Disusun Oleh :
201720401011151
Pembimbing :
2019
KATA PENGANTAR
ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan responsi kasus ini, terutama kepada dr.Taufiqur Rahman, Sp.A selaku
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
Penyusun
DAFTAR ISI
Daftar Isi...........................................................................................................
PENDAHULUAN
Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
Setiap tahun diperkirakan terdapat 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta
diantarannya adalah kasus anak usia <15 tahun. Proporsi kasus TB anak di antara
mencapai 9,4%, pada tahun 2011 menjadi 8,5%, tahun 2012 menjadi 8,2%, tahun
2013 menjadi 7,9%, tahun 2014 menjadi 16% dan tahun 2015 menjadi 9%.
pada orang dewasa mudah ditegakkan dari pemeriksaan seputum yang positif.
Berbeda dengan TB anak yang memiliki gejala tidak terlalu khas, sehingga sulit
intra paru dan ekstra paru. Pada ekstra paru, gejala dan keluhan tergantung pada
tuberkulosis. Gambaran gejala yang paling berat pada TB SPP yaitu kelainan
TB SSP pada anak. Oleh karena itu, penulis bertujuan untuk membahas diagnosis,
gejala klinis dan penatalaksanaan pada pasien anak dengan TB sistem saraf pusat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Lamongan dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala dirasa sejak 1 hari Sebelum
Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pasien mengeluhkan nyeri kepala terasa berdenyut
diseluruh kepala dan paling sakit bagian kiri, keluhan memperberat setiap saat
(baik ketika batuk ataupun mengedan) dan tidak berkurang sama sekali walau
dibuat istirahat maupun diberi obat nyeri kepala. Keluhan semakin memperberat
sampai pasien tidak bisa tidur nyenyak dimalam hari, pasien sering terbangun
dirasa sumer-sumer dan naik turun. Selama keluhan tersebut, pasien sudah
mendapatkan obat penurun panas dan sakit kepala dari mantri, akan tetapi keluhan
tidak kunjung berkurang. Sebelumnya pasien sering merasa kelelahan dan lemas
yang dirasa sejak 1 bulan SMRS, dalam kesehariannya pasien termasuk anak yang
periang dan aktif. Pasien mulai merasa nafsu makan berkurang semenjak keluhan
demam muncul. Ibu pasien merasa berat badan pasien menurun selama 1 bulan
terakhir. Keluhan batuk lama, mual, dan muntah disangkal oleh pasien. Buang air
hal yang sama pada tahun 2014. Pasien pernah rawat inap di RSML selama +2
minggu dengan diagnosis Tuberculosis Sistem Saraf Pusat. Saat dirawat di RSML
pasien sempat tidak sadarkan diri selama 1 minggu. Pasien menjalani pengobatan
TB pada tahun 2014 selama 6 bulan dan dinyatakan sudah tuntas. Dari riwayat
serumah dengan kakek akan tetapi pasien sering bertemu dan kontak langsung
dengan kakeknya. Dari riwayat sosial pasien didapatkan tetangga pasien yang
berjarak satu rumah dengan pasien menderita TB paru. Pasien lahir normal
ditolong oleh bidan, lahir langsung menangis dengan berat badan lahir 2700gr,
ketuban jernih. Riwayat imunisasi lengkap, riwayat minum asi dan susu formula
compos mentis, GCS 456 dan kesan gizi kurang dengan BB 32kg dan TB 150cm.
respiratory rate 20x/menit, reguler. suhu axilla 370C. Pada pemeriksaaan kepala
dan leher didapatkan anemis (-), sclera mata ikterik (-), sianosis (-), dyspneu (-),
mukosa bibir basah warna merah muda, pernapasan cuping hidung (-), meningeal
sign (-), RC +/+ PBI Ф 3mm/3mm. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan kedua
dada bergerak secara simetris, retraksi intercostalis (-). Pada pemeriksaan paru,
tidak didapatkan suara napas Rhonki, wheezing juga tidak ditemukan. Pada
pemeriksaan jantung suara jantung S1 dan S2 normal, suara murmur dan gallop
tidak ditemukan. Pada pemeriksaan abdomen, tampak flat, pada palpasi abdomen
terasa soepel, hepar dan lien tidak teraba, tak teraba massa. Pada auskultasi bising
usus normal dan pada perkusi terdengar suara tymphani . Pada pemeriksaan akral
negatif, kaku kuduk (-), bruzinski 1 (-), bruzinski 2 (-), kernik sign (-), Nervus
kranialis dalam batas normal, Refleks patologis (-), refleks fisiologis: BPR +2/+2,
KPR +2/+2, TPR +2/+2, APR +2/+2. Kekuatan tonus otot kuat angkat dan dapat
tampak midline shif. Sulkus gyrus tampak baik, pons dan cerebellum tak tampak
kelainan, orbita dan mastoid kanan kiri tampak baik. Sinus tak tampak kelainan,
perempuan 13th, keluhan cephalgia 3 hari SMRS dan keluhan febris 15 hari
dengan pengobatan tidak kunjung sembuh, nafsu makan menurun, lemas dan
sering merasa kelelahan, berat badan menurun 1 bulan terakhir. Riwayat penyakit
dahulu TB sistem saraf pusat tahun 2014, riwayat kontak TB dengan kakek dan
tetangga terdekat+, hasil mauntoux tes (+) dengan indurasi 14mm x 16mm. Hasil
suprahiler kiri.
Berdasarkan clue and cue serta problem list¸ maka pada pasien ini dapat
didiagnosis sebagai Tuberculosis sistem saraf pusat. Planning therapy pada kasus
ini adalah pasien diberikan pengobatan infeksi TB menggunakan Rifampisin
yakni dengan FDC dewasa 1x2 tablet selama fase intensif (2 bulan) dan ditambah
1x2tab selama 10 bulan. Monitoring pada pasien ini adalah respon pengobatan.
Adapun prognosis pasien pada kasus ini (infeksi tuberculosis sistem saraf
pusat) adalah quo ad vitam dunia ad bonam, quo ad sanationam dubia ad bonam,
rencana pengobatan, serta prognosis. Selain itu keluarga pasien juga diberikan
maksimal. Kemudian juga dijelaskan untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk
PEMBAHASAN
Anak perempuan umur 13 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala yang
dirasa sejak 1 hari SMRS, nyeri terasa berdenyut diseluruk kepala. Keluhan
semakin bertambah parah bila dibuat mengedan dan batuk, pasien tidak bisa
melakukan aktivitas apa-apa dan hanya bisa berbaring diatas tempat tidur saja,
pasien susah tertidur dan terbangun dimalam hari karena nyeri kepala, keluhan
tidak berkurang walau dibuat istirahat. Selain itu pasien mengeluhkan demam
menghilangkan keluhan demam dan nyeri kepala, akan tetapi keluhan tidak
berkurang.
orang dewasa. Sebagian besar nyeri kepala yang dialami pada anak-anak dibagi
atas nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder (trauma, infeksi, sinusitis,
influenza, tumor otak primer). Sebagian besar nyeri kepala primer yang sering
dirasakan anak-anak meliputi migrain dengan aura, migrain tanpa aura, tension
yang harus dipahami dan harus diwaspadai, apabila didapatkan gejala-gejala yang
yang cepat dan penanganan yang tepat. Adapun kriteria yang bisa kita gunakan
dalam memastikan penyebab cephalgia yang dirasakan pasien apakah berasal dari
intrakranial atau bukan, pembagiannya dibagi atas “Red flags” dan “Relatively
red flags”. Sebagai pemeriksa hal penting yang bisa digunakan dalam
Tabel 3.4 Red flags dan Relatively red flags pada riwayat cephalgia pasien.
Keluhan nyeri kepala yang dirasakan pasien banyak memenuhi kriteria “red
flags”, besar kemungkinan nyeri kepala yang di rasakan pasien berasal dari
kepala untuk mengetahui kondisi intrakranial pasien. Dari hasil pemeriksaan CT-
kelainan yang sering terjadi pada bayi maupun anak-anak. Dari hasil penelitian
yang dilakukan Denisa dkk, 2017 yang berjudul Profil klinis dan Faktor resiko
Hidrosefalus Komunikan dan Non Komunikas pada anak di RSUD dr. Soetomo
infeksi meningen atau meningitis termasuk faktor resiko yang paling besar
kelebihan CSS.
Trias gejala yang timbul pada penyakit meningitis antara lain, nyeri kepala,
demam dan adanya kaku kuduk. Pada pasien, gejala yang memenuhi ialah demam
yang dirasa sejak 15 hari dan nyeri kepala yang dirasa sangat luar biasa,
sedangkan kaku kuduk negatif. Dari riwayat penyakit dahulu pasien, diketahui
bahwa pasien pernah mengeluhkan hal yang sama dan terdiagnosis TB SSP selain
1. Gejala umum/sistemik
a) Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik
b) Demam lama (>2minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
atau intensitasnya semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
dapat disingkirkan.
gejala klinis yang berat dan mengancam nyawa. Gejala yang umum
kesadaran menurun.
(GCS 11-14)
menimbulkan kematian.
10-500 sel/mm3 (pada awal penyakit lebih didominasi oleh PMN, namun
CSS positif pada 30% kasus dan kultur positif pada 50-70% kasus.
b) Tuberkulosis kelenjar
iii. Ukuran besar (lebih dari 2x2cm), biasanya pembesaran KGB terlihat
iii. Tulang lutut (gonitis): pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab jelas
iv. Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis)
Pada pasien ini gejala umum yang ditemukan adalah, pasien mengeluhkan
demam sumer-sumer selama 15 hari dan tak kunjung sembuh walau diberi obat
penurun panas, pasien merasa lemas, tidak memiliki tenaga untuk bermain selama
+1 bulan SMRS. Ibu pasien merasa selama 1 bulan terakhir berat badan pasien
semakin menurun tanpa sebab yang jelas. Selain itu gejala spesifik terkait organ
yang ditemukan pada pasien ini adalah, pasien mengeluhkan nyeri kepala akut
terasa berdenyut sejak 1 hari SMRS dan tidak berkurang walaupun dibuat istirahat
atau diberi obat nyeri kepala. Pada pasien tidak ditemukan adanya kelainan kejang
dari sputum, bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau biopsi
jaringan. Spesimen untuk kultur yang paling baik pada anak adalah cairan
lambung pagi hari yang diambil sebelum anak bangun dari tidur. Akan tetapi
semua hal tersebut sulit untuk dilakukan pada anak, sehingga sebagian besar
test.
Pada pasien ini pemeriksaan tambahan yang bisa dilakukan dengan cara tes
kuman TBC yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikan secara
intrakutan pada seseorang yang telah terinfeksi TBC (kompleks primer pada
vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di
daerah suntikan. Uji tuberkulin mempunyai nilai diagnostik yang tinggi terutama
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan
interpretasi uji mantoux (+). Arti klinis: sedang atau pernah terinfeksi M.
tuberculosis.
superhiler kiri, hasil pemeriksaan kedua sinus phrenicocostalis tajam, tulang dan
soft tissue tak tampak kelainan, hasil pemeriksaan jantung tampak besar dan
32kg dan TB 150cm. Perhitungan atropometri yang digunakan pada pasien ini
menggunakan standar WHO 2005 karena terkait usia pasien yang lebih dari 6
tahun dan menggunakan kategori indeks massa tubuh terhadap usia. Dari
perthitungan IMT pasien didapatkan hasil 14,2, apabila dimasukkan kedalam tabel
WHO 2005 IMT/U pasien termasuk -2SD hingga -3SD. Berdasarkan ploting
anak yang bergejala TB, baik dengan maupun tanpa kontak TB. Pintu masuk alur
ini adalah anak dengan gejala TB. Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah
Pada pasien ini didapatkan skor 9, sehingga dapat ditegakkan diagnosis anak
terinfeksi TB, oleh karena pasien memiliki gejala dominan cephalgia tanpa defisit
neurologis dan kejang selain itu didapatkan hasil CT-scan yang mendukung
masuk ke tubuh melalui inhalasi, setelah masuk ke dalam tubuh bakteri tersebut
difagosit oleh makrofag. Sistem imun tubuh mulai mengenali antigen bakteri dan
didapatkan dari reaksi tersebut ialah terbentuknya nekrosis perkijuan atau yang
disebut dengan Karseosa. Sebagian bakteri akan mati, akan tetapi bebrapa bakteri
yang terperangkap di dalam makrofag masih bertahan dan dalam kondisi inaktif.
membentuk tuberkel atau yang disebut dengan Fokus Rich di supial atau
subependimal. Setelah sekian tahun Fokus rich dapat ruptur ke berbagai ruang,
hipersensitivitas di basal otak. Cairan tersebut dapat menyumbat aliran CSS dan
menyebabakna hidrosefalus komunikan. Eksudat tersebut dapat menginfiltrasi
obstruksi infark korteks dan edema serebri. Batang otak juga dapat terkena dan
mempenaruhi sistem saraf, menyebabkan paresis saraf kranial, terutama N. III, IV,
VI, dan VII di area basal. Sindrom of Inapropiate Antidiuretic Hormone (SIADH)
serebri.
penyakit penyerta. Selain itu, penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi,
secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, pengawasan terhadap jadwal
Pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB dewasa. Tetapi TB pada anak dengan BTA
negatif menggunakan panduan INH, Rimfapisin, dan Pirazinamid pada fase inisial
(2 bulan pertama) diikuti Rimfapisin dan INH pada 4 bulan fase lanjut.
Berbeda dengan orang dewasa, OAT anak diberikan setiap hari, bukan 2
atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan
menelan obat yang lebih sering terjadi pada anak-anak. Dosis obat juga haus
disesuaikan berat badan anak. Prisip dasar pengobatan TBC harus dapat
Fixed Dose Combination (FDC) adalah sediaan obat kombinasi dalam dosis
resep
mengurangi resistensi
Catatan:
Bila BB naik, maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan sesuai
Tabel 4.8 Dosis kombinasi FDC TBC pada orang dewasa kategori 1
Fase Intensif Fase lanjut
yang berat, efusi pleura TB, dan TB abdomen dengan asites. Obat yang sering
berisi RHZE sebanyak 2 tablet dikonsumsi selama 2 bulan, lalu dilanjutkan FDC
isi RH 2 tablet yang dikonsumsi selama 10 bulan. Selain itu pasien mendapatkan
terapi prednison 3x4tab 5mg. Terapi OAT yang digunakan pada pasien
menggunakan terapi orang dewasa dikarenakan berat badan pasien yang >30kg.
Terapi yang diberikan pasien sudah sesuai dengan ketentuan terapi OAT Pedoman
digunakan masih sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu maksimal 60mg/hari.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada laporan kasus ini telah dibahas pasien anak W, perempuan usia 13
tahun dengan keluhan nyeri kepala yang dirasa sejak 1 hari SMRS, keluhan nyeri
terasa berdenyut dan tidak membaik walau dibuat istirahat dan mengkonsumsi
obat nyeri kepala, penurunan kesadaran (-), kejang (-), keluhan lain disertai
penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, lemas dan tidak bertenaga sejak 1
bulan SMRS, adanya kontak positif dengan penderita TB paru aktif yaitu kakek
didapatkan hasil 9, hasil mantorx test (+), foto thorax menunjukkan adanya
macam obat pada fase intensif yakni dengan diberikannya FDC dewasa fase
intensif (2 bulan) sebanyak 2 tablet yang disesuaikan dengan berat badan pasien
saat ini dan akan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (10 bulan
atau lebih). Terapi yang diberikan selama fase intensif akan dievaluasi saat
kontrol berikutnya untuk menilai perbaikan klinis (respon dari OAT). Selain itu
DAFTAR PUSTAKA
Giok pemula dan Ety apriliana, 2016, Penatalaksanaan yang Tepat pada
hal. 24.
hal. 1-32.
Direktorat Jendral Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina
Lilihata, G., dan Handriastuti, S., 2014, Kapita Selekta: Meningitis Tuberkulosis,
Rahmayanti, D.D., Gunawan, P.I., dan Utomo, B., 2017, Profil klinis dan Faktor
RSUD dr. Soetomo, Sari Pediatri, Vol. 19, No. 1, hal. 25-31.
Roser,T., Bonfert, M., Ebinger, F., et all , 2013, Primary versus Secondary