Anda di halaman 1dari 40

i

JOURNAL READING

“The Effect of Fabric Type and Laundering


Conditions on the Detection of Semen Stains”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Disusun oleh:
Elvika Chandra Pranata (UNDIP)
Azzarah Dzakiyah (UNDIP)
Teresia Maharani Paramita (UNDIP)
Nathalia Tiara M.K. (UNDIP)
Lena Fitirani Martal (ABDURRAB)
Zulfa Tsuraya (ABDURRAB)
Hafiz Hadi (UNIB)

Dosen Penguji:
dr. Gatot Suharto, SH., Sp.F., M.Kes., DFM

Residen Pembimbing:
dr. Suroto

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 18 MARET 2019 – 20 APRIL 2019

i
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini telah disetujui dan disahkan journal reading berjudul “The Effect of Fabric Type
and Laundering Conditions on the Detection of Semen Stains” oleh Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Kariadi pada:
Hari :
Tanggal : .. Maret 2019
Tempat : Ruang kuliah ilmu kepaniteraan klinik forensik dan medikolegal
RSUP Kariadi, Semarang

Disusun oleh:
Elvika Chandra Pranata (UNDIP)
Azzarah Dzakiyah (UNDIP)
Teresia Maharani Paramita (UNDIP)
Nathalia Tiara M.K. (UNDIP)
Lena Fitirani Martal (ABDURRAB)
Zulfa Tsuraya (ABDURRAB)
Hafiz Hadi (UNIB)

Semarang, .. Maret 2019

Pembimbing Penguji

dr. Suroto dr. Gatot Suharto, SH., Sp.F., M.Kes., DFM

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah S.W.T atas berkat rahmat-Nya sehingga journal reading
yang berjudul “The Effect of Fabric Type and Laundering Conditions on the Detection of
Semen Stains” ini dapat diselesaikan. Pembuatan journal reading ini merupakan salah
satu tugas dan syarat dalam menjalani ilmu kepaniteraan di Ruang Kedokteran Forensik
Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Universitas Diponegoro, Semarang. Ucapan
terima kasih karena bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam pembuatan makalah ini
penulis sampaikan kepada :
1. dr. Gatot Suharto, SH., Sp.F., M.Kes., DFM, sebagai penguji,
2. dr. Suroto sebagai pembimbing,
3. Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Diponegoro.
Besar harapan penulis agar journal reading ini dapat memperluas wawasan dan
menambah pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan
medikolegal serta pembaca pada umumnya.

iii
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iv
BAB I JOURNAL READING .............................................................................................. 1
1.1 Jurnal Asli ........................................................................................................................ 1
1.2 Jurnal Terjemahan ............................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................29
BAB IV PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA ....................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................36

iv
1

BAB I

JOURNAL READING

1.1 Jurnal Asli


2
3
4
5
6
7
8

1.2 Jurnal Terjemahan

PENGARUH JENIS KAIN DAN KONDISI PENCUCIAN


PADA DETEKSI NODA SEMEN
Schlagetter T dan Glynn CL

ABSTRAK

Latar belakang : Terdapat sedikit penelitian tentang pengaruh jenis kain dan kondisi
pencucian yang berbeda pada kemampuan untuk mendeteksi noda semen pada kain yang
dicuci. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki tiga faktor potensial yang mempengaruhi
identifikasi semen pada pakaian yang dicuci yaitu jenis kain, suhu air selama pencucian, dan
apakah noda kering pada saat pencucian. Setelah pencucian, noda semen pada empat jenis
kain yaitu katun, poliester, denim, dan wol diperiksa dan diuji dengan tiga metode umum
yang digunakan untuk mendeteksi semen yaitu skrining dengan sumber cahaya alternatif, tes
asam fosfatase, dan pewarnaan histologis spermatazoa. Hasilnya ditemukan bahwa semen
sulit dideteksi jika masih basah ketika benda yang bernoda semen itu dicuci. Tidak ditemukan
ada perbedaan hasil berdasarkan suhu dari siklus pencucian. Juga ditemukan bahwa kain
sintetis seperti poliester tidak efektif mempertahankan komponen semen selama pencucian
dan membuat deteksi lebih sulit.

Kata kunci : Ilmu forensik; Cairan tubuh; Tempat kejadian perkara; Semen; Pencucian;
Asam fosfatase

PENDAHULUAN

Dalam penyelidikan forensik, menentukan jenis cairan tubuh yang ada pada barang
bukti dapat membantu menentukan apakah suatu kejahatan telah dilakukan dan dapat
memberikan informasi untuk menyusun rangkaian kejadian. Identifikasi semen dalam kasus-
kasus kekerasan seksual hanyalah salah satu contoh identifikasi cairan tubuh jika kejahatan
telah terjadi. Noda semen yang diduga berasal dari kekerasan seksual dapat ditemukan pada
pakaian dan tempat tidur. Namun, barang-barang ini dapat dicuci dalam upaya untuk
menghancurkan bukti biologis yang ada sebelum mereka ditangkap oleh polisi. Hanya ada
sejumlah kecil studi yang telah diterbitkan yang menyelidiki mengenai deteksi dan
identifikasi semen / spermatazoa setelah pencucian. Namun dalam penelitian sebelumnya,
dalam hal kain, katun adalah kain yang paling umum digunakan dalam studi yang berfokus
pada identifikasi semen pada kain yang dicuci. Terdapat sebuah studi yang membandingkan
9

efek pencucian pada identifikasi semen antara katun dan nilon. Namun, hanya ada sedikit
penelitian yang menggunakan beberapa jenis kain, perbedaan suhu, dan apakah noda kering
atau basah saat dicuci sebagai variabel.

Alternate Light Source (ALS) adalah alat skrining yang sederhana, tidak merusak, dan
mudah digunakan untuk menemukan kemungkinan noda semen di TKP. Panjang gelombang
cahaya yang berbeda dapat dipilih antara 300-900nm dengan sebagian besar perangkat ALS
genggam. Semen biasanya berfluoresensi pada panjang gelombang eksitasi sekitar 455nm.
ALS tidak spesifik untuk semen, dan sejumlah besar noda biologis dan non-biologis juga
akan berfluoresensi. Karena ALS bukan tes spesifik, tes dugaan dan konfirmasi lebih lanjut
diperlukan. Metode yang paling umum dan lama digunakan untuk pengujian dugaan semen
adalah tes asam fosfatase (AP). Asam fosfatase adalah enzim yang larut dalam air yang
ditemukan di berbagai jaringan hidup. Asam fosfatase seminal (SAP) terdapat di semen
sekitar 50x lebih tinggi daripada cairan tubuh lainnya. Tes ini dianggap sebagai tes dugaan
karena dapat menyebabkan positif palsu dengan zat lain. Metode yang paling umum
digunakan untuk konfirmasi semen adalah melalui pemeriksaan mikroskopis spermatozoa.
Area yang menghasilkan reaksi AP positif biasanya diekstraksi untuk mengisolasi sel dari
noda yang dipertanyakan. Berbagai pewarnaan histologis dapat digunakan untuk membantu
pemeriksaan mikroskopis, seperti picroindigocarmine dan nuclear fast red (Noda pohon
Natal), dan pewarnaan Haemtotoxylin dan Eosin (H&E). Dalam kasus di mana tidak
didapatkan adanya spermatozoa dan jika diduga pendonor cairan telah vasektomi atau
azoospermia, tes lebih lanjut untuk mendeteksi Antigen Spesifik Prostat dapat dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh jenis kain pada identifikasi noda semen
dengan menggunakan empat kain umum yang ditemukan pada pakaian. Kondisi pencucian
yang berbeda juga diteliti, termasuk suhu siklus pencucian dan jika noda basah atau kering
pada saat pencucian. Identifikasi noda semen dievaluasi menggunakan dua metode skrining,
pemeriksaan sumber cahaya alternatif (ALS) dan uji tekan Asam Fosfatase, dan satu metode
konfirmasi, yaitu pemeriksaan mikroskopis spermatozoa menggunakan pewarnaan pohon
natal.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan sampel dan persiapan

Mengikuti persetujuan dari dewan peninjau, sampel semen diambil dari sukarelawan yang
telah memberi persetujuan medis. 150µL semen diletakkan pada satu dari empat tipe kain
10

yang berbeda; katun, poliester, denim, dan wol. Sampel direplikasi untuk membuat 4 grup
berdasarkan cara mencucinya; air panas dengan noda kering, air panas dengan noda basah, air
dingin dengan noda kering, dan air dingin dengan noda basah. Kontrol positif adalah sampel
yang tidak dicuci. Setiap sampel disiapkan dalam rangkap tiga.

Tabel 1. Pengaturan sampel

Katun Poliester Denim Wool


Panas/Kering n=3 n=3 n=3 n=3
Panas/Basah n=3 n=3 n=3 n=3
Dingin/Kering n=3 n=3 n=3 n=3
Dingin/Basah n=3 n=3 n=3 n=3
Tidak dicuci n=3 n=3 n=3 n=3
Semua sampel dicuci dalam siklus standar panas (60OC) atau siklus standar dingin (30 OC).
Noda kering dicuci dalam waktu 30 menit setelah semen disimpan. Selama siklus pencucian
tidak menggunakan deterjen dan sampel dikeringkan di udara setelah dicuci untuk mencegah
paparan sampel pada suhu tinggi yang berkaitan dengan penggunaan pengering.

Pemeriksaan Sumber Cahaya Alternatif

Semua sampel diperiksa dengan Mini-crime Scope 400 dari Spex Forensiks pada pengaturan
panjang gelombang 455nm. Fluoresensi dari noda dicatat sebagai kuat, sedang, lemah atau
tidak terdeteksi.

Uji Asam Fosfatase

Semua sampel diperiksa menggunakan metode uji asam fosfatase. Pertama, sampel disemprot
sedikit dengan air steril. Kertas saring besar derajat 1 kemudian ditekan ke kain. Kertas saring
kemudian dipindah ke lemari asam dan disemprot dengan kombinasi alpha-naphthol
phosphate dan reagen brentamine fast blue B (reagen uji AP) yang baru disiapkan. Reaksi
positif dicatat jika terjadi reaksi warna ungu dalam dua menit, dan waktu awal perubahan
warna dicatat. Jika tidak ada reaksi perubahan warna dalam dua menit, sampel dianggap
negatif.

Pengecatan Christmas Tree

Setelah uji AP, sampel diambil dari kain untuk mengekstrak sel sprema dari kain. Penampang
satu sentimeter persegi dipotong dari kain berdasarkan hasil uji AP. Untuk sampel yang
11

positif saat uji AP, penampang diambil dari area tengah dimana tercatat reaksi positif AP
terkuat. Untuk sampel yang negatif, penampang diambil dari tengah sampel di sekitar area
dimana noda awalnya ditaruh. Sampel diekstraksi menggunakan protokol standar Yaitu
dengan menambahkan H2O steril, membuat noda menjadi lebih basah, kemudian
menempatkan kain ke dalam wadah yang berputar, dan kemudian memutar sampel ke bawah
untuk membentuk butiran. Butiran tersebut kemudian dimasukkan kembali dalam 50µL H2O.
Setelah diekstraksi, sampel dipipet ke slide, dikeringkan, dan diwarnai dengan Nuclear Fast
Red selama lima belas menit. Setelah pewarna utama dibilas, sampel diberikan pewarnaan
picro-indigocarmine selama 15 detik dan kemudian dibilas. Setelah slide dikeringkan
sepenuhnya, penutup kaca dipasang menggunakan Permount®. Slide diamati dibawah
iluminasi Köhler dan dinilai berdasarkan jumlah spermatozoa yang nampak menggunakan
tabel 2.

Tabel 2. Sistem penilaian untuk mengevaluasi slide menggunakan pengecatan Christmas tree

Densitas sperma Skor


Tidak ada sperma yang terlihat Negatif
Sperma sulit ditemukan 1+
Beberapa sperma dalam beberapa lapang 2+
pandang, mudah ditemukan
Banyak atau beberapa sperma di sebagian 3+
besar lapang pandang
Banyak sperma di setiap lapang pandang 4+

HASIL

Pemeriksaan alternatif sumber cahaya

Untuk pemeriksaan ALS, kontrol yang tidak dicuci menunjukkan berbagai variabilitas
berdasarkan noda pada jenis kain (Tabel 3). Noda semen pada katun sangat ber fluoresensi,
sedangkan noda pada wol sedikit ber fluoresensi, sementara fluoresensi pada denim sangat
sulit untuk di deteksi. Kain polyester tidak berfluoresensi sama sekali. Untuk noda yang
dicuci, hanya noda yang kering pada saat pencucian yang diamati, dan hanya secara konsisten
pada katun. Wol menunjukkan sedikit fluoresensi ketika noda kering dan dicuci dengan air
dingin. Tak satupun dari noda yang basah pada saat pencucian menunjukkan fluoresensi.
12

Tabel 3. Hasil pemeriksaan ALS dari sampel

Katun Poliester Denim Wool


Panas/Kering Lemah Negatif Negatif Negatif
Panas/Basah Negatif Negatif Negatif Negatif
Dingin/Kering Lemah Negatif Negatif Lemah
Dingin/Basah Negatif Negatif Negatif Negatif
Tidak dicuci Kuat Negatif Lemah Sedang

Asam phosphatase press test

Untuk pemeriksaan AP Press Test, semua kontrol menunjukkan perubahan warna awal dalam
waktu kurang dari 10 detik setelah pemberian reagen AP. Tak satupun dari noda yang basah
pada saat pencucian member hasil uji positif pada dugaan adanya semen. Dari noda yang
kering, hanya polyester yang menunjukkan hasil yang bervariasi, dengan masing-masing
pengaturan suhu menghasilkan dua negatif dan satu dugaan positif.

Tabel 4. Hasil dari AP Press Test

Katun Poliester Denim Wool


Panas/Kering + + + - - + + + + + + +
Panas/Basah - - - - - - - - - - - -
Dingin/Kering + + + - - + + + + + + +
Dingin/Basah - - - - - - - - - - - -
Tidak dicuci + + + + + + + + + + + +
“+” menunjukkan hasil positif, “-“ menunjukkan hasil negatif
13

Gambar 1. Gambar representatif kertas saring sesuai pemetaan AP

A. Kontrol katun yang tidak dicuci. B. Sampel katun yang dicuci dalam air panas setelah
noda dikeringkan. C. Sampel katun yang dicuci dengan air dingin setelah noda dikeringkan.
D. Sampel katun yang dicuci dengan air dingin sementara noda masih basah.

Pewarnaan Christmas Tree


Untuk pewarnaan Christmas tree, semua kontrol diuji, positif bila ditemukan spermatozoa
dan diberikan skor 2+ atau 3+. Sisa sampel, menunjukkan hasil variable, dengan tidak ada
sampel yang dicuci yang menerima skor diatas 1+ (tabel 5). Sampel denim menunjukkan
hasil memiliki kemampuan mempertahankan sebagian spermatozoa selama pencucian, karena
hanya ada satu sampel denim yang memberikan hasil tes negatif terhadap keberadaan
spermatozoa.

Tabel 5. Hasil pemeriksaan mikroskopik pewarnaan Christmas tree

Katun Poliester Denim Wool


Panas/Kering 1+ 1+ - 1+ - 1+ 1+ 1+ 1+ - 1+ 1+
Panas/Basah - 1+ - - - - 1+ 1+ 1+ 1+ 1+ -
Dingin/Kering - - - 1+ 1+ 1+ 1+ - 1+ 1+ - -
Dingin/Basah - - - - - 1+ 1+ 1+ 1+ 1+ - -
Tidak dicuci 2+ 2+ 2+ 3+ 2+ 3+ 2+ 2+ 2+ 2+ 3+ 2+
Metode skoring yang diperlihatkan tabel 2, dan (-) menunjukkan hasil negative
14

DISKUSI

Kegagalan untuk mengobservasi flurosensi kontrol (tidak dicuci) dan sampel (dicuci) timbul
dikarenakan efek dari tipe bahan yang ditempeli bercak. Bahkan pada kontrol, bercak semen
yang ada di bahan denim sulit untuk dievaluasi dikarenakan pewarnaan yang gelap pada
substrat, dan juga karena pewarnaan pada substrat yang kurang uniform. Pewarnaan yang
gelap pada dasar poliester juga memiliki permasalahan yang sama dengan bahan denim. Ada
penelitian yang dipublikasi, menginvestigasi dampak pada substrat ketika menggunakan
ALS, namun penelitian ini terbatas karena tidak memasukkan bahan substrat seperti tile, besi,
kayu, dan kain, melainkan hanya katun (18-21). Terdapat sangat sedikit penelitian yang
meneliti tentang perbedaan jenis kain. Ada beberapa penelitian yang mengembangkan
metode tentang pengaruh substrat pada ALS dalam mengevalusi bercak biologis untuk
menghindari masalah seperti pewarnaan (18). Namun, penilitian ini memerlukan gambar
untuk difoto dan dianalisis di komputer software, sehingga memperlambat penilaian ALS.
Flurosensi pada sampel yang dicuci lebih sedikit dari pada kelompok kontrol, menunjukkan
bahwa mencuci bahan mengurangi kemampuan ALS untuk mendeteksi bercak. Namun,
berkurangnya flurosensi pada kelompok kontrol juga menunjukkan bahwa ALS bukanlah
metode yang tepat untuk mendeteksi bercak semen pada beberapa bahan dikarenakan
pengaruh dari substrat. Test AP menunjukkan bahwa mencuci bercak yang basah dapat
mengurangi jumlah enzim asam fosfatase yang dapat menyebabkan hasil menjadi negatif. Hal
ini mungkin disebabkan karena bercak semen belum terlalu meresap ke bahan, sehingga
membuat bercak semen mudah tercuci. Pada sampel poliester juga menunjukkan tidak
konsisten karena bercak dicuci stelah kering. Namun karena poliester adalah bahan sintetik
dan lebih uniform, membuat bercak tidak bertahan lama ketika proses mencuci dibandingkan
bahan lain yang terbuat dari bahan alami.Pada pewarnaan Pohon Natal menunjukkan lebih
sedikit konsistensi pada setiap grup. Kelompok kontrol bekerja sebagaimana mustinya, yang
berarti inkonsistensi disebabkan karena hal lain selain metodelogi. Perbedaan antara sampel
pada satu grup dapat diakibatkan karena sampel mengalami perbedaan kondisi ketika dicuci
pada siklus yang sama. Beberapa sampel mungkin berkumpul bersama pada mesin cuci,
sementara yang lain terpisah. Gumpalan pada sampel dapat menyebabkan sampel menahan
lebih banyak sel sperma dibandingkan yang lain. Hal ini dapat berarti, apabila semua item
dicuci bersamaan, transfer dapat terjadi tidak hanya antar item, tapi juga dapat berpindah dari
suatu area ke area lain di suatu item, mengakibatkan delokalisasi dari bercak semen. Satu
satunya bahan yang menunjukkan konsistensi pada Pohon Natal adalah bahan denim. Hal ini
15

disebabkan karena bahan yang lebih tebal dan terbuat dari serat alami, dimana lebih banyak
mengikat sel sperma ketika dicuci. Juga terdapat kemungkinan transfer antar sampel pada
siklus mencuci yang sama, seperti pada penelitian sebelumnya yang juga menunjukkan
transfer pada standar siklus mencuci (5). Ketiga bahan yang lain menunjukkan inkonsistensi
dan lebih banyak hasil negatif dikarenakan bahan yang lebih tipis, menyebabkan sperma
lebih mudah tercuci.

KESIMPULAN

Studi ini telah menyoroti beberapa keterbatasan metodologi saat ini untuk identifikasi semen
pada noda yang ada pada kain yang telah dicuci. Penggunaan ALS untuk menemukan potensi
noda biologis dapat sangat dihambat dengan mencuci, terlepas dari suhu air atau jika noda
basah atau kering pada saat dicuci. Tes asam fosfatase diduga dapat mendeteksi keberadaan
semen terlepas dari suhu air saat dicuci. Namun, jika noda masih basah pada saat dicuci, hal
itu dapat sangat menghambat deteksi asam fosfatase. Selanjutnya, jenis kain dapat memiliki
dampak, seperti AP Tes tidak konsisten ketika mencoba mendeteksi noda semen yang telah
dicuci pada polyester. Namun demikian ketidakkonsistenan tidak terlihat pada kain alami
lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Selama mencuci, sperma mungkin terpindahkan
ke barang lain, atau hilang seluruhnya. Retensi sperma selama pencucian dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor: jenis kain tempat semen terdeposit, suhu air, apakah noda basah atau
kering, dan faktor lainnya. Hasil penelitian ini memberikan sebuah kontribusi berharga untuk
bidang ilmu forensik dan penyidik, karena penelitian ini menyoroti pentingnya memilih
metode dan pertimbangan yang harus diambil saat menafsirkan hasil untuk mendeteksi
semen, terutama pada barang yang mungkin telah dicuci.
16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cairan Mani


Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh, dan
berbau khas. Cairan mani dikeluarkan dari penis pada saat ejakulasi, bisanya saat
orgasme. Cairan mani terdiri dari dua bagian, yaitu bagian selular (spermatozoa) dan
bagian non selular (plasma seminal) yang disekresikan oleh kelenjar prostat, vesikula
seminalis, kelenjar bulbourethra, dan kelenjar littre.1,2

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria2

Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-
5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2-7.6. Cairan mani mengandung spermatozoa,
sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal
yang mengandung spermin, protein, garam, flavin, choline, dan beberapa enzim seperti
asam fosfatase, asam sitrat, asam lactat, asam asorbik, fruktosa, urea, dan zink serta
imunoglobulin. Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan
jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.1,3,4
17

Dari kira-kira 300 juta spermatozoa yang ditempatkan ke vagina, diduga hanya
beberapa ratus spermatozoa yang dapat mencapai sel telur. Diperlukan banyak
spermatozoa yang menghasilkan enzim hialuronidase untuk mencernakan asam
hialuronat yang berada disekeliling sel telur, walaupun nantinya hanya satu spermatozoa
yang berhasil masuk ke dalam sel telur. Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam post coitus, sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coitus dan bila wanitanya mati masih akan dapat
ditemukan 7-8 hari.5

Tabel 1. Deteksi Semen Pada Bagian Tubuh Tertentu3


Bagian Tubuh Waktu
Mulut 0 hingga 31 jam
Anus 0 hingga 44 jam
Rektum 0 hingga 110 jam
Vagina 0 hingga 10 jam
Serviks 0 hingga 19 hari

2.2. Pemeriksaan Cairan Mani (Semen)


Pemeriksaan sperma merupakan bagian yang sangat penting dalam mengungkap
kasus tindak pidana seksual sebab pemeriksaan tersebut tidak hanya dapat membuat
terang perkara tersebut, tetapi juga dapat menjelaskan identitas pelakunya. Mengingat
sperma terdiri atas sel spermatozoa dan plasma maka pertama-tama yang perlu
dibuktikan terhadap sesuatu obyek yang diduga sperma adalah membuktikan secara
medik ke dua unsur tersebut. Jika pada pemeriksaan tidak ditemukan spermatozoa, tidak
berarti yang diperiksa bukan sperma. Mungkin pemerkosa menderita azoospermia atau
telah menjalani vasektomi sehingga spermatozoa tidak ditemukan. Oleh sebab itu juga
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui adanya unsur-unsur plasma.6

Sampel pada pemeriksaan cairan mani dapat diperoleh dari, yaitu:7


1. Pakaian yang dipakai korban saat kejadian. Pakaian diperiksa lapis demi lapis untuk
mencari adanya trace evidence yang mungkin berasal dari pelaku, seperti darah dan
bercak mani.
2. Tempat kejadian.
18

3. Rambut pubis, yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal atau
mengambil rambut pubis yang terlepas pada penyisiran.
4. Swab, dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani dari kulit sekitar vulva,
vestibulum, vagina, forniks posterior, rongga mulut (pada seks oral), atau lipatan-
lipatan anus (pada sodomi).
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan sebagai berikut:2
1. Ketika segar, semen akan berwarna keputihan atau kekuningan, putih, agak kental,
seperti jeli, lengket dan memiliki bau khas. Kemudian viskositas hilang karena
prostat fibrolysin, dan menjadi tipis.
2. Noda seminalis yang kering pada pakaian, akan berwarna keabu-abuan atau putih
kekuningan, menunjukkan garis yang tidak beraturan dan keras pada perabaan.
Ketika diperiksa di bawah sinar UV, akan berfluoresensi dengan warna putih
kebiruan.
3. Noda segar pada bahan yang tidak menyerap, akan tampak tembus cahaya. Setelah
sebulan, menjadi kuning dan kecoklatan.
Untuk menentukan adanya cairan mani guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :1
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
a. Tanpa pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan terjadinya persetubuhan. Dalam 2-3 jam setelah persetubuhan
masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan
memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak
bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis), sehingga harus
dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.1
Cara pemeriksaan : 1 tetes lendir vagina diletakkan pada kaca obyek,
dilihat dengan pembesaran 500x serta kondensor diturunkan, lalu perhatikan
pergerakan sperma.1
Menurut Voight, sperma masih bergerak kira-kira 4 jam pasca
persetubuhan. Menurut Gonzales, sperma masih bergerak 30-60 menit pasca
persetubuhan. Menurut Ponzold, kurang dari 5 jam pasca perseubuhan, tetapi
kadang-kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks, dapat bertahan
sampai 20 jam.1
19

Menurut Nickols, sperma masih dapat ditemukan 5-6 hari pasca


persetubuhan walaupun setelah 3 hari hanya tinggal beberapa saja. Menurut
Voight, 66 jam pasca persetubuhan sedangkan menurut Davies dan Wilson,
30 jam. Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih data
ditemukan sampai 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama
lagi.1
Berdasarkan data di atas, maka data disimpulkan bahwa spermatozoa
masih dapat ditemukan sampai 3 hari pasca persetubuhan, kadang-kadang
sampai 6 hari pasca persetubuhan. Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu
dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau
pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam
ciaran vagina.1
b. Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus
tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue, atau Malachite
green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik
adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut :
Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci
dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan
Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.1
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan lekosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan lekosit tidak
terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau.1
20

Gambar 2. Pemeriksaan Sperma dengan Mikroskop Cahaya8

2. Penentuan cairan mani (kimiawi)


Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi
adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan
laboratorium berikut :
a. Reaksi fosfatase asam1,6
Karena zat ini merupakan enzym yang mudah rusak maka pemeriksaan
tersebut harus dilakukan secepatnya. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
kualitatif atau kuantitatif.
 Dasar reaksi yaitu adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi
yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Aktifitas enzim fosfatase asam
rata-rata adala sebesar 2500 U.K.A (Kaye). Dalam sekret vagina
setelah 3 hari abstinensia seksualis ditemukan aktivitas 0-6 unit
(Risfeld). Dengan menentukan secara kuantitatif aktivitas fosfatase
asam per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut
adalah bercak mania tau bukan. Aktivitas 25 U.K.A per 1 cc ekstrak
yang diperoleh dari 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak
mani.
 Reagen untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A : Natrium acetat trihyrate 20 gram dan Glacial acetat acid
10 ml dilarutkan dalam aquadest 100 ml untuk menghasilkan larutan
penyangga dengan pH 5, kemudian Brentamin Fast Blue B 1 gram
dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.
21

Larutan B : Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg dan Aquadest 10


ml.
89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan di lemari es reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan
mengganggu reaksi.
 Prinsip : enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat;
alfa-naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamine
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu.
 Cara pemeriksaan : bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas
saring yang telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama
beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot
dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan
sampai timbul warna ungu.
 Interpretasi : bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase asam
memberi warna dengan serentak dengan intensitasnya yang tetap
sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase asam
memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur. Menurut
Davies dan Wilson, bila waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi
yang baik untuk adanya cairan mani. Bila 30-65 detik, indikasi
sedang, dan masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.
Bila >65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak
terdapatnya cairan mani, karena pernah diemukan waktu reaksi >65
detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat
di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik.
Kehamilan, keberadaan bakteri dan jamur dapa mempercepat waktu
reaksi.
22

Gambar 3. Reaksi Asam Fosfatase9

b. Inhibisi dengan I (-) tartrat (Sivaram)1


Untuk membedakan bercak mani dari bercak lain dapat digunakan I(-)
tartrat yang menghambat aktivitas enzim fosfatase asam dalam semen.
 Reagen :
Reagen I : larutan Na-alfa naftil fosfat dan Brentamine Fast Blue Salt
dalam larutan penyangga sitrat dengan pH 4,9.
Reagen II : terdiri dari 9 bagian larutan sitrat (pH 4,9) dan 1 bagian
larutan 0,4 M I(+) asam tartrat dengan pH 4,9.
 Cara pemeriksaan : ekstraksi sepotong kecil bercak dengan beberapa
tetes akuades. Ekstrak diteteskan pada 2 helai kertas saring Whatman
no.1, masing-masing 1 tetes dan ditandai dengn pensil, biarkan
mengering. Kertas saring pertama disemprot dengan reagen I dan
yang lain dengan reagen II
 Interpretasi : jika bercak ekstrak yang disemprot dengan reagen I
berwarna ungu sedangkan dengan reagen II tidak timbul warna, maka
dapat dipastikan bahwa dalam ekstrak terdapat mani. Bila warna ungu
dengan intensitas yang sama timbul pada kedua kertas tadi, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat aktivitas fosfatase asam yang
bukan berasal dari mani.
23

c. Cara elektro-imunodifusi (Baxter)1


Serum anti mani manusia (anti human semen serum) spesifik untuk
antifen manusia dan mengandung zat anti terhadap fosfatase asam. Bila serum
ditambahkan dengan air mani akan terbentuk kompleks enzim-antibodi yang
masih memiliki sifat enzimatik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi
fosfatase asam. Medium yang digunakan adalah lempeng agar yang
mengandung serum anti mani manusia dalam konsentrasi 1%. Setelah
dilakukan elekroforesis, lempeng agar dikembangkan dalam reagen fosfatase
asam. Pada fosfatase seminal, tampak puncak presipitin kea rah anoda,
sedangkan pada fosfatase vaginal, puncak presipitin ke arah katoda. Cara ini
dapat menentukan dengan pasti adanya mani manusia pada keadaan
azoospermia. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya semen di dalam vagina
sampai 4 hari pasca persetubuhan.
d. Elektroforetik (Adam dan Wraxall)1
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikembangkan dengan
buffer (pH 3), dilihat di bawah sinar ultraviolet. Fosfatase asam seminal akan
bergerak sejauh 4 cm sedangkan fosfatase asam vagina bergerak sejauh 3 cm.
e. Reaksi Florence (Pemeriksaan choline)1,6
 Dasar reaksi : menentukan adanya kholin
 Reagen : larutan lugol yang dapat dibuat dari : Kalium Iodida 1,5
gram, Yodium 2,5 gram, dan akuades 30 ml.
 Cara pemeriksaan : bercak diekstraksi dengan sediki akuades. Ekstrak
diletakkan pada kaca objek, dibiarkan mongering, kemudian ditutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet di bawah kaca
penutup.
 Interpretasi : bila terdapat mani, tampak kristal kholin-peryodida
berwarna coklat, berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermi dan cara lain untuk
menentukan semen tidak dapat dilakukan.
24

Gambar 4. Reaksi Florence2,8

f. Reaksi Berberio1
 Dasar reaksi : untuk menentukan adanya spermin dalam semen
 Reagen : larutan asam pikrat jenuh
 Cara pemeriksaan sama seperti pada reaksi Florence
 Interpretasi : hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin
pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung
tumpul, dan kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak
longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid. Reaksi tersebut
mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.

Gambar 5. Reaksi Berberio2,8

g. Tes Puranen1
 Dasar reaksi : untuk menentukan adanya spermin dalam semen
 Reagen : larutan 5 gram naphothol S yellow dalam 100 cc aquadest.
 Cara pemeriksaan : seperti test Florence, tunggu sekitar 1 jam
25

 Interpretasi : hasil positif terlihat kristal-kristal spermin flavinat


berwarna kuning.
3. Penentuan golongan darah ABO pada cairan mani
Penentuan golongan darah ABO pada semen golongan sekretor dilakukan dengan
cara absorpsi inhibisi. Hanya untuk golongan sekretor saja dapat ditentukan golongan
darah dalam semen. Pada individu yang termasuk golongan sekretor, dapat
ditemukan subsansi golongan darah dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret
vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan manu jauh
lebih banyak daripada dalam air liur (2-100 kali). Pada golongan bukan sekretor,
tidak ditemukan adanya substansi tersebut dalam cairan tubuhnya.1

Tabel 2. Penentuan Golongan Darah pada Cairan Mani1


Golongan Darah Wanita
O A B AB
Substansi “sendiri” dalam H A B A+B
sekret vagina A+H B+H
Substansi “asing” berasal dari A B A H*
semen B H* H* A+H
A+B
H* : hanya H

Jika dari sekret vagina wanita golongan O ditemukan substansi A dan H atau B dan
H, berarti terdapat cairan mani. Jika ditemukan substansi A atau B atau A dan B,
berarti pada sekret vagina tersebut terdapat cairan mani.1
4. Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
Secara visual, bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak
yang sudah agak tua berwarna kekuning-kuningan. Pada bahan sutra atau nilon,
batasnya sering tidak jelas namun selalu lebih gelap daripada sekitarnya. Pada tekstil
yang tidak menyerap, bercak yang sehar akan menunjukkan permukaan mengkilat
dan translusen, kemudian akan mengering dan dalam waktu sekitar 1 bulan akan
berwarna kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak
berwarna atau bertepi kelabu yang berangsur-angsur akan berwarna kuning sampai
coklat dalam waktu 1 bulan.1
26

Di bawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan fluoresensi putih. Hasil


pemeriksaan ini kurang memberikan hasil yang memuaskan untuk bercak pada sutra
sintetik atau nilon karena mungkin tidak memberi fluoresensi. Fluoresensi terlihat
jelas pada bercak mani yang melekat di bahan tekstil yang terbuat dari serabut katun.
Bahan makanan, urin, secret vagina, dan detergen yang tersisa pada pakaian sering
menunjukkan fluoresensi juga.1

Gambar 6. Alternate Light Source9

Secara taktil, bercak mani teraba member kesan kaku seperti kanji. Pada tekstil
yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, permukaan bercak akan teraba kasar.1
Dapat pula dilakukan uji pewarnaan Baecchi dengan reagen Baecchi dibuar dari
asam fukhsin 1% 1 ml, Methylene Blue 1% 1 ml, asam klorida 1% 40 ml. Bercak
yang dicurigai digunting sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat bercak. Bahan
dipulas dengan reagen Baecchi selama 2-5 menit, dicuci dalam HCl 1% dan
dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam larutan alcohol 70%, 80%, dan 95-100%
(absolut), lalu dijernihkan dalam xylol (2x) kemudian dikeringkan di antara kertas
27

saring. Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, letakkan pada gelas obyek dan
diuraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan
balsam Kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400x. Serabut pakaian tidak
mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna
merah muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.1
Skrining dapat dilakukan dengan reagen fosfatase asam. Sehelai kertas saring yang
telah dibasahi dengan akuades ditempelkan pada bercak yang dicurigai selama 5-10
menit. Keringkan lalu semprot dengan reagen. Bila terlihat bercak berwarna ungu,
kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula.
Dengan demikian letak bercak pada kain dapat diketahui. Reaksi fosfatase asam dan
Florence dilakukan bila pada pemeriksaan tidak dapat ditemukan sel spermatozoa.1
5. Pemeriksaan pria tersangka
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan
seorang wanita, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium cara lugol, yaitu kaca
obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, teruama pada bagian kolum,
korona serta frenulum. Kemudian dengan posisi spesimen menghadap ke bawah,
letakkan di atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap yodium
mewarnai sediaan tersebut. Hasil positif menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan
sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak glikogen.1
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan
adanya kromatin seks (Barr bodies) pada inti dengan ciri-ciri menempel erat pada
permukaan membran inti dengan diameter sekitar I u yang berbatas jelas dengan tepi
tajam dan terletak pada satu dataran fokus dengan inti.1
28

Skema 1. Pemeriksaa Penunjang Pada Cairan Mani2

Tes Skrining Pemeriksaan Fisik Tes Kimia Presumptif


dengan sinar UV  Tes kristal (tes florence
dan barberio)
 Tes brentamine
Tes Konfirmasi
Skrining

Non Selular
Spermatozoa
 Asam Fosfatase
 Motilitas sperma
 P30
 FISH
 MHS-5

Individualisasi

Pemeriksaan DNA
Golongaan darah Pemeriksaan Enzim
 Phosphoglucomutase
 Peptidase A (pep A)
29

BAB III

KESIMPULAN

Cairan mani (semen) merupakan cairan yang dikeluarkan dari penis pada saat
ejakulasi yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian selular (spermatozoa) dan bagian non
selular (plasma seminal). Pemeriksaan cairan mani merupakan bagian yang penting dalam
mengungkap kasus tindak pidana seksual sebab pemeriksaan tersebut dapat membuat terang
perkara tersebut dan dapat menjelaskan identitas pelakunya. Untuk menentukan adanya
cairan mani dapat dilakukan pemeriksaan penentuan spermatozoa secara mikroskopis baik
tanpa pewarnaan maupun dengan pewarnaan; penentuan cairan mani dalam sekret vagina
dengan reaksi asam fosfatase, inhibisi dengan I(-) tartrat (Sivaram), cara elektro-imunodifusi
(Baxter), elektroforetik (Adam dan Wraxall), reaksi Florence (pemeriksaan choline), reaksi
Berberio, dan tes Puranen; penentuan golongan darah ABO pada cairan mani; pemeriksaan
pria tersangka dengan pemeriksaan laboratorium lugol; pemeriksaan bercak mani pada
pakaian dengan pemeriksaan Alternate Light Source (ALS), uji pewarnaan Baecchi, dan
reaksi asam fosfatase.

Pemeriksaan bercak mani seringkali mengalami beberapa keterbatasan karena noda


semen yang diduga berasal dari kekerasan seksual ini dapat dicuci dalam upaya untuk
menghancurkan bukti yang ada. Penelitian yang menyelidiki tiga faktor potensial yang
mempengaruhi identifikasi semen pada pakaian yang dicuci yaitu jenis kain, suhu air selama
pencucian, dan apakah noda kering pada saat pencucian, menggunakan tiga metode untuk
mendeteksi semen yaitu skrining dengan Alternate Light Source, reaksi asam fosfatase, dan
pewarnaan histologis spermatazoa. Hasil penelitian ditemukan bahwa semen sulit dideteksi
jika masih basah ketika benda yang bernoda semen itu dicuci, tidak ditemukan ada perbedaan
hasil berdasarkan suhu pencucian, dan kain sintetis seperti poliester tidak efektif
mempertahankan komponen semen selama pencucian dan membuat deteksi lebih sulit. Pada
pemeriksaan ALS untuk mendeteksi cairan mani dapat dihambat dengan pencucian, namun
tidak dipengaruhi dari suhu air atau apakah noda basah atau kering pada saat dicuci. Pada tes
reaksi asam fosfatase dapat mendeteksi keberadaan cairan mani terlepas dari suhu air saat
dicuci, namun jika noda masih basah pada saat dicuci dapat menghambat deteksi asam
fosfatase. Berdasarkan hasil penelitian ini perlu disoroti tentang pentingnya memilih metode
dan pertimbangan yang harus diambil saat menafsirkan hasil untuk mendeteksi cairan mani,
terutama pada barang yang mungkin telah dicuci.
30

BAB IV

PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA


31
32
33
34
35
36

DAFTAR PUSTAKA

1. 2000. Bagian Kedokteran Forensik FKUI: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; 184-192.
2. Biswas G. 2015. Review of Forensic Medicine and Toxicology (3rd edition). Jaypee
Brothers Medical Publishers. New Delhi; 432-437.
3. Davies A., Wilson E. 1974. The Persistance Of Seminal Constituents In The Human
Vagina. Forensic Sci. 3(1) : 45-55.
4. Virkler K., Lednev I.K. 2009. Review Analysis of body fluids for forensic purposes:
From laboratory testing to non-destructive rapid confirmatory identification at a crime
scene. Forensic Science International. 1–17.
5. Arios R., Tomuka D., Kristanto E. 2014. Efektivitas Deteksi Spermatozoa Menggunakan
Pewarnaan Malachit Green. Jurnal e-CliniC (eCI). 2(2): 1-7.
6. Dahlan S. 2000. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang. Universitas Diponegoro. 170-171.
7. Meilia P.D.I. 2012. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban (P3K) Kekerasan
Seksual. Cermin Dunia Kedokteran. 38 (8) : 579-583.
8. Bardale R. 2011. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. Jaypee Brothers
Medical Publishers. New Delhi; 400-402.
9. Dale L., Laux M.S. 2003. Forensic Detection Of Semen I. The Acid Phosphatase Test. 1-
8.

Anda mungkin juga menyukai