Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KESEHATAN DAN KESELAMATAN IBU

Safe Motherhood di Negara Iran dan Timor Leste

Disusun oleh :
Kelompok

1. Intan Ayu Kusuma Wardani 101611535004


2. Ulviana Dewi Kumalasari 101611535012
3. Rahmasuciani Putri 101611535014
4. Khansa Fatihah Muhammad 101611535023
5. Rizky Candra Ramandini 101611535024
6. Jihan Nabilah 101611535038
7. Widatul Mila 101611535044

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2019
Safe Motherhood DI Iran.

Kebijakan dalam kependudukan Iran telah mengalami fluktuasi sejak tahun 1962 ketika
masa pemerintahan kekaisaran yang memilih menetang intervensi pemerintah dalam mengatur
populasi penduduk di dalam pertemuan PBB. Kebijakan tersebut berubah pada tahun 1967 ketika
adanya sensus pertumbuhan populasi yang cepat dapat membahayakan perkembangan pada
Negara. Sehingga pemerintah Iran membentuk program keluarga berencana dan membuat aborsi
menjadi legal. Target keluarga berencana di Iran yakni promosi kesehatan keluarga dan program
khusus dalam menindaklanjuti tiga tujuan yaitu mencegah kehamilan yang sangat dini, mengatur
jarak kehamilan dengan interval tiga tahun dan mendorong seorang wanita untuk tidak memiliki
lebih dari tiga anak. Program keluarga berencana ini telah meningkatkan prevalensi kontrasepsi
dimana penggunaan kontrasepsi telah meningkat dari 49,9% pada tahun 1989 menjadi 73,8% di
tahun 2000. Pelayanan mengenai keluarga berencana yang didirikan oleh pemerintah
menyediakan berbagai layanana gratis untuk masyarakat Iran dalam metode kontrasepsi seperti
(Pil, IUD, Kondom, Suntikan, ligase tuba, tidak ada pembedahan vasektomi). Pada daerah
terpencil yang ada di Iran layanan keluarga berencana ini dilakukan dengan melalui klinik
keliling (Planning Studies and United Nations in Islamic Republic of Iran,2004). Tingkat
kesuburan pada Negara Iran mengalami penurunan sebesar 5,6 kelahiran per perempuan pada
tahun 1985 menjadi 2,0 kelahiran pada tahun 2000. Di pedesaan terjadi penurunan kesuburan
sebesar 8,1 kelahiran per perempuan menjadi sebesar 2,4 kelahiran per perempuan. Sedangkan
untuk daerah kota kesuburan wanita menurun sebesar 4,5 menjadi 1,8 kelahiran per wanita di
periode yang sama. Penurunan kesuburan pada seorang perempuan diikuti dengan peningkatan
penggunaan kontrasepsi.

Aspek lain dari program keluarga berencana yakni adanya promosi kesehatan ibu,
program pendidikan melalui sekolah, perguruan tinggi dan media massa mengenai masalah
kependudukan dan keluarga berencana dimana adanya laporan yang telah menunjukkan bahwa
pengurangan rasio kematian ibu sebesar ¾ antara tahun 1990 dan 2015 dimana hal ini
merupakan target dari program MDG. Rasio kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup menurun
sangat tajam mencapai 37,4% pada tahun 1997 dari 91 kematian pada tahun 1989 sampai dengan
26 kematian pada tahun 20005 sehingga hal ini merupakan salah satu program keluarga
berencana di Negara Iran yang paling sukses di dunia (The Ministry of Health and Medical
Education of Iran,2004) dan (WHO,2005). Di Iran 28% wanita menunjukkan bahwa wanita yang
memiliki otonomi dalam membuat keputusan mengenai pilihan kontrasepsi mereka.

Antenatal care dilakukan secara tepat waktu agar memungkinkan perempuan untuk dapat
menerima informasi awal mengenai komplikasi kehamilan sehingga dapat dilakukan skrining
awal pada wanita hamil. Di Negara berkembang ANC dilakukan empat kali kunjungan dengan
melakukan pengukuranberat dan tinggi badan, tes darah dan urin,tes tekanan darah. Pada tahun
2000 di Negara Iran fasilitas perawatan kesehatan primer memiliki jaringan yang baik dan
cakupan sebagian besar di bagian pedesaan juga sangat baik dalam keberhasilannya dalam
menurunkan kematian ibu dengan 79% ibu hamil yang melakukan ANC dan 89,6% kelahiran
ditangani oleh tenaga kesehatan terlatih. Pada tahun 2000-2010 tingkat kecukupan dnegan ANC
di Iran sebesar 94% dan kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan sebesar 97% . Pada awal
2005 Iran mengalami reformasi dalam sistem perawatan dengan Health Sector Reform
memfasilitasi akses pasien dalam menerima perawatan kesehatan yang termasuk didalamnya
kunjungan rawat jalan , penyediaan obat-obta esensial dan layanan rawat inap. Dalam hal ini
semua warga pedesaan dan kota denga populasi kurang dari 20.000 yang di cakup oleh asuransi
kesehatan dan psien akan membayar hanya 30% dari biaya dokter dan harga obat dengan
pengecualian pada wanita hamil dan neonates kunjungannya gratis dipusat kesehatan.

Safe delivery is a cycle beginning with prenatal cares and continues with delivery services,
postpartum cares, and services provided for mothers when she is being discharged. On the other
hand safe delivery requires the least number of interventions and contributes to the mother’s
mental and physical health, esteems her dignity and leaves the least number of complications.
The present indicators only address physical demands, while her comfort and spiritual needs
must also be addressed (Moradi-Lakeh M, Ramezani M, Naghavi M. 2007). Safe delivery
merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pada safe motherhood. Safe delivery adalah
delivery yang dilakukan oleh seseorang yang berpendidikandan mampu dengan baik dan berada
pada keadaan atau lingkungan yang baik, dimana lingkungan tersebut memiliki akses yang
mudah, biaya yang dibutuhkan untuk mencapai ke lingkungan tersebut juga tidak membutuhkan
banyak biaya dan dengan waktu jarak tempuh yang pendek, dimana delivery memiliki kinerja
pada tingkatan tertinggi terhadap standard an melalui metode yang benar pula, maka akan lahir
neonatus dan ibu yang sehat. (Moradi-Lakeh M, Ramezani M, Naghavi M. 2007).
Norma ekonomi, agama, dan budaya sosial pada lingkungan di Iran merupakan peran
utama dalam pemilihan metode kelahiran oleh wanita Iran. Pada sebuah survei yang dilakukan
oleh Moradi et al di Iran, diketahui bahwa safe delivery tidak mengalami perubahan yang
signifikan pada tingkatan sosial yang berbeda-beda dengan tetap berjalan dengan baik.
Berdasarkan penelitian oleh Lakeh Maziar M, et al. (2007), diketahui bahwa safe delivery pada
ibu di Iran memiliki beberapa faktor yang penting, yaitu pendidikan ibu, status ekonomi rumah
tangga, dan usia ibu. Sementara variabel yang tidak berpengaruh antara ibu dan safe delivery
adalah tempat tinggal desa maupun kota, atau pekerjaan ibu. (Moradi-Lakeh M, Ramezani M,
Naghavi M. 2007).

Di negara Iran, kematian ibu pada daerah pedesaan dan perkotaan semakin berkurang
pada tahun 1980-2000. Hal tersebut dikarenakan Primary Health Care yang ada, dan kebijakan
pada pemerintah Iran yang memberikan investasi jangka panjang sebagai sebuah pencegahan,
mengalokasikan berbagai sumber daya yang dibutuhkan kepada pedesaan dan daerah yang
jarang mendapatkan perhatikan, memperioritaskan pelayanan ambulans dibandingkan kepada
pelayanan rumah sakit. Diketahui bahwa terdapat hampir 2500 pusat kesehatan desa yang
didalamnya terdapat tim yaitu bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Pada pedesaan
terdapat sebuah pelayanan yang disebut dengan “health houses’ atau rumah sehat. Dengan hal
tersebut,lebih dari 90% populasi pedesaan memiliki akses ke pelayanan kesehatan. Pada rumah
sehat tersebut juga terdapat “Behvarz” yang bekerja untuk berbagai jenis tugas tenaga kesehatan.
(WHO. 2008).

Kepentingan dari peratawan terhadap ibu dengan risiko tinggi di rumah sakit juga perlu
diperhatikan. Di Iran, pemisahan dari ibu dengan risiko tinggi dan ibu dengan risiko rendah
memiliki perawatan yang lebih baik saat di pusat kesehatan atau seperti pada puskesmas,
dibandingkan pada di rumah sakit. Dimana, hal tersebut merupakan salah satu hal yang utama
dan penting untuk kehamilan dan pelayanan bersalin, untuk memprediksi dan mencegah adanay
efek samping. (Olfati Forozun et al. 2017).

Selanjutnya berdasarkan penelitian oleh Bahadori F, et al. (2014), tren pada kejadian
proses kelahiran dengan metode caesar di negara Iran sangat tinggi pada wilayah pedesaan dan
perkotaan, dan lebih tinggi dari yang telah direkomendasikan oleh WHO (15%). Tren rate-nya
juga terus meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2009. Dimana pada tahun 2000,
persentasenya yaitu 35%, 38,4% pada tahun 2005, 45% pada tahun 2007, dan 47,9% pada tahun
2009. Beberapa faktor yang meningkatkan penanganan caesar ini yaitu dari perubahan perilaku
mengenai caesar dari dokter dan ibu, hal tersebut dibuktikan pada studi lainnya di beberapa
negara berkembang seperti di Thailand, bahwa faktor nonmedis diketahui lebih penting
dibandingkan faktor medikal dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkan penanganan
caesar. Alasan utama dari pernyataan tersebut adalah adanya persepisi yang meningkat diantara
pada ibu mengenai prosedurnya dengan aman.

Primary health care, safe delivery merupakan bagian dari pillar-pillar yang terdapat
dalam safe motherhood. Selain itu, terdapat pula integrasi dari pencegahan infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV (human immunodeficiency virus) sebagai salah satu program pada safe
motherhood. Dalam kategorinya, terdapat pencegahan dari IMS/HIV bagi para pria dalam
program safe motherhood, hal yang terdapat di dalamnya adalah akuntabiitas terhadap kebutuhan
kesehatan seksual pria, dan pencegahan dari efek penyakit dari pria terhadap status IMS/HIV
wanita. Kategori yang kedua adalah sensitivitas gender pada maternal utama pencegahan
IMS/HIV, hal yang termasuk di dalamnya adalah kemampuan negosiasi penggunaan kondom
pada wanita, kebijakan pengujian HIV wajib bagi wanita sebelum menikah, penilaian risiko HIV
pada pelayanan safe motherhood, dan instruksi hak wanita untuk screening prenatal HIV pada
pelayanan safe motherhood. (Rahmanian et al. 2017).

Jika dibandingkan dengan Indonesia, Iran sepertinya sudah memiliki program safe
motherhood yang baik, khususnya untuk dapat menurunkan AKI dan AKB, memudahkan akses
ke pelayanan kesehatan, persalinana yang dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih, juga
adanya program untuk pencegahan IMS dan HIV sebagai salah satu program dari safe
motherhood. Karena seperti yang telah diketahui, program health house atau rumah sehat dapat
menurunkan kematian ibu di Iran, ibu yang melahirkan juga menjadi banyak yang sudah
dilakukan pertolongan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

Pelayanan kebidanan dasar didefinisikan sebagai semua perawatan dalam kaitannya


dengan kehamilan, persalinan dan masa post partum. The iranian ministry of health (MOH)
mengembangkan pedoman perawatan bersalin berbasis bukti untuk meningkatkan asuhan
materitas publik dengan mempromosikan layanan persalinan berkualitas tinggi untuk
memfasilitasi ibu dan bayi baru lahir dengan hasil yang optimal. Prenatal Package yang terdiri
atas vaksinasi, resep pelengkap gratis, pendidikkan mengenai diet, masalah kehamilan, menyusui
dan skrining serta adanya skrining untuk janin dan ibu dengan mengggunakan test dan
ultrasonografi. Negara tersebut memastikan tersebarnya cakupan layanan kesehatan memenuhi
kebutuhan wanita hamil di daerah pedesaan dan perkotaan yang memiliki advokasi sebagai
protokol peduli wanita hamil, selain itu terdapat program lain yakni memberikan penawaran
kepada ibu mengenai akses kebidanan dasar pada bukti dan praktik terbaik. Komponen
pelayanan bidan dasar memiliki 3 komponen yakni layanan, pelanggan dan teknis kualitas.
Menurut Wilson et all 2013 laporan pelayanan kebidanan dasar relatif tinggi pada bagian
pemeriksaan klinis, pendidikan, penyediaan suplemen dan para clinic examinations. Hasil studi
menunjukkan bahwa sekitar 70% wanita hamil melaporkan menerima perawatan sejumlah 6 kali
selama kehamilan. Pendidikan pasien yang didapatkan selama kehamilan dan perawatan
kehamilan seperti resiko tinggi kehamilan, kebutuhan nutris dan menyusui. Model layananan
perawatan bersalin di negara iran yakni wanita hamil iran menerima perawatan dari dokter atau
bidan selama kehamilan, kelahiran dan masa nifas. Bidan iran bekerja dirumah sakit dibawah
pengawasan dokter kendung dan didalam pratiknya bidan sebagai asisten dari dokter kandung.
Asumsi yang diterima bahwa dokter harus mengusahakan perawatan wanita melahirkan anak
dengan melahirkan secara normal. Layanan bersalin di iran memiliki tiga tingkat menurut group
of authors, country guide obstetric services (2013) yakni meliputi :
a. Tingkat pertama
Pada tingkatan ini ibu dengan kondisi sehat, aman dan tanpa resiko selama kehamilan.
Fasilitas yang disediakan ialah melakukan nvd sederhana atau disebut persalinan normal
vagina
b. Tingkat kedua
Pada tingkatan ini diperlukan ibu yang memiliki resiko kehamilan. Pada tingkatan ini
fasilitas yang disediakan ialah perawatan klinis seperti radiologi dan laboratorium
c. Tingkat ketiga
Pada tingkatan ini ibu atau bayi yang memiliki resiko tinggi membutuhkna perawatan
lanjutan. Di iran, lebih dari 95 % kelahiran terjadi di rumah sakit dan yang menjadi satu
satunya sumber dukungan wanita dalam persalinan dan kelahiran yakni seorang bidan
(torzahrani, 2008).
Pelayanan obstetri esensial merupakan pelayanan yang diberikan bagi ibu yang
mengalami resiko tinggi kehamilan atau komplikasi yang berada dalam jangkauan setiap ibu
hamil. Perlu diketahui bahwa, model pelayanan bersalin di iran yakni melakukan pengembangan
model layanan bersalin untuk mencapai ke tujuan perawatan bersalin terbaik, sehingga dengan
cara tersebut dapat menciptakan perawatan ibu hamil dilakukan di rumah. Hal ini dikarenakan di
negara Iran memiliki tenaga bidan terdidik yang banyak sehingga dapat memasuki sistem dan
memberikan perawatan bersalin di tempat yang berbeda seperti di rumah. Bidan atau dokter
harus mengetahui bahwa setiap kelahiran anak merupakan suatu resiko tinggi. Untuk mencegah
ibu hamil mengalami resiko tinggi kehamilan negara tersebut memiliki upaya yakni dengan cara
bidan atau dokter harus mengidentifikasi resiko komplikasi pada ibu. Bidan atau dokter harus
profesional dalam mengidentifikasi antara persalinan beresiko rendah dan persalinan bersiko
tinggi pada ibu. Program yang dilakukan oleh bidan ialah melakukan pendekatan risiko.
Pendekatan risiko merupakan metode untuk mendeteksi kehamilan beresiko tinggi dan
kehamilan beresiko rendah. Dengan mengidentifikasi faktor faktor risiko ibu hamil yang
mengalami komplikasi persalinan dapat terdeteksi pada saat awal kehamilan, setelah melakukan
identifikasi ibu yang memiliki resiko rendah maupun resiko tinggi terhadap kehamilan
mendapatkan perawatan dini di pusat kesehatan atau dirujuk ke rumah sakit. Ibu yang memiliki
resiko tinggi dianjurkan untuk dirawat dirumah sakit.
Menurut WHO Primary Health Care (PHC) adalah bagaimana melakukan perawatan kepada
seseorang, bukan hanya mengobati penyakit atau kondisi tertentu. PHC terdiri dari tiga bidang
utama yaitu masyarakat dan masyarakat yang berdaya, kebijakan dan tindakan multisektoral,
perawatan primer dan fungsi kesehatan masyarakat yang penting sebagai inti dari layanan
kesehatan terintegrasi (WHO, 2018).
Primary Health Care (PHC) atau Pelayanan Kesehatan Dasar pertama kali dikenalkan
oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 70-an. Tujuan dari PHC ini adalah untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sedangkan
menurut Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978, PHC adalah kontak pertama individu, keluarga,
atau masyarakat dengan sistem pelayanan (Kemenkes RI, 2018).
Pada tanggal 25 Oktober 2018 di sela – sela pertemuan Global Conference on Primary
Health Care di Astana, Kazakhstan, Menteri Kesehatan Indonesia dan Iran mengadakan kerja
sama di bidang kesehatan. Salah satunya adalah Penguatan Sistem Kesehatan termasuk
Revitalisasi Primary Health Care (Putri, 2018).
Di Iran dalam Primary Health Care telah mengimplementasikan DLP (Dokter Layanan
Primer). Akan tetapi DLP ini tidak berpengaruh signifikan terhadap rujukan jaminan kesehatan.
Hambatan dari pelaksanaan DLP adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap praktik
DLP karena kurang terinformasinya program tersebut. Dari segi kepuasan, masyarakat
memperlihatkan adanya pandangan negatif terhadap kompetensi DLP dalam menyelesaikan
keluhan kesehatan pasien, termasuk pada ibu hamil. DLP ini dianggap memepersulit akses
pasien ke rumah sakit (Honarvar, 2016).
Menurut struktur sistem Primary Health Care di Iran, setiap desa atau perkumpulan desa
memiliki Health-house atau Rumah Kesehatan. Rumah kesehatan tersebut dikelola oleh
penyedia layanan kesehatan terlatih yang mencakup perawatan kesehatan 1200 penduduk.
Rumah kesehatan ini adalah kontak tingkat pertama antara keluarga dan sistem kesehatan. Di
desa – desa yang besar selain rumah kesehatan juga terdapat Pusat Kesehatan Pedesaan.
Petugasnya adalah dokter yang memiliki kualifikasi tertentu dan dalam bentuk tim yang
berjumlah hingga 10 orang yang menyediakan perawatan untuk masalah kesehatan yang lebih
kompleks. Setiap Pusat Kesehatan Pedesaan mencakup hampir 7000 penduduk. Di daerah
perkotaan pos – pos kesehatan dan pusat – pusat kesehatan menyediakan layanan yang serupa
dengan Rumah Kesehatan dan Pusat Kesehatan Pedesaan. Layanan kesehatan tersebut dikelola
oleh Pusat Kesehatan Kabupaten, di bawah pengawasan Universitas Ilmu Kedokteran. Di setiap
provinsi, setidaknya ada satu Universitas Islam Kedokteran.(Mogimi dalam Tabrizi, dkk, 2017).
Kekuatan terbesar sistem PHC di Iran dalam pembiayaan adalah terkait dengan layanan
gratis yang mengarah pada akses ekonomi masyarakat. Namun demikian, sumber daya keuangan
yang tidak memadai adalah kelemahan utama sistem PHC di Iran (Tabrizi, dkk, 2017).

4.b. Equity for Women (Keadilan bagi Perempuan)


Menurut WHO ketidaksetaraan antara laki – laki dan perempuan dapat merusak
kesehatan fisik dan mental jutaan anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia. Tindakan
yang dapat diambil untuk mengurangi ketidaksetaraan antara laki – laki dan perempuan dalam
kesehatan dengan memeriksa lima bidang berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi stratifikasi sosial dan bagaimana meningkatkan status
perempuan relatif terhadap laki-laki.
2. Perbedaan paparan untuk faktor-faktor yang merusak kesehatan.
3. Perbedaan kerentanan yang menyebabkan hasil kesehatan yang tidak adil.
4. Perbedaan ekonomi dan sosial yang memiliki konsekuensi terhadap penyakit dan
kebutuhan kesehatan reproduksi.
5. Penyebab sistem kesehatan dan penelitian kesehatan.
Menurut Johnson (2018) sepanjang tahun 1960-an, perempuan di Iran berjuang untuk
keadilan mereka, membangun banyak organisasi dan asosiasi perempuan. Organisasi –
organisasi tersebut secara resmi diakui sebagai unit profesional oleh negara dan membawa
berbagai visi untuk hak – hak perempuan di Iran. Organisasi – organisasi tersebut terlihat
berhasil melalui perubahan kebijakan yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Putih, yakni tidak
terbatas pada :
1. Peningkatan akses perempuan ke pendidikan dan memungkinkan lulusan perempuan
untuk melayani dalam pendidikan dan kesehatan.
2. Undang – Undang Perlindungan Keluarga disahkan, menaikkan usia minimum
pernikahan menjadi 18 tahun, meningkatkan kondisi yang ketat pada pernikahan
poligami dan memberikan perempuan lebih banyak perlindungan selama perceraian,
termasuk hak – hak tahanan.
3. Meningkatnya jumlah perempuan di posisi pemerintahan dan kekuasaan.
Daftar Pustaka :

Alikhasi, Narges., Reza Khadivi., Maryam Kheyri. 2014. The utilization rate of antenatal care
after health sector reform implementation in rural areas of Islamic Republic of Iran. Iran
J Nurs Midwifery Res. 19(6): 613–619.

Bahadori F, et al. 2014. The trend of caesarean delivery in the Islamic Republic of Iran.
Honarvar, B, Et Al. (2016). Satisfaction and Dissatisfaction Toward Urban Family Physician
Program: A Population Based Study in Shiraz, Southern Iran. International Journal
Prev. Med. 2016:7-3. doi: 10.4103/2008-7802.173793.
Kemenkes RI. 2018. Indonesia Laksanakan Deklarasi Alma Ata. Kemenkes RI. [ONLINE]
http://www.depkes.go.id/article/view/18102900001/indonesia-laksanakan-deklarasi-
alma-ata.html. Diakses pada tanggal 22 Mei 2019.
Lakeh Maziar M, et al.2007. Equality in safe delivery and its determinants in Iran.
Neivanaveil, mojgan et all. 2015. A comparative study of maternity care service models among
selescted developed countries and iran. European online jurnal of natural and social
sciences 2015. Vol. 4 No. 1 Halaman. 32-740

Olfatim, Forozun et all. 2017. Clarification of risk management in save delibery, by Iranian
expert : A qualitative study. Biomedical Research 2017. Vol. 24 No. 4: 1587-1592

Putri. 2018. Indonesia-Iran Kerjasama Bidang Kesehatan. Info Publik. [ONLINE]


http://www.infopublik.id/kategori/sosial-budaya/306832/indonesia-iran-kerjasama-
bidang-kesehatan. Diakses pada tanggal 21, Mei 2019.
Rahmanian et al. 2017. Integration of gender-sensitive approach to Safe Motherhood program
for the prevention of STD/HIV in Iran: a qualitative study.
Tabrizi, Jafar Sadegh.dkk. 2017. Status of Iran’s Primary Health Care System in Terms of Health
Systems Control Knobs: A Review Article. Iranian Journal of Public Health. Vol, 46.
No, 9. Pp, 1156 – 1166. [ONLINE]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5632316/. Diakses pada tanggal 22 Mei
2019.
Vakilian, Katayon., Khadijeh Mirzaii, NajmAbadi. 2010. Reproductive Health in Iran:
International Conference on Population and Development Goals. Oman Medical
Journal. Vol. 26, No. 2: 143-147

WHO. 2008. Primary Health Care. Now More Than Ever.


WHO. 2018. Primary Health Care (PHC). WHO. [ONLINE] https://www.who.int/primary-
health/en/. Diakses pada tanggal 22 Mei 2019.
WHO. Women and Gender Equity. WHO. [ONLINE]
https://www.who.int/social_determinants/themes/womenandgender/en/. Diakses pada
tanggal 23 Mei 2019.
Wildon, Andrew et all. 2013. Technical Quality of Maternity Care: the pregnant women’s
perspective. Health Promotion Perspectives Vol.3 No.1 Halaman 23-30

Anda mungkin juga menyukai