Anda di halaman 1dari 15

Makalah Anestesiologi & Terapi Intensif

INTENSIVE CARE UNIT DAN PENANGANAN PASIEN


KRITIS di ICU

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Kepanitraan Klinik


di Bagian Anestesiologi & Terapi Intesif

Disusun Oleh:
Meilisa Sri Suzana, S.Ked
(H1AP1026)

Pembimbing:
dr. Zulki Maulub Ritonga, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU/ RS. BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “INTENSIVE
CARE UNIT DAN PENANGANAN PASIEN KRITIS di ICU” ini dengan baik
dan selesai tepat waktu. Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi sebagian
syarat kelulusan kepaniteraan klinik ilmu anestesi dan terapi intesif di di RSUD
Dr. M. Yunus dan RS Bhayangkara Kota Bengkulu.

Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama
kepada dr. Zulki Maulub Ritonga,Sp.An, selaku dokter pembimbing dan konsulen
anestesi di RSUD Dr. M. Yunus dan RS Bhayangkara Kota Bengkulu yang telah
membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan referat ini. Penulis
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejawat serta pihak-
pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan referat ini yang namanya tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga referat ini dapat
bermanfaat serta menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Penulis,

Meilisa Sri Suzana, S.Ked

H1AP10026
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu pelayanan yang sentral di Rumah Sakit adalah pelayanan


Intensive Care Unit (ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk
menangani pasien pasca bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien
dewasa dan anakyang mengalami satu atau lebih disfungsi atau gagal organ.
Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi,
Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain.

Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk


melakukan perawatan pada pasien- pasien gawat darurat dengan potensi
“reversible life thretening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk
mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang
kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untukfungsi vital.

Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif


dan efisien, maka ICU harus dikelola sesuai dengan perkembangan Intensive Care
Medicine.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Intensive Care Unit (ICU)


Sakit kritis adalah proses semua penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke disabilitas/kecacatan atau kematian
dalam beberapa menit atau beberapa jam. Pasien yang sakit kritis adalah pasien
yang memiliki salah satu risiko besar akan kematian; keparahan penyakit harus
dideteksi sejak awal dan mengambil langkah yang tepat dalam menilai,
mendiagnosis serta penatalaksanaanya.
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat
resiko kematian pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat
sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang
cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu
oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar perawatan yang tinggi membutuhkan
manajemen ICU dan peralatan teknologi tinggi yang menunjang (shari, 2011).
Perawatan Intensif Care Unitmerupakan pelayanan keperawatan yang saat
ini sangat perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan
asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan
asuhan pada pasien yang memerlukan observasi ketat dengan atau tanpa
pengobatan yang tidak dapat diberikan diruang perawatan umum memberikan
pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial atau adanya kerusakan organ
umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada
pasien-pasien dengan penyakit kritis (Glarum, 2010).

2.2 Tujuan Pelayanan ICU


Adapun tujuan pelayanan yang dilakukan di ruang Intensive Care
Unitantara lain sebagai berikut :
a. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat.
b. Mencegah terjadinya penyulit
c. Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan
ke level yang lebih tinggi
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien (Glarum, 2010).

2.3 Level ICU

Ada 3 level ICU di Indonesia :

2.3.1 Level I di rumah sakit daerah tipe (tipe C dan D)

Di sini ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (high
dependency). Dapat melakukan observasi ketat dengan EKG monitor dan
resusitasi dengan cepat tetapi ventilator hanya di berikan kurang dari 24 jam.

ICU level I :

- Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang gawat


darurat dan ruang perawatan lainnya.
- Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta
rujukan.
- Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
- Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantu
ng paru.
- Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
- Memiliki jumlah perawat yang cukup dengan sebagian besar terlatih.
- Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan lab. tertentu (hb, ht,
elektrolit, gula darah dan trombosit), rontgen, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi.
2.3.2 Level II di rumah sakit tipe B

Di sini dapat melakukan ventilasi jangka lama.Dokter residen yang selalu


siap di tempat dan mempunyai fasilitas hubungan dengan fasilitas fisioterapi,
patologi dan radiologi. Bentuk fasilitas penunjang misalnya dialysis, monitor
invasive dan pemeriksaan CT scan.

ICU level II :

- Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat


dan ruangkeperawatan lain.
- Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta
rujukan.
- Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan
- Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan Intensive Care
atau bila tidaktersedia, dokter spesialis anestesiologi yang
bertanggungjawab secara keseluruhan dandokter jaga yang minimal
mampu melakukan RJP.
- Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat = 1 : 1untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2
: 1 untuk kasus-kasus lainnya.
- Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
- Mampu memberikan ventilasi mekanik beberapa lama dan dalam batas
tertentumelakukan pemantauan intensif dan usaha-usaha penunjang
hidup.
- Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik, danfisioterapi selama 24 jam.
- Memiliki ruangan isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
2.3.3 Level III rumah sakit tertier (tipe A)

Biasanya pada RS tipe A mempunyai semua aspek yang di butuhkan ICU


agar dapat memenuhi peran sebagai RS rujukan.

ICU level III :

- Memiliki ruang khusus, tersendiri di dalam rumah sakit


- Memiliki kriteria penderita masuk, keluar serta rujukan.
- Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat
bila diperlukan.
- Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi/konsultan Intensive Care atau
dokter ahlikonsultan intensive care yang lain yang bertanggungjawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
RJP.
- Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien:
perawat = 1 : 1untuk pasien dgn ventilator, renal replacement therapy
dan 2 : 1 untuk kasus-kasuslainnya.
- Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
- Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/therapi
intensif baik invasif maupun non invasif.
- Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik, dan fisioterapi selama 24 jam
- Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga
medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal
pada pasien.
- Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
- Memiliki staf tambahan yang lain : misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medis, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian2
2.4 Indikasi Masuk ICU (ACS. 2004)

a. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif
dan agresif seperti Gangguan atau gagal nafas akut , Gangguan atau gagal
sirkulasi, Gangguan atau gagal susunan syaraf , Gangguan atau gagal ginjal .
b. Prioritas 2
Pemantauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang
dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital Misalnya
Observasi intensif pasca bedah operasi : post trepanasi, post open heart, post
laparatomy dengan komplikasi, Observasi intensif pasca henti jantung dalam
keadaan stabil , dan Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.

c. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan
kecil untuk penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin
memerlukan terapi intensif untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak
dilakukan tindakan invasife Intubasi atau Resusitasi Kardio Pulmoner. NB :
Pasien prioritas 1 harus didahulukan dari pada prioritas 2 dan 3.

2.4 Kontra Indikasi Masuk ICU


Kontraindikasi yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan
penyakit yang sangat menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang
masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai riwayat penyakit menular (Depkes,
2011).

2.5 Pengolahaan rutin pasien di ICU


Pengelolaan rutin pasien ICU dapat meliputi:

1. Pendekatan pasien seperti anamnesis, serah terima pasien, pemerikasaan


fisik, kajian hasil pemerikasaan, identifikasi masalah beserta
penanggulangannya, dan informasi kepada keluarga.
2. Pemeriksaan fisik dari seluruh aspek fisiologis dan data demografi
minimal 1 kali sehari.
3. Pemeriksaan, observasi dan monitoring rutin.
 Kardiovaskuler: Peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP.
 Respirasi: Menghitung pernafasan, setting ventilator,
menginterprestasikan hasil BGA, keluhan, pemeriksaan fisik dan foto
thorax.
 Ginjal: Jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam.
 Pencernaan: Pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah,
diare.
 Tanda infeksi: Peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi),
pemeriksaan kultur, berapa lama antibiotic diberikan.
 Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu
seluruh proses perawatan.
4. Jalur intra vaskuler.
5. Intubasi dan pengelolaan trachea.
6. Pengelolaan cairan.
7. Perdarahan gastro intestinal.
8. Nutrisi
 Nutrisi enteral
Merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna dengan
menggunakan sonde (tube feeding).Nutrisi enteral direkomendasikan
bagi pasien-pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya
secara volunter melalui asupan oral.Pemberian nutrisi enteral dini yang
dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam setelah pasien masuk ke dalam
perawatan intensif (ICU) lebih baik dibandingkan pemberian nutrisi
parenteral. Dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa
mesin.Dosis nutrisi enteral biasanya berkisar antara 14-18kkal/kgbb/
hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai.

TINGKAT PERAWATAN PASIEN SAKIT KRITIS


Tingkat 0
• Pasien-pasien stabil yang kebutuhannya dapat dipenuhi oleh perawatan di
bangsal rutin
Tingkat 1
• Pasien yang kondisinya berisiko memburuk dan memerlukan observasi
klinis secara cermat yang dapat dilakukan di bangsal umum
• Pasien yang baru-baru ini direlokasi dari tingkat perawatan yang lebih
tinggi yang kebutuhannya dapat dipenuhi dengan anjuran dan dukungan
dari tim perawatan klinis
Tingkat 2 (HCU)
 Pasien yang memerlukan pemantauan yang lebih mendetail (missal
tekanan darah arteri invasif, CVP). Bantuan untuk kegagalan sistem organ
tunggal, termasuk ventilasi tekanan positif non-invasif
 Pasien-pasien pasca operasi tertentu (misal setelah operasi besar pada
pasien-pasien berisiko tinggi)
 Pasien yang baru pindah dari perawatan tingkat 3
Tingkat 3 (ICU)
• Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (intubasi trakea dan
ventiasi mekanis)
• Pasien-pasien dengan MOFS (multiple organ failure syndrome)
Contoh kondisi pasien sebagai indikasi masuk ke ICU antara lain:
• Ancaman/kegagalan sistem pernafasan: Gagal nafas, impending gagal
nafas.
• Ancaman/kegagalan sistem hemodinamik: Shock
• Ancaman/kegagalan sistem syaraf pusat: Stroke, penurunan kesadaran.
• Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi: Depresi nafas
• Infeksi berat : sepsis
Untuk mengenali semua hal yang mengancam kehidupan dan melakukan
terapi segera, kita harus bisa segera mengenali pasien yang kritis dengan cepat
dan singkat. Pada banyak kasus, hal yang menyebabkan kondisi kritis pada pasien
ini sudah jelas tetapi mungkin akan membantu bila kita ingat ABCBA:
A: Airway
B: Breathing
C: Circulation
B: Brain
A: Asses other injuries
Penilaian pertama membutuhkan beberapa saat saja:
 Periksalah apakah jalan napas pasien lapang
 Periksalah apakah pasien bernapas, jika tidak maka dibutuhkan pernapasan
buatan
 Periksalah denyutan arteri besar (a. karotis/a.femoralis), jika ada
kegagalan sirkulasi, mulailah untuk melakukan masase jantung eksterna
segera.
 Nilailah fungsi otak pasien, perhatikan respon terhadap pembicaraan,
stimulasi, rasa sakit dan refleksi pupil, ukuran dan bentuk pupil
 Secepatnya mencari trauma di tempat lain seperti pneumotoraks
ataufraktur pelvis dan memperkirakan darah yang hilang

Pemeliharaan jalan napas (Airway)


 Pertama tama, periksalah mulut dan faring, apakah ada benda asing?
 Perhatikan apakah pasien bernapas dan jika tidak ada kontraindikasi
(trauma tulang belakang) miringkan pasien dengan lengan dan tungkai
difleksikan
 Jika tidak mungkin, misalnya selama anestesi, maka tetap jaga jalan napas
agar lapang.
 Atur posisi kepala dan leher.
 Simple airway-opening manouver seperti chin-lift atau jaw thrust
sangat membantu.
 Pemasangan jalan napas buatan
 Pemasangan jalan napas orofaringeal dan nasofaringeal menjaga
agar aliran udara terjamin.
 Nasofaringeal dapat digunakan pada pasien yang kedua rahangnya
mengatup.
 Intubasi endotrakea
 Agar jalan napas tetap lapang dan mencegah aspirasi lambung.
2.6 Indikasi Keluar ICU
Adapun indikasi keluar ICU antara lain sebagai berikut :
a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.
b. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
c. Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.
d. Pasien mengalami mati batang otak.
e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
f. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa)
g. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan
tempat penuh.
BAB III
KESIMPULAN

Sakit kritis adalah proses semua penyakit yang menyebabkan


ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke disabilitas/kecacatan atau kematian
dalam beberapa menit atau beberapa jam. Pasien yang sakit kritis adalah pasien
yang memiliki salah satu risiko besar akan kematian; keparahan penyakit harus
dideteksi sejak awal dan mengambil langkah yang tepat dalam menilai,
mendiagnosis serta penatalaksanaanya.
Salah satu pelayanan yang sentral di Rumah Sakit adalah pelayanan Intensive
Care Unit (ICU).Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien
pasca bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa dan anakyang
mengalami satu atau lebih disfungsi atau gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal
dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah
Sakit lain.

Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk


melakukan perawatan pada pasien- pasien gawat darurat dengan potensi “reversible life
thretening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada
pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan risiko tinggi untukfungsi vital.

Perawatan Intensif Care Unit merupakan pelayanan keperawatan yang saat


ini sangat perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan
asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan
asuhan pada pasien yang memerlukan observasi ketat dengan atau tanpa
pengobatan yang tidak dapat diberikan diruang perawatan umum memberikan
pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial atau adanya kerusakan organ
umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada
pasien-pasien dengan penyakit kritis
DAFTAR PUSTAKA

America college of Surgeons. Advandcenve Trauma Life support for


doctors, 7th edition. Chicago; America college of surgeon, 2004.
Direktorat jendral bina upaya kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
Pelayanan ICU. Jakarta; DepKes RI, 2011.

Glarum J, Birov D, Cetaruk E, MD. Hospital emergency Respone Teams.


United states of America : Elsevier, 2010.

Perhimpunan dokter spesialis anestesi dan terapi intensif cabang


Kalimantan selatan. Ass : penanganan pasien di ICU dan HCU. Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/53170429/2010. Diunduh tanggal Des 2015.

Anda mungkin juga menyukai