Anda di halaman 1dari 2

ASI eksklusif, artinya ASI, tanpa tambahan apapun

© UNICEF/2012/Razak
Duta Nasional UNICEF Ferry Salim, berbicara dengan
seorang Ibu tentang manfaat menyusui, di Posyandu Gampong
Nusa, Lhok Nga.

ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak, namun
menurut Survei Demografi Kesehatan tingkat pemberian ASI eksklusif telah menurun selama
dekade terakhir. Hari ini, hanya sepertiga penduduk Indonesia secara eksklusif menyusui
anak-anak mereka pada enam bulan pertama. Ada banyak hambatan untuk menyusui di
Indonesia, termasuk anggota keluarga dan dokter yang tidak mendukung. Beberapa ibu juga
takut menyusui akan menyakitkan dan tidak praktis, tapi salah satu kendala terbesar adalah
kesalahpahaman dari istilah 'eksklusif'.

Di Aceh, misalnya, dengan jumlah stunting atau balita pendek tertinggi untuk anak-anak
balita di Indonesia, kesadaran akan pentingnya ASI ada, tapi masalahnya berada pada
pengertian "eksklusif.” Husnaini, serorang nenek, dulu selalu memberikan putrinya Zahiraa
pisang dan madu ketika ia hanya berusia tiga bulan. Sekarang Zahira, 26, berkat dukungan
bidan di Posyandu Gampong Nusa, Lhok Nga yang melampaui tugas mereka untuk
mengkomunikasikan pesan ASI, persepsi nya akan menyusui telah berubah, dan kini, Kanza,
putrinya yang berusia tiga bulan hanya menerima ASI. "Pemikiran saya berubah karena apa
yang saya pelajari di Posyandu," kata Zahira. Menyusui memberikan banyak manfaat. ASI
adalah makanan ideal bagi bayi, menyediakan nutrisi yang mereka butuhkan untuk
perkembangan yang sehat dan memberikan antibodi terhadap penyakit anak yang umum
seperti diare dan pneumonia - dua penyebab utama kematian anak di negara ini. Tapi masih
banyak perempuan dan anggota keluarga yang tidak menyadari manfaat ASI eksklusif.
Perempuan masih harus memilah-milah mitos, informasi, dan pesan tentang menyusui.

"Mitos bahwa bayi yang diberi ASI membutuhkan air selain ASI tersebar luas di negeri ini.
Banyak keluarga juga percaya susu formula dapat meningkatkan kecerdasan dan
meningkatkan kesehatan," jelas Sri Sukotjo, Spesialis Gizi UNICEF. "Makanan Pelengkap,
termasuk air, seharusnya hanya diperkenalkan ketika mereka mencapai usia enam bulan,"
tambahnya.
Bidan Khairiyah juga menggemakan pesan yang sama "Ketika bayi menangis, ibu
mengaitkannya dengan kelaparan, itu sebabnya mereka berpikir ASI tidak cukup, dan mereka
mulai memberikan pisang terlalu dini," ujar Khairiyah. "Makanan pelengkap yang tepat dan
aman hanya dapat diberikan setelah enam bulan dengan tetap menyusui hingga dua tahun
atau lebih," tambahnya. Sekarang, sebagian besar perempuan di desa Nusa memilih untuk
memberikan ASI eksklusif. "Tapi itu tidak mudah," jelas Khairiyah, yang merupakan bidan-
satunya di desa. Awalnya orang di desa menolak untuk mendengarkan dia, terutama nenek
yang menghargai kepercayaan tradisi dan budaya, tapi sekarang mereka memahami dan ibu
muda seperti Zahira membantunya mempromosikan pemberian ASI di desa.

Upaya yang sukses untuk mempromosikan praktik pemberian makan yang baik harus fokus
tidak hanya pada ibu tetapi pada orang-orang yang mempengaruhi keputusan seorang ibu,
seperti ibu, ibu mertua, dan suaminya. "Apa yang sulit adalah meyakinkan ibu saya sendiri,"
kata Zahira. Tapi dia beruntung bahwa sebelum melahirkan anak pertamanya, Zahira dan
ibunya berdiskusi dengan bidan di Puskesmas. Bidan Khairiyah yang mengajarinya
bagaimana mengekspresikan air susu, dan menjelaskan kepada ibunya pentingnya ASI
eksklusif.

UNICEF memuji langkah yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan angka
menyusui, termasuk peraturan kesehatan baru yang melarang promosi pengganti ASI di
fasilitas kesehatan, dan telah hak perempuan untuk menyusui yang telah di dukung oleh
peraturan pemerintah. Hukum ini akan memungkinkan negara ini menciptakan lingkungan
yang memberdayakan perempuan untuk menyusui secara eksklusif selama enam bulan
pertama dan terus menyusui selama dua tahun atau lebih.

Anda mungkin juga menyukai