Anda di halaman 1dari 126

SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT


MERAH MENGGUNAKAN PEKTIN, GELATIN, DAN
MALTODEKSTRIN MELALUI PROSES THIN LAYER DRYING

Oleh:
KANINTA BRAHMA YUDHA
F24103096

2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT
MERAH MENGGUNAKAN PEKTIN, GELATIN, DAN
MALTODEKSTRIN MELALUI PROSES THIN LAYER DRYING

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
KANINTA BRAHMA YUDHA
F24103096

Dilahirkan pada tanggal 19 Agustus 1985 di Yogyakarta


Tanggal lulus : 28 Desember 2007

Menyetujui,
Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Menyetujui,

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc


Dosen Penguji
Kaninta Brahma Yudha. F24103096. Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak
Sawit Merah Menggunakan Pektin, Gelatin, dan Maltodekstrin Melalui Proses
Thin Layer Drying. Dibawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS
dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi.

RINGKASAN
Minyak sawit merupakan salah satu sumber karotenoid (provitamin A) dan
tokoferol. Kandungan ß-karotennya sebesar 500-1000 ppm setara dengan 600 IU
aktifitas vitamin A. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian
minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya
defisiensi vitamin A. Pemberian minyak sawit merah sebanyak satu sendok
makan per hari dapat menyembuhkan buta senja dalam waktu 2-7 hari dan bercak
bitot dalam waktu 30-70 hari. Selain itu, dari hasil penelitian dalam hewan
percobaan diungkapkan bahwa konsumsi minyak sawit dapat mengurangi peluang
untuk menderita kanker serta penyumbatan pembuluh darah.
Karotenoid diketahui mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap panas,
cahaya dan oksigen, oleh karena itu pemberian minyak sawit merah secara
langsung sebagai sumber vitamin A di daerah-daerah mengalami kesulitan.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kontak
antara minyak sawit merah yang mengandung karotenoid tinggi dengan
lingkungan luar yang dapat menurunkan mutu karotenoid. Untuk itu digunakan
teknik mikroenkapsulasi agar minyak sawit merah dapat terlindungi.
Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik pencampuran bahan atau campuran
bahan dengan bahan lain. Bahan yang disalut dapat berupa cairan, padat maupun
gas yang dapat disebut sebagi bahan inti atau bahan aktif, sedangkan bahan yang
berfungsi sebagai penyalut disebut sebagai dinding atau bahan pembawa.
Pengeringan merupakan salah satu proses penting dalam
mikroenkapsulasi. Dalam penelitian ini digunakan teknik sederhana Thin layer
Dying untuk mengeringkan bahan campuran yang sudah homogen. Sebenarnya
teknik yang biasa digunakan untuk proses mikroenkapsulasi yaitu spray drying,
tetapi teknik ini menghasilkan rendemen yang rendah dan memerlukan suhu dan
tekanan yang tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi jenis bahan
penyalut (pektin, gelatin, dan maltodekstrin) yang dapat memerangkap dan
melindungi karoten minyak sawit merah selama pengolahan dan memiliki
karakteristik yang baik sebagai suplemen dan bahan tambahan pangan.
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, penelitian
pendahuluan, dan penelitian utama. Tahap persiapan meliputi pengkajian kondisi
pengeringan, fraksinasi bertahap pada suhu rendah, serta karakterisasi CPO dan
bahan penyalut. Penelitian pendahuluan meliputi proses pembuatan
mikroenkapsulat minyak sawit merah serta penentuan kisaran jumlah minyak dan
bahan penyalut. Penelitian utama dilakukan untuk merancang formula
menggunakan program Design Expert V.7, membuat formula (formulasi),
menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula mikroenkapsulasi minyak
sawit merah dengan menggunakan program Design Expert V.7 dengan respon
retensi total karotenoid (%), retensi beta karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%)
warna mikroenkapsulat (+b), warna larutan (kuning), tingkat kekeringan, kadar
minyak tidak terkapsul (%), dan kadar minyak terkapsul (%), kemudian dilakukan
uji coba terhadap satu formula optimum mikroenkapsulat terpilih.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, rentang jumlah minyak yaitu
40%-60%, rentang jumlah pektin sebesar 8%-24%, rentang jumlah gelatin sebesar
8%-40%, dan rentang jumlah maltodekstrin sebesar 18%-42%. Hasil dari
penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan formula dengan
menggunakan program dx7.
Berdasarkan analisis formula hasil rancangan Design Expert V.7, diperoleh
nilai kadar retensi kadar total karotenoid mikroenkapsulat 33.3277 - 70.7498%,
retensi kadar beta karoten 25.4243 - 69.8360%, kadar air 1.9768-5.6681%,
kelarutan mikroenkapsulat 71.3208 - 96.7105%, warna mikroenkapsulat 25.8333 -
31.6067% (+b), warna larutan dengan lovibond 9.000 - 10.200 (kuning), tingkat
kekeringan miroenkapsulat berkisar 1 - 3.08 (kering - agak berminyak), kadar
minyak tidak terkapsul 16.5195 - 53.3778%, dan kadar minyak terkapsul antara
1.7716 - 7.4943%.
Berdasarkan hasil analisis Design Expert V.7, proporsi minyak sawit,
pektin, gelatin, dan maltodekstrin berpengaruh secara signifikan pada taraf 5%
terhadap respon retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan,
warna mikroenkapsulat, warna larutan, tingkat kekeringan, kadar minyak tidak
terkapsul, dan kadar minyak terkapsul. Model polinomial untuk respon retensi
beta karoten, kadar air, dan warna larutan adalah linier. Model polinomial untuk
respon kelarutan, kadar minyak tidak terkapsul, dan kadar minyak terkapsul
adalah quadratik, sedangkan model polinomial untuk retensi total karotenoid,
warna mikroenkapsul, dan tingkat kekeringan adalah spesial kubik.
Proses optimasi dengan Design Expert V.7 menghasilkan formula
optimum mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan komposisi minyak sawit
merah sebanyak 55.314%, pektin 18.545%, gelatin 8.142%, dan maltodekstrin
18.000% dengan nilai desirability sebesar 0.654. Hal ini berarti kemampuan
formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang sesuai keinginan (optimum)
sebesar 65.40 %.
Setelah dilakukan uji coba, formula optimum mikroenkapsulat minyak
sawit merah menghasilkan retensi total karotenoid 55.3720%, retensi beta karoten
sebesar 52.6972%, kadar air 3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna
mikroenkapsulat 28.5133 (+b), warna larutan 10.067 (kuning), tingkat kekeringan
sebesar 1.36 (kering), kadar minyak tidak terkapsul 38.0331%, dan kadar minyak
terkapsul sebesar 7.0848%.
RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 19 Agustus 1985 dan


merupakan anak pertama dari pasangan Ir. Kamal Yusuf
Sitepu dan Heni Kusuma Wardani, Spd. Pendidikan formal
ditempuh penulis di SD Negeri Duren 07 Bekasi, SLTP
Negeri 11 Bekasi, SMU Negeri 1 Bekasi, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB
(Seleksi Penerimaan mahasiswa Baru).
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra
kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan
Mahasiswa Kristen (PMK) (2003-2007), anggota tetap KPS (Komisi Pelayanan
Siswa) PMK (2004-2007), koordinator dana retreat PMK IPB (2004), bendahara
retreat PMK IPB (2005), pengajar tidak tetap di SMP Negeri 11 Bogor (2005-
2006), anggota di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA)
(2004-2005), panitia BAUR (2005), kuliah kerja nyata di Desa Sukadamai Bogor
(2006), asisten program studi agama Kristen Protestan (2004-2006), asisten
Teknologi Pengolahan Pangan (2007), dan asisten Pengembangan Produk Pangan
Baru (2007).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah
Menggunakan Pektin, Gelatin, dan Maltodekstrin Melalui Proses Thin Layer
Drying” dibawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Dede
R Adawiyah, MSi. Penelitian ini tergabung dalam RUSNAS (Riset Unggulan
Strategis Nasional).
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi
terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah
kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus
menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu
penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang
penuh kasih sayang dan selalu memacu semangat penulis untuk berprestasi
dalam hard skill dan soft skill.
2. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas ilmu
dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan yang telah memperkaya pengetahuan dan memperlancar
studi penulis.
5. RUSNAS Industri Hilir Kelapa Sawit, atas bantuan dana yang telah
mencukupi penulis dalam pengadaan dana dan penggunaan bahan-bahan
selama penelitian.
6. Bapak (alm), Mama, Adik, dan seluruh keluarga atas doa, ketulusan kasih, dan
ilmu-ilmu kehidupan yang diberikan sehingga penulis menjadi manusia yang
lebih baik.
7. Sylvia Yonathan Gunawan. “AdeQ” atas dorongan semangat dan kasih sayang
yang menjadi bekal perjuangan penulis.
8. Stefanus, Meiko, Rial, Aca, Widhi, Teddy atas keberadaannya sehingga
penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah
kehidupan penulis selama kuliah.
9. Anak-anak tim sawit (Martin, Her2, Dhani, dan Udjo), terima kasih untuk
bantuannya selama ini, tanpa kalian penelitian ini tidak akan selesai.
10. Pak Ade, Mba Yuli Maksi, Mba Yuli LJA, Pak Soenar, Mas Eko, Mba Ani
yang telah banyak membantu penulis selama berada di Departemen ITP.
11. Martin dan Yoga. Terima kasih banyak atas bantuan dan pengertiannya selama
ini. Penulis bersyukur memiliki kalian sebagai teman sebimbingan.
12. Teman-teman ITP 40 Oboth, Andal, Dion, Lasty, Hendy, Nooy, Agnes, Ina,
Tuti, Eko, Fena, Gilang, Tillo, Marto, Sarwo, Tathan, Mardy, Jeng-jeng, dan
teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu juga teman-teman
ITP 41 Dyah, Inke, Bima, Ratih, Indra, Nene, Shinta, Ririn, April, dan lain-
lain. Keunikan pribadi kalian telah mewarnai hari-hari penulis. Demikian pula
kepada teman-teman di Wisma Perwira (Hengky, Ferry, Step, Meiko, Martin,
dan Aca), penulis akan merindukan hari-hari kebersamaan kita.
13. Pak Gatot, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Sidik, Pak Sobirin, Pak Iyas, Pak
Nur, Pak Koko, Bu Antin, Mas Edi, Teh Ida, dan Mba Ari selaku laboran
yang telah sabar dan telaten membantu dan membimbing penulis melakukan
penelitian.
14. Seluruh teman-teman seperjuangan di PMK, KPS, HIMITEPA atas kerja
sama, semangat, kritik dan saran yang diberikan sehingga memperkaya
kepribadian penulis.
15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
kesediaannya membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan


penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.

Bogor, Desember 2007

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................ 1
B. TUJUAN............................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4


A. MINYAK SAWIT.............................................................................. 4
B. MINYAK SAWIT MERAH ............................................................... 6
C. KAROTENOID ................................................................................. 7
D. MIKROENKAPSULASI.................................................................... 9
E. BAHAN PENYALUT MIKROENKAPSUL...................................... 11
F. PEKTIN ............................................................................................. 13
G. GELATIN .......................................................................................... 15
H. MALTODEKSTRIN .......................................................................... 17
I. KLASIFIKASI TEKNIK MIKROENKAPSULASI............................ 19
J. PENGERINGAN DENGAN THIN LAYER DRYING ......................... 20
K. OPTIMASI......................................................................................... 22
1. Pengertian dan Tujuan Optimasi ..................................................... 22
2. Design Expert V.7........................................................................... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 24


A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................ 24
B. METODE PENELITIAN ................................................................... 25
1. Tahap Persiapan............................................................................. 25
a. Pengkajian Kondisi Pengeringan ............................................... 25
b. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah..................................... 25
c. Karakteristik CPO dan Bahan Penyalut ..................................... 26
2. Penelitian Pendahuluan.................................................................. 27
a. Penetapan Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Merah ....................................................................................... 27
b. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut............ 28
3. Penelitian Utama............................................................................ 30
a. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V7 30
b. Formulasi Mikroenkapsulat....................................................... 30
c. Pengamatan dan Analisis Respon .............................................. 31
d. Optimasi dengan Design Expert V.7 .......................................... 31
C. ANALISIS ......................................................................................... 33
1. Bilangan Iod .................................................................................. 33
2. Penentuan Asam Lemak Bebas Sebagai Asam Palmitat ................. 33
3. Kadar Abu Total ............................................................................ 33
4. Penetapan Rendemen ..................................................................... 34
5. Karotenoid..................................................................................... 34
6. Beta Karoten.................................................................................. 34
7. Kadar Air....................................................................................... 35
8. Kelarutan ....................................................................................... 35
9. Warna Mikroenkapsulat................................................................. 36
10. Warna Larutan ............................................................................... 36
11. Tingkat Kekeringan ....................................................................... 36
12. Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan ................................................. 37
13. Kadar Minyak dalam Mikrokapsul................................................. 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 39


A. TAHAP PERSIAPAN ........................................................................ 39
1. Pengkajian Kondisi Pengeringan.................................................... 39
2. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah.......................................... 40
3. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut.......................................... 42
B. PENELITIAN PENDAHULUAN ...................................................... 45
1. Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah.............. 45
2. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut ................. 48
C. PENELITIAN UTAMA ..................................................................... 51
1. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7.. 51
2. Formulasi Mikroenkapsulat ............................................................ 51
3. Pengamatan dan Analisis Respon ................................................... 53
a. Retensi Total Karotenoid........................................................... 53
b. Retensi Beta Karoten................................................................. 57
c. Kadar Air .................................................................................. 60
d. Kelarutan .................................................................................. 62
e. Warna Mikroenkapsulat ............................................................ 65
f. Warna Larutan .......................................................................... 68
g. Tingkat Kekeringan................................................................... 70
h. Minyak Tidak Terkapsul ........................................................... 73
i. Minyak Terkapsul ..................................................................... 76
4. Optimasi dengan Design Expert V.7 ............................................... 79
5. Uji Coba dan Analisis Satu Formula Optimum ............................... 83

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87


A. KESIMPULAN .................................................................................. 87
B. SARAN.............................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 88
LAMPIRAN ................................................................................................... 94
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak sawit ...................................... 4
Tabel 2. Komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak ...... 5
Tabel 3. Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit................ 6
Tabel 4. Jenis-jenis karotenoid yang mempunyai nilai gizi ............................. 7
Tabel 5. Rentang ukuran mikrokapsul beberapa proses mikroenkapsulasi ...... 10
Tabel 6. Jenis bahan dinding kapsul yang digunakan untuk mikrokapsul....... 12
Tabel 7. Karakteristik gelatin tipe A dan tipe B .............................................. 15
Tabel 8. Kisaran konsentrasi jumlah minyak sawit ......................................... 28
Tabel 9. Kisaran konsentrasi jumlah pektin .................................................... 28
Tabel 10. Kisaran konsentrasi jumlah gelatin ................................................... 29
Tabel 11. Kisaran konsentrasi jumlah maltodekstrin ........................................ 29
Tabel 12. Peningkatan total karoten dengan fraksinasi ..................................... 41
Tabel 13. Spesifikasi mutu minyak sawit ......................................................... 42
Tabel 14. Hasil analisis mutu bahan penyalut................................................... 44
Tabel 15. Penentuan kisaran jumlah minyak .................................................... 49
Tabel 16. Penentuan kisaran jumlah pektin ...................................................... 49
Tabel 17. Penentuan kisaran jumlah gelatin...................................................... 50
Tabel 18. Penentuan kisaran jumlah maltodekstrin........................................... 50
Tabel 19. Penentuan batas maksimum dan minimum bahan baku..................... 50
Tabel 20. Konversi interval komponen bahan baku mikroenkapsulat................ 51
Tabel 21. Hasil duplicate formula dengan nilai leverage < 0.5............................... 52
Tabel 22. Rancangan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah (dx7) ........... 53
Tabel 23 Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) tiap variabel respon...................... 79
Tabel 24. Empat formula hasil optimasi dengan Design Expert V.7 ....................... 80
Tabel 25. Perbandingan nilai prediksi formula optimal dx7 dengan actual ....... 84
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur beta karoten .................................................................... 9
Gambar 2. Pektin dan komponen penyusun ................................................... 13
Gambar 3. Struktur rantai gelatin ............................................................................ 16
Gambar 4. Komposisi asam amino gelatin ..................................................... 16
Gambar 5. Peralatan Thin Layer Drying......................................................... 21
Gambar 6. Diagram alir proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah ............ 26
Gambar 7. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah..... 27
Gambar 8. Tahapan prosedur penelitian......................................................... 32
Gambar 9. (a) Rak oven pengering ; (b) Grafik hubungan suhu, RH dan
waktu pada rak 5 .......................................................................... 40
Gambar 10. Minyak sawit merah (fraksi cair) .................................................. 44
Gambar 11. Tahap mikroenkapsulasi............................................................... 48
Gambar 12. Grafik countour plot hasil uji respon retensi karotenoid ................ 56
Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi karotenoid.................. 56
Gambar 14. Grafik countour plot hasil uji respon retensi beta karoten.............. 59
Gambar 15. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi beta karoten ............... 59
Gambar 16. Grafik countour plot hasil uji respon kadar air .............................. 61
Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kadar air ................................ 62
Gambar 18. Grafik countour plot hasil uji respon kelarutan ............................. 64
Gambar 19. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelarutan ............................... 64
Gambar 20. Grafik countour plot hasil uji respon warna mikroenkapsul .......... 67
Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna mikroenkapsul ............ 67
Gambar 22. Grafik countour plot hasil uji respon warna larutan....................... 69
Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna larutan......................... 70
Gambar 24. Tingkat kekeringan mikroenkapsulat ............................................ 71
Gambar 25. Grafik countour plot hasil uji respon tingkat kekeringan ............... 72
Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tingkat kekeringan................. 73
Gambar 27. Grafik countour plot hasil uji respon minyak tidak terkapsul ........ 75
Gambar 28. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak tidak terkapsul .......... 75
Gambar 29. Grafik countour plot hasil uji respon minyak terkapsul ................. 78
Gambar 30. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak terkapsul ................... 78
Gambar 31. Grafik countour plot desirability formula optimum ...................... 82
Gambar 32. Grafik tiga dimensi desirability formula optimum ........................ 83
Gambar 33. Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum .............. 84
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil lengkap analisis respon ..................................................... 94
Lampiran 2. Design summary program dengan program dx7.......................... 95
Lampiran 3. Data uji organoleptik terhadap kekeringan mikroenkapsulat....... 96
Lampiran 4. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
retensi total karotenoid .............................................................. 97
Lampiran 5. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
retensi beta karoten .................................................................... 98
Lampiran 6. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
kadar air..................................................................................... 99
Lampiran 7. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
kelarutan .................................................................................... 100
Lampiran 8. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
warna mikroenkapsulat ............................................................... 101
Lampiran 9. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
warna larutan .............................................................................. 102
Lampiran 10. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
tingkat kekeringan...................................................................... 103
Lampiran 11. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
minyak tidak terkapsul................................................................ 104
Lampiran 12. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
minyak terkapsul ........................................................................ 105
Lampiran 13. Numerical optimation mikroenkapsulat formula optimum.......... 106
Lampiran 14. Empat formula hasil optimasi dan prediksi ke-9 respon.............. 106
Lampiran 15. Rendemen formula optimum...................................................... 106
Lampiran 16. Grafik hubungan antara RH-suhu dan waktu .............................. 107
Lampiran 17. Blanko pengujian organoleptik mikroenkapsulat ........................ 108
Lampiran 18a. Gambar mikroenkapsulat formula 1-9....................................... 109
Lampiran 18b. Gambar mikroenkapsulat formula 10-18 ................................... 110
Lampiran 18c. Gambar mikroenkapsulat formula 19-25 ................................... 111
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minyak sawit memiliki banyak keunggulan yang dapat dieksploitasi
untuk produk-produk farmasetikal dan nutraseutikal, di antaranya kandungan
karoten. Kandungan karoten di dalam minyak sawit berkisar antara 400 – 700
ppm (Muchtadi, 1992).
Hasil penelitian di lapang yang dilakukan oleh Muhilal (1987),
menunjukkan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak
per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Pemberian minyak
sawit merah sebanyak satu sendok makan per hari dapat menyembuhkan buta
senja dalam waktu 2-7 hari dan bercak bitot dalam waktu 30-70 hari.
Karoten memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan manusia selain
sebagai komponen vitamin, dapat juga digunakan sebagai senyawa antikanker,
mencegah penuaan dini, penyakit kardiovaskuler, dan kegunaan lainnya.
Menurut Ong et al. (1990), komponen terbesar dari karotenoid adalah -
karoten dan -karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid. Selain jumlah
karoten yang tinggi, pada minyak sawit merah terdapat beberapa mikronutrien
lain yang berguna bagi kesehatan seperti tokoferol, tokotrienol, dan sitosterol.
Kandungan karoten pada minyak sawit merah dapat dieksploitasi untuk
produk minyak kaya karoten atau konsentrat karoten. Produk karoten banyak
digunakan pada produk pangan sebagai sumber vitamin A maupun sebagai zat
warna.
Walaupun karoten memiliki banyak keunggulan tetapi senyawa ini
juga memiliki sifat yang sangat labil terhadap panas dan reaksi oksidasi. Oleh
karena itu perlu dilakukan upaya untuk melindungi senyawa tersebut dari
lingkungan sekitarnya yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara melindunginya
dalam matriks polimer yang biasanya disebut dengan proses enkapsulasi dan
jika matriks yang melindungi merupakan matriks yang berukuran 0.2 µm
sampai beberapa milimeter disebut juga dengan mikroenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi minyak sawit merah akan menghasilkan produk
dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan beta karoten tinggi dengan
stabilitas yang tinggi selama penyimpanan. Produk dalam bentuk bubuk ini
memudahkan aplikasi penambahan beta karoten pada bermacam-macam
produk pangan sehingga bermanfaat sebagai bahan tambahan pangan yang
fungsional.
Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah
pengeringan. Pengeringan merupakan proses penghilangan kadar air pada
suatu produk pangan. Tujuan utama pengeringan yaitu mempertahankan
produk selama penyimpanan karena dengan berkurangnya kadar air maka
pertumbuhan mikroba dapat ditekan sehingga kerusakan produk dapat
dihindari.
Teknik pengeringan yang sering digunakan adalah spray drying dan
ektrusi. Kedua alat tersebut umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan
tinggi. Dengan demikian proses pengeringan tersebut memiliki resiko
kerusakan pada produk enkapsulasi terutama untuk produk-produk yang
sensitif akan panas seperti flavor, minyak ikan kaya omega 3, minyak sawit
merah yang mengandung banyak karoten, dan lain-lain Umumnya teknik-
teknik sebelumnya menghasilkan proses yang relatif mahal karena
memerlukan asupan energi yang relatif tinggi. Untuk itu diperlukan suatu
alternatif alat pengering lain yang mengoptimasikan antara kualitas produk
kering yang dihasilkannya dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik
pengeringan yang cocok adalah pengeringan lapis tipis (thin layer drying).
Kelebihan metode Thin Layer Drying berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Nurhasanah (2005) yaitu : konsumsi energi yang rendah, efisiensi pengeringan
tinggi, dan tidak merusak komponen dari bahan yang sensitif terhadap panas
(suhu < 60 oC). Prinsip pengeringan lapis tipis yaitu proses pengeringan
dimana bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan
yang tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi
pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas
permukaan maka kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan
produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula mikroenkapsul
yang optimum berdasarkan kombinasi bahan penyalut (pektin, gelatin, dan
maltodekstrin) yang dapat mempertahankan beta karoten dalam minyak sawit
merah dengan retensi tinggi menggunakan teknik mikroenkapsulasi lapis tipis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK SAWIT

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) diperoleh dari bagian serabut
(mesokarp) buah sawit dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) diperoleh dari
ekstraksi inti buah sawit. Minyak sawit kasar memiliki sifat-sifat yang
berbeda dengan minyak inti sawit, yaitu minyak sawit kasar bersifat setengah
padat pada suhu ruang dan memilki pigmen karotenoid yang berwarna kuning
merah (Naibaho, 1983), sedangkan minyak inti sawit bersifat cair pada suhu
ruang. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam
lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut (Goh et al.,
1987).
Kandungan utama pada minyak sawit kasar (CPO) adalah gliserida yang
tersusun atas serangkaian asam-asam lemak. Trigliserida merupakan
komponen utama sedangkan digliserida dan monogliserida terdapat dalam
jumlah kecil. Minyak sawit juga tersusun atas komponen minor seperti asam
lemak bebas dan komponen non gliserida. Komposisi komponen-komponen
tersebut akan menentukan sifat fisik dan kimia minyak. Berikut ini adalah
tabel dari komposisi trigliserida dalam minyak sawit:
Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak sawit
Trigliserida Jumlah (%)
Tripalmitin 3-5
Dipalmito – Stearine 1-3
Oleo – Miristopalmitin 0-5
Oleo – Dipalmitin 21 - 43
Oleo – Palmitostearine 10 - 11
Palmito – Diolein 32 - 48
Stearo – Diolein 0-6
Linoleo – Diolein 3 - 12
Sumber : Ketaren (1986)

Jenis asam lemak yang banyak tedapat di dalam minyak sawit adalah
asam palmitat dan oleat. Asam palmitat (Palmitat (C16:0)) merupakan asam
lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang
tinggi, yaitu 64oC. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak
sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.
Asam oleat (C18:1) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan
panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat
lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14oC (Ketaren, 1986). Berikut ini
tabel komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak.
Tabel 2. Komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak
Minyak/lemak C8-10 C12-14 C16-18 C20-22
Minyak sawit (%) - 2 98 -
Tallow (%) - 4 96 -
PKO (%) 7 62 31 -
Minyak kelapa (%) 14 65 21 -
Sumber : Miyawaki (1998)

Minyak sawit kasar mengandung lebih kurang 1% komponen minor


yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipid,
glikolipid, terpen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa (trace element)
lainnya. Menurut Ong et al. (1990), komponen terbesar dari karotenoid adalah
-karoten dan -karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid yang terdiri
dari 13 jenis yaitu alfa karoten, beta karoten, gamma karoten, fucozanthin,
lutein, violaxanthin, neoxanthin, zeaxanthin, lycopene, capsanthin, bixin, beta
cryptoxanthin, dan beta zeacaroten.
Komponen minor pada minyak sawit yang memiliki nilai gizi penting
adalah karoten terutama beta karoten. Beta karoten merupakan perkursor
utama vitamin A. Menurut Iwasaki dan Murakoshi (1992), beta karoten
merupakan perkusor vitamin A yang penting dan Berger (1983) mengatakan
minyak sawit dapat berfungsi sebagai provitamin A hanya bila dikonsumsi
dalam bentuk belum diolah.
B. MINYAK SAWIT MERAH

Minyak sawit fraksi cair (olein) yang merupakan hasil fraksinasi minyak
kelapa sawit yang berwarna kuning sampai jingga disebut minyak sawit
merah. Minyak ini mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm (Naibaho,
1983). Minyak kelapa sawit yang disimpan di tempat dingin pada suhu 5-7oC
dapat terpisah menjadi dua bagian (fraksi), yaitu fraksi cair disebut olein dan
fraksi semipadat disebut stearin. Fraksinasi minyak kelapa sawit dapat
menghasilkan olein sebesar 70-80% dan stearin 20-30%, sedangkan
kandungan karotenoid dalam fraksi olein dapat meningkat 10-20% (Choo et
al.,1989).
Olein merupakan triasilgliserol yang bertitik cair rendah dan
mengandung asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda.
Olein kasar (Crude Palm Olein) dan olein yang telah dimurnikan (Refined,
Bleached, and Deodorized Olein) umumnya dihasilkan oleh industri
pemurnian minyak (Ketaren, 1986). Tabel 3 menunjukkan kandungan
karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit.
Tabel 3. Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit
Fraksi Minyak Sawit Kandungan Karotenoid (ppm)
Crude Palm Oil 630-700
Crude Palm Olein 680-760
Crude Palm Stearin 380-540
Residual Oil from Fibre 4000-6000
Second-pressed Oil 1800-2400
Sumber: (Choo, et al., 1989)

Minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi


olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara
peningkatan suhu sampai 70oC dan penurunan suhu secara perlahan-lahan
hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi
kristalisasi fraksi sterain sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat
diperoleh dengan penyaringan vakum (Weiss, 1983).
C. KAROTENOID

Karotenoid merupakan pigmen alami yang dapat ditemui pada tanaman,


ganggang, hewan vetebrata, dan mikroorganisme. Karotenoid-karotenoid
membentuk suatu kelas hidrokarbon berikatan rangkap banyak yang memiliki
jumlah atom C sebanyak 40, yang disebut xanthofil. Komponen-komponen ini
menyebabkan warna kuning-merah pada minyak sawit (Goh et al., 1987).
Menurut Wirahadikusumah (1985), karotenoid dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu karoten dan xantofil. Terdapat beberapa macam karotenoid yang
penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera pada tabel 4.
Tabel 4. Jenis-jenis karotenoid yang mempunyai nilai gizi
Jenis Karotenoid Relative Potensi Biologis
Terhadap Vitamin A
-Karotene 53
-karotene 100
-karotene 45
Sumber : Wirahadikusumah (1985)

Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut


dengan baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Ranganna,
1969). Menurut Meyer (1966) sifat fisika dan kimia karotenoid adalah :
1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air
2. Larut dalam kloroform, benzene, karbon disulfida, dan petroleum eter
3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin
4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum
5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya
6. Mempunyai ciri khas absorpsi cahaya
Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang
mempengaruhi karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan
adalah oksidasi oleh oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas.
Panas akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan
stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan
terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan.
Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang
tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang
gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan
dasar untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri (Simpson
et al., 1987). PORIM (1995) telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit
yang dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang
gelombang 446 nm.
Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak
jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh,
karena asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingakan
dengan karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi,
asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karoten akan terlindungi
lebih lama (Chichester et al., 1970).
Karoten merupakan sumber vitamin A yang berasal dari tanaman dalam
bentuk -karoten (100%), -karoten (53%) dan -karoten, sedangkan yang
berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut anti
xerophtalmia, karena kekurangan akan senyawa tersebut dapat menimbulkan
gejala rabun mata. Beta karoten dalam minyak sawit sebagai provitamin A
dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia,
mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses penuaan
dini, meningkatkan imunisasi tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit
degeneratif.
Mengkonsumsi -karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi
vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk
mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi
-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai
kemampuan mengubah sejumlah besar -karoten menjadi vitamin A (retinal),
sehingga -karoten ini disebut provitamin A (Winarno, 1991). Sekitar 25%
dari -karoten yang diabsobsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh,
sedang 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan
enzim 15, 15’ -karotenoid oksigenase (Fennema, 1996). Struktur beta
karoten dapat dilihat pada Gambar 1.
4’
5’ 3’

10 12 14 15’ 13’ 11’ 9’ 7’ 6’ 2’


8 1’
1
6 7 9 11 13 15 14’ 12’ 10’ 8’
2
3 5
4

Gambar 1. Struktur beta karoten (Sulaswatty, 1998)

Kadar karoten di dalam minyak kelapa sawit tinggi, yaitu 60.000 µg/100
g, atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular (Hermana dan
Mahmud, 1989). Simpsons et al. (1987) menuliskan bahwa 0.6 g -karoten
atau 1.2 g provitamin A lainnya sama dengan 1 unit USP atau 1 Satuan
International (SI) aktivitas vitamin A dari karotenoid. Satuan International
(SI) umum digunakan di dalam data-data tentang gizi dan label nutrisi.
Pemakaian komponen-komponen provitamin A lebih sedikit dibandingkan
dengan retinol, maka satuan tersebut dinyatakan dalam retinol ekivalen.
Satu retinol ekivalen (RE) sama dengan satu mikrogram retinol atau
sama dengan enam mikrogram -karoten. Satu retinol ekivalen (RE) juga
setara dengan 12 g provitamin A lainnya atau 3.33 SI aktivitas retinol serta
10 SI aktivitas vitamin A dari -karoten. Untuk produk-produk yang
mengandung - karoten dan karotenoid provitamin A lainnya, total retinol
ekivalen setara dengan 1/6 g - karoten dan 1/12 g provitamin A lain.

D. MIKROENKAPSULASI

Mikrokapsul adalah suatu tabung atau paket berukuran kecil dan


mempunyai dinding polimer yang menyelaputi dan melindungi partikel-
partikel halus dalam inti. Dinding ini merupakan lapisan film yang tipis, kaku
dan halus yang dihasilkan dari proses mikroenkapsulasi (Kondo, 1979).
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan partikel-partikel suatu
zat inti yang berbentuk padat, cair, maupun gas dengan suatu bahan penyalut
khusus, yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia
seperti yang dikehendaki (Vandegaer, 1973). Bahan penyalut yang berfungsi
sebagai dinding pembungkus bahan inti tersebut dirancang untuk melindungi
bahan-bahan terbungkus dari faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas
bahan tersebut (Rosenberg, 1997).
Zat aktif yang terkurung di dalam mikrokapsul disebut inti atau core,
dimana inti ini dapat berwujud padat atau cair, dengan sifat permukaan
hidrofilik atau hidrofobik. Sedangkan dinding penyalut mikrokapsul disebut
skin atau shell, atau film pelindung. Bakan (1978) menambahkan bahwa
proses mikroenkapsulasi bahan-bahan inti tersebut dibungkus oleh dinding
polimer tipis. Proses mikroenkapsulasi umumnya bertujuan untuk
menghasilkan partikel-partikel padatan yang telah dilapisi oleh bahan penyalut
tertentu.
Terminologi mikroenkapsulasi kadang-kadang dipakai untuk
menggantikan istilah enkapsulasi yang berarti proses atau mekanisme
perlindungan atau penyelaputan. Kedua terminologi tersebut menunjukkan
mekanisme penyalutan material inti (core) dengan suatu dinding. Dikatakan
sebagai mikroenkapsulasi karena bentuknya yang kecil, berukuran dari atau
sama dengan 100 mikron (Knightly, 1991). Pada umumnya mikrokapsul
mempunyai ukuran antara 5-200 mikrometer. Pada beberapa proses dapat
dihasilkan mikrokapsul dengan ukuran 0.2 mikrometer sampai beberapa
milimeter. Mikrokapsul dengan ukuran lebih kecil dari 1 mikrometer disebut
nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul tergantung dari beberapa proses
mikroenkapsulasi. Tabel 5 memperlihatkan rentang ukuran mikrokapsul yang
diperoleh dari beberapa proses mikroenkapsulasi.
Tabel 5. Rentang ukuran mikrokapsul beberapa proses mikroenkapsulasi
Proses Mikroenkapsulasi Rentang Ukuran (µm)
Koaservasi pemisahan fase 1-2000
Polikondensasi antar permukaan 2-2000
Pan Coating 200-5000
Suspensi udara 50-1500
Penyemprot kering 5-800
Sumber : Deasy (1987)
Menurut Deasy (1987), keberhasilan suatu proses mikroenkapsulasi dan
sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter-parameter
penting, diantaranya :
1) Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair atau gas; sifat
fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, stabilitas
terhadap suhu, dan pH.
2) Bahan penyalut yang digunakan
3) Medium mikroenkapsulasi yang digunakan (pelarut air maupun bukan air).
4) Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan, yaitu fisika atau kimia.
5) Tahap proses mikroenkapsulasi, yaitu tunggal atau bertahap.
6) Struktur dinding mikrokapsul, yaitu tunggal atau berlapis.

E. BAHAN PENYALUT MIKROENKAPSUL

Pada proses mikroenkapsulasi ada dua bahan yang terlibat di dalamnya,


yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini umumnya
berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil
maupun hidrofob. Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyeliputi inti
dengan tujuan tertentu. Syarat-syarat zat sebagai penyalut yaitu dapat
membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan
inti, tercampurkan secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai
sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable,
stabil, dan sifat optis tertentu) (Vandegaer, 1973).
Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk menyalut atau
membungkus bahan inti selama proses pemadatan atau pengeringan, selain
untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan, juga
dapat mencegah kerusakan bahan oleh panas karena waktu kontak yang
singkat (Masters, 1979).
Material penyalut selama proses pengeringan harus mampu menahan
dan melindungi bahan-bahan volatil dari kehilangan atau kerusakan kimia
selama pengolahan, penyimpanan, dan penanganan (Kim dan Morr, 1996).
Tabel 6 menunjukkan jenis bahan dinding kapsul yang biasa digunakan untuk
mikrokapsul.
Tabel 6. Jenis bahan dinding kapsul yang digunakan untuk mikrokapsul
Kelompok Jenis
Gum Gum arab, agar, sodium alginat, karagenan
Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, corn syrup,
carboxymethylcellulose, metilselulosa,
etilselulosa, nitroselulosa, asetilselulosa,
celluloseacetate-phthalate, cellulose acetate-
butylate-phthalate
Lipid Lilin, parafin, tristearin, asam stearat,
monogliserida, digliserida, beeswax, oils, lemak
Bahan anorganik Kalsium sulfat, silikat, tanah liat
Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin
Sumber : Jackson dan Lee (1991)

Pemilihan bahan penyalut yang tepat akan menentukan sifat fisikokimia


mikrokapsul yang dihasilkan. Persyaratan bahan pengenkapsulasi antara lain :
1. Pengenkapsulasi harus mempunyai sifat melindungi komponen aktif dari
kerusakan seperti oksidasi, kelembaban, cahaya dan lain-lain (Merrit,
1981)
2. Harus mempunyai sifat kehilangan komponen aktif yang rendah selama
proses berlangsung (Quellet et al, 2001).
3. Komponen enkapsulat yang terdispersi dalam larutan pengenkapsulasi
secara merata dengan ukuran yang kecil (Quellet et al. 2001).
4. Untuk enkapsulasi dengan cara spray dryer, maka pengenkapsulasi dengan
viskositas rendah akan meningkatkan efisiensi pengeringan (Rosenberg,
1997).
5. Pengenkapsulasi harus mempunyai sistem pengendalian pelepasan
komponen aktif selama penyimpanan (Quellet et al, 2001).
6. Bahan pengenkapsulasi harus aman, tidak membahayakan kesehatan,
murah dan mudah diaplikasikan (Rosenberg, 1997).
7. Bahan pengenkapsulasi harus mempunyai sifat fungsional spesifik, seperti
sifat emulsi, pembentukan film, dapat membentuk larutan konsentrasi
tinggi, controlled release, dan lain-lain (Rosenberg, 1977).
F. PEKTIN

Kelompok senyawa-senyawa pektin secara umum disebut substansi


pektat (pectic substance) yang meliputi protopektin, asam pektinat, dan asam
pektat. Menurut Winarno dan Aman (1981), protopektin adalah substansi
pektat yang tidak larut dalam air, terdapat dalam tanaman, dan bila dipisahkan
dengan hidrolisis akan menghasilkan asam pektinat. Asam pektinat adalah
asam poligalakturonat yang bersifat koloid dan mengandung sejumlah kecil
metil ester. Asam pektinat pada kondisi yang sesuai dapat membentuk gel
dengan gula dan asam. Pektin merupakan asam pektinat dengan kandungan
metil ester dan derajat esterifikasi yang berbeda-beda.
Pektin terdiri dari unit rantai linier asam galakturonat dengan bobot
molekul antara 110.000-150.000. Ketika pektin berada di dalam buah, ada
satu gugus asam bebas yang diikuti oleh 5 metil ester dari asam galakturonat
dan 1 sampai 5 rangkaian ini berulang pada seluruh rantai (Hoefler, 2004).
Pektin telah lama diketahui sebagai polimer dari asam galakturonat
berbentuk rantai 1-4- -D-galakturonan dengan metil ester yang terdapat di
dalamnya secara parsial. Terdapat pula di dalamnya cabang L-arabinan dan
suatu 1-4- -D-galaktan. Derajat esterifikasi (DE) didefinisikan sebagai
perbandingan dari unit asam galakturonat teresterifikasi terhadap total asam
galakturonat dalam molekul (Glicksman, 1984). Pektin dan molekul
penyusunnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pektin dan komponen penyusun (a) Gugus fungsional dan


bagian berulang dari pektin; (b) karboksil; (c) ester; (d) amida
dalam rantai pektin (Anonimc, 2007)
Proses pembentukan gel dari pektin dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
golongan yaitu cepat (rapid set), lambat (slow set), dan pektin bermetoksil
rendah. Sifat-sifatnya tergantung pada derajat polimerisasi, kandungan asam
anhidrouronat, dan derajat esterifikasi polimer. Sesungguhnya pembagian
golongan ini tidak mempunyai batas yang jelas. Umumnya pektin yang
memiliki derajat esterifikasi 70% atau lebih membentuk jeli lebih cepat pada
suhu yang lebih tinggi daripada pektin dengan derajat esterifikasi antara 50
sampai 70%. Pektin dengan derajat esterifikasi kurang dari 50% tidak umum
digunakan untuk membuat gel yang padat karena pektin ini cenderung untuk
mengendap cepat dalam media asam dan membentuk gel yang tidak normal
(Fardiaz, 1989).
Fardiaz (1989) menyatakan bahwa faktor lainnya yang penting untuk
mengontrol sifat-sifat kekentalan, gel, film, dan serat dari pektin adalah berat
molekulnya. Meskipun pektin merupakan polimer yang panjang, namun berat
molekulnya jauh dibawah selulosa dan pati. Rata-rata berat molekulnya antara
30.000-70.000 pada pektin jeruk. Pada derajat polimerisasi dan konsentrasi
yang sama, larutan pektin lebih kental daripada larutan selulosa. Penyebab
utama mengapa pektin membuat larutan yang lebih kental adalah karena
struktur molekulnya. Ternyata galakturonida membentuk suatu rantai zigzag
dengan rotasi rantai yang terbatas disekitar ikatan glikosida.
Pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal berwarna putih.
Kelarutan pektin berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kadar metoksilnya.
Pektin dengan kadar metoksil tinggi dapat larut dalam air dingin, sedangkan
pektin yang mempunyai kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan asam
oksalat (Walter, 1991). Kekuatan gel dari pektin juga dipengaruhi oleh kadar
metoksilnya. Pektin dengan kadar metoksil rendah sifat terbentuknya gel
kurang baik. Daya terbentuknya gel maksimum pada pektin yang berkadar
metoksil tinggi.
G. GELATIN

Gelatin didefinisikan di dalam The United States Pharmacopeia XVII


(1965) sebagai suatu produk yang diperoleh dari hidrolisa sebagian terhadap
kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan penyambung putih, dan tulang
hewan.
Vandegaer (1973) mengemukakan bahwa, molekul gelatin tersusun dari
gabungan asam-asam amino yang berkaitan satu sama lain dengan ikatan
petida dalam rantai molekul yang panjang. Dalam molekul gelatin terdapat 18
buah -asam amino yang masing-masing terdapat dalam bentuk dan urutannya
tersendiri di dalam rantai molekul yang panjang. Ikatan-ikatan tersebut
melibatkan gugus karboksilat dan amino-alfa membentuk tulang punggung
molekul. Rantai-rantai sisi tersebut dapat mengandung amino basa atau grup
guanidin atau grup asam karboksil.
Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dapat dibagi menjadi dua tipe,
yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A diperoleh dari bahan-bahan
yang diproses secara asam. Gelatin tipe B diperoleh dari proses secara basa.
Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan
kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa
adalah tulang dan kulit jangat sapi. Karakteristik gelatin tipe A dan B dapat
dilihat pada tabel 7.
Gelatin memiliki sifat yang unik karena dapat membentuk gel dalam air
pada pH berapa saja tanpa membutuhkan bahan tambahan lain seperti kation
logam dan gula. Gel gelatin mempunyai sifat bolak-balik, yaitu dapat
dicairkan dan dipadatkan kembali dengan pemanasan dan pendinginan
(Fardiaz, 1989). Struktur rantai gelatin dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 7. Karakteristik gelatin tipe A dan tipe B
Tipe A Tipe B
Karakteristik (perlakuan asam) (perlakuan basa)
Kadar air 8-12% 8-12%
pH 3.8-5.5 5.0-7.5
Titik isoelektrik 7.0-9.0 4.7-5.1
Kekuatan gel 50-300 g 50-275 g
Viskositas 20-70 mps 20-75 mps
Kadar abu 0.3% 0.5-2.0%
Sumber : Glicksman (1969)
Gambar 3. Struktur rantai gelatin (Anonimd, 2007)

Gelatin adalah satu-satunya hidrokoloid yang termasuk food grade yang


bukan termasuk polisakarida. Gelatin merupakan protein hewan yang diambil
dari pemecahan kolagen yang tidak larut. Gelatin komersial dihasilkan dengan
cara ekstraksi asam atau basa pada babi, sapi atau tulang yaitu 42% pada kulit
babi, 31% pada tulang sapi, dan 27% pada kulit sapi. Gelatin mengandung 84-
90% protein, 1-2% garam mineral, dan 8-15% air. Dengan kandungan protein
yang tinggi, struktur kimia gelatin diduga mengandung asam amino glisin,
prolin, dan hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4. Komposisi asam amino gelatin (Anonimd, 2007)


Gelatin larut dalam air yang bersuhu 71.1oC dan membentuk dispersi
koloidal makromolekular. Untuk mencegah gelatin membentuk gel, maka
perlu disimpan dalam larutan yang panas. Jika suhu turun dibawah 48oC,
maka gelatin cenderung membentuk gel.
Gelatin yang terbentuk dapat larut pada air panas, kemudian
didinginkan sampai suhu sekitar 14oC, akhirnya membentuk gel yang halus,
lunak, berkilau, dan keras. Gel gelatin dapat menjadi keras dan seperti karet,
sehingga gel menjadi tidak enak dan kadang-kadang tidak dapat dimakan
setelah disimpan beberapa hari. Selain itu, gel gelatin dapat mencair pada suhu
25oC, sehingga berpengaruh terhadap distribusi produk pangan. Keuntungan
dari gelatin adalah tidak ada pengaruh yang besar terhadap perubahan pH dan
kekuatan ionik. Karakteristik gel gelatin adalah pada pendinginan, gelatin
larut, sebagian molekul gelatin teragregasi ; agregat-agregat yang terbentuk
saling berhubungan membentuk jaringan yang lemah ; dan pendinginan yang
lebih lanjut atau dengan dibantu suhu yang konstan, gel gelatin meningkat
kekuatannya.
Sebagai pembentuk film, gelatin telah banyak dimanfaatkan pada
industri makanan dan farmasi termasuk mikroenkapsulasi dan pembuatan
tablet atau kapsul. Pada proses mikroenkapsulasi sebagai bahan pelapis,
pertama kali digunakan gelatin secara tunggal atau dikombinasikan dengan
gum seperti gum arab (Gennadios et al., 1994). Disamping sebagai pembentuk
film, gelatin termasuk bahan pengemulsi dari grup protein. Minyak yang
mengandung ikatan rangkap (minyak tidak jenuh) akan lebih mudah
diemulsikan dengan gelatin dibandingkan dengan minyak yang mengandung
asam lemak jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap).

H. MALTODEKSTRIN

Maltodekstrin merupakan gula tidak manis dan berbentuk bubuk


berwarna putih dengan sifat larut dalam air. Gula ini dihasilkan dengan cara
hidrolisis pati jagung secara tidak sempurna dengan asam atau enzim dan juga
merupakan polimer sakarida terdiri dari D-glukosa berikatan terutama dengan
1,4 glikosidik. Dengan proses ini pati diuraikan secara bertahap menjadi
fragmen yang makin lama makin kecil dan akhirnya menjadi glukosa
(dekstrosa) murni. Derajat depolimerisasi dinyatakan dengan kesetaraan
dekstrosa (DE) dan didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total yang
dinyatakan sebagai dektrosa dan dihitung sebagai persentase dari bahan kering
total, hasil urai dengan derajat polimerisasi 3 sampai 20 dikenal sebagai
maltodekstrin. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan sebagai
pengental dan pemantap (Schenk dan Hebeda, 1992).
Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan
dari proses hidrolisis parsial oleh enzim -amilase, yang memiliki nilai
dextrose equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin dapat bercampur
dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai
kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak
serta tidak toksik (Blazek-Welsh, 2001).
Maltodekstrin dapat dibuat dari sejumlah 40% b/b pati (berat kering)
yang disuspensikan dalam air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl2.
Suspensi yang dihasilkan diatur pH-nya sampai 6,5 dengan menambahkan
NaOH 0,1 N. Ke dalam campuran ditambahkan enzim -amilase sebanyak
0,1% v/b untuk setiap berat suspensi sambil diaduk. Campuran diinkubasikan
dalam waterbath shaker selama +65 menit dihitung setelah suhu mencapai
85oC. Waktu divariasikan untuk memperoleh maltodekstrin dengan nilai DE
yang diinginkan (Griffin dan Brooks, 1989).
Maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik. Oleh sebab itu,
maltodekstrin pada proses enkapsulasi lipid dengan metode spray dryer
menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak
yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing et al.,
1988). Makin tinggi DE maltodekstrin makin tinggi konsentrasi produk
(bahan inti) yang dapat masuk ke dalam larutan. Oleh karena itu perlu
ditambahkan bahan lain agar diperoleh produk mikroenkapsulasi yang baik.
I. KLASIFIKASI TEKNIK MIKROENKAPSULASI

Menurut Deasy (1987), proses mikroenkapsulasi dapat diklasifikasikan


menjadi :
1) Metode kimia, yang termasuk metode ini adalah polimerisasi antar
permukaan, polimerisasi in situ, dan insolubilisasi.
2) Metode fisikokimia, yang termasuk metode ini adalah pemisahan fase dari
larutan cair, pemisahan fase dari pelarut organik, kompleks emulsi, dan
powder bed.
3) Metode mekanik, yang termasuk metode ini adalah penyalutan suspensi
udara atau metode Wurster, penyemprot kering, penyalutan hampa udara,
dan aerosol elektrostatik.
Banyak teknik mikroenkapsulasi yang dapat digunakan untuk
mengkapsul bahan pangan yaitu tergantung dari jenis bahan
pengenkapsulasinya, jenis bahan yang dienkapsulasinya, dan alat yang
diugunakannya seperti spray drier, ekstrusi, freeze dryer, pendinginan
(chilling drum), dan lain-lain (Eden et al., 1989). Berdasarkan mekanisme
pengkapsulannya, maka teknik mikroenkapsulasi terdiri dari teknik
koaservasi, spray drying (Brenner, 1976), dan teknik gelas dengan ekstrusi
(Quellet et al., 2001).
Pemilihan teknik mikroenkapsulasi merupakan seni. Jika dilihat dari sisi
bahan pengenkapsulasinya, maka dapat dipilih pati modifikasi atau yang tidak
dimodifikasi, pati tepung atau sereal tergantung tujuan untuk seberapa jauh
dapat melindungi, mencegah dekomposisi atau kehilangan (loss) bahan yang
dienkapsulasinya. Jika dilihat dari sisi bahan yang dienkapsulasinya (bahan
inti), bahan tersebut dapat berupa senyawa volatil atau non volatil dan bahan
yang larut atau tidak larut dalam air (Eden et al., 1989). Jika bahan inti yang
akan dienkapsulasi merupakan bahan yang non volatil maka bahan
pengenkapsulasi (bahan penyalut) yang cocok adalah pati modifikasi (produk
turunan pati) seperti maltodekstrin.
J. PENGERINGAN DENGAN THIN LAYER DRYING

Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah


pengeringan. Pengeringan merupakan proses penghilangan kadar air pada
suatu produk pangan. Tujuan utama pengeringan yaitu mempertahankan
produk selama penyimpanan karena dengan berkurangnya kadar air maka
pertumbuhan mikroba dapat ditekan sehingga kerusakan produk dapat
dihindari.
Sehubungan dengan penggunaan alat pengering seperti spray dryer yang
memiliki berbagai kelemahan seperti rendemen yang rendah dan tekanan serta
suhu yang tinggi, maka diperlukan suatu alternatif alat pengering lain yang
mengoptimasikan antara kualitas produk kering yang dihasilkannya dengan
biaya operasionalnya.
Salah satu teknik pengeringan lapis tipis (film) yang disebut Refractance
WindowTM (RW) drying digunakan untuk menghasilkan produk-produk kering
dari bahan pangan cair atau semi cair (Bolland, 2000). Sedangkan menurut
(Kajuna et al, 2001), ubi-ubian semisal ubi jalar dengan tebal 5 mm dapat
dikeringkan dengan peralatan thin layer drying pada suhu 55oC dan 65oC.
Gambar 5 menunjukkan contoh alat pengering lapis tipis (thin layer drying).
Adapun Prinsip pengeringan lapis tipis yaitu proses pengeringan dimana
bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan yang
tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi
pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas
permukaan maka kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan
produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis.
Menurut Abonyi et al. (1999), dua hal yang berlawanan dalam memilih
alat pengering yang cocok untuk mengeringkan suatu bahan pangan yang
sensitif akan panas telah menjaga kualitas produk dan efisiensi (dalam hal laju
pengeringan maupun konsumsi energinya). Refranctrance WindowTM (RW)
dryer mempunyai kelebihan dalam hal mempertahankan kualitas produk puree
buah-buahan atau sayuran terutama dalam menjaga total karoten, vitamin C,
dan warna yang hampir mendekati freeze dryer, namun mempunyai konsumsi
energi yang rendah dan efisiensi pengeringan yang tinggi jika dibandingkan
dengan freeze dryer dan sedikit lebih tinggi daripada alat-alat pengering
konvensional seperti spray dryer atau drum dryer.

Gambar 5. Peralatan Thin Layer Drying (Kajuna et al., 2001)

Untuk menilai kinerja suatu alat pengering, maka alat tersebut dapat
dinilai dari :
1) Kapasitas dan laju pengeringannya yang dapat dianalisis dengan neraca
massa dan kinetika pengeringan
2) Konsumsi energi dan efisiensi energinya yang dapat dianalisis dengan
neraca energi
3) Kemampuan untuk mempertahankan kualitas produk yang diukur
berdasarkan jumlah kerusakan atau kehilangan parameter kualitas produk.
Pada penelitian ini digunakan teknik Thin Layer Drying sederhana
dengan menggunakan plat kaca sebagai wadah emulsi bahan dan oven
pengering untuk mengeringkan emulsi sehingga didapatkan hasil
mikroenkapsulasi yang lebih menguntungkan seperti konsumsi energi yang
rendah, efisiensi pengeringan yang tinggi, dan tidak merusak komponen
dalam bahan yang sensitif pada suhu yang tinggi.
Secara garis besar kelebihan metode Thin Layer Drying berdasarkan
penelitian sebelumnya oleh Nurhasanah (2005) yaitu :
1) Konsumsi energi yang rendah
2) Efisiensi pengeringan yang tinggi
3) Aplikasi suhu yang rendah (<60oC) sehingga tidak merusak komponen
dari bahan yang sensitif terhadap panas.
L. OPTIMASI

1) Pengertian dan Tujuan Optimasi

Optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk


mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan
suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan
untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai dengan batasan yang diberikan
(Ma’arif et al., 1989).
Selajutnya Ma’arif et al. (1989) menyatakan bahwa tujuan dari
optimasi ini adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau
biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Jika usaha
yang diperlukan atau hasil yang diharapkan dapat dinyatakan sebagai
fungsi dari sebuah keputusan, maka optimasi dapat didefinisikan sebagai
proses pencapaian kondisi maksimum atau minimum dari fungsi tersebut.
Unsur penting dari masalah optimasi adalah fungsi tujuan yang
sangat bergantung pada sejumlah berhingga peubah masukan. Fungsi
tujuan secara umum merupakan langkah minimalisasi biaya atau
penggunaan bahan-bahan baku, maksimalisasi hasil atau efisiensi
pemanfaatan bahan-bahan produksi/proses dan sebagainya. Penentuan
fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi (Ma’arif et
al., 1989).
Metode penentuan kondisi optimum dikenal sebagai pemograman
teknik matematika. Herijanto (1994) menyatakan bahwa tujuan dan
kendala-kendala dalam program matematika diberikan dalam fungsi-
fungsi matematika dan hubungan fungsional.

2) Design Expert V.7

Design Expert V.7 adalah salah satu program komputer yang bisa
digunakan untuk optimasi produk atau proses (Anonimb, 2007). Program
ini menyediakan empat jenis rancangan percobaan dengan efisiensi tinggi,
yakni Factorial Designs, Response Surface Metods (RSM), Mixture
Design Tecniques, dan Combine Design. Factorial Designs ditujukan
untuk mengidentifikasi faktor penting yang mempengaruhi proses atau
produk. RSM ditujukan untuk menetapkan proses yang ideal guna
mencapai kinerja yang optimal. Mixture Design Tecniques ditujukan untuk
mendapatkan formulasi yang optimal. Combine Design ditujukan khusus
untuk optimasi yang menggabungkan antara komponen (bahan-bahan yang
dicampur) dengan proses dalam suatu rancangan.
Design Expert V.7 atau yang disebut dx7 menyediakan rancangan
percobaan dengan lebih dari 99 block, 21 faktor, dan 512 run. Faktor
adalah variabel atau fungsi kendala yang mempengaruhi proses optimasi.
Run adalah formula atau banyaknya rancangan percobaan yang bisa
dihasilkan, didasarkan pada fungsi kendala (banyaknya dan rentang nilai)
yang diberikan. Tambahan pula, ketelitian dari program ini secara numerik
mencapai 0.001. Dalam menentukan model matematika yang cocok untuk
optimasi, program ini akan memberikan rekomendasi berdasarkan nilai F
dan R2 terbaik dari data respon yang telah diukur dan dimasukkan ke
dalam rancangan percobaan. Terdapat lima model matematika yang diolah
dalam program ini, yaitu mean, linier, quadratic, cubic, dan special cubic.
Pada program optimasi menggunakan dx7, terdapat 4 tahap, yakni
merancang percobaan, mengukur respon, memasukkan datanya ke dalam
rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang
optimal. Pada tahap merancang percobaan, khususnya untuk tujuan
optimasi formulasi, harus ditentukan faktor atau fungsi kendala yang
mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilainya (kuantitas
masing-masing komponen dari jumlah nilai minimal hingga maksimal).
Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang
direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang
telah diukur, kemudian dimasukkan ke dalam program dx7. Sebelum
program melakukan optimasi, ditentukan dulu respon yang akan
dioptimasi beserta tujuannya, dimaksimalkan diminimalkan, berada pada
rentang nilai tertentu atau tidak dioptimasi. Setelah ini, program secara
otomatis akan melakukan optimasi berdasarkan data yang dimasukkan dan
merekomendasikan formula baru yang paling optimal (Anonimb, 2007).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah minyak sawit yang
diperoleh dari PT. Sinar Meadow International, bahan-bahan penyalut yang
digunakan adalah pektin (GENU E440 LM-104As Denmark) dan gelatin yang
diperoleh dari Toko Setia Guna serta maltodekstrin dengan DE 10 merk Hi-
Cap 100 yang diperoleh dari National Park.
Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah heksana,
metanol, 2-propanol, asetonitril, KOH, kloroform, amonium thiocianat, ferro
sulfat, barium klorida, kertas whatman 42, standar beta karoten, asam asetat
glasial, NaOH, kalium Iodida, natrium thiosulfat, dan pereaksi hanus.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah plat kaca dalam ukuran
(20cm x 20 cm x 2 mm), oven, thermokopel, termometer, homogenizer Ultra
Turax, pemanas, chromameter (minolta CR-200), timbangan analitik,
sentrifuse, desikator, spektrofotometer, destilator, perangkat soxhlet, Lovibond
Tintometer, vorteks, dan alat-alat gelas (gelas piala, labu takar, gelas ukur,
gelas pengaduk, tabung reaksi dan pipet mohr) serta alat-alat lain seperti sudip
dan ballep.
B. METODE PENELITIAN

1. Tahap Persiapan

a. Pengkajian Kondisi Pengeringan

Tahap ini bertujuan untuk mengkaji peralatan pengering lapis


tipis dengan menggunakan oven, sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan material emulsi minyak sawit merah dalam bentuk
lapisan tipis dengan menggunakan plat kaca berukuran (20 cm x 20 cm
x 2 mm) dan suhu pengeringan sebesar 55oC. Pada tahap ini juga
dilakukan pengukuran suhu dan RH dalam tiap rak pada oven
pengering selama ± 100 menit dengan menggunakan thermokopel
untuk menentukan rak mana yang memiliki kondisi RH dan suhu yang
konstan dan juga dilakukan pengukuran kecepatan udara yang masuk
ke dalam oven.

b. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah (Modifikasi Mardawati,


2001)

Sampel CPO diinkubasi pada suhu ruang selama 1 hari sampai


terjadi pemisahan fraksi semi padat (stearin) dan fraksi cair (olein).
Fraksi olein kemudian diukur kadar karotenoidnya. Selanjutnya fraksi
olein diinkubasi pada suhu 20oC selama 1 hari sampai terjadi
pemisahan fraksi. Fraksi olein yang diperoleh diukur kadar
karotenoidnya, setelah itu fraksi olein diinkubasi pada suhu 15oC
selama 1 hari sampai terjadi pemisahan fraksi. Fraksi olein yang
diperoleh kemudian diukur kadar karotenoidnya. Fraksi olein dari suhu
15oC yang disebut minyak sawit merah ini selanjutnya digunakan
sebagai bahan baku pembuatan mikroenkapsulat. Diagram alir proses
fraksinasi bertahap pada suhu rendah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah
(Modifikasi Mardawati, 2001)

c. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut

Karakterisasi pada CPO (Crude Palm Oil) meliputi analisis total


karotenoid (metode spektofotometri), beta karoten (metode
spektofotometri), kadar air (metode oven), bilangan asam (metode
titrasi), bilangan iod (metode titrasi), dan warna (visual) yang mengacu
pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-1992.
Karakterisasi bahan penyalut yang terdiri dari pektin, gelatin, dan
maltodekstrin dilakukan untuk mengetahui kadar air (metode oven),
kadar abu (metode pengabuan kering), dan warna (visual) yang
mengacu pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 60-3735-1995
dan sumber lain.
2. Penelitian Pendahuluan

a. Penetapan Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit


Merah

Pada tahap ini dilakukan penetapan proses pembuatan


mikroenkapsulat minyak sawit merah sehingga dapat digunakan untuk
membantu menentukan rentang nilai dari masing-masing bahan baku
(minyak, pektin, gelatin, dan maltodekstrin). Diagram alir proses
pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah dapat dilihat pada
Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah


b. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut

Tahap ini bertujuan menentukan jumlah minyak yang masih dapat


ditambahkan pada kombinasi bahan penyalut (pektin-gelatin-
maltodekstrin) sehingga dapat terbentuk emulsi yang homogen
(minyak bercampur seluruhnya). Jumlah minyak yang digunakan yaitu
33.33%, 42.86%, 50%, 55.55%, 60%, dan 61.54% dari komposisi total
bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 8.
Jumlah minyak yang dipilih berdasarkan homogenitasnya dan
kekeringan mikroenkapsulat yang dihasilkan.
Tabel 8. Kisaran konsentrasi jumlah minyak sawit
Bahan Penyalut (g) Minyak Sawit (g)
10 5 (33.33%)
10 7.5 (42.86%)
10 10 (50%)
10 12.5 (55.55%)
10 15 (60%)
10 16 (61.54%)

Tahap ini juga digunakan untuk menentukan kisaran konsentrasi


bahan penyalut seperti pektin, gelatin, dan maltodekstrin. Konsentrasi
pektin yang dicoba yaitu 0%, 2.58%, 5.16%, 7.74%, 10.32%, 12.90%,
15.48%, 18.06%, dan 20.65% dari komposisi total bobot formula
mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 9. Komposisi total
bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan perbandingan gelatin :
maltodektrin (1 : 1). Penentuan kisaran konsentrasi pektin melalui
stabilitas dan kekentalan emulsi.
Tabel 9. Kisaran konsentrasi jumlah pektin
Pektin (%) Gelatin (g) Maltodekstrin (g) TBP (g)
0 (0 g) 8 8 16
2.58 (0.8 g) 7.6 7.6 16
5.16 (1.6 g) 7.2 7.2 16
7.74 (2.4 g) 6.8 6.8 16
10.32 (3.2 g) 6.4 6.4 16
12.90 (4 g) 6 6 16
15.48 (4.8 g) 5.6 5.6 16
18.06 (5.6 g) 5.2 5.2 16
20.65 (6.4 g) 4.8 4.8 16
Konsentrasi gelatin yang dicoba yaitu 0%, 5.16%, 10.32%,
15.48%, 20.65%, 25.81%, 30.97%, dan 36.13% dari komposisi total
bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 10.
Komposisi total bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan
perbandingan pektin : maltodektrin (1 : 2). Penentuan kisaran
konsentrasi gelatin melalui viskositas dan homogenitas emulsi.
Tabel 10. Kisaran konsentrasi jumlah gelatin
Gelatin (%) Pektin (g) Maltodekstrin (g) TBP (g)
0 (0 g) 5.33 10.67 16
5.16 (1.6 g) 4.8 9.6 16
10.32 (3.2 g) 4.26 8.54 16
15.48 (4.8 g) 3.73 7.47 16
20.65 (6.4 g) 3.2 6.4 16
25.81 (8 g) 2.67 5.33 16
30.97 (9.6 g) 2.13 4.27 16
36.13 (11.2 g) 1.6 3.2 16

Konsentrasi maltodekstrin yang dicoba yaitu 10.32%, 15.48%,


23.23%, 29.39%, 33.55%, dan 38.71% dari komposisi total bobot
formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 11.
Komposisi total bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan
perbandingan pektin : gelatin (1 : 2). Penentuan kisaran konsentrasi
maltodekstrin melalui pengamatan kelarutan dan kekentalan secara
subjektif.
Tabel 11. Kisaran konsentrasi jumlah maltodekstrin
Maltodekstrin (%) Pektin (g) Gelatin (g) TBP (g)
10.32 (3.2 g) 4.26 8.54 16
15.48 (4.8 g) 3.73 7.47 16
23.23 (7.2 g) 2.93 5.87 16
29.39 (8.8 g) 2.4 4.8 16
33.55 (10.4 g) 1.87 3.73 16
38.71 (12 g) 1.33 2.67 16

Dari tahap ini akan diperoleh rentang nilai masing-masing


komponen (pektin, gelatin, dan maltodekstrin) yang akan dibagi
dengan bobot target formula mikroenkapsulat yang ditetapkan sebesar
25 gram. Hasil akhir merupakan persen batas maksimum dan
minimum yang akan dimasukkan ke program Design Expert V.7.
3. Penelitian Utama

a. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7

Pada tahap perancangan formula menggunakan program Design


Expert V.7 dengan rancangan metode Mixture Design D-optimal, hal
penting yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel, rentang
nilai, dan respon yang diinginkan.
Variabel yang digunakan pada formula mikroenkapsulat minyak
sawit merah adalah minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan
maltodekstrin. Masing-masing variable ditentukan rentang nilai
konsentrasi maksimum dan minimumnya berdasarkan penelitian
pendahuluan.
Respon yang mempengaruhi variabel yang diukur meliputi retensi
total karotenoid (%) (metode spektofotometri), retensi beta karoten (%)
(metode spektofotometri), kadar air (%) (metode oven), kelarutan (%)
(metode oven), warna mikroenkapsulat (+b) (metode Hunter), warna
larutan (skala kuning) (metode Lovibond Tintometer), tingkat
kekeringan (skala) (metode rating), kadar minyak tidak terkapsul (%)
(metode ekstraksi), dan kadar minyak terkapsul (%) (metode soxhlet).

b. Formulasi Mikroenkapsulat

Pada tahap ini dihasilkan beberapa formula yang tergantung dari


jumlah variabel yang digunakan. Formula yang memiliki leverage
lebih besar dari 0.5 harus dilakukan replicate.
Formula-formula yang telah diperoleh selanjutnya dibuat
berdasarkan diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak
sawit merah yang dapat dilihat pada Gambar 7. Kemudian formula-
formula tersebut diukur respon-respon yang mempengaruhinya,
selanjutnya hasil pengukuran dimasukkan ke dalam program dx7
sehingga dapat dilakukan tahap analisis respon.
c. Pengamatan dan Analisis Respon

Pada tahap ini dilakukan analisis pada tiap respon yang telah diuji
sebelumnya dilaboratorium yang meliputi analisi retensi total
karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna
mikroenkapsulat, warna larutan, tingkat kekeringan, minyak tidak
terkapsul, dan minyak terkapsul dengan program Design Expert V.7
(dx7)
Analisis pada program dx7 dilakukan dengan melihat bagian fit
summary untuk menentukan model persamaan yang disarankan
(suggested) oleh program. Kemudian dilihat juga bagian ANOVA
untuk memastikan apakah model signifikan atau tidak. Pada tahap ini
juga dapat dilihat model grafik tiap respon dalam bentuk dua dimensi
(contour plot) atau tiga dimensi.

d. Optimasi dengan Design Expert V.7

Optimasi dengan program ini dilakukan setelah analisis setiap


respon yang mempengaruhi variabel terpenuhi. Pada bagian
optimizitation ditentukan kriteria yang meliputi variabel dan setiap
respon yang mempengaruhi. Respon yang tidak signifikan tidak
dimasukkan ke dalam tahap optimasi ini. Setelah itu ditentukan goal
yang ingin dicapai meliputi maximize, minimize, target, atau in target
berikut tingkat kepentingannya (importance) yang dapat dipilih dari
tanda positif 1 (+) sampai positif 5 (+++++) kemudian ditentukan
solusinya. Program dx7 akan menampilkan beberapa solusi (formula
optimum) dengan tingkat desirability yang berbeda. Formula optimum
berupa kombinasi nilai bahan baku (minyak, pektin, gelatin, dan
maltodekstrin) dan nilai tiap respon (retensi total karotenoid, retensi
beta karoten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna
larutan, tingkat kekeringan, kadar minyak tidak terkapsul, dan minyak
terkapsul). Formula optimum dengan desirability tertinggi cenderung
dipilih tetapi dipertimbangkan juga faktor respon yang menentukan.
Pada tahap ini dapat dilihat grafik dua dimensi (contour plot) atau
grafik tiga dimensi dari desirability. Dapat dilihat juga point prediction
yang menampilkan prediction interval (PI) dari masing-masing respon
yang diukur.
Tahapan prosedur penelitian lengkap (tahap persiapan, penelitian
pendahuluan, dan penelitian utama) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tahapan prosedur penelitian


C. ANALISIS

1. Bilangan Iod, Metode Titrasi (Apriyantono et al., 1989)

Sampel minyak ditimbang sebanyak 0,5 gram dalam erlenmeyer 250


ml, ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml pereaksi hanus. Kemudian
didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, tambahkan kalium
iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna
hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2
tetes. Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan
iod dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(titer blanko − titer sampel) x Normalitas Na 2S2 O 3 x 12.69
Bilangan Iod =
berat sampel (gram)

2. Penentuan Asam Lemak Bebas Sebagai Asam Palmitat, Metode


Titrasi (SNI, 1995)

Sampel minyak ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmeyer 250


ml. Lalu ditambahkan alkohol 95% dan panaskan sampai mendidih dalam
penangas air sambil diaduk. Tambahkan indikator penolpthalein 1% 1-2
tetes. Kemudian dititrasi dalam keadaan panas dengan NaOH 0,1 N
sampai terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 10 detik.
Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai
berikut:
(titer sampel − titer blanko) x NormalitasNaOH x 2,56
Asam Lemak Bebas =
Berat sampel(g)

3. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1995)

Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam


cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian
cawan dan sampel tersebut dibakar dalam ruang asap sampai sampel tidak
berasap kemudian diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC
sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah
konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang
segera setelah mencapai suhu ruang. Cara perhitungan kadar abu total :
Bobot abu (g)
adar abu = x 100 %
Bobot sampel (g)
4. Penetapan Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC, 1970)

Rendemen mikroenkapsulat merupakan rasio antara bahan setelah


diproses dengan bahan sebelum diproses dikalikan 100%. Penetapan
rendemen berdasarkan rumus :
Berat mikroenkapsulat (g)
Rendemen (%) = x 100 %
Berat bahan pembuat mikroenkapsulat (g)

5. Karotenoid, Metode spektrofotometri (Apriyantono et al., 1989)

Satu gram sampel ditimbang ke dalam labu takar 50 ml. Kemudian


ditepatkan hingga tanda tera dengan heksana. Pengenceran dilakukan
apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0.700. Absorbansi
diukur pada panjang gelombang 446 nm dengan kuvet (lebar 1 cm).
Konsentrasi karotenoid dalam sampel minyak sawit dihitung
menggunakan nilai E1% (1 cm) = 2600, yaitu absorbansi dari 1 % larutan
karotenoid dari minyak sawit (10 mg/ml atau g/ l) pada panjang
gelombang 446 nm menggunakan kuvet 1 cm dengan pelarut heksana.

10 mg/ml x A x fp x V x 1000 ug/mg


Konsentrasi karotenoid (ppm) =
E1% 1cm x W
Keterangan : A = nilai serapan sampel pada 446 nm
fp = faktor pengenceran
V = volume sampel yang diukur (ml)
W = bobot sampel yang dianalisis (g)
E1% 1 cm = koefisien absorbansi

6. Beta-karoten, Metode Spektrofotometri (AOAC, 1993)

Sebanyak 5 gram sampel minyak merah ditambah dengan 40 ml


aseton dan 60 ml heksana serta 0.1 MgCO3 kemudian diaduk selama 5
menit. Residu disaring dan dicuci dengan 2 x 25 ml aseton dan 1 x 25 ml
heksana. Semua hasil saringan digabung setelah itu cuci aseton atau ambil
lapisan heksana dengan 5 x 100 ml H2O kemudian pindahkan ke dalam
labu takar 100 ml dan tepatkan sampai tanda tera dengan heksana. Ukur
absorbansi pada 436 nm lalu buat kurva standar dengan larutan beta
karoten murni.
(A x 454) x 2.2
C beta -karoten (mg/kg) =
196 x LW

Keterangan : A = Absorbansi sampel


L = Panjang/lebar kuvet dalam cm, misal 1 cm
W = Gram sampel/ml pengenceran akhir
C x 1667 = units/kg

7. Kadar air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan


yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan
cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan
didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
B-C
Kadar air = x 100 %
B-A
Keterangan : A = berat cawan kosong
B = berat cawan + berat sampel sebelum dikeringkan
C = berat cawan + berat sampel setelah dikeringkan

8. Kelarutan, Metode Oven (Fardiaz et al., 1992)

Pengukuran kelarutan dihitung berdasarkan pada persentase berat


residu yang tidak dapat melalui kertas saring “whatman 42” terhadap berat
contoh bahan yang digunakan.
Sebanyak 0.75 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml
air destilata dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas saring sebelum
digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105oC sekitar 30 menit
lalu ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring berserta residu
bahan dikeringkan kembali dalam oven pada 105oC kurang lebih tiga jam,
dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

c−b
Kelarutan = (1 − ) ×100%
100 − %ka
xa
100
Keterangan : a = berat contoh yang digunakan
b = berat kertas saring
c = berat kertas saring + residu
ka = kadar air contoh

9. Warna mikroenkapsulat, Metode Hunter (Hutching, 1999)

Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma


Meters. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan
pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel.
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel
berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a dan nilai
b terhadap sampel. Nilai L (Lightness) menyatakan parameter kecerahan
yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a menyatakan
cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau
dengan nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai -a dari -80-0 untuk
warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning
dengan nilai +b dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b dari -70-0 untuk
warna biru.

10. Warna Larutan, Metode Lovibond tintometer

Larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan ditempatkan pada alat.


Selanjutnya dilakukan setting alat sampai diperoleh garis pembatas tepat
pada perpotongan diagonal secara jelas. Parameter yang diperoleh adalah
proporsi nilai R (red), Y (yellow), dan B (blue).

11. Tingkat Kekeringan (Berminyak atau tidak berminyak), Metode


Rating Atribut Tingkat Dryness-Oily (Meilgaard et al., 1999)

Penerimaan konsumen terhadap produk mikroenkapsulat dilakukan


melalui pengujian organoleptik dengan uji hedonik menggunakan metode
rating. Bahan disajikan secara acak. Panelis diminta menilai tingkat
kekeringan terhadap produk dengan skala 1 sampai 4 (kering-berminyak).
12. Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan, Metode Ekstraksi (Shahidi, 1997)

Labu lemak dan erlenmeyer dikeringkan dalam oven 105-110oC


sampai benar-benar kering lalu didinginkan dalam desikator. Setelah
dingin erlenmeyer dan labu lemak ditimbang. Sampel (ws) ditimbang ke
dalam erlenmeyer yang telah diketahui beratnya (we1) sebanyak ± 1-3
gram berat kering. Sampel kemudian dicuci dengan menggunakan heksana
sebanyak ± 20 ml selama sekitar 1 menit. Sampel kemudian disaring
menggunakan kertas saring ke dalam labu lemak yang telah diketahui
beratnya (wl1). Pencucian diulang sampai 3 kali. Mikrokapsul yang
tertahan dalam kertas saring disisihkan untuk analisa kadar minyak dalam
kapsul. Heksana yang ada dalam labu lemak didestilasi dan kemudian
dikeringkan dalam oven selama satu jam, demikian juga dengan
erlenmeyer yang digunakan untuk mencuci. Erlenmeyer dan labu lemak
kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah mencapai suhu ruang
erlenmeyer (we2) ditimbang demikian juga dengan labu lemak (wl2).
Kadar lemak yang tak terkapsulkan dihitung dengan rumus berikut :
wl2 − wl1
Kadar lemak tidak terkapsul = x 100%
ws

13. Kadar Minyak dalam Mikrokapsul, Metode Soxhlet (Apriyantono et


al., 1989)

Labu dikeringkan dalam oven dan kemudian didinginkan dalam


desikator lalu labu lemak ditimbang (wl1) dan sampel yang belum dicuci
juga ditimbang (ws). Kemudian sampel yang akan dianalisa kadar lemak
dalam mikrokapsul dibungkus dengan menggunakan kertas saring. Sampel
kemudian diekstrak menggunakan soxhlet dengan menggunakan heksana
sebagai pelarut selama ± 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan
destilasi. Labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven ± 3 jam.
Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (wl2).
Kadar minyak dalam mikrokapsul dihitung dengan rumus sebagai berikut :

wl2 - wl1
Kadar minyak dalam mikrokapsu l = x 100%
ws - (we2 - we1)
Keterangan :
Wl1 : berat labu lemak kosong
Wl2 : berat labu lemak dan minyak yang terkapsulkan
Ws : berat sampel sebelum dicuci
We1 : berat erlenmeyer bersih
We2 : berat erlenmeyer dan sampel yang tertinggal
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. TAHAP PERSIAPAN

1. Pengkajian Kondisi Pengeringan

Penelitian pada tahap ini dilakukan untuk mengkaji pengeringan


mikroenkapsulat. Menurut Desai and Park (2005), proses atau teknik yang
biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi menggunakan teknik
spray drying, fluidized-bed coating, ekstrusi, liopilisasi, koarsevasi,
sentrifugal ekstrusi, liposome entrapment, dan inclusion complexation.
Akan tetapi, penggunaan teknik mikroenkapsulasi tersebut di rasa cukup
kompleks dan mahal, sehingga membutuhkan penggunaan alat yang
khusus dan biaya yang cukup besar. Teknik mikroenkapsulasi yang paling
banyak digunakan dalam industri yaitu teknik spray drying dan ekstrusi.
Namun teknik ini juga terbatas sehubungan dengan adanya kehilangan
(loss) yang tinggi terutama untuk komponen senyawa dengan berat
molekul rendah seperti flavor. Produk akhir yang dihasilkan bersifat
porous, sehingga cenderung untuk terjadi reaksi kimia seperti oksidasi.
Teknik ini juga memiliki kelebihan, yaitu kemampuan melindungi bahan
inti dan penggunaan bahan penyalut yang bervariasi.
Sehubungan dengan penggunaan alat pengering seperti spray dryer
dan ekstrusi memiliki berbagai kelemahan terutama dalam operasionalnya
menggunakan tekanan dan suhu tinggi yang dapat merusak komponen
bahan pangan yang sensitif serta membutuhkan asupan energi dan biaya
operasional yang tinggi. Oleh karena itu melalui penelitian ini akan
dimodifikasi alat pengering mikroenkapsulat dengan menggunakan alat
pengering yang sederhana yaitu menggunakan alat pengering lapis tipis
(Thin layer drying) yang terdiri dari plat kaca berukuran (20cm x 20 cm x
2 mm) dan oven pengering.
Prinsip pengeringan alat ini adalah dengan pembuatan lapisan tipis
pada permukaan kemudian dikeringkan berdasarkan pindah panas secara
konduksi atau konveksi melalui permukaan plat. Kelebihan metode thin
layer drying berdasarkan penelitian oleh Nurhasanah (2005) yaitu :
komsumsi energi yang rendah, efisiensi pengeringan yang tinggi, dan tidak
merusak komponen dari bahan yang sensitif terhadap panas karena
menggunakan suhu yang rendah (< 60 oC).
Dalam penelitian ini dikaji kondisi pengeringan lapis tipis
menggunakan oven pengering dengan plat kaca sebagai media pindah
panas secara konduksi dan konveksi dengan suhu <60oC. Berdasarkan
hasil pengukuran nilai suhu dan RH dengan menggunakan termokopel di
dalam oven pada 5 rak oven pengering selama lebih dari 100 menit
diperoleh bahwa rak yang memiliki nilai suhu dan RH yang stabil adalah
oven pengering rak 5, sehingga pengeringan akan dilakukan pada rak ini
agar kondisi pengeringannya stabil yaitu pada suhu 55oC. Gambar 9
menunjukkan rak pada oven pengering dan grafik hubungan suhu dan RH
terhadap waktu pada oven rak 5. Nilai pengukuran grafik suhu dan RH
untuk masing-masing rak dapat dilihat pada lampiran 16. Kecepatan udara
masuk yang diukur dengan anemometer menunjukkan angka 0.4 m/s.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Rak oven pengering, (b) Grafik hubungan suhu, RH dan
waktu pada rak 5.

2. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak
sawit kasar (Crude Palm Oil). CPO dipilih sebagai bahan baku karena
belum mengalami proses pemurnian. Proses pemurnian seperti tahap
pemucatan (bleaching) biasanya berlangsung pada suhu tinggi. Hal ini
akan menyebabkan kerusakan karotenoid yang mudah teroksidasi pada
suhu tinggi. Oleh karena itu, dengan menggunakan CPO diharapkan
kandungan karotenoidnya masih cukup tinggi.
Minyak sawit kasar (CPO) yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow
mengandung total karoten awal sebesar 497.58 ppm. Untuk meningkatkan
kandungan total karotenoid pada CPO dilakukan proses fraksinasi
bertahap pada suhu rendah. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat
dengan suhu ruang, 20oC, dan 15oC selama masing-masing 24 jam
sehingga akan diperoleh fraksi stearin dan olein. Fraksi olein yang
diperoleh pada tiap perlakuan suhu diukur total karotennya. Fraksinasi
pada suhu 15oC menghasilkan total karoten sebesar 606.12 ppm atau
meningkat sebesar 21.58% dari total karotenoid awal. Tabel 12
menunjukkan peningkatan total karoten minyak CPO fraksi olein melalui
proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah.
Tabel 12. Peningkatan total karoten dengan fraksinasi
Suhu Fraksinasi Total Karoten (ppm)
Suhu kamar 498.52
20 oC 603.45
15 oC 606.12

Proses fraksinasi dijelaskan oleh Winarno (1991) dengan mekanisme


dimana lemak didinginkan sehingga menyebabkan hilangnya panas dan
memperlambat gerakan molekul. Jarak antar molekul menjadi lebih kecil.
Pada jarak tertentu terjadi gaya vander walls dimana radikal asam lemak
saling bertumpuk membentuk kristal yang spesifik tergantung jenis asam
lemaknya dan terjadilah pemisahan. Fraksi kristal yang diperoleh
mempunyai titik leleh yang lebih tinggi daripada fraksi cair (Moran dan
Rajah, 1994). Proses fraksinasi ini memisahakan antara fraksi olein (fraksi
cair) dan fraksi stearin (fraksi semi padat). Selanjutnya fraksi olein hasil
fraksinasi CPO yang berwarna kuning sampai jingga ini disebut minyak
sawit merah dan digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
mikroenkapsulat pada penelitian ini.
3. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut

Karakterisasi CPO dilakukan untuk mengetahui kualitas CPO yang


digunakan yang mengacu pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 01-
2901-1992 dan sumber lain yang menetapkan spesifikasi mutu minyak
sawit. Pada penelitian ini bahan baku CPO dianalisis mutunya sesuai
spesifikasi yang ditunjukkan pada tabel 13.
Tabel 13. Spesifikasi mutu minyak sawit
No. Karakteristik Satuan Persyaratan Hasil Analisis
Kuning Kuning jingga
a jingga sampai sampai
1. Warna -
kemerah- kemerah-
merahan merahan
a
2. Kadar air (b/b) % maks. 0.45 0.09
3. Asam Lemak %
Bebas (sebagai maks. 5.0 1.96
asam palmitat)a
4. Bilangan Iod b g Iod/100g 48-56 48.90
5. Total Karotenoidc ppm 500-700 606.12
6. Beta Karoten ppm - 299.88
Sumber : a SNI (1992) ; b Sonntag (1979); c
Choo et al., (1989)

Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna
alamiah dan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah (Ketaren,
1986). Warna CPO yang digunakan sebagai bahan baku penelitian diuji
secara visual setelah terlebih dahulu dikocok. Berdasarkan pengamatan,
CPO yang berasal dari PT. Sinar Meadow berwarna kuning jingga
kemerahan berbentuk cair agak kental. Hal ini sesuai dengan syarat mutu
dalam SNI 01-2901-1992 yang menyebutkan bahwa warna minyak sawit
adalah kuning jingga sampai kemerah-merahan. Warna kuning jingga
kemerahan pada minyak sawit berasal dari pigmen karotenoid yang
terkandung cukup tinggi dalam minyak sawit yaitu 500-700 ppm (Choo et
al., 1989).
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam minyak yang
menentukan mutu sampel minyak. Semakin rendah kadar air, maka
kualitas minyak tersebut semakin baik. Hal ini dikarenakan, adanya air
dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis yang menyebabkan
penurunan mutu minyak. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode
oven biasa berdasarkan prosedur dalam SNI 01-0016-1998. Kadar air CPO
yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.09%. Nilai kadar air ini masih
berada di bawah nilai kadar air dalam syarat mutu SNI 01-2901-1992 yaitu
maksimum 0.45%.
Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak yang berasal dari proses hidrolisis minyak atau
karena proses pengolahan yang kurang baik. Bilangan asam dinyatakan
sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Bilangan
asam ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan
minyak atau lemak dengan basa seperti KOH atau NaOH. Bilangan asam
yang tinggi menunjukkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak
pun tinggi. Semakin tinggi bilangan asam semakin rendah kualitas
minyak. Pengukuran kadar asam lemak pada CPO dihitung dalam bentuk
asam palmitat karena merupakan asam lemak yang paling dominan pada
CPO. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai asam lemak
bebas bahan baku CPO pada penelitian ini adalah sebesar 1.96%. Nilai
asam lemak bebas sampel masih berada di bawah nilai asam lemak bebas
yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-1992, yaitu maksimum 5%.
Bilangan iod menunjukkan profil ikatan rangkap/derajat
ketidakjenuhan sampel minyak. Gliserida tidak jenuh minyak akan
mengabsorbsi sejumlah iod sehingga menjadi gliserida jenuh. Gliserida
dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam
jumlah yang lebih besar, sehingga menghasilkan bilangan iod yang lebih
tinggi pula. Minyak sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh
yang cukup tinggi, terutama dalam bentuk asam oleat. Asam lemak ini
adalah kedua yang terbesar (39-45%) dalam minyak sawit setelah asam
palmitat (40-46%) (Ketaren, 1986). Bilangan iod yang diperoleh pada
sampel adalah 48.90 g Iod/100g. Nilai ini masih mendekati rentang nilai
bilangan iod minyak sawit kasar pada umumnya, yaitu 48-56 g Iod/100g
(Sonntag, 1979).
Kandungan karotenoid pada sampel cukup tinggi, yaitu 606.12 ppm,
sedangkan kandungan beta karoten sebesar 299.88 ppm. Beta karoten
merupakan komponen terbanyak dalam senyawa karotenoid. Namun nilai
ini semakin berkurang dengan semakin lamanya sampel disimpan.
Penurunan nilai karotenoid maupun beta karoten pada sampel dipengaruhi
oleh kondisi penyimpanan sampel. Sampel yang disimpan dalam suhu
rendah dan terhindar dari cahaya mengalami penurunan karotenoid yang
lebih kecil daripada yang disimpan pada suhu kamar dan terkena cahaya.
Hal ini disebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi oleh cahaya dan
suhu. Selain itu, varietas kelapa sawit juga mempengaruhi banyaknya
kandungan karotenoid di dalam minyak sawit. Kandungan karotenoid pada
CPO rata-rata 500-700 ppm (Ketaren, 1986). Hal ini berarti, minyak sawit
yang digunakan masih berada dalam rentang nilai yang disyaratkan.
Minyak sawit merah yang digunakan terlihat pada Gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Minyak sawit merah (fraksi cair)

Bahan-bahan penyalut yang digunakan dianalisis mutunya seperti


terlihat pada tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Hasil analisis mutu bahan penyalut
Hasil Analisis
Karakteristik Pektin Gelatin Maltodekstrin
Warna Kecoklatan Tidak berwarna Putih
Bau/rasa Normal Normal -
Kadar air (%b/b) 6.82 10.30 6.92
Kadar abu (%b/b) 1.21 1.34 0.14
Berdasarkan tabel 14 diatas bahan-bahan penyalut yang digunakan
layak untuk digunakan sebagai bahan penyalut karena baik pektin, gelatin
maupun maltodekstrin memiliki karakteristik yang sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Bersasarkan analisis yang telah dilakukan pektin
memiliki warna kecoklatan dan bau/rasa yang normal sedangkan kadar
airnya 6.82% dan kadar abu 1.21%. Menurut anonima (1979), pektin
memiliki kadar air maksimum 12% dan kadar abu maksimum 10%.
Karakteristik gelatin berdasarkan analisis di laboratorium yaitu tidak
berwarna dan bau/rasa yang normal, sedangkan kadar airnya 10.30% dan
kadar abu 1.34%. Angka ini sesuai dengan persyaratan dari SNI (1995),
yaitu gelatin tidak berwarna, memiliki bau/rasa yang normal sedangkan
kadar air maksimum gelatin 16% dan kadar abunya maksimum 3.25%.
Analisis maltodekstrin di laboratorium menunjukkan warna putih, kadar
air 6.92% dan kadar abu 0.14%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional
(1992), maltodekstrin memilki warna putih sampai kekuningan, kadar air
maksimum 11% dan kadar abu maksimum 0.5%.

B. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah

Pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah didahului dengan


pembuatan emulsi dari campuran bahan-bahan penyalut dan air yang telah
ditetapkan jumlahnya yaitu sebesar 87.5 ml. Campuran ini kemudian
dipanaskan sampai meleleh sambil diaduk sehingga dihasilkan emulsi
yang agak homogen. Kemudian didinginkan sampai suhu sekitar 45oC,
setelah itu dihomogenisasi dengan homogenizer Ultra Turax berkecepatan
1100 rpm selama 1 menit agar campuran bahan penyalut lebih homogen
dari sebelumnya. Langkah selanjutnya yaitu penambahan minyak sawit
merah sedikit demi sedikit ke dalam campuran bahan sambil
dihomogenisasi pada kecepatan 1200 rpm selama 3 menit.
Pemanasan bertujuan untuk melarutkan setiap bahan penyalut dalam
air sehingga dapat terjadi interaksi antar tiap bahan. Hal ini juga dilakukan
karena gelatin benar-benar larut dalam air pada suhu 71.1oC. Pengadukan
berfungsi untuk mencegah terjadinya kegosongan saat dilakukan
pemanasan bahan hingga meleleh. Proses pendinginan dilakukan untuk
mencegah rusaknya karotenoid saat minyak sawit merah dimasukkan pada
tahap homogenisasi karena karotenoid mulai rusak pada suhu 60oC.
Penambahan kecepatan putar homogenizer bertujuan untuk memperkecil
ukuran globula minyak agar globula minyak lebih mudah terselaputi oleh
larutan bahan penyalut. Sedangkan proses penambahan minyak sedikit
demi sedikit bertujuan agar lebih banyak minyak yang terperangkap
sehingga semakin banyak minyak yang teselaputi oleh bahan penyalut.
Homogenasi dengan kecepatan 1200 rpm selama 3 menit bertujuan untuk
menghindari kenaikan suhu berlebih yang dapat mempengaruhi emulsi
dan juga menghindari kerusakan karotenoid minyak sawit merah selama
proses homogenasi.
Emusi minyak (fase terdispersi) dan air (fase kontinyu ) terbentuk
karena adanya bahan penyalut di dalam campuran. Gelatin yang digunakan
sebagai bahan penyalut berfungsi sebagai emulsifier, pektin bertindak
sebagai pengental, sedangkan maltodekstrin untuk membantu kelarutan di
dalam air.
Untuk berfungsi sebagai emulsifier, maka suatu bahan harus memiliki
permukaan aktif (surface active), karena bagian inilah yang berikatan
dengan interfase (antar permukaan) minyak-air. Gelatin mengandung
protein yang merupakan suatu molekul berpermukaan aktif. Disamping
itu, molekul protein juga mengandung bagian yang bersifat hidrofobik dan
hidrofilik. Pada permukaan emulsi, protein akan terserap pada interfase
minyak-air sehingga menurunkan tegangan permukaan sistem emulsi.
Selain itu, emulsifier juga bertindak sebagai barier/penghalang bagi
droplet-droplet minyak yang ada di dalam sistem sehingga tidak saling
menyatu. Gelatin yang memiliki permukaan aktif juga akan berikatan
dengan pektin melalui jembatan gugus karboksil bebas, sedangkan
maltodekstrin yang merupakan produk turunan pati akan membantu
memperangkap minyak dan mempermudah kelarutan dalam air. Menurut
Hoefler (2004), pati dengan konsentrasi tinggi (biasanya 10%) akan
cenderung membentuk enkapsulat atau memerangkap molekul flavor lebih
baik dari gum.
Emulsi yang stabil dapat diperoleh dengan melakukan pengadukan
terhadap kedua fase. Dengan menggunakan homogenizer, droplet-droplet
kecil minyak akan terbentuk dan selanjutnya terselaputi oleh bahan
penyalut. Homogenisasi akan meningkatkan luas permukaan droplet-
droplet minyak sehingga semakin banyak yang terselaputi oleh bahan
penyalut.
Emulsi minyak sawit merah yang akan dikeringkan dimasukkan ke
dalam plat kaca dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm, dan tebal 2
mm. Selanjutnya, emulsi minyak sawit yang telah dibentuk menjadi
lapisan tipis pada plat kaca kemudian dikeringkan pada oven pengering
dengan suhu 55oC selama 20 jam dengan kecepatan udara keluar 0.7 m/s.
Ketebalan lapisan bahan berpengaruh terhadap laju difusi air untuk
menguap. Jika terlalu tebal maka permukaan bagian atas bahan lebih cepat
mengering sedangkan bagian bawah masih basah. Hal ini terjadi karena
difusi air dari bagian bawah terhambat oleh bahan yang sudah mengering
dibagian permukaan. Dengan demikian lapisan emulsi yang dikeringkan
harus tipis sehingga memungkinkan difusi dari air dari bagian bawah tidak
terhambat oleh bahan emulsi yang mengering di bagian atasnya. Oleh
karena itu digunakan plat kaca dengan tebal 2 mm. Plat kaca ini digunakan
sebagai tempat melekatkan emulsi minyak sawit sekaligus sebagai media
pindah panas. Pemilihan plat kaca sebagai media pengeringan yaitu agar
terjadi pindah panas yang lebih baik. Hal ini didasarkan atas sifat kaca
yang baik untuk melekatkan emulsi dan tidak menyebabkan terjadinya
oksidasi terhadap karotenoid minyak sawit merah yang dienkapsulasi. Ini
disebabkan kaca tidak mengandung katalis logam yang dapat
mempercepat reaksi oksidasi karotenoid. Tahap mikroenkapsulasi dapat
dilihat pada Gambar 11.
Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang
mempengaruhi karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan
adalah oksidasi oleh oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas.
Panas akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan
stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan
terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami
perubahan.

(b)
(a) (c)

Gambar 11. Tahap mikroenkapsulasi (a) Emulsi minyak dan bahan


penyalut; (b) lapisan emulsi kering ; (c) mikroenkapsulat

2. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut

Berdasarkan pengamatan, kisaran jumlah minyak ditambahkan ke


dalam campuran bahan penyalut adalah 33.33%-61.54% dari komposisi
total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 15.
Nilai ini masih menghasilkan emulsi yang homogen dan warna
mikroenkapsulat yang kuning akan tetapi mikroenkapsulat yang dihasilkan
setelah pengeringan dengan thin layer drying agak berminyak pada
penambahan minyak sebanyak 15 gram atau 60% dari komposisi total
bobot formula mikroenkapsulat.
Tabel 15. Penentuan kisaran jumlah minyak
BP (g) Minyak (g) Emulsi Warna Mikroenkapsulat
10 5 (33.33%) Homogen kuning (+) Kering
10 7.5 (42.86%) Homogen kuning (++) Kering
10 10 (50%) Homogen kuning (+++) Kering
10 12.5 (55.55%) Homogen kuning (+++) Kering
10 15 (60%) Homogen kuning (+++) Agak berminyak
Tidak
10 16 (61.54%) homogen kuning (+++) Basah

Konsentrasi pektin, gelatin, dan maltodekstrin diperoleh berdasarkan


hasil uji coba dilaboratorium. Interval nilai pektin 5.16%-18.06% dari
komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada
tabel 16. Penambahan pektin pada rentang nilai ini menghasilkan emulsi
yang stabil dan kental.
Tabel 16. Penentuan kisaran jumlah pektin
Pektin (%) Viskositas (mPas) Stabilitas
0 (0 g) 20 Tidak stabil
2.58 (0.8 g) 90 Tidak Stabil
5.16 (1.6 g) 187.5 stabil
7.74 (2.4 g) 310 stabil
10.32 (3.2 g) 650 stabil
12.90 (4 g) 1430 stabil
15.48 (4.8 g) 2300 stabil
18.06 (5.6 g) 4500 stabil
20.65 (6.4 g) 7400 (sangat kental) stabil

Rentang nilai gelatin adalah 5.16%-30.97% dari komposisi total


bobot formula mikroenkapsulat yang digunakan seperti yang dilihat pada
tabel 17. Penambahan gelatin pada nilai ini menghasilkan emulsi yang
homogen dan kental sehingga masih memungkinkan untuk dibuat
lapisanya pada plat kaca. Bila penambahan pektin atau gelatin kurang dari
rentang nilai yang telah didapatkan akan dihasilkan emulsi yang tidak
kental atau encer, sedangkan jika lebih dari rentang nilai yang telah
didapatkan akan terbentuk emulsi yang sangat kental sehingga
menyulitkan saat dilakukan pembentukan lapisan emulsi pada plat kaca.
Tabel 17. Penentuan kisaran jumlah gelatin
Gelatin (%) Viskositas (mPas) Homogenitas Emulsi
0 (0 g) 87.5 Tidak Homogen
5.16 (1.6 g) 150 Homogen
10.32 (3.2 g) 400 Homogen
15.48 (4.8 g) 695 Homogen
20.65 (6.4 g) 1520 Homogen
25.81 (8 g) 4400 Homogen
30.97 (9.6 g) 6200 Homogen
36.13 (11.2 g) 8900 (sangat kental) Homogen

Rentang nilai maltodekstrin yaitu 15.48%-33.55% dari komposisi


total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 18.
Penambahan maltodekstrin pada rentang nilai ini menghasilkan
mikroenkapsulat yang lebih mudah larut dalam air (secara visual dan
subjektif) serta emulsi yang homogenitas.
Tabel 18. Penentuan kisaran jumlah maltodekstrin
Maltodekstrin (%) Kelarutan Homogenitas Emulsi
10.32 (3.2 g) ++ Homogen
15.48 (4.8 g) +++ Homogen
23.23 (7.2 g) +++ Homogen
29.39 (8.8 g) +++ Homogen
33.55 (10.4 g) +++ Homogen
38.71 (12 g) +++ Homogen

Rentang nilai masing-masing komponen (minyak, pektin, gelatin, dan


maltodekstrin) dibagi dengan bobot target formula mikroenkapsulat yang
ditetapkan sebesar 25 gram seperti dapat dilihat pada tabel 19. Hasil akhir
merupakan batas maksimum dan minimum yang akan dimasukkan ke
program Design Expert V.7.
Tabel 19. Penentuan batas maksimum dan minimum bahan baku
Bahan Baku Rentang nilai Batas Max-min
(gr) (%)
Minyak 10-15 40-60
Pektin 2-6 8-24
Gelatin 2-10 8-40
Maltodekstrin 4.5-10.5 18-42
B. PENELITIAN UTAMA

1. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7

Rancangan metode yang digunakan pada program Design Expert V.7


(dx7) adalah Mixture Design D-optimal. Rancangan ini digunakan karena
sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian ini, yaitu perlakuan
pencampuran komponen yang diubah-ubah untuk memperoleh respon
yang diinginkan.
Pada tahap ini, hal penting yang harus diperhatikan adalah
menentukan variabel (komponen), rentang nilai, dan respon yang
diinginkan. Variabel yang digunakan pada formula mikroenkapsulat
minyak sawit merah adalah minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan
maltodekstrin. Rentang nilai yang digunakan berdasarkan penelitian
pendahuluan. Batas maksimum dan minimum yang diperoleh dikonversi
secara otomatis oleh program dx7 seperti dapat dilihat pada tabel 20.
Respon yang digunakan adalah retensi total karotenoid (%), retensi beta
karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%), warna mikroenkapsulat (+b),
warna larutan (skala kuning), tingkat kekeringan (skala), kadar minyak
tidak terkapsul (%), dan kadar minyak terkapsul (%).
Tabel 20. Konversi interval komponen bahan baku mikroenkapsulat
Awal (%) Aktual (%)
Komponen
Batas bawah Batas atas Batas bawah Batas atas
Minyak 40 60 40 60
Maltodekstrin 18 42 18 42
Gelatin 8 40 8 34
Pektin 8 24 8 24

2. Formulasi Mikroenkapsulat

Berdasarkan tahap perancangan formula menggunakan program dx7


dihasilkan 20 formula dan terdapat 5 formula yang memiliki nilai leverage
mendekati lebih besar dari 0.5. Menurut rekomendasi program dx7,
formula dengan nilai leverage tersebut sebaiknya dilakukan duplicate
sehingga total formula hasil menjadi 25 buah seperti dapat dilihat pada
tabel 21. Bila proses duplicate tidak dilakukan maka model akan
cenderung tidak signifikan.
Tabel 21. Hasil duplicate formula dengan nilai leverage < 0.5
Run Leverage Run Leverage
1 0.4928 1 0.4010
2 0.4685 2 0.4652
3 0.4685 3 0.4652
4 0.4411 4 0.4340
5 0.3697 5 0.2921
6 0.3484 6 0.2966
7 0.4359 7 0.4180
8 0.4359 8 0.4167
9 0.4359 9 0.4167
10 0.4833 10 0.4805
11 0.4833 11 0.4805
12 0.4411 12 0.4340
13 0.6109 13 0.3631
14 0.4359 14 0.4180
15 0.7437 15 0.4210
16 0.4347 16 0.3216
17 0.4072 17 0.3077
18 0.6759 18 0.3977
19 0.6891 19 0.3920
20 0.6982 20 0.4022
21 0.3920
22 0.3977
23 0.4210
24 0.3631
25 0.4022

Selanjutnya ke 25 formula mikroenkapsulat minyak sawit merah


dibuat sesuai dengan diagram alir yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil
rancangan formula dapat dilihat pada tabel 22, sedangkan gambar setiap
formula/run mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 18a-18c. Kedua
puluh lima formula tersebut kemudian diukur respon retensi total
karotenoid (%), retensi beta karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%),
warna mikroenkapsulat (+b), warna larutan (skala kuning), tingkat
kekeringan (skala), kadar minyak tidak terkapsul (%), dan kadar minyak
terkapsul (%).
Tabel 22. Rancangan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah (dx7)
Run Minyak (A) Maltodekstrin (B) Gelatin (C) Pektin (D)
(%) (%) (%) (%)
1 40.000 18.000 26.000 16.000
2 40.000 18.000 34.000 8.000
3 40.000 18.000 34.000 8.000
4 50.000 18.000 24.000 8.000
5 40.000 29.600 15.600 14.800
6 50.000 18.000 16.400 15.600
7 50.000 18.000 8.000 24.000
8 60.000 24.000 8.000 8.000
9 60.000 24.000 8.000 8.000
10 40.000 42.000 8.000 10.000
11 40.000 42.000 8.000 10.000
12 50.000 18.000 24.000 8.000
13 48.667 28.667 8.000 14.667
14 50.000 18.000 8.000 24.000
15 40.000 30.000 22.000 8.000
16 48.400 28.800 14.800 8.000
17 40.000 35.000 8.000 17.000
18 40.000 28.000 8.000 24.000
19 40.000 18.000 18.000 24.000
20 60.000 18.000 8.000 14.000
21 40.000 18.000 18.000 24.000
22 40.000 28.000 8.000 24.000
23 40.000 30.000 22.000 8.000
24 48.667 28.667 8.000 14.667
25 60.000 18.000 8.000 14.000

3. Pengamatan dan Analisis Respon

a. Retensi Total Karotenoid

Analisis terhadap katotenoid bertujuan untuk mengetahui


seberapa besar total karotenoid yang masih dapat dipertahankan
selama proses mikroenkapsulasi. Alat yang digunakan untuk
mengetahui total karotenoid dalam mikroenkapsulat adalah
spektofotometer dengan panjang gelombang 446 nm. Menurut
Simpson et al. (1987), komponen karotenoid memiliki sifat
penyerapan panjang gelombang tertentu. Pada pelarut yang berbeda,
karotenoid akan menyerap panjang gelombang yang berbeda secara
maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar untuk menentukan
jumlah karotenoid secara spektrofotometri.
Minyak sawit merah (fraksi olein) yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil fraksinasi minyak kelapa sawit yang
berwarna kuning sampai jingga. Berdasarkan pengukuran terhadap
bahan baku minyak sawit merah ternyata mengandung total karotenoid
sebesar 606.12 ppm. Menurut Naibaho (1983), minyak sawit merah
pada umumnya mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm.
Penurunan nilai karotenoid pada sampel dipengaruhi oleh kondisi
penyimpanan sampel. Sampel yang disimpan dalam suhu rendah dan
terhindar dari cahaya mengalami penurunan karotenoid yang lebih
kecil daripada yang disimpan pada suhu kamar dan terkena cahaya.
Hal ini disebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi oleh cahaya dan
suhu. Selain itu, varietas kelapa sawit juga mempengaruhi banyaknya
kandungan karotenoid di dalam minyak sawit. Komponen karotenoid
ini mudah mengalami kerusakan sehingga keberadaannya perlu
dilindungi, yaitu dengan teknik mikroenkapsulasi melalui bahan-bahan
penyalut yang digunakan seperti pektin, gelatin, dan meltodekstrin.
Nilai retensi merupakan nilai perbandingan antara kadar
karotenoid yang terdapat di dalam minyak setelah menjadi
mikroenkapsulat dengan kandungan karoten awal minyak sebelum
mengalami proses mikroenkapsulasi dikali seratus persen.
Hasil nilai respon retensi total karotenid pada mikroenkapsulat
dari rendah ke tinggi yaitu 33.33% (202.0059 ppm) hingga 70.75%
(428.8286 ppm). Nilai rata-rata dari respon retensi total karotenoid
adalah 44.28% (268.3649 ppm) dengan standar deviasi 9.59. Nilai
retensi total karotenoid terendah berasal dari run 1 yang menggunakan
minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin
16%. Nilai retensi total karotenoid tertinggi berasal dari run 25 yang
menggunakan minyak sawit merah 60%, maltodekstrin 18%, gelatin
8%, dan pektin 14%. Hasil analisis retensi total karotenoid dapat
dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA
dapat dilihat pada lampiran 4.
Persamaan polinomial untuk respon retensi total karotenoid
adalah sebagai berikut :
Retensi total karotenoid = 12.89667 x A + 26.11798 x B + 18.90846
x C + 37.63221 x D – 0.83960 x AB – 0.66199 x AB – 1.06053 x AD
– 1.04047 x BC – 1.70526 x BD – 0.62561 x CD + 0.025558 x ABC +
0.039809 x ABC + 0.012906 x ACD + 0.001740 x BCD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai retensi total


karotenoid dipengaruhi oleh 4 komponen berupa minyak,
maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon retensi total karotenoid akan
meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, gelatin,
pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi minyak-
maltodekstrin-pektin, interaksi minyak-gelatin-pektin, dan peningkatan
interaksi maltodekstrin-gelatin-pektin yang ditandai konstanta bernilai
positif (+).
Peningkatan retensi total karotenoid sangat ditentukan oleh
kehadiran pektin, hal ini terlihat dari konstanta pektin yang paling
besar yaitu 37.63221. Menurut Anonimc (2007), pektin berfungsi
sebagai pembentuk gel, pengental, dan stabilizer dalam makanan. Gel
pektin terbentuk dari jaringan tiga dimensi dengan zona reaktif antara
rantai pektin (bonding zones). Pektin digunakan sebagai bahan
pengental karena memiliki efek koagulasi yang berasal dari
kemampuan mengikat air yang tinggi dari molekul pektin yang besar.
Pektin digunakan sebagai stabilizer karena dapat melindungi kasein
terhadap flokulasi dan sedimentasi. Minuman yang berisi flavour
minyak dapat juga distabilkan dengan pektin. Di sini, pektin bertindak
sebagai bahan pengemulsi. Tujuan penambahan pektin dalam
mikroenkapsulasi minyak sawit merah ini sebagai pengental, stabilizer,
dan juga membantu mengemulsikan minyak dengan bahan penyalut
lain seperti gelatin dan maltodekstrin.
Grafik contour plot untuk respon retensi total karotenoid dapat
dilihat pada Gambar 12, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 13.
A: Minyak
Design Expert Sofware
Design-Expert® Software 58.000
Retensi Karotenoid
Design points
Design Points
3
70.7498
56.3406
33.3277

X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 51.8054 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000

47.2702

42.7350

38.1998

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Retensi Karotenoid

Gambar 12. Grafik countour plot hasil uji respon retensi karotenoid

Design Expert Sofware


Design-Expert® Software

Retensi Karotenoid
Design points
points below
below predicted
predicted value
value
70.7498
61.0000
33.3277
Retensi Karotenoid

54.0000
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 47.0000
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 40.0000

33.0000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi karotenoid
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada
Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan nilai respon retensi total
karotenoid. Warna biru menunjukkan nilai respon retensi total
karotenoid terendah, yaitu 33.33% (202.0059 ppm) sampai warna
merah yang menunjukkan nilai respon retensi total karotenoid
tertinggi, yaitu 70.75% (428.8286 ppm). Garis-garis yang terdiri atas
titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari
ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai
respon retensi total karotenoid tertentu yang sama.

b. Retensi Beta Karoten

Analisis terhadap senyawa beta karoten bertujuan untuk


mengetahui seberapa besar beta karoten yang masih dapat
dipertahankan selama proses mikroenkapsulasi. Alat yang digunakan
untuk mengetahui beta karoten dalam mikroenkapsulat adalah
spektofotometer dengan panjang gelombang 436 nm.
Beta karoten penting untuk dianalisis karena sebagai provitamin
A dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena
xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker,
mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi
tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Menurut
Winarno (1991), mengkonsumsi beta karoten jauh lebih aman daripada
mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang
terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan
menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada
diet intake.
Hasil nilai respon beta karoten berkisar antara 76.2424-209.4242
ppm dengan nilai retensi berkisar 25.42-69.84%. Nilai retensi beta
karoten terendah berasal dari run 1 yang mengunakan minyak sawit
merah sebesar 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%.
Sedangkan nilai beta karoten tertinggi berasal dari run 4 yang
menggunakan minyak sawit merah sebanyak 50%, maltodekstrin 18%,
gelatin 24%, dan pektin 8%. Nilai rata-rata (mean) dari respon retensi
beta karoten adalah 44.51% (133.48 ppm) dengan standar deviasi
11.89. Hasil analisis retensi total karoten dapat dilihat pada lampiran 1,
sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran
5.
Persamaan polinomial respon retensi beta karoten adalah sebagai
berikut :
Retensi beta karoten = 0.90855 x A – 0.00286 x B – 0.06159 x C +
0.24514 x D
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai retensi beta


karoten akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak dan pektin
yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai retensi beta
karoten sangat ditentukan oleh penambahan minyak karena diantara
komponen lainnya nilai konstanta minyak paling besar (0.90855).
Semakin banyak penambahan minyak sawit merah akan
menyebabkan retensi beta karoten semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
semakin banyak karotenoid yang mengandung beta karoten yang
terperangkap dalam matriks bahan-bahan penyalut yang digunakan.
Tetapi akan terjadi efek negatif bila penambahan minyak terlalu
banyak karena akan menyebabkan mikroenkapsulat menjadi basah
(berminyak) sehingga akan cepat mengalami oksidasi dengan udara
luar. Dalam penelitian pendahuluan telah dibuktikan jika penambahan
minyak sawit merah pada kombinasi bahan penyalut melebihi 150%
dari total bahan penyalut maka akan dihasilkan mikroenkapsulat yang
basah (berminyak).
Grafik contour plot untuk respon retensi beta karoten dapat dilihat
pada Gambar 14, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 15.
A: Minyak
Design-Expert®
Design
Design points
Expert Software
Sofware 58.000
3
Retensi Beta karoten
Design
Designpoints
Points
69.836 3 53.1633

25.4243

50.2529
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
47.3425
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000
44.4321

41.5217

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Retensi Beta karoten

Gambar 14. Grafik countour plot hasil uji respon retensi beta karoten

Design-Expert® Software
Design Expert Sofware
Retensi Beta karoten
Design
Design points
points below
below predicted
predicted value
value
69.836
57.0000
25.4243
Retensi Beta karoten

49.0000
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 41.0000
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 33.0000

25.0000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 15. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi beta karoten

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 14 dan Gambar 15 menunjukkan nilai respon retensi beta
karoten. Warna biru menunjukkan nilai respon retensi beta karoten
terendah, yaitu 25.42% ( (76.2424 ppm) sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon retensi beta karoten tertinggi, yaitu 69.84%
(209.424 ppm). Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik
countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan
jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon retensi beta karoten
tertentu yang sama.

c. Kadar Air

Kadar air sangat mempengaruhi kualitas minyak. Hal ini


dikarenakan adanya air dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis
yang menyebabkan penurunan mutu minyak. Kadar air yang tinggi
juga akan menyababkan produk mikroenkapsulat yang dihasilkan tidak
tahan lama akibat kerusakan secara biologis.
Hasil nilai respon kadar air berkisar antara 1.9768-5.6681%. Nilai
kadar air terendah berasal dari run 25 yang mengunakan minyak sawit
merah sebesar 60%, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%.
Sedangkan nilai kadar air tertinggi berasal dari run 3 yang
menggunakan minyak sawit merah sebanyak 40%, maltodekstrin 18%,
gelatin 34% dan pektin 8%. Nilai rata-rata (mean) dari respon kadar air
adalah 4.09% dengan standar deviasi 0.91. Hasil analisis kadar air
mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 6.
Persamaan polinomial untuk respon kadar air sebagai berikut :
Kadar air = 0.012968 x A + 0.045252 x B + 0.10429 x C
+ 0.057315 x D
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Rentang nilai kadar air yang diperoleh dari ke-25 formulasi masih
berada dalam batas toleran. Biasanya sampel berupa bubuk
mikroenkapsulat memilki kadar air antara 5-6%. Berdasarkan
persamaan terlihat bahwa nilai kadar air akan meningkat seiring
peningkatan jumlah keempat komponen yaitu minyak, maltodekstrin,
gelatin, dan pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+).
Nilai kadar air sangat ditentukan oleh penambahan gelatin karena
diantara komponen lainnya nilai konstantanya paling besar (0.10429).
Penyerapan air atau pembentukan gel terjadi karena pengembangan
molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan membuka ikatan-
ikatan pada molekul gelatin dan cairan yang semula bebas mengalir
menjadi terperangkap di dalam struktur tersebut, sehingga larutan
menjadi kental. Air menjadi terperangkap di dalam struktur gelatin
sehingga akan sulit terlepas dengan pengeringan menggunakan suhu
yang rendah. Fardiaz (1989) mengatakan bahwa gelatin memiliki sifat
yang unik karena dapat membentuk gel dalam air pada pH berapa saja
tanpa membutuhkan bahan tambahan lain seperti kation logam dan
gula. Di samping itu, berdasarkan analisis di laboratorium gelatin
memiliki kadar air tertinggi yaitu 10.30%.
Grafik contour plot untuk respon kadar air dapat dilihat pada
Gambar 16, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 17.

A: Minyak
Design Expert Sofware
Design-Expert® Software 58.000
Kadar air
Designpoints
Design Points
5.66814
3
1.97683
3.4619

X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000
3.7139

3.9660

4.2181

4.4701

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Kadar air

Gambar 16. Grafik countour plot hasil uji respon kadar air
Design-Expert®
Design Software
Expert Sofware
Kadar air
Design
Design points
pointsbelow
abovepredicted
predictedvalue
value
5.66814
5.5000
1.97683
4.9000
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin

Kadar air
X3 = C: Gelatin 4.3000
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 3.7000

3.1000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kadar air

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan nilai respon kadar air. Warna
biru menunjukkan nilai respon kadar air terendah, yaitu 1.9768%
sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar air
tertinggi, yaitu 5.6681%. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada
grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen
dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon kadar air
tertentu yang sama.

d. Kelarutan

Kelarutan merupakan salah satu komponen yang sangat


diperlukan dalam bahan pangan yang ingin diaplikasikan dalam bentuk
minuman. Kelarutan yang tinggi menyebabkan larutan menjadi tampak
homogen walaupun kekentalannya cenderung menurun. Bubuk
mikroenkapsulat yang memiliki kelarutan rendah akan membentuk
gumpalan ketika dilarutkan. Kelarutan bubuk mikroenkapsulat diuji
dalam pelarut aquades pada suhu kamar yang kemudian disaring
menggunakan kertas saring wathman 42 melalui alat penyaring vakum.
Hasil nilai respon kelarutan pada mikroenkapsulat berkisar antara
71.3208-96.7105%. Nilai rata-rata (mean) dari respon kelarutan adalah
89.25% dengan standar deviasi 7.03. Nilai kelarutan terendah berasal
dari run 2 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin
18%, gelatin 34% dan pektin 8%. Nilai kelarutan tertinggi berasal dari
run 22 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin
28%, gelatin 8% dan pektin 24%. Hasil analisis kelarutan
mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 7.
Persamaan polinomial untuk respon kelarutan sebagai berikut :
Kelarutan = 0.49192 x A + 1.66649 x B – 3.3075 x C – 2.43037 x D –
0.019153 x AB + 0.067175 x AC + 0.051447 x AD +
0.050922 x BC + 0.052527 x BD + 0.090832 x CD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai kelarutan akan


meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, interaksi
minyak-gelatin, interaksi minyak-pektin, interaksi maltodekstrin-
gelatin, interaksi maltodekstrin-pektin, dan interaksi gelatin-pektin
yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai kelarutan
sangat ditentukan oleh penambahan maltodekstrin karena diantara
komponen lainnya nilai konstanta maltodekstrin paling besar
(1.66649). Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan akan
meningkatkan kelarutan tetapi harus diperhatikan juga komposisi
komponen bahan penyalut lainnya.
Grafik contour plot untuk respon kelarutan dapat dilihat pada
Gambar 18, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 19.
Design Expert Sofware A: Minyak
Design-Expert® Software 58.000
Kelarutan
Design points
Points
96.71053 88.3262
71.3208

90.4668
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
92.6073
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000 94.7479

96.8885
92.6073

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Kelarutan
Gambar 18. Grafik countour plot hasil uji respon kelarutan

Design-Expert® Software
Design Expert Sofware
Kelarutan
Design
Design points
points below
below predicted
predicted value
value
96.7105
100.0000
71.3208
96.2500
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
Kelarutan

X3 = C: Gelatin 92.5000
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 88.7500

85.0000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 19. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelarutan

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan nilai respon kelarutan.
Warna biru menunjukkan nilai respon kelarutan terendah, yaitu
71.3208 % sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon
kelarutan tertinggi, yaitu 96.7105%. Garis-garis yang terdiri atas titik-
titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga
komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon
kelarutan tertentu yang sama.

e. Warna Mikroenkapsulat

Analisa warna mikroenkapsulat menggunakan alat Minolta


Chroma Meters. Alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan
warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran nilai L, a,
dan nilai b dilakukan terhadap sampel. Nilai L (lightness) merupakan
parameter kecerahan dengan nilai dari 0 (hitam) - 100 (putih). Nilai a
menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik
campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna
merah dan nilai –a (negatif) dari 90-(-80) untuk warna hijau. Nilai b
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b
(positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70)
untuk warna biru.
Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak sawit terdiri
dari -karoten, -karoten, xanthopil, kloropil, dan antosianin. Zat- zat
warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna
kuning disebabkan oleh karoten yang larut di dalam minyak. Dengan
dasar itu maka pengukuran warna mikroenkapsulat minyak sawit
merah menggunakan nilai +b (kuning).
Hasil nilai respon warna mikroenkapsulat (warna kuning +b) dari
rendah ke tinggi yaitu 25.83-31.61. Nilai rata-rata (mean) adalah 29.39
dengan standar deviasi 1.34. Nilai warna mikroenkapsulat terendah
berasal dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40 %,
maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Sedanglan nilai
tertinggi berasal dari run 16 yang menggunakan minyak sawit merah
48.40%, maltodekstrin 28.80%, gelatin 14.80%, dan pektin 8%. Hasil
analisis warna mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1,
sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran
8.
Persamaan polinomial untuk respon retensi warna
mikroenkapsulat adalah sebagai berikut :
Warna mikroenkapsulat = 0.34655 x A + 0.37579 x B + 2.88181 x C
+ 2.19380 x D + 0.004118 x AB – 0.057378 x AC – 0.025105 x AD –
0.082493 x BD + 0.006723 x BD – 0.24599 x CD + 0.001509 x ABC
– 0.001232 x ABD + 0.004529 x ACD + 0.002429 x BCD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai warna


mikroenkapsulat dipengaruhi oleh 4 komponen berupa minyak,
maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon warna mikroenkapsulat
akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin,
gelatin, pektin, interaksi minyak-maltodekstrin, interaksi
maltodekstrin-pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi
minyak-gelatin-pektin, dan interaksi maltodekstrin-gelatin-pektin yang
ditandai konstanta bernilai positif (+).
Peningkatan warna mikroenkapsulat sangat ditentukan oleh
kehadiran gelatin, hal ini terlihat dari konstanta gelatin yang paling
besar yaitu 2.88181. Menurut Anonimd (2007), gelatin biasanya
digunakan sebagai gelling agent membentuk gel thermoreversible
transparan yang elastis. Gel transparan ini yang menyebabkan warna
kuning dari mikroenkapsulat semakin tinggi nilainya bila komposisi
gelatin ditambahkan. Warna kuning ini berasal dari pigmen karotenoid
yang larut di dalam minyak sawit.
Grafik contour plot untuk respon warna mikroenkapsulat dapat
dilihat pada Gambar 20, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 21.
A: Minyak
Design Expert Sofware
Design-Expert® Software 58.000
Warna Mikroenkapsul
Design
Design points
Points
31.60673
25.8333

X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component 28.9459 30.5861
D: Pektin = 16.000

29.7660

28.9459 28.1258
27.3056

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Warna Mikroenkapsul

Gambar 20. Grafik countour plot hasil uji respon warna mikroenkapsul

Design-Expert®
Design Software
Expert Sofware

Warna Mikroenkapsul
points below
Design points below predicted
predicted value
value
31.6067
31.5000
25.8333
Warna Mikroenkapsul

30.0750
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 28.6500
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 27.2250

25.8000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna mikroenkapsul
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada
Gambar 20 dan Gambar 21 menunjukkan nilai respon warna
mikroenkapsulat. Warna biru menunjukkan nilai respon warna
mikroenkapsulat terendah, yaitu 25.8333% sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon warna mikroenkapsulat tertinggi, yaitu
31.6067%. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour
plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah
berbeda yang menghasilkan nilai respon warna mikroenkapsulat
tertentu yang sama.

f. Warna Larutan

Warna larutan ditentukan menggunakan Lovibond tintometer.


Pengamatan dilakukan secara visual, dengan menggunakan skala
warna yang terdapat pada alat tersebut, yaitu merah, biru, kuning, dan
putih. Warna yang dihasilkan umumnya merupakan warna campuran.
Warna larutan mikroenkapsulat yang dominan yaitu warna kuning
sehingga warna tersebut menjadi patokan analisis warna larutan yang
dilakukan. Walaupun ada warna lain yang menyusun warna larutan
mikroenkapsulat seperti merah dan putih.
Hasil nilai respon warna larutan berkisar antara 9.0-10.2 untuk
warna kuning. Nilai warna larutan terendah berasal dari run 1 yang
mengunakan minyak sawit merah sebesar 40%, maltodekstrin 18%,
gelatin 26%, dan pektin 16%. Sedangkan nilai tertinggi berasal dari
run 20 dan 25 yang sama-sama menggunakan minyak sawit merah
sebanyak 60%, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Nilai
rata-rata (mean) adalah 9.74 dengan standar deviasi 0.46. Hasil analisis
warna larutan dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 9.
Persamaan polinomial respon warna larutan adalah sebagai
berikut :
Warna larutan = 0.11760 x A + 0.076175 x B + 0.074512 x C +
0.092524 x D
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai warna larutan akan


meningkat seiring peningkatan jumlah keempat komponen yaitu
minyak, maltodekstrin, gelatin, dan pektin.
Nilai warna larutan (kuning) sangat ditentukan oleh penambahan
minyak karena diantara komponen lainnya nilai konstantanya paling
besar (0.11760). Warna kuning mikroenkapsulat berasal dari minyak
sawit yang digunakan. Menurut Ketaren (1986), pigmen berwarna
kuning disebabkan oleh karoten yang larut di dalam minyak. Oleh
karena itu, penambahan minyak dapat meningkatkan warna larutan
(kuning).
Grafik contour plot untuk respon warna larutan dapat dilihat pada
Gambar 22 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 23.
A: Minyak
Design-Expert®
Design Software
Expert Sofware 58.000
Warna Larutan
Design
Design points
Points
10.2 3 10.139

10.010
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
9.881
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000
9.752

9.622

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Warna Larutan

Gambar 22. Grafik countour plot hasil uji respon warna larutan
Design Expert Sofware
Design-Expert® Software

Warna Larutan
Design points
points below
below predicted
predicted value
value
10.2
10.300
9
9.975
X1 = A: Minyak

Warna Larutan
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 9.650
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 9.325

9.000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna larutan

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan nilai respon warna larutan.
Warna biru menunjukkan nilai respon warna larutan terendah, yaitu
9.000 (+b) sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon warna
larutan tertinggi, yaitu 10.200 (+b). Garis-garis yang terdiri atas titik-
titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga
komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon
warna larutan tertentu yang sama.

g. Tingkat Kekeringan (Berminyak atau Tidak Berminyak)

Tingkat kekeringan mikroenkapsulat ditentukan berdasarkan


pengamatan secara subjektif menggunakan 25 panelis. Pengujian
dilakukan secara orgaleptik dengan metode rating. Tingkat kekeringan
yang digunakan berdasarkan skala kekeringan (rating) dari skala 1
(kering), skala 2 (agak kering), skala 3 (agak berminyak), dan skala 4
(berminyak).
Faktor yang mempengaruhi tingkat kekeringan produk
mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah jumlah minyak yang
tidak terkapsul (teradsorpsi). Faktor ini yang menyebabkan
penampakan produk dari kering sampai berminyak. Tingkat
kekeringan mikroenkapsulat dapat dilihat pada Gambar 24.

1 2 3 4

Gambar 24. Tingkat kekeringan mikroenkapsulat (1) kering ; (2) agak


kering ; (3) agak berminyak ; (4) berminyak

Hasil nilai respon tingkat kekeringan dari tinggi ke rendah yaitu


1.00-3.08. Nilai rata-rata (mean) adalah 1.60 dengan standar deviasi
0.75. Nilai tingkat kekeringan dari 25 formula memiliki nilai yang
hampir sama sehingga tidak bisa ditentukan formula mana yang
memiliki tingkat kekeringan tertinggi. Tingkat kekeringan terendah
(berminyak) berasal dari run 25 yang menggunakan minyak sawit
merah 60 %, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Hasil
analisis tingkat kekeringan dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan
tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 10.
Persamaan polinomial untuk respon tingkat kekeringan adalah
sebagai berikut :
Tingkat kekeringan = 0.72103 x A + 1.27796 x B + 1.22232 x C +
2.10300 x D – 0.043742 x AB – 0.041718 x AC – 0.062669x AD –
0.062948 x BC – 0.089106 x BD – 0.043048 x CD + 0.001576 x ABC
+ 0.002215 x ABD + 0.001002 x ACD – 0.000012 x BCD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai tingkat


kekeringan dipengaruhi oleh 4 komponen berupa minyak,
maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon tingkat kekeringan akan
meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, gelatin,
pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi minyak-
maltodekstrin-pektin, dan interaksi minyak-gelatin-pektin yang
ditandai konstanta bernilai positif (+).
Peningkatan tingkat kekeringan sangat ditentukan oleh kehadiran
pektin, hal ini terlihat dari konstanta pektin yang paling besar yaitu
2.10300. Menurut Anonimc (2007), pektin memiliki efek koagulasi
yang berasal dari kemampuan mengikat air yang tinggi dari
molekulnya yang besar. Minuman yang berisi flavour minyak dapat
juga distabilkan dengan pektin. Di sini, pektin bertindak sebagi bahan
pengemulsi. Penambahan pektin dalam mikroenkapsulasi minyak
sawit merah dapat meningkatkan kekeringan karena kemampuannya
untuk mengikat air dan juga mengemulsikan minyak.
Grafik contour plot untuk respon tingkat kekeringan dapat dilihat
pada Gambar 25, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 26.
Design Expert Sofware A: Minyak
Design-Expert® Software 58.000
Kekeringan
Design
Design points
Points
3.08 3

X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000 2.16

1.90

1.64

1.38
1.12

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Kekeringan

Gambar 25. Grafik countour plot hasil uji respon tingkat kekeringan
Design-Expert®
Design Software
Expert Sofware
Kekeringan
Design
Design points
points below
above predicted
predicted value
value
3.08
2.50
1
2.08
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin

Kekeringan
X3 = C: Gelatin 1.65
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 1.23

0.80

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tingkat kekeringan

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 25 dan Gambar 26 menunjukkan nilai respon tingkat
kekeringan. Warna biru menunjukkan nilai respon tingkat kekeringan
terendah, yaitu 1.00 (kering) sampai warna merah yang menunjukkan
nilai respon tingkat kekeringan tertinggi, yaitu 3.08 (agak berminyak).
Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot
menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda
yang menghasilkan nilai respon tingkat kekeringan tertentu yang sama.

h. Minyak Tidak Terkapsul

Minyak tidak terkapsul merupakan minyak yang tidak dapat


terselaputi oleh bahan-bahan penyalut. Minyak ini hanya terdapat pada
permukaan mikroenkapsulat (teradsorpsi).
Hasil nilai respon minyak tidak terkapsul berkisar antara
16.5195% - 53.3778%. Nilai rata-rata (mean) adalah 31.32% dengan
standar deviasi 11.33. Nilai minyak tidak terkapsul terendah berasal
dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin
18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Nilai minyak tidak terkapsul
tertinggi berasal dari run 8 yang menggunakan minyak sawit merah
60%, maltodekstrin 24%, gelatin 8%, dan pektin 8%. Hasil analisis
minyak tidak terkapsul dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel
fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 11.
Persamaan polinomial untuk respon minyak tidak terkapsul
adalah sebagai berikut :
Minyak tidak terkapsul = 0.16124 x A – 2.49986 x B + 0.19550 x C
+ 2.10039 x D + 0.067334 x AB + 0.004370 x AC – 0.013631 x AD +
0.015629 x BC – 0.026974 x BD – 0.066888 x CD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai minyak tidak


terkapsul akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, gelatin,
pektin, interaksi minyak-maltodekstrin, interaksi minyak-gelatin, dan
interaksi maltodekstrin-gelatin yang ditandai dengan konstanta bernilai
positif (+). Nilai minyak tidak terkapsul sangat ditentukan oleh
penambahan pektin karena diantara komponen lainnya nilai konstanta
pektin paling besar (2.10039).
Jumlah pektin yang terlalu banyak ditambahkan akan
menyebabkan semakin besar kadar minyak tidak terkapsul.
Kemungkinan hal ini disebabkan berkurangnya proporsi bahan-bahan
penyalut lain seperi gelatin dan maltodekstrin. Ini dapat terlihat dengan
berkurangnya gelatin maka kekuatan gel akan berkurang, sedangkan
bila maltodekstrin yang berkurang maka dinding mikroenkapsulat akan
menjadi lemah. Hal tersebut dapat membuat banyak minyak yang lepas
dari dinding enkapsul maupun minyak yang terperangkap. Dugaan lain
adalah pektin hanya membentuk jaring matriks yang memerangkap
minyak sehingga akan ikut larut ketika dilarutkan dalam pelarut
heksana.
Grafik contour plot untuk respon minyak tidak terkapsul dapat
dilihat pada Gambar 27, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 28.
A: Minyak
Design-Expert® Software
Design Expert Sofware 58.000
Minyak tidak terkapsul
Design
Designpoints
Points
53.3778

16.5195
40.2936
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 35.4675
8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 16.000
30.6415

25.8154

20.9893

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Minyak tidak terkapsul

Gambar 27. Grafik countour plot hasil uji respon minyak tidak
terkapsul

Design-Expert®
Design Software
Expert Sofware
Minyak tidak terkapsul
Design
Design points
points below
above predicted
predicted value
value
53.3778
47.0000
16.5195
Min yak tida k terka psul

39.2500
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 31.5000
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 23.7500

16.0000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 28. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak tidak
terkapsul
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada
Gambar 27 dan Gambar 28 menunjukkan nilai respon minyak tidak
terkapsul. Warna biru menunjukkan nilai respon minyak tidak
terkapsul terendah, yaitu 16.5195 sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon minyak tidak terkapsul tertinggi, yaitu
53.3778. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour
plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah
berbeda yang menghasilkan nilai respon minyak tidak terkapsul
tertentu yang sama.

i. Minyak Terkapsul

Minyak terkapsul merupakan minyak yang dapat terselaputi oleh


bahan-bahan penyalut sehingga dapat diketahui seberapa besar jumlah
minyak yang masih dapat terlindungi.
Hasil nilai respon minyak terkapsul berkisar antara 1.7716% -
7.4943%. Nilai rata-rata (mean) adalah 4.51% dengan standar deviasi
1.66. Nilai minyak terkapsul terendah berasal dari run 1 yang
menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin
26% dan pektin 16%. Nilai minyak terkapsul tertinggi berasal dari run
6 yang menggunakan minyak sawit merah 50%, maltodekstrin 18%,
gelatin 16.4% dan pektin 15.6%. Hasil analisis minyak terkapsul dapat
dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA
dapat dilihat pada lampiran 12.
Persamaan polinomial respon minyak terkapsul sebagai berikut :
Minyak terkapsul = 0.085875 x A + 0.67963 x B – 0.38551 x C –
1.00517 x D – 0.016584 x AB + 0.007939 x AC + 0.022677 x AD +
0.001845 x BC + 0.004705 x BD + 0.000838 x CD
Keterangan : A = Minyak
B = Maltodekstrin
C = Gelatin
D = Pektin

Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai minyak terkapsul


akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin,
interaksi minyak-gelatin, interaksi minyak-pektin, interaksi
maltodekstrin-gelatin, interaksi maltodekstrin-pektin, dan interaksi
gelatin-pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai
minyak terkapsul sangat ditentukan oleh penambahan maltodekstrin
karena diantara komponen lainnya nilai konstanta maltodekstrin paling
besar (0.67963).
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat semakin banyak
maltodekstrin yang ditambahkan akan memperbanyak minyak yang
terkapsulkan tetapi harus diperhatikan juga komposisi komponen
bahan penyalut lainnya. Maltodekstrin merupakan produk turunan pati
yang akan membantu memperangkap minyak dan mempermudah
kelarutan dalam air. Menurut Hoefler (2004), pati dengan konsentrasi
tinggi (biasanya 10%) akan cenderung membentuk enkapsulat atau
memerangkap molekul flavor lebih baik dari gum. Menurut Blazek-
Welsh (2001), maltodekstrin dapat bercampur dengan air membentuk
cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai
perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak
toksik. Kemampuan maltodekstrin sebagai perekat berguna untuk
merekatkan dengan bahan penyalut lain seperti pektin maupun gelatin
Sedangkan menurut Westing et al. (1988), maltodekstrin tidak
mempunyai sifat lipofilik. Oleh sebab itu, maltodekstrin pada proses
enkapsulasi lipid dengan metode spray dryer menyebabkan stabilitas
emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi
memiliki daya tahan terhadap oksidasi.
Grafik contour plot untuk respon minyak terkapsul dapat dilihat
pada Gambar 29, dan grafik tiga dimensi dapat dilihat pada Gambar
30.
Design Expert Software A: Minyak
Design-Expert® Software 58.000
Minyak Terkapsul
Design
Designpoints
Points
7.49426
6.4845
1.77164

X1 = A: Minyak 5.7794
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component 5.0742
D: Pektin = 16.000

4.3691

3.6639
5.0742

36.000 40.000 26.000


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Minyak Terkapsul

Gambar 29. Grafik countour plot hasil uji respon minyak terkapsul

Design-Expert®
Design Software
Expert Software
Minyak Terkapsul
Design points
pointsbelow
belowpredicted
predictedvalue
value
7.49426
7.4000
1.77164
Minyak Terkapsul

5.9750
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin 4.5500
Actual Component
Actual Component
D: Pektin = 16.000 3.1250

1.7000

A (58.000)
B (18.000)
C (26.000)

C (8.000)
A (40.000)

B (36.000)

Gambar 30. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak terkapsul

Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada


Gambar 29 dan Gambar 30 menunjukkan nilai respon minyak
terkapsul. Warna biru menunjukkan nilai respon minyak terkapsul
terendah, yaitu 1.77164% sampai warna merah yang menunjukkan
nilai respon minyak terkapsul tertinggi, yaitu 7.49426. Garis-garis
yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan
kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang
menghasilkan nilai respon minyak terkapsul tertentu yang sama.
Rendahnya kadar minyak terkapsul diduga karena jumlah minyak
yang ditambahkan ke dalam formula cukup besar (mencapai 60%),
sedangkan jumlah bahan penyalut yang ditambahkan jauh lebih
sedikit. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil minyak yang terenkapsul
dan sebagian besarnya hanya teradsorpsi pada permukaan bahan
penyalut.
Dugaan lain yaitu minyak sawit merah tidak terkapsul secara
sempurna melainkan hanya terperangkap dalam matriks yang terbentuk
dari kombinasi bahan-bahan penyalut yang digunakan. Minyak yang
terperangkap ini akan ikut larut ketika dilakukan pencucian dengan
pelarut heksana pada analisis minyak tidak terkapul. Ini dapat dilihat
dari tingginya minyak yang tidak terkaspul (mencapai 53.3778%).

4. Optimasi dengan Design Expert V.7

Pada bagian optimasi dengan program Design Expert V.7 ini


ditentukan terlebih dahulu respon mana yang signifikan yang kemudian
dimasukkan ke dalam tahap optimasi ini seperti dapat dilihat pada tabel
23. Respon yang tidak signifikan tidak dimasukkan ke dalam optimasi.
Tabel 23. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) tiap variabel respon
Respon Prob > F Keterangan
Retensi Total Karotenoid < 0.0001 Signifikan
Retensi Beta Karoten 0.0351 Signifikan
Kadar Air 0.0042 Signifikan
Kelarutan < 0.0001 Signifikan
Warna Mikroenkapsul 0.0121 Signifikan
Warna Larutan 0.0046 Signifikan
Tingkat Kekeringan < 0.0001 Signifikan
Minyak Tidak Terkapsul < 0.0001 Signifikan
Minyak Terkapsul 0.0036 Signifikan
Setelah ditentukan respon-respon yang signifikan kemudian
ditentukan goal dan importance setiap respon yang ingin dioptimasi.
Komponen minyak sawit merah dengan range 40%-60%, pektin dengan
range 8%-24%, gelatin dengan range 8%-34%, maltodekstrin dengan
range 18%-42% masing-masing dioptimalkan dengan goal (target
komponen) in range dan importance (+++). Hal ini dikarenakan baik
minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan maltodekstrin tersedia dalam
jumlah yang berlimpah dan diinginkan penyebaran dari jumlah minimum
dan maksimum atau dengan kata lain diinginkan nilai optimalnya.
Pada penelitian ini ditetapkan importance positif 5 (+++++) untuk
retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna
larutan, dan kekeringan. Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut
didasarkan pada sifat-sifat produk yang diinginkan yaitu retensi total
karotenoid dan beta karoten yang tinggi, kadar air rendah, warna larutan
yang baik (kuning), kelarutan yang tinggi sehingga mudah diaplikasikan,
dan mikroenkapsulat dengan tingkat kekeringan yang tinggi. Sedangkan
importance positif 1 (+) digunakan pada analisis respon minyak tidak
terkapsul, minyak terkapsul, dan warna mikroenkapsulat. Alasan
pemilihan tingkat kepentingan tersebut adalah jumlah minyak tidak
terkapsul yang tinggi dan minyak terkapsul yang rendah, sedangkan warna
mikroenkapsulat dibuat importance positif 1 (+) bertujuan agar program
lebih fokus ke retensi total karotenoid karena semakin tinggi retensinya
warna mikroenkapsulat yang dihasilkan juga semakin tinggi. Semua
variabel respon yang dianalisis kemudian diolah oleh program dx7
berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa
solusi formula (formula opimum) seperti yang terlihat pada tabel 24.
Tabel 24. Empat formula hasil optimasi dengan Design Expert V.7
Minyak Maltodekstrin Gelatin Pektin
No (%) (%) (%) (%) Desirability
1 55.314 18 8.142 18.545 0.654
2 52.612 18 21.388 8 0.523
3 50.248 25.136 16.616 8 0.499
4 40 40.805 8 11.195 0.425
Formula dari proses optimasi yang disarankan oleh program Design
Expert V.7 adalah 4 formula dengan nilai desirability masing-masing
0.654, 0.523, 0.499, dan 0.425. Formula yang dipilih adalah formula
pertama karena memiliki nilai desirability tertinggi (0.654) serta prediksi
retensi beta karoten (54.2483%), kadar air (3.3259%), warna larutan
(10.199), dan minyak terkapsul (7.4967%) memiliki nilai yang paling
baik. Disamping itu komposisi minyak sawit merah yang paling besar
akan membuat retensi beta karoten akan semakin tinggi.
Menurut Anonimb (2007), kegiatan optimasi merupakan kegiatan
untuk mencapai nilai desirability maksimum tetapi tujuan optimasi bukan
untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk mencari
kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi. Nilai desirability dari
formula optimum ini adalah 0.654, yang artinya formula tersebut akan
menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan
sesuai dengan keinginan kita sebesar 65.40%.
Nilai desirability yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan dalam komponen,
jumlah komponen dan respon, serta target (goal) yang ingin dicapai dalam
memperoleh formula optimum. Kompleksitas jumlah komponen dapat
terlihat pada persyaratan jumlah bahan baku yang dianggap penting dan
berpengaruh terhadap produk untuk menentukan formulasi. Jumlah
masing-masing bahan baku ditentukan dalam selang yang berbeda-beda
yang akan berpengaruh terhadap nilai desirability. Semakin lebar selang,
maka penentuan formula optimum dengan desirability yang tinggi akan
semakin sulit. Jumlah komponen dan respon juga turut mempengaruhi
nilai desirability. Semakin banyak jumlah komponen dan respon, semakin
sulit untuk mencapai keadaan optimum sehingga desirability yang
dihasilkan kemungkinan rendah. Nilai masing-masing respon berbeda
targetnya satu sama lain sesuai dengan keinginan formulator. Semakin
besar tingkat kepentingan (importance) maka semakin sulit untuk
memperoleh formula optimum dengan desirability yang tinggi.
Grafik contour plot untuk desirability formula optimum dapat dilihat
pada Gambar 31 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 32.
Countour plot disajikan dengan menggunakan model prediksi untuk nilai
respon. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot
menunjukkan kombinasi dari keempat komponen dengan jumlah berbeda
yang menghasilkan nilai desirability tertentu yang sama.
Titik perpotongan pada Gambar 31 memiliki kombinasi minyak sawit
merah sebanyak 55.314%, maltodekstrin sebanyak 18.000%, gelatin
sebanyak 8.142%, dan pektin sebanyak 18.545%. Titik perpotongan
tersebut berada pada garis countour plot dengan nilai desirability 0.654.

Design Expert Software


Design-Expert® Software A: Minyak
Prediction 0.654
Prediction 0.654
55.455
Desirability
Desirability
1

X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin
X3 = C: Gelatin
Actual Component 8.000 18.000
Actual Component
D: Pektin = 18.545

0.544

0.327
0.435 0.218 0.109

33.455 40.000 23.455


B: Maltodekstrin C: Gelatin
Desirability
Desirability

Gambar 31. Grafik countour plot desirability formula optimum


0.660
Design Expert Software
Design-Expert® Software
Desirability 0.495
Desirability
1

Desirability
0.330

0
0.165
X1 = A: Minyak
X2 = B: Maltodekstrin 0.000
X3 = C: Gelatin
A (55.455)
Actual Component
Actual Component B (18.000)
D: Pektin = 18.545 C (23.455)

C (8.000)
A (40.000)

B (33.455)

Gambar 32. Grafik tiga dimensi desirability formula optimum

5. Uji Coba dan Analisis Satu Formula Optimum

Setelah program Design Expert V.7 merekomendasikan formula


optimum dengan nilai desirability sebesar 0.654, lalu dilakukan
pembuktian terhadap dugaan nilai dari respon-respon yang diberikan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, diperoleh bahwa
formula optimum dengan nilai desirability 0.654, menghasilkan produk
mikroenkapsulat dengan jumlah retensi total karotenoid 55.3720%, retensi
beta karoten 52.6972%, kadar air 3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna
mikroenkapsulat (+b kuning) 28.5133, warna larutan (skala kuning)
10.067, dan tingkat kekeringan sebesar 1.3600 (kering), minyak tidak
terkapsul sebesar 38.0331%, dan minyak terkapsul 7.0848%. Rendemen
yang didapatkan dari formula optimum ini adalah sebesar 89.33%. Produk
mikroenkapsulat optimum dapat dilihat pada Gambar 33.
Hasil-hasil tersebut diatas tidak sama persis dengan yang
diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan
yang diprediksikan oleh program dx7. Perbandingan nilai respon yang
diprediksikan program dx7 dengan pengamatan (actual) dapat dilihat pada
tabel 25.
Gambar 33. Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum

Tabel 25. Perbandingan nilai prediksi formula optimal dx7 dengan actual
Respon Actual Prediksi 95 % PI
Rendah Tinggi
Retensi total karotenoid (%) 55.3720 51.9466 47.5112 56.3821
Retensi beta karoten (%) 52.6972 54.2483 30.6830 77.8135
Kadar air (%) 3.1035 3.3259 1.8376 4.8142
Kelarutan (%) 91.7646 87.8735 79.6171 96.1300
Warna mikroenkapsul (+b) 28.5133 29.5112 27.2436 31.7788
Warna larutan (kuning) 10.067 10.1987 9.3797 11.0177
Tingkat kekeringan (skala) 1.3600 1.7607 1.1423 2.3791
Minyak tidak terkapsul (%) 38.0331 42.6780 36.8511 48.5049
Minyak terkapsul (%) 7.0848 7.4967 4.8471 10.1464

Menurut Anonimb (2007), hasil pengamatan dan pengukuran ini


masih berada dalam selang 95% PI low dengan 95% PI high. Definisi dari
95% PI (Prediction Interval) low adalah nilai terendah dari interval yang
diprediksikan, di mana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan
individual sebesar 95% sedangkan definisi dari 95% PI (Prediction
Interval) high adalah nilai tertinggi dari interval yang diprediksikan, di
mana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%.
Karena hasil-hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam
interval prediksi, berarti formula optimum dengan nilai desirability
tertinggi, sesuai dengan yang direkomendasikan Design Expert V.7.
Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum yang
dihasilkan dengan proses thin layer drying ini memiliki nilai retensi total
karotenoid 55.37% yang lebih tinggi jika dibanding dengan
mikroenkapsulat yang dihasilkan dengan metode mikroporous SiO2 pada
penelitian karakteristik beta karoten dalam teknik mikroenkapsulat minyak
sawit merah oleh Syamsiah (1996) yang memiliki retensi total karotenoid
maksimum 50.61%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat
minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC
melalui proses thin layer drying yaitu sebesar 62.32%.
Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum yang
dihasilkan dengan proses thin layer drying memiliki nilai retensi beta
karoten 52.69% yang lebih tinggi dibandingkan metode mikroporous SiO2
pada penelitian karakteristik beta karoten dalam teknik mikroenkapsulat
minyak sawit merah oleh Syamsiah (1996) dengan retensi beta karoten
maksimum 44.66%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat
minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC
melalui proses thin layer drying yaitu sebesar 59.75%.
Kadar air mikroenkapsulat formula optimum yang dihasilkan dengan
teknik thin layer drying juga memiliki nilai 3.10% yang lebih rendah
dibandingkan dengan metode spray drying pada penelitian
mikroenkapsulasi minyak kaya asam lemak gamma linoleat dari kapang
oleh Kristiani (1997) yang memiliki kadar air maksimum 6.67% dan lebih
rendah juga bila dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada
penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah
menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 3.79%.
Kelarutan mikroenkapsulat formula optimum yang dihasilkan dengan
teknik thin layer drying memiliki nilai 91.76% yang lebih tinggi
dibandingkan metode orifice process pada penelitian karakteristik beta
karoten dalam teknik mikroenkapsulat minyak sawit merah oleh syamsiah
(1996) yang memiliki nilai kelarutan maksimum 75.99% dan lebih tinggi
juga bila dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada
penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah
menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 85.73%.
Nilai kadar minyak tidak terkapsul dari mikroenkapsulat formula
optimum dengan metode thin layer drying yaitu 38.03%. Nilai ini lebih
tinggi dibandingkan pada penelitian mikroenkapsulasi minyak kaya asam
lemak gamma linoleat dari kapang dengan metode spray drying oleh
Kristiani (1997) yang memiliki kadar minyak tidak terkapsul maksimum
10.61%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak
(2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit
merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin
layer drying yaitu sebesar 44.40%.
Nilai kadar minyak terkapsul dari mikroenkapsulat formula optimum
dengan metode thin layer drying yaitu 7.08%. Nilai ini lebih rendah
dibandingkan pada penelitian mikroenkapsulasi minyak kaya asam lemak
gamma linoleat dari kapang dengan metode spray drying oleh Kristiani
(1997) yang memiliki kadar minyak terkapsul maksimum 21.72%, tetapi
lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada
penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah
menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 5.65%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum yang terpilih
melalui program Design Expert V.7 adalah mikroenkapsulat dengan
komposisi minyak sebanyak 55.314%, maltodekstrin sebanyak 18.000%,
gelatin sebanyak 8.142%, dan pektin sebanyak 18.545% dengan nilai
desirability sebesar 0.654. Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk
menghasilkan mikroenkapsulat minyak sawit merah yang sesuai dengan
keinginan (optimum) adalah sebesar 65.40%.
Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum menghasilkan
retensi total karotenoid 55.3720%, retensi beta karoten 52.6972%, kadar air
3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna mikroenkapsulat 28.5133 (+b), warna
larutan 10.067 (kuning), dan tingkat kekeringan sebesar 1.36 (kering), minyak
tidak terkapsul sebanyak 38.0331%, dan minyak terkapsul 7.0848%.

B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang stabilitas mikroenkapsulat
minyak sawit merah selama penyimpanan, optimasi proses produksi
mikroenkapsulat maupun pengaplikasian produk mikroenkapsulat minyak
sawit merah sebagai BTP (Bahan Tambahan Pangan) sehingga bermanfaat
sebagai sumber vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA

Abonyi, B.I, Tang, J, dan Edwards, C.G. 1999. Evaluation of Energy Efficiency
and Quality Retention for Refractance Window TM Drying System.
Research Report. Departement Of Biologycal Systems Engineering
Washington State University, Pullman, WA.

Anonima. 1979. Kodeks Makanan Indonesia. Tentang Bahan Makanan Tambahan.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonimb. 2007. Desain Expert 7. http : // www.statease.com [9 September 2007].

Anonimc. 2007. Pectin A Product of Nature. Jerman. http://www.herbstreith-


fox.com [1 Oktober 2007].

Anonimd. 2007. The Physical and Chemical Properties of Gelatin.


http://www.pbleiner.com [1 Oktober 2007].

AOAC. 1970. Official Method of Anlysis of Association Official Agricultural


Chemist, Washington DC.

AOAC. 1993. Association Official Analitical Chemist. 1993. Official standard of


Analitical Chemist. AOAC Inc., Arlington, Virgina.

AOAC. 1995. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry,


Washington D.C.

Apriyantono, A., Fardiaz, D, Puspitasari, N.L, Sedarnawati, dan Budiyanto S.


1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Bogor.

Bakan, J.A. 1978. Microencapsulation. In “Ensyclo. Of Food Science,” ed. M.S.


Peterson dan R Johnson. AVI Pub. CO., Inc., Westport, Conn.

Berger, K. 1983. Palm Oil. Di dalam H. T. Chan Jr. (ed). Handbook of Tropical
Foods. Marcel Dekker Inc., New York.

Blazek-Welsh, A.l. dan Rhodes D.G. 2001. Maltodextrin-based Proniosome.


AAPS Pharmaceutical Sciences. 3 (1): 1-8.

Bolland, K.M. 2000. Refractance WindowTM drying. A new Low Temperature,


Energy Efficient Process. Cereals Foods World. 45(7), 293-296.

Brenner, J, Handerseon, G.H, Bergensten, R.W. 1976. Process of Ecapsulating an


Oil and Product Thereby. US Patent No. 3,971,852.
Chichester, C.D. dan Feeters, M. 1970. Pigment Degeneration During Processing
and Storage. Di dalam Biochem of Fruits and Vegetable. Ed. A.C. Hulme,
Vol I Food Sci. & Techn, London.

Choo, Y.M., Yap, S.C, Ong, A.S.H., Ooi, C.K, dan Goh, S.H. 1989. Palm Oil
Carotenoid: Chemistry and Technology. Proc. Of Int. Palm Oli Conf.
PORIM, Kuala Lumpur.

Cornell, J.A. 1990. Experiment With Mixtures, Design, Models, and The Analysis
of Mxture Data. 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Deasy, P. 1987. Microencapsulation and Related Drug Process. Marcel Dekker,


Inc., London.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Dekstrin Industri Pangan, Jakarta

Eden, J, Trksak, R, William, R. 1989. Strach based encapsulation process, USA.

Earle, R. L. 1983. Unit Operation in Food Processing. Di dalam : Nurhasanah, S.


Mikroenkapsulasi Monoasilgliserol dengan Menggunakan Pengering
Lapis Tipis. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Fardiaz, D, Andarwulan, N., Wijaya, H, dan Puspitasari, N.L. 1992. Petunjuk


Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen
Pangan. PAU pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Marcel Dekker Inc. New
York.

Gennadios, A, Mchugh, T, Weller, C, Krochta, J.M. 1994. Edible Coating and


Films Base on Protein. Di dalam : Krochta J.M, Baldwin E.A, dan
Nisperos C.M.O (Eds.). Edible Coating and Film to Improve Food
Quality.Tecnomic Publishing Co, Inc., Pennsylvania.

Glicksman, M. 1969. Gum Tecnology in The Food Product Industry. Academic


Press Inc., London.

____________. 1984. Food Hydrocolloids Vol. II. CRC Press. Noca Raton,
Florida.

Goh, S.H, Choo, Y.M, dan Ong, A.S.H. 1987. Minor Components in palm oil.
JAOCS. Vol 62, No. 2.

Griffin, V.K. dan Brooks, J.R. 1989. Production and Size Distribution of Rice
Maltodextrin Hydrolized from Milled Rice Flour Using Heat Stable Alpha
Amylase. Journal of Food Science. 54: 190-193.
Herijanto. 1994. Optimasi Pembuatan Formula Es Krim Skala Kecil. Skripsi.
Fateta, IPB, Bogor.

Hermana dan Mahmud, M.K. 1989. Kemungkinan Pemanfaatan Karoten dari


Mimyak Kelapa Sawit. Makalah pada Seminar Pemanfaatan Beta Karoten
dari Minyak Kelapa Sawit, Jakarta.

Hoefler, A. C. 2004. Hydrocolloids. Eagen Press. St Paul, Minnesota, USA.

Hui, Y.H. 1996. Bailey Industrial Oil and Fat Product, Vol. 2. 5th ed. John Wiley
and Son Inc, New York.

Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food
Science Book. Aspen Publisher., Inc., Gaithersburg, Maryland.

Iwasaki, R. dan Murakoshi, M. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World
Market. Oleochemical, INFORM, New York.

Jackson, S.J, dan Lee, K. 1991. Microenkapsulation and the Food Industry.
Lebensmittel Wissenschaft & Technologie, German.

Kajuna, S.T.A.R, Silayo, V.C.K, Mkenda, A, Makungu, P.J.J. 2001. Thin Layer
Drying of Cassava Roots. Afican journal of science and technology. Vol 2,
No. 2, pp 94-100.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI Press.,


Jakarta.

Kim, Y.D dan Morr, C.V. 1996. Microencapsulation properties of gum arabic and
several food protein : spray dried orange oil emulsion particles. J. Agric
Food Chem. 44 : 1314-1320.

Klaui, H. dan Bauerfeind, J.C. 1981. Carotenoid as Food Colors. Di dalam :


Carotenoids As Colorants and Vitamin A Precursor. J. C. Bauernfeind,
(ed.), hal. 130. Academic Press, New York.

Knightly, W.H. 1991. Encapsulation Techniques. Di dalam Hui, Y. H


Encyclopedia of Food Science and Technology Vol 2. John Wiley and
Sons, Inc., New York.

Kondo. 1979. Microcapsule Processing and Technology. Marcel Dekker Inc.,


New York. Pp.142-153.

Kristianti, S. 1997. Mikroenkapsulasi Minyak Kaya Asam Lemak Gamma


Linoleat dari Kapang. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Loebis, B. 1985. Sifat kimia dan fisika dari fraksi cair dan padat minyak sawit.
Bul. BPP, No.16, No.4, Medan.
Ma’arif, M. S., Machfud, dan Sukron, M., 1989. Teknik Optimasi Rekayasa
Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Mardawati, E. 2001. Kajian Fraksinasi Bertingkat Bleached Palm Oil dan Refined
Bleached Palm Oil terhadap karakteristik olein sebagai bahan dasar
Rolling Oil. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Masters, K. 1979. Spray drying Handbook. John Wilegard Sons, New York.

Meilgaard, M., Civille, G. V. dan Carr, B. T., 1999. Sensory Evaluation


Techniques. 3rd Ed. CRC Press, New York.

Merrit, CG. 1981. Encapsulation Of materials. US Patent No. 4, 276, 312.

Meyer, L.H. 1966. Food Chemistry, 4th ed. , Reinhold Publishing Corp., New
York.

Miyawaki, Y. 1998. Major Contribution of Crude Palm oil and Palm Kernel Oil
in The Oleochemical Industry. International Oil Palm Conference 23-25
september 1998 Bali, Indonesia. IOPRI dan GAPKI.

Moran, D.P.J. and Rajah, K.K. 1994. Fats in Food Products. Chapman & Hall,
New York.

Muchtadi, T.R. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit


(Elaeis guineesis, Jacq.) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi
Minyak Dan Pemanfaatan Provitamin A. Disertasi Doktor. Fakultas
Pascasarjana IPB, Bogor.

Muhilal. 1987. Peranan Minyak Kelapa Sawit untuk penanggulangan masalah gizi
dan peningkatan kesehatan masyarakat. Lokakarya Manajemen Minyak
Kelapa Sawit, Medan.

Naibaho, P.M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oli dengan Metode
Adsorpsi. Disertasi. Progran Pascasarjana. IPB, Bogor.

Nurhasanah, S. 2005. Mikroenkapsulasi Monoasilgliserol dengan Menggunakan


Pengering Lapis Tipis. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Ong, A.S.H., Choo, Y.M., dan Ooi, C.K. 1990. Development in palm oil. Di
dalam Hamilton R.J. (Ed.), Development in Oil and Fats. Blackie
Academic Profesional.

Quellet, C, Taschi, M, Ubink, J.B. 2001. composite caterials. US Patent


Application No. 20010008635.
Ranganna, S. 1969. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata
Mc. Graw Hill Publ. Co., Limited, New York.

Rosenberg, M.1997. Milk Derived Whey Protein Based Microencapsulating


Agents and Methode of Use. US Paten No. 5, 610, 760.
Schenk, F.W dan Hebeda, R.E. 1992. starch Hydrolysis products. VCH Publisher
inc., NewYork.

Shahidi, F dan P.K.J.P.D Wanasundara. 1997. Extraction and analisis of lipids. Di


dalam: CC. Akoh dan D.B. Min. Food Lipids, Chemistry Nutrition, and
Biotechnology, Second Edition. Marcel Dekker, Inc. New York.

Simpson, K.I, Tsou, S.T.L, dan Chichester, C.O. 1987. Biochemical Methodology
for The Assessment of Carotenes. International Vitamin Consultative
IVACG.

Simanjuntak, M. 2007. Optimasi mikroenkapsulat minyak sawit merah


menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor.

Sulaswatty, A. 1998. Karakteristik Pemekatan Karotenoid Minyak Sawit dengan


Teknik Fluida CO2 Superkritik. Disertasi Program Pascasarjana. IPB,
Bogor.

SNI. 01-2901. 1992. Minyak Kelapa Sawit . Badan Standarisasi Nasional, Jakarta

SNI. 60.3735. 1995. Mutu dan cara uji gelatin. Dewan Standarisasi Nasional,
Jakarta.

SNI. 01-0016. 1998. Crude Palm Olein. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sonntag, N.O.V. 1979. Composition and Characteristics of Individual Fats and


Oils. Di dalam D. Swern (ed). Baileys Industrial Oil and Fat Product Vol
1. Wiley-Interscience Publication, John Wiley and Sons, New York.

Syamsiah, M. 1996. Karakteristik Beta Karoten dalam Teknik Mikroenkapsulat


minyak Sawit Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

The United States of Pharmacopedia XVII. 1969. Gelatin. Di dalam M.


Glicksman. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press Inc.,
London.

Vandegaer, J.E. 1973. Microencapsulation, Process and Application. Plenum


press, New York.

Walter, R.H. 1991. The Chemistry of Pectin. Academic Press Inc, New York.

Weiss, T.J. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publ., Connecticut.
Westing, L. L ; Rennecius, F. 1988. Shelf Life of Storage Oil : Effect of
Encapsulation by Spray Drying, Extrusion, and Molecular Inclusion. In
Flavor Encapsulation ; ACS Symposium Series 370 ; Risch, S. J,
Rennecius GA. Eds ; American Chen/mical. Society, Washington DC.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G., dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya,
Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat dan


Lipid. Penerbit ITB, Bandung.
Lampiran 1. Hasil lengkap analisis respon
1 Response 2 Response 3 Response 4 Response 5 Response 6 Response 7 Response 8
Retensi Warna Warna
Minyak Tidak Retensi Total Beta Kadar Kelarutan Mikroenkapsul Larutan
(%) Terkapsul (%) Karotenoid (%) karoten (%) Air (%) (%) (HL +B) (Kuning)
16.5195 33.3277 25.4243 5.4713 89.5894 25.8333 9.000
20.9237 37.0629 29.7695 4.7098 71.3208 27.4600 9.090
24.0171 37.6962 32.4978 5.6681 78.2724 28.0500 9.090
32.4816 47.7174 69.8360 4.0748 85.4792 29.4367 10.000
19.5913 34.6969 33.8115 5.3679 93.8765 29.3900 9.090
30.2568 49.6673 42.1987 4.6295 93.9787 31.3500 10.000
37.7783 43.9570 41.4913 3.6504 84.8678 30.7900 10.000
53.3778 54.6606 62.0046 3.2458 75.8854 30.1833 10.100
52.0390 55.6764 44.8260 3.6022 79.9114 31.3700 10.100
19.6197 38.5055 37.1462 3.1429 96.2553 31.2133 10.000
23.4646 35.8150 37.6514 3.8501 94.8866 30.1433 9.090
37.4370 50.3274 39.0661 3.3058 89.0687 29.1933 10.100
38.6701 42.8641 45.0786 3.3774 90.6945 30.2600 10.000
38.4965 43.0848 64.4803 4.0043 88.9010 29.9067 10.000
26.8246 37.2758 46.8470 4.4025 93.5475 29.2900 9.090
43.1605 42.7633 57.1542 3.5394 85.4157 31.6067 10.000
22.0664 35.1982 43.5629 4.5240 95.4266 29.7100 9.090
22.9642 41.2296 43.1082 3.9702 95.3633 28.6033 10.000
19.4843 43.7319 34.1147 4.2240 93.9266 28.5300 10.100
50.9242 69.3078 57.5079 3.5728 81.9306 29.8667 10.200
18.4016 41.1771 64.6824 3.7804 96.6506 28.1167 10.100
26.8144 37.0092 33.0031 2.5478 96.7105 29.3200 9.090
22.2043 38.4926 31.3863 3.7888 95.1658 28.9033 10.000
39.3089 44.9024 44.7755 3.4805 95.4230 27.8700 10.000
46.0583 70.7498 51.3438 1.9768 88.7137 28.4300 10.200
Lampiran 2. Design summary dengan program dx7

Study Type Mixture Runs 25


Initial Design D-optimal Point Exchange Blocks No Blocks
Design Model Quadratic

Low High
Component Name Units Type Actual Actual Low Coded
A Minyak % Mixture 40 60 0.000
B Maltodekstrin % Mixture 18 42 0.000
C Gelatin % Mixture 8 34 0.000
D Pektin % Mixture 8 24 0.000
L_Pseudo Coding
Total = 100

Response Name Units Obs Analysis Minimum Maximum

Y1 Retensi Total Karotenoid % 25 Polynomial 33.33 70.75


Y2 Retensi Beta Karoten % 25 Polynomial 25.42 69.84
Y3 Kadar Air % 25 Polynomial 1.98 5.67
Y4 Kelarutan % 25 Polynomial 71.32 96.71

Y5 Warna Mikroenkapsul +b 25 Polynomial 25.83 31.61


Y6 Warna Larutan skala kuning 25 Polynomial 9.00 10.20

Y7 Tingkat Kekeringan Tingkat 25 Polynomial 1.00 3.08


Y8 Minyak Tidak Terkapsul % 25 Polynomial 16.52 53.38
Y9 Minyak Terkapsul % 25 Polynomial 1.77 7.49

Lampiran 3. Data uji organoleptik terhadap kekeringan mikroenkapsulat


Lampiran 4. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi
total karotenoid
Response 1 Retensi Total Karotenoid Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 49008.82 1 49008.82
Linear vs Mean 1873.19 3 624.40 30.89 < 0.0001
Quadratic vs Linear 207.39 6 34.56 2.39 0.0803 Suggested
Sp Cubic vs Quadratic 187.70 4 46.93 17.57 < 0.0001 Suggested
Cubic vs Sp Cubic 5.23 1 5.23 2.17 0.1718 Aliased
Residual 24.15 10 2.41
Total 51306.48 25 2052.26
Response 1 Retensi Total Karotenoid
ANOVA for Mixture Special Cubic Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 2268.28 13 174.48 65.33 < 0.0001 significant
Linear Mixture 1873.19 3 624.40 233.77 < 0.0001
AB 298.80 1 298.80 111.87 < 0.0001
AC 141.49 1 141.49 52.97 < 0.0001
AD 139.14 1 139.14 52.09 < 0.0001
BC 0.55 1 0.55 0.21 0.6580
BD 42.46 1 42.46 15.90 0.0021
CD 32.67 1 32.67 12.23 0.0050
ABC 99.24 1 99.24 37.16 < 0.0001
ABD 154.65 1 154.65 57.90 < 0.0001
ACD 33.77 1 33.77 12.64 0.0045
BCD 0.61 1 0.61 0.23 0.6409
Residual 29.38 11 2.67
Lack of Fit 5.23 1 5.23 2.17 0.1718 not significant
Pure Error 24.15 10 2.41
Cor Total 2297.66 24

Final Equation in Terms of Actual Components:


Retensi Karotenoid =
+12.89667 * Minyak
+26.11798 * Maltodekstrin
+18.90846 * Gelatin
+37.63221 * Pektin
-0.83960 * Minyak * Maltodekstrin
-0.66199 * Minyak * Gelatin
-1.06053 * Minyak * Pektin
-1.04047 * Maltodekstrin * Gelatin
-1.70526 * Maltodekstrin * Pektin
-0.62561 * Gelatin * Pektin
+0.025558 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin
+0.039809 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin
+0.012906 * Minyak * Gelatin * Pektin
+0.001740 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 5. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi
beta karoten
Retensi Beta
Response 2 karoten Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 49530.14 1 49530.14
Linear vs Mean 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351 Suggested
Quadratic vs Linear 489.53 6 81.59 0.65 0.6892
Sp Cubic vs Quadratic 122.00 4 30.50 0.19 0.9382
Cubic vs Sp Cubic 211.84 1 211.84 1.37 0.2689 Aliased
Residual 1545.85 10 154.59
Total 53066.04 25 2122.64
Response 2 Retensi Beta karoten
ANOVA for Mixture Linear Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351 significant
Linear
Mixture 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351
Residual 2369.22 21 112.82
Lack of Fit 823.37 11 74.85 0.48 0.8750 not significant
Pure Error 1545.85 10 154.59
Cor Total 3535.90 24

Final Equation in Terms of Actual Components:

Retensi Beta karoten =


+0.90855 * Minyak
-0.002860 * Maltodekstrin
-0.061586 * Gelatin
+0.24514 * Pektin
Lampiran 6. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon kadar air
Response 3 Kadar air Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 383.43 1 383.43
Linear vs Mean 8.02 3 2.67 5.94 0.0042 Suggested
Quadratic vs Linear 1.90 6 0.32 0.63 0.7061
Sp Cubic vs Quadratic 3.76 4 0.94 2.73 0.0846
Cubic vs Sp Cubic 0.09 1 0.09 0.23 0.6423 Aliased
Residual 3.71 10 0.37
Total 400.91 25 16.04

Response 3 Kadar air


ANOVA for Mixture Linear Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 8.02 3 2.67 5.94 0.0042 significant
Linear Mixture 8.02 3 2.67 5.94 0.0042
Residual 9.45 21 0.45
Lack of Fit 5.74 11 0.52 1.41 0.2988 not significant
Pure Error 3.71 10 0.37
Cor Total 17.47 24

Final Equation in Terms of Actual Components:

Kadar air =
+0.013456 * Minyak
+0.043289 * Maltodekstrin
+0.097475 * Gelatin
+0.054397 * Pektin
Lampiran 7. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
kelarutan
Response 4 Kelarutan Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 199141.13 1 199141.13
Linear vs Mean 696.89 3 232.30 9.05 0.0005
Quadratic vs Linear 367.89 6 61.32 5.37 0.0039 Suggested
Sp Cubic vs Quadratic 82.20 4 20.55 2.54 0.1001
Cubic vs Sp Cubic 1.27 1 1.27 0.14 0.7123 Aliased
Residual 87.89 10 8.79
Total 200377.26 25 8015.09

Response 4 Kelarutan
ANOVA for Mixture Quadratic Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 1064.78 9 118.31 10.36 < 0.0001 significant
Linear Mixture 696.89 3 232.30 20.33 < 0.0001
AB 6.79 1 6.79 0.59 0.4526
AC 153.99 1 153.99 13.48 0.0023
AD 31.92 1 31.92 2.79 0.1153
BC 104.98 1 104.98 9.19 0.0084
BD 35.24 1 35.24 3.08 0.0994
CD 125.71 1 125.71 11.00 0.0047
Residual 171.35 15 11.42
Lack of Fit 83.46 5 16.69 1.90 0.1815 not significant
Pure Error 87.89 10 8.79
Cor Total 1236.13 24

Final Equation in Terms of Actual


Components:

Kelarutan =
+0.49192 * Minyak
+1.66649 * Maltodekstrin
-3.30754 * Gelatin
-2.43037 * Pektin
-0.019153 * Minyak * Maltodekstrin
+0.067175 * Minyak * Gelatin
+0.051447 * Minyak * Pektin
+0.050922 * Maltodekstrin * Gelatin
+0.052527 * Maltodekstrin * Pektin
+0.090832 * Gelatin * Pektin
Lampiran 8. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna
mikroenkapsulat
Response 5 Warna Mikroenkapsulat Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 21598.81 1 21598.81
Linear vs Mean 19.34 3 6.45 5.24 0.0074 Suggested
Quadratic vs Linear 9.33 6 1.56 1.41 0.2732
Sp Cubic vs Quadratic 8.83 4 2.21 3.16 0.0585 Suggested
Cubic vs Sp Cubic 1.50 1 1.50 2.43 0.1497 Aliased
Residual 6.18 10 0.62
Total 21643.99 25 865.76
Response 5 Warna Mikroenkapsulat
ANOVA for Mixture Special Cubic Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 37.51 13 2.89 4.13 0.0121 significant
Linear Mixture 19.34 3 6.45 9.24 0.0024
AB 0.12 1 0.12 0.17 0.6870
AC 0.53 1 0.53 0.75 0.4041
AD 0.29 1 0.29 0.42 0.5302
BC 0.23 1 0.23 0.32 0.5813
BD 2.32 1 2.32 3.32 0.0957
CD 2.39 1 2.39 3.42 0.0913
ABC 0.35 1 0.35 0.50 0.4961
ABD 0.15 1 0.15 0.21 0.6540
ACD 4.16 1 4.16 5.96 0.0328
BCD 1.20 1 1.20 1.72 0.2169
Residual 7.68 11 0.70
Lack of Fit 1.50 1 1.50 2.43 0.1497 not significant
Pure Error 6.18 10 0.62
Cor Total 45.19 24

Final Equation in Terms of Actual Components:


Warna Mikroenkapsulat =
+0.34655 * Minyak
+0.37579 * Maltodekstrin
+2.88181 * Gelatin
+2.19380 * Pektin
+0.004118 * Minyak * Maltodekstrin
-0.057378 * Minyak * Gelatin
-0.025105 * Minyak * Pektin
-0.082493 * Maltodekstrin * Gelatin
+0.006723 * Maltodekstrin * Pektin
-0.24599 * Gelatin * Pektin
+0.001509 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin
-0.001232 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin
+0.004529 * Minyak * Gelatin * Pektin
+0.002429 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 9. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna
larutan
Response 6 Warna Larutan Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 2372.27 1 2372.27
Linear vs Mean 2.39 3 0.80 5.85 0.0046 Suggested
Quadratic vs Linear 0.99 6 0.16 1.32 0.3090
Sp Cubic vs Quadratic 0.60 4 0.15 1.28 0.3361
Cubic vs Sp Cubic 0.03 1 0.03 0.26 0.6213 Aliased
Residual 1.25 10 0.12
Total 2377.53 25 95.10

Response 6 Warna Larutan


ANOVA for Mixture Linier Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 2.39 3 0.80 5.85 0.0046 significant
Linear
Mixture 2.39 3 0.80 5.85 0.0046
Residual 2.86 21 0.14
Lack of Fit 1.61 11 0.15 1.18 0.4023 not significant
Pure Error 1.25 10 0.12
Cor Total 5.25 24

Final Equation in Terms of Actual Components:

Warna Larutan =
+0.11760 * Minyak
+0.076175 * Maltodekstrin
+0.074512 * Gelatin
+0.092524 * Pektin
Lampiran 10. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon tingkat
kekeringan
Response 7 Kekeringan Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 64.38 1 64.38
Linear vs Mean 11.48 3 3.83 29.64 < 0.0001
Quadratic vs Linear 1.47 6 0.25 2.98 0.0405 Suggested
Sp Cubic vs Quadratic 0.67 4 0.17 3.21 0.0564 Suggested
Cubic vs Sp Cubic 0.07 1 0.07 1.40 0.2634 Aliased
Residual 0.50 10 0.05
Total 78.57 25 3.14
Response 7 Kekeringan
ANOVA for Mixture Special Cubic Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 13.62 13 1.05 20.18 < 0.0001 significant
Linear Mixture 11.48 3 3.83 73.70 < 0.0001
AB 0.54 1 0.54 10.32 0.0083
AC 0.41 1 0.41 7.95 0.0167
AD 0.52 1 0.52 10.10 0.0088
BC 5.921E-07 1 5.921E-07 1.14E-05 0.9974
BD 0.001493 1 0.001493 0.029 0.8684
CD 0.055 1 0.055 1.06 0.3253
ABC 0.38 1 0.38 7.27 0.0208
ABD 0.48 1 0.48 9.23 0.0113
ACD 0.20 1 0.20 3.92 0.0733
BCD 3.09E-05 1 3.09E-05 5.95E-04 0.9810
Residual 0.57 11 0.052
Lack of Fit 0.070 1 0.070 1.40 0.2634 not significant
Pure Error 0.50 10 0.050
Cor Total 14.19 24

Final Equation in Terms of Actual Components:


Kekeringan =
+0.72103 * Minyak
+1.27796 * Maltodekstrin
+1.22232 * Gelatin
+2.10300 * Pektin
-0.043742 * Minyak * Maltodekstrin
-0.041718 * Minyak * Gelatin
-0.062669 * Minyak * Pektin
-0.062948 * Maltodekstrin * Gelatin
-0.089106 * Maltodekstrin * Pektin
-0.043048 * Gelatin * Pektin
+0.001576 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin
+0.002215 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin
+0.001002 * Minyak * Gelatin * Pektin
-0.000012 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 11. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak
tidak terkapsul
Minyak tidak
Response 8 terkapsul Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 24516.33 1 24516.33
Linear vs Mean 2933.24 3 977.75 73.88 < 0.0001
Quadratic vs Linear 192.58 6 32.10 5.64 0.0031 Suggested
Sp Cubic vs Quadratic 29.01 4 7.25 1.42 0.2921
Cubic vs Sp Cubic 0.012 1 0.012 0.0021 0.9640 Aliased
Residual 56.32 10 5.63
Total 27727.51 25 1109.10
Response 8 Minyak tidak terkapsul
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 3125.83 9 347.31 61.04 < 0.0001 significant
Linear
Mixture 2933.24 3 977.75 171.84 < 0.0001
AB 83.95 1 83.95 14.75 0.0016
AC 0.65 1 0.65 0.11 0.7397
AD 2.24 1 2.24 0.39 0.5398
BC 9.89 1 9.89 1.74 0.2072
BD 9.29 1 9.29 1.63 0.2207
CD 68.17 1 68.17 11.98 0.0035
Residual 85.35 15 5.69
Lack of Fit 29.02 5 5.80 1.03 0.4502 not significant
Pure Error 56.32 10 5.63
Cor Total 3211.17 24

Final Equation in Terms of Actual Components:


Minyak tidak terkapsul =
+0.16124 * Minyak
-2.49986 * Maltodekstrin
+0.19550 * Gelatin
+2.10039 * Pektin
+0.067334 * Minyak * Maltodekstrin
+0.004370 * Minyak * Gelatin
-0.013631 * Minyak * Pektin
+0.015629 * Maltodekstrin * Gelatin
-0.026974 * Maltodekstrin * Pektin
-0.066888 * Gelatin * Pektin
Lampiran 12. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak
terkapsul
Response 9 Minyak Terkapsul Transform: None
Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 507.47 1 507.47
Linear vs Mean 16.82 3 5.61 2.26 0.1114
Quadratic vs Linear 34.52 6 5.75 4.89 0.0059 Suggested
Sp Cubic vs
Quadratic 5.03 4 1.26 1.10 0.4057
Cubic vs Sp Cubic 0.88 1 0.88 0.75 0.4077 Aliased
Residual 11.74 10 1.17
Total 576.46 25 23.06
Response 9 Minyak Terkapsul
ANOVA for Mixture Quadratic Model
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 51.34 9 5.70 4.85 0.0036 significant
Linear
Mixture 16.82 3 5.61 4.77 0.0158
AB 5.09 1 5.09 4.33 0.0550
AC 2.15 1 2.15 1.83 0.1964
AD 6.20 1 6.20 5.27 0.0365
BC 0.14 1 0.14 0.12 0.7369
BD 0.28 1 0.28 0.24 0.6311
CD 0.01 1 0.01 0.01 0.9253
Residual 17.65 15 1.18
Lack of Fit 5.91 5 1.18 1.01 0.4621 not significant
Pure Error 11.74 10 1.17
Cor Total 68.99 24

Final Equation in Terms of Actual Components:

Minyak Terkapsul =
+0.085875 * Minyak
+0.67963 * Maltodekstrin
-0.38551 * Gelatin
-1.00517 * Pektin
-0.016584 * Minyak * Maltodekstrin
+0.007939 * Minyak * Gelatin
+0.022677 * Minyak * Pektin
+0.001845 * Maltodekstrin * Gelatin
+0.004705 * Maltodekstrin * Pektin
+0.000838 * Gelatin * Pektin
Lampiran 13. Numerical optimation mikroenkapsulat formula optimum
Lower Upper
Name Goal Limit Limit Importance
Minyak is in range 40 60 3
Maltodekstrin is in range 18 42 3
Gelatin is in range 8 34 3
Pektin is in range 8 24 3
Retensi Total Karotenoid maximize 33.3277 70.7498 5
Retensi Beta Karoten maximize 25.4243 69.8360 5
Kadar Air minimize 1.98 5.67 5
Kelarutan maximize 71.3208 96.7105 5
Warna Mikroenkapsulat maximize 25.8333 31.6067 1
Warna Larutan maximize 9 10.2 5
Kekeringan is target = 1.00 1 3.08 5
Minyak Tidak Terkapsul minimize 16.5195 53.3778 1
Minyak Terkapsul maximize 1.7716 7.4943 1

Lampiran 14. Empat formula hasil optimasi dan prediksi ke-9 respon
Number (Formula) 1 2 3 4
Minyak 55.314 52.612 50.248 40
Maltodektrin 18 18 25.136 40.805
Gelatin 8.142 21.388 16.616 8
Pektin 18.545 8 8 11.195
Retensi Total Karotenoid (%) 51.9466 55.3689 50.3186 36.1032
Retensi Beta Karoten (%) 54.2483 48.3926 46.5189 38.4769
Kadar Air (%) 3.3259 4.0072 3.8191 3.6935
Kelarutan (%) 87.8735 87.5085 88.6863 96.035
Warna Mikroenkapsul (+b) 29.5112 29.5538 31.2838 30.3337
Warna Larutan (kuning) 10.199 9.892 9.802 9.444
Tingkat Kekeringan (Skala) 1.7607 2.42 2.4009 1
Minyak Tidak Terkapsul (%) 42.678 38.1041 40.7436 21.5065
Minyak Terkapsul (%) 7.4967 4.7688 3.5776 5.2844
Desirability 0.654 0.523 0.499 0.425

Lampiran 15. Rendemen formula optimum


Berat Bahan Berat Mikroenkapsulat Rendemen
Sampel Pembuat Mikroenkapsulat (gr) Akhir (gr) (%)
U1 25 23.5 94.0000
U2 25 22 88.0000
U3 25 21.5 86.0000
Rata-rata 25 22.33 89.3333
Lampiran 16. Grafik hubungan antara RH-suhu dan waktu berdasarkan pengukuran
dengan Thermocouple pada masing-masing rak di dalam oven, rak
1(a), rak 2 (b), rak 3 (c), rak 4 (d) dan rak 5 (e).

100 (a) 100 (b) 100


90 90 90
80 80 80
70 70 70
60 60 60
50 50
50
40 40
40
30 30
30
20 Rak 1 T, ˚C Rak 2 T, ˚C 20
20
10 Rak 1 RH, % 10
10 Rak 2 RH, %
0 0
0
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100 1 12 23 34 45 56
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100

(d) (e)
100 100
90 90
80 80
70 70
60 Rak 4 T, ˚C 60 Rak 5 T, ˚C
50 50
40 Rak 4 RH, % 40 Rak 5 RH, %
30 30
20 20
10 10
0 0
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100 1 12 23 34 45 56 67 78 89 100
Lampiran 17. Blanko pengujian organoleptik mikroenkapsulat

Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :

Instruksi : Berikut ini disajikan secara acak sejumlah produk mikroenkapsulat.


Berilah penilaian terhadap tingkat kekeringan dengan memberikan
skala (1-4) untuk setiap sample berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
Kriteria Skala/ tingkat kekeringan
Kering 1
Agak kering 2
Agak berminyak 3
Basah 4

Formula Skala/tingkat kekeringan


R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R25
Lampiran 18a. Gambar mikroenkapsulat formula 1-9

1 2 3

4 5 6

7 8 9
Lampiran 18b. Gambar mikroenkapsulat formula 10-18

10 11 12

13 14 15
4

16 17 18
Lampiran 18c. Gambar mikroenkapsulat formula 19-25

19 20 21

22 23 24

25

Anda mungkin juga menyukai