi. semua hipertensi sekunder berhubungan dengan

gangguan sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik seperti sindroma

cushing, dan hiperaldosteronisme primer (Agnesia.,2012:4).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu

hipertensi benigna dan hipertensi maligna. Hipertensi benigna adalah keadaan

hipertensi yang tidak menimbulkan gejala – gejala dan di temukan pada saat

pasien mengontrol kembali kesehatannya. Hipertensi maligna adalah keadaan

hipertensi yang membahayakan dan disertai dengan komplikasi organ seperti

otak, jantung dan ginjal (Nurhaedar jafar.,2010:4).

Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibedakan menjadi tiga golongan yaitu

hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik

(isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa

diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan

diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada

anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada

tekanan sistolik dan diastolik (Bahan kedokteran.,2010:5 ).

9
2.3 Patofisiologi

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.

Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan

penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta

dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Corwin, 2005). (Novita ST.,2014:12 )

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan peningkatan tahanan

perifer Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak

terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki

sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang

disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan

darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat

kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex

kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia,

susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.

Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara

sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan

vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka

panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang

melibatkan berbagai organ (Bianti nuraini., 2015: 8).

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula

jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

10
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

kontriksi pembuluh darah, Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin. Dimana dengan

di lepaskannya norepinefrin dapat memicu terjadinya hipertensi. Pada saat

bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan

steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.

Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat

menyebabkan pelepasan renin (Novita ST.,2014:12).

Renin merangsang terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin I-converting enzyme (ACE). Darah mengandung angiotensinogen

yang diproduksi di hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan

diubah menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh

ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu

(Agnesia.,2012:10) :

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

Hormon ADH di produksi di hipotalamus yang berperan sebagai

mengatur osmolaritas dan volume urine. Dengan meningkatnya ADH,

sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis)

sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk

11
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah

meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi

ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya

meningkatkan volume dan tekanan darah.

2.4 Tanda dan gejala

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat

ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala-gejala penyakit yang

biasa terjadi baik pada penderita hipertensi ataupun dalam keadaan normal yaitu

sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, wajah kemerahan,

sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,

berdebar dan sering kencing di malam hari (Novita ST.,2014:14-11).

Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan

adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan

anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan

yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk

memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Untuk menilai pemeriksaan fisik

dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), yaitu perdarahan,

eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan

edema pupil (edema pada diskus optikus) ( margareth EM.,2011:10).

12
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi

gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)

yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang

mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,

2008) (Novita ST.,2014:14-15).

2.5 Diagnosa

2.5.1 Anamnesa

Anamnesis merupakan awal dari seorang petugas medis atau dokter

untung mendiagnosa penyakit suatu seseorang yang di derita atau dialami. Dalam

mendiagnosa hipertensi meliputi beberapa cara berikut (chris tanto et all.,2014:

635-636) :

1. Lamanya penderita terkena hipertensi dan derajat tekanan darah.

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder meliputi :

- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

- Infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat – obat analgesik

- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

- Episode berkeringat, kecemasan, sakit kepala,.

3. Faktor resiko

- Riwayat hipertensi pada pasien maupun keluarga pasien

- Riwayat hiperlipidemi

- Riwayat diabetes mellitus

- Kebiasaan merokok

- Pola hidup yang tidak sehat

4. Gejala kerusakan organ

- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, dan gangguan penglihatan ,

transient ischemik defisit sensorik atau motoris

- Ginjal : haus, poliuri, nokturia, hematuri.

13
- Jantung : nyeri dada, sesak, bengkak pada kaki.

- Arteri perifer : extremitas dingin, klaudikasio intermitten

5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya

6. Faktor – faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.

2.5.2 pemeriksaan fisik

Diagnosa hipertensi dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik

menggunakan “sphygmomanometer” air raksa. pengukuran dilakukan lebih dari

satu kali agar akurat, dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas

meja dengan posisi tangan menghadap ke atas dan posisi lengan setinggi jantung.

Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang dan pada saat pengukuran

stetoskop harus tepat di arteri brachialis. pasien tidak diperbolehkan untuk

mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat mempengaruhi dan

meningkatkan tekanan darah seperti, kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, dan

alkohol (gilang.,2013:17-18).

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang bagi seseorang yang terkena hipertensi dibagi

menjadi dua yaitu memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi, dan

pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder (chris tanto et

all.,2014: 635-636) :

a. Memeriksa komplikasi atau sedang terjadi:

- Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, kadar ureum, kreatinin,

gula darah, lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan urinalis.

- Pemeriksaan lain : elektrolardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto

thoraks, ekokardiografi.

b. Pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder :

- Hipertiroidisme / hipotiroidisme : fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3)

14
- Hiperparatiroidisme : kadar PTH Ca2++

- Hiperaldosteronisme primer : kadar aldosteron, plasma, renin

plasma, CT scan abdomen, kadar serum Na + ↑, K+ ↓

- Sindrom cushing : kadar kortisol urine 24 jam

- Hipertensi renovaskulkar : CT angiografi arteri renalis, USG ginjal,

dropller sonografi.

2.6 Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya hipertensi terbagi dalam 2 macam yaitu faktor yang

tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah berikut adalah penjabaran faktor

– faktor tersebut (Novita ST.,2014:25-29) :

1. Faktor resiko tidak dapat diubah

a. Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. dengan bertambahnya

umur resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Hipertensi

dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40 %. Dengan

kematian sekitar diatas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan

pertambahan umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada

pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi lebih sempit dan

dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi

peningkatan tekanan darah sistolik .

b. Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi dimana pria

lebih sering terkena dibanding dengan wanita. Pria diduga memiliki

gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki manopause,

prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun,

15
terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan

dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.

c. Keturunan

Riwayat keluarga mempengaruhi terjadinya faktor resiko hipertensi.

faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, faktor

genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan

renin membran sel. Sehingga bila proses metabolisme terganggu akan

meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.

2. Faktor resiko yang dapat diubah

a. Kegemukan (Obesitas)

Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan

antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Berat

badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama

tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi

hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seorang yang badannya normal.

b. Psikososial dan stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,

dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar

adrenal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut

lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

c. Merokok

16
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak

lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses

arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan

denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot

jantung.

d. Konsumsi alkohol berlebih

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum

jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam

menaikkan tekanan darah. Dan juga bila dikonsumsi lebih dari 2-3

gelas setiap harinya.

e. Konsumsi garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

meningkatkan volume dan tekanan darah. natrium adalah kation utama

dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam

darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur

atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue

(NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin (monosodium

glutamate). Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang

dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi.

f. Hiperlipidemia / hiperkolesterolemia

Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis

yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah

sehingga tekanan darah meningkat. Kelainan metabolisme lipid

(lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolestrol total,

17
trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam

darah.

2.7 Komplikasi hipertensi

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya

sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang

berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta

ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita

menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada

penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya (gilang.,2013:18-19).

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark

miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy- included

hypertension (PIH). stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat

disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. stroke iskemik disebabkan oleh

oklusi 24 fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan

glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. stroke dapat timbul akibat

pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari

pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. stroke dapat terjadi pada hipertensi

kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.

Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Gilang Y A ., 2013: 11).

2.8 Penatalaksanaan hipertensi

2.8.1 Non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat terbukti menurunkan resiko terjadinya penyakit

hipertensi. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1 (140 – 90 mmHg)

18
sangat dianjurkan untuk melakukan pola hidup sehat secara teratur selam 4 – 6

bulan. Bila selama jangka waktu tersebut tidak ditemukan menurunnya tekanan

darah , maka dianjurkan untuk melakukan terapi farmakologis. (arieska A S et all.,

2015).

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak giidelines adalah:

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan

manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari

diabetes dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan

lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak

jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan

cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang,

diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat

antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan

garam tidak melebihi 2 gr/ hari

 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60

menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan

darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga

secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,

mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di

tempat kerjanya.

 Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum

menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alkohol

semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan

dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas

19
per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan

tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi

alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti

berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok

merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan

pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

2.8.2 Farmakologis

Pengobatan dengan antihipertensi harus dimulai dengan dosis rendah agar

tekanan darah tidak terlalu menurun sesuai yang diharapkan. Kemudian, setiap 1-

2 minggu dosis berangsur – angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang

diinginkan, dengan metode start low, go slow. Sama halnya untuk pemberhentian

terapi harus dihentikan secara berangsur. (Tan hoan et all.,2015:546)

Terapi target untuk pasien hipertensi menurut beberapa gudeline yaitu

target tekanan darah mencapai <140/90 mmHg untuk pasien tanpa komplikasi,

dan target lebih rendah <130/80 mmHg, untuk pasien yang beresiko tinggi dengan

diabetes, penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan penyakit ginjal kronik.

Khusus untuk guideline JNC VIII, usia <60 tahun target kendali TD adalah sama

yaitu <140/90 mmHg dan usia 60 tahun adalah <150/90 mmHg. (yeni

kandarini.,2016:2).

Terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat – obat anti

hipertensi. Masing – masing obat anti hipertensi memiliki efektifitas dan keamanan

dalam pengobatan hipertensi. Terapi farmakologi terdiri beberapa obat

antihipertensi, berikut adalah tabel obat anti hipertensi : (michael et all.,2014:40)

20
Jenis obat nama obat target dosisi mg dosis perhari mg

ACE inhibitor Captopril 150-200 2

Enalapril 20 1-2

Lisinopril 40 1

ARB Eprosartan 600-800 1-2

Candesartan 12-32 1

Losartan 100 1-2

Valsartan 160-320 1

Irbesartan 300 1

B-blockers Atenolol 100 1

Metoprolol 100-200 1-2

CCB Amlodipin 10 1

Dilitiazem extended relase 360 1

Nitrendipin 20 1-2

Diuretik Thiazid Bendroflumethiazid 10 1

Chlortalidone 12,5-25 1

Hydroclorothiazide 25-100 1-2

Indapamide 1,25-2,5 1

2.8.3 Terapi kombinasi

Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan

mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai

dalam wktu satu bulan pengobatan, maka dapat dilakukan peningkatan dosis awal

atau dengan menambahkan obat kedua dari salah salu kelas (diuretik thiazid,

kalsium kanal bloker, ace inhibitor) (yeni kandarini.,2016:6).

21
2.9 Hipertensi pada lansia

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan -

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Lansia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu

masa atau tahap hidup manusia (bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, lanjut usia).

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health

Organitation (WHO) lansia meliputi : (RW Hasim .,2017:10).

a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun


b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)


pengelompokkan lansia menjadi :
a) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki
masa usia lanjut dini (usia 60 – 64 tahun)
c) Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratif (usia > 65 tahun)
Pada umumnya usia tua ditandai dengan penurunan fungsi tubuh proses
tersebut bersifat fisiologis dan alamiah. Akibat penurunan fugsi tubuh terjadi
berbagai gangguan kesehatan salah satunya adalah hipertensi. Proses hipertensi
umunya pada lansia dimulai dengan aterosklerosis, gangguan struktur anatomi
pembuluh darah perifer, berkurangnya elastisitas pembuluh darah sehingga terjadi
kekakuan pada pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan
pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah perifer.
Kekakuan dan kelambanan darah perifer menyebabkan beban jantung bertambah

22
berat yang akhirnya dikompensasi yang akhirnya dengan peningkatan upaya
pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah
dalam sistem sirkulasi (Margaret EM.,2011:7-8).

2.10 kerangka konseptual


Dari teori diatas kerangka konseptual yang digunakan untuk penelitian ini

adalah :

Diagnosa pasien
lansia dengan
hipertensi

Jenis kelamin umurm Indeks masa tubuh

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran pasien lansia dengan diagnosa

hipertensi di puskesmas kotaraja periode 2017

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu diagnosa pasien lansia

dengan hipertensi yang dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin, indeks massa

tubuh.

3.3 Definisi Operasional variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian ini adalah :

 Hipertensi

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan

tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan

suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi

di dalam arteri. Pada keadaan ini penderita hipertensi mengalami

peningkatan tekanan darah melebihi batas normal dimana tekanan

darah normal sebesar 120 / 80 mmHg.

 Lansia

Lansia bukanlah suatu penyakit melainkan suatu masa atau tahap

hidup manusia (bayi, kanak – kanak, dewasa, tua, lanjut usia)

menurut WHO lansia meliputi : usia pertengahan 45 – 59 tahun,

lanjut usia 66 – 74 tahun, lanjut usia tua, 75 – 90 tahun, usia sangat

24
tua > 90 tahun. Menurut Departemen Kesehatan RI lansia meliputi:

persiapan usia lanjut (virilitas) berusia 55 – 59 tahun, usia lanjut dini

(senescen) berusia 60 – 64 tahun, lansia beresiko rentan terkena

penyakit degeneratif berusia > 65 tahun.

 Jenis kelamin

Perbedaan bentuk sifat dan fungsi biologi laki – laki dan

perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam

menyelenggarakan upaya untuk meneruskan garis keturunan.

 Indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh adalah metrik standar yang digunakan untuk

menentukan siapa saja yang masuk dalam golongan berat badan

sehat dan tidak sehat. Indeks massa tubuh alias BMI

membandingkan berat badan Anda dengan tinggi badan Anda,

dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan

tinggi badan dalam meter kuadrat.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien lansia dengan

diagnosa hipertensi di Puskesmas Kotaraja periode 2017

3.4.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien lansia dengan diagnosa

hipertensi di Puskesmas Kotaraja periode 2017

25
3.5 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampling pada penelitian ini dilakukan secara

purposive sampling yaitu unit sampel yang dihubungkan sesuai dengan kriteria

– kriteria tertentu yang diterapkan sesuai dengan tujuan penelitian.

3.6 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diambil dari data sekunder rekam medik.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat umur, jenis kelamin, indeks

massa tubuh di Puskesmas Kotaraja periode 2017

3.7 Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif maka data yang diperoleh

dapat dideskripsikan. Melalui tabel microsoft excel.

3.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti telah mendapat persetujuan dari

pembimbing dan rekomendasi dari bagian akademik Fakultas Kedokteran

Universitas Cenderawasih kemudian surat tersebut disampaikan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura dan Kepala Puskesmas Kotaraja.

Setelah mendapat persetujuan oleh Dinas Kota jayapura dan Puskesmas

Kotaraja dan data yang diambil berupa data sekunder (rekam medik), maka

penulis bersedia menjaga kerahasiaan data pasien yang telah diambil sebagai

sampel.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas kotaraja dengan pengambilan


data rekam medik periode 2017. Subyek dalam penelitian ini yaitu pasien lansia
dengan diagnosa hipertensi yaitu sebanyak 302 kasus.

4.1 Jenis Kelamin


Tabel 1. Distribusi subyek berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin F N
Perempuan 166 54,97%
Laki-Laki 136 45,03%
N 302 100%

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa pasien lansia penderita hipertensi pada

wanita lebih tinggi dari pada pasien lansia penderita hipertensi pada pria yaitu

pada pasien lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 166 orang

(54,97%) dan pada pasien lansia dengan jenis kelamin pria sebanyak 136 orang

(45,03%) . Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Endang Sawitri

tahun 2017 yang mana pada perempuan pramenoupose cenderung memiliki

tekanan darah yang tinggi daripada laki-laki dengan usia sama. Adanya esterogen

dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada wanita dengan

hipertensi. Penurunan esterogen pada wanita pramenoupose meningkatan stroke

volume, mempercepat aliran darah aorta. Menurunnya hormon esterogen pada

lansia perempuan saat memasuki pramenoupose yang menyebabkan lansia

perempuan akan mempunyai risiko lebih tinggi terkena hipertensi.

Berdasarkan kemenkes tahun 2013 bila dilihat berdasarkan jenis kelamin,

penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 82%. Hal

ini menunjukkan bahwa umur harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.

27
Hal ini bisa saja mempengaruhi terjadinya peningkatan pasien lansia hipertensi

pada perempuan karena frekuensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

4.2 Usia
Tabel 2. Distribusi subyek berdasarkan usia
Usia F N
Lanjut Usia (Elderly) 265 87,75%
Lanjut Usia (Old) 34 11,26%
Sangat Tua 3 0,99%
N 302 100%

28

Anda mungkin juga menyukai