199 396 1 PB
199 396 1 PB
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku lentur berupa hubungan beban-lendutan dan pola
keruntuhan pada sloof bertumpuan sederhana, mengetahui pengaruh variasi diameter dowel dan panjang
penyaluran tulangan penyambung dari sloof dan kolom terhadap hubungan beban-lendutan dan pola
keruntuhan pada sloof yang disambung dengan kolom, serta mengetahui perilaku regangan tulangan
penyambung dari sloof dan kolom. Benda uji yang digunakan berupa 2 sloof bertumpuan sederhana bentang
1200 mm, dan 8 sambungan sloof-kolom kolom dimana masing-masing 2 buah mewakili variasi diameter
dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung. Pada dua benda uji sambungan dipasang strain gauge
untuk mengetahui regangan tulangan penyambung. Semua benda uji menggunakan tulangan bambu Petung
dimensi 10 mmx10 mm. Pengujian lentur dilakukan dengan memberikan beban terpusat pada dua titik. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa sloof bertumpuan sederhana bersifat getas (britlle). Pola keruntuhan sloof
diawali dengan retak lentur yang tegak lurus sumbu sloof, sedangkan pada sambungan terjadi retak geser
pada bidang antara atau titik temu atas sloof dan kolom. Penggunaan variasi diameter dowel dan panjang
penyaluran tulangan penyambung tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hubungan beban-
lendutan dan pola keruntuhan yang terjadi. Regangan pada tulangan penyambung sloof mengalami
penurunan setelah terjadi retak pada sloof, sedangkan regangan pada tulangan penyambung kolom terus
meningkat, hal ini dikarenakan setelah sloof mengalami retak, beban masih terus bekerja pada kolom sampai
mencapai beban (P) maksimum.
a a
(a) (b)
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi:
1. Bahan utama pembuatan beton
dengan kuat tekan beton silinder rata-
rata rencana f’c sebesar 22,5 MPa.
Campuran digunakan dengan
Gambar 2. Ragam retak pada balok perbandingan berat PC:Pasir:Kerikil
menerus = 375:800:1060.
2. Bambu Petung dimensi 10mmx10mm
Pada beton pracetak, dimana dewasa sebagai tulangan.
ini menjadi unsur struktur yang sering 3. Tulangan baja Ø 4 mm untuk
digunakan, semakin besar gaya geser sengkang, Ø 6 mm dan Ø 8 mm
yang harus dipikul oleh tumpuan. untuk tulangan penyambung dan
Sehingga desain struktur yang menjadi dowel penyambung.
tumpuan memiliki peran yang sangat Peralatan
penting. Pola retak (keruntuhan) pada Alat-alat yang digunakan dalam
sambungan pracetak dapat diidealisasikan penelitian ini dibedakan menjadi dua
dari pola retak pada braket. kelompok, yaitu peralatan pembuatan
Beton yang dicor pada waktu yang benda uji dan peralatan pengujian lentur
berbeda merupakan potensi terjadinya benda uji.
retak. Pada umumnya, keruntuhan Benda uji
diawali dengan retak-retak yang berarah Dalam penelitian ini dibuat 2 benda
vertikal atau agak miring. Retak ini uji sloof bertumpuan sederhana (Gambar
dimulai dari titik tangkap beban terpusat 4), dan 8 benda uji untuk sambungan
menjalar ke bawah dan menuju titik temu sloof-kolom dengan bentang sloof 600
antara dua beton yang dicor pada waktu mm dan kolom berbentuk + dengan
yang berbeda (Gambar 3a). Atau retak tinggi 400 mm (Gambar 5) dengan
dimulai pada titik temu atas dua beton variasi diameter dowel penyambung dan
yang dicor pada waktu yang berbeda, dan
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 – 2012 ISSN 1978 – 5658 14
panjang penyaluran tulangan Tabel 1. Spesifikasi benda uji
penyambung seperti pada Tabel 1 dan Variasi
Gambar 6. Panjang
Diameter
A Penyaluran
Kode dowel
Tulangan
penyambung
penyambung
(mm)
A (mm)
S-1A (1) 72 6
S-1A (2) 72 6
Tulangan bambu S-1B (1) 72 8
10 mmx10 mm
S-1B (2) 72 8
Sengkang baja
S-2A (1) 180 6
Ø 4 mm S-2A (2) 180 6
S-2B (1) 180 8
S-2B (2) 180 8
Pada dua benda uji S-1B dipasang
strain gauge seperti pada Gambar 7
Gambar 4. Benda uji sloof (satuan mm) untuk mengetahui regangan tulangan
penyambung dari sloof dan kolom.
Gambar 11. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-1A
Gambar 13. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-2A
Gambar 14. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-2B
Dari grafik hubungan beban (P)- beban 0-200 kg, beton masih berperilaku
lendutan (Δ) sloof bertumpuan sederhana elastis penuh, karena belum terjadi retak
dapat diketahui bahwa rata-rata pada pada daerah beton tarik. Setelah retak
Pola keruntuhan pada sloof, baik sloof atas sambungan antara sloof dengan
bertumpuan sederhana maupun sloof kolom dari pondasi. Kemudian dengan
pada sambungan sloof-kolom diawali penambahan beban, retak semakin
dengan retak lentur (flexural cracks)yang menjalar dalam arah vertikal menuju sisi
terjadi pada bagian tepi sloof yang bawah sambungan. Ini menunjukkan
mengalami tegangan tarik, dan arahnya bahwa di daerah sambungan terjadi
hampir tegak lurus terhadap sumbu sloof. keruntuhan geser.
Pada daerah sambungan, retak awal
terjadi pada bidang antara atau titik temu
Tabel 4. Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil pada sloof-1 dan sloof-2
Sloof-1 Sloof-2
Variabel Analisis Hasil hasil uji Analisis hasil uji
teoritis Hasil uji teoritis
teoritis uji teoritis
P retak awal (kg) 815,766 322 0,395 815,766 368 0,451
P maks. (kg) 1923,347 1196 0,622 1923,347 1380 0,718
LendutanTitik 1(mm) 0,930 4,49 4,828 0,930 5,00 5,376
LendutanTitik 2 (mm) 0,930 4,41 4,742 0,930 4,86 5,226
Tabel 5. Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil penelitian pada S-1(A) dan S-1(B)
S-1(A) S-1(B)
Variabel Analisis Hasil hasil uji Analisis Hasil hasil uji
teoritis uji teoritis teoritis uji teoritis
P retak awal (kg) 2846,391 2047 0,719 2846,391 2185 0,768
P maks. (kg) 6616,743 3864 0,584 6616,743 4094 0,619
Lendutan Titik 0,190 20,395 0,190 23,237
1(mm) 3,875 4,415
0,372 10,417 0,372 11,868
Lendutan Titik 0,190 17,237 0,190 18,237
2(mm) 3,275 3,465
0,372 8,804 0,372 9,315
Perbandingan hasil analisis teoritis defleksi dan rotasi yang cukup besar pada
dan hasil penelitian seperti pada Tabel 4 daerah sambungan yang dianggap
s.d. Tabel 6 menunjukkan bahwa rasio tumpuan, sehingga lendutan yang terjadi
hasil pengujian dengan analisis teoritis besar.
pada lendutan sangat besar. Hal ini Selain itu, faktor-faktor lainnya seperti
disebabkan adanya banyak faktor. Salah ketelitian pembuatan benda uji (terutama
satunya asumsi tumpuan yang digunakan saat pemadatan campuran beton),
dalam pendekatan teoritis tidak dapat ketepatan letak dan pembacaan alat saat
dipenuhi dalam penelitian, sehingga pengujian juga berpengaruh terhadap
kurang menggambarkan perilaku struktur penyimpangan hasil pengujian dengan
sebenarnya, terutama untuk beton yang analisis teoritis.
dicor pada waktu yang berbeda, karena
memungkinkan terjadi slip, berupa
Gambar 21. Hubungan beban dan regangan pada S-1B(1) dan S-1B(2)