Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah


komunikasi antara individu-individu (Littlejohn, 1999).

Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi

diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua

sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan

sebagainya.

Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss mengatakan ciri-ciri komunikasi


diadik adalah:
 Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat;
 Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. (Deddy Mulyana, 2005)

Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi

instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain,

karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi

daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita.


Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna,

komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia

masih mempunyai emosi. Kenyataannya, komunikasi tatap-muka ini

membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan

komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat

teknologi tercanggih pun.

Komunikasi antarpribadi amat penting untuk mempererat kerja sama

antar individu dan membangun kepercayaan diri. Seperti kutipan dari sebuah

artikel, mengatakan bahwa berkomunikasi secara pribadi dengan orang-

orang yang tak lain adalah rekan kerja (pasangan) kita akan membuat kita

bisa memahami jalan pikiran mereka (pasangan kita tersebut), selain itu kita

juga akan bisa mengetahui apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka

sukai.

Menurut Kare Anderson, dengan menjaga hubungan komunikasi antar


pribadi akan membantu rekan kerja kita dan juga membantu diri kita sendiri
untuk dapat mengetahui dan memahami suasana hati, terutama keinginan dari
masing-masing pribadi/ individu. Dengan berkomunikasi oleh pasangan,
namun dalam komunikasi itu kita tidak menyinggung masalah pekerjaan
tetapi membicarakan hal-hal yang santai, akan dapat melatih kita untuk berani
bertukar pikiran dan mengungkapkan apa yang perlu dibenahi kepada
pasangan kita. (coneqtique.com)

Dengan berbicara secara intens dengan pasangan, kita akan dapat

mengenali emosi yang dirasakan pasangan kita tersebut, sehingga dengan itu
kita bisa mengetahui dan memahami apa yang diinginkan oleh pasangan kita,

apa saja yang disukai, hal yang tidak disukai, dan kapan pasangan kita merasa

tidak nyaman dengan sesuatu hal. Walau mengobrol dan bercanda gurau

merupakan hal yang sederhana, bahkan mungkin amat sederhana, akan tetapi

ada dampak psikologis bagi pribadi kita sendiri.

Mengobrol serius dengan pasangan masalah pekerjaan tanpa sering

mengobrol dengannya dalam kondisi santai, tentu akan lebih sulit bagi kita

untuk bisa mengerti pasangan kita. Dengan mudah memahami orang lain

akan memotivasi kita untuk lebih terbuka dan berani dalam bertukar pikiran.

Hal ini akan menguntungkan diri kita pribadi dalam urusan apapun. Selain

itu, dukungan bahasa tubuh yang baik, dan mimik muka yang menyenangkan

juga merupakan modal bagi kita dalam berkomunikasi secara pribadi terhadap

seseorang.

Dalam merumuskan judul, peneliti tertarik mengambil masalah

kebohongan kaitannya dengan emosi, karena dalam berhubungan selayaknya

dibangun dengan kejujuran. Namun, dalam praktiknya, tentu saja banyak

yang mengabaikan hal tersebut. Dalam menjalin hubungan dengan pasangan,

peneliti merasa ada hal tertentu yang disembunyikan oleh pasangan, sehingga

dengan menganalisis teori dalam interpersonal communication inilah nantinya

yang diharapkan dapat menjelaskan apakah memang perlu ada kebohongan

dalam menjalin suatu hubungan, dan bagaimana dengan emosi marah yang

diakibatkan ketika kebohongan itu sendiri telah terkuak.


Ada beberapa kondisi, dimana kita dan pasangan kita menghabiskan

waktu bersama. Dalam beberapa saat itu, pasti terjadi pembicaraan yang

mendalam, namun peneliti menganggap bahwa ada kebohongan yang

diutarakan disela-sela pembicaraan tersebut. Dalam kontak langsung, tentu

saja kita dapat melihat reaksi dan bahasa non verbal pasangan kita. Namun

bagaimana ketika kita menjalin hubungan jarak jauh dan hanya dapat

berkomunikasi dengan alat telekomunikasi?

Dari asumsi itulah yang menjadi dasar bagi peneliti mengambil judul

“Kaitan Emosi Marah dengan Kebohongan dalam Menjalin Hubungan”.

Karena,dengan adanya kebohongan dan emosi marah yang diakibatkan dalam

hubungan tersebut, apakah selalu ada dalam Long Distance Relationship,

bagaimana tingkat perbedaannya dengan NDR atau malah tidak ada bedanya

dengan hubungan jarak dekat (Near Distance Relationship).

Hal ini perlu diperhatikan, karena dalam mempertahankan setiap

hubungan diperlukan action aktif dari kedua belah pihak (masing-masing

individu), tidak dapat hanya mengandalkan salah satunya saja sedang yang

lain hanya bersikap pasif.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa masalah yang kami rumuskan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana sebuah hubungan dibangun dengan kebohongan?
2. Kapan seseorang dinyatakan berbohong?
3. Kepribadian seperti apa yang biasanya cenderung berbohong?
4. Bagaimana kaitan antara emosi marah dengan kebohongan?
5. Seberapa besarkah pengaruhnya pada hubungan yang dibangun?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah tersebut di atas, maka kami dapat merumuskan tujuan

penelitian menjadi sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik hubungan yang dibangun

dengan kebohongan?
2. Untuk mengetahui waktu dimana seseorang dikatakan berbohong.
3. Untuk mengetahui kepribadian yang cenderung berbohong.
4. Untuk mengetahui kaitan antara emosi marah dengan kebohongan.
5. Untuk mengetahui pengaruhnya pada hubungan yang dibangun.

1.4 Manfaat Penelitian


A. Secara Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi, baik dalam hal menguatkan atau atau menolak pernyataan

asumsi teori.
Dengan terlaksananya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi

sumber informasi dan referensi bagi berbagai pihak yang terkait dalam

merumuskan berbagai keputusan dalam berhubungan. Perolehan informasi

dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam

kaitannya dengan menjalin hubungan, khususnya Long Distance

Relationship guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian

tujuan setiap pasangan.

B. Secara Praktis
Khususnya kepada setiap pribadi yang menjalani Long Distance

Relationship. Dengan terungkap kaitan antara kebohongan dengan emosi

marah dalam LDR, maka hasil-hasil penelitian tersebut dapat dijadikan


sebagai bahan masukan bagi para individu yang menjalaninya untuk

pengembangan dan perbaikan praktikal dalam hubungan mereka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi dan penafsiran

terhadap variabel-variabel dalam penelitian ini, berikut dikemukakan

beberapa definisi operasional variabel penelitian:

2.1.1 Kebohongan

Bohong adalah fakta sosial dalam kehidupan manusia. Tidak ada

masyarakat tanpa kebohongan. Meskipun demikian, apa dan bagaimana

bohong tidak mendapatkan perhatian memadai. Sangat jarang perhatian

diberikan pada fenomena satu ini.

Secara umum diyakini bahwa bohong artinya mengatakan sesuatu

yang tidak ada dasar realitasnya. Misalnya saja mengatakan ada

kebakaran di supermarket padahal tidak ada, mengatakan turut berduka

cita padahal malah sebaliknya, mengatakan memiliki pacar padahal


tidak punya, atau menyatakan orang miskin di Indonesia hanya 15%

padahal 50%. Kebohongan juga bisa diartikan sebaliknya, yakni

mengatakan sesuatu yang tidak ada padahal ada dalam realitasnya.

Misalnya saja mengatakan tidak memiliki uang padahal punya,

mengatakan tidak cemburu padahal cemburu. Cukup biasa terjadi

mengatakan baik-baik saja padahal merintih perih karena tangan

tergores pisau.

Kebohongan yang mungkin terjadi bisa sebanyak fenomena yang

mungkin terjadi di dunia. Setiap fenomena bisa dibuat versi bohongnya.

Oleh sebab itu, berbohong luar biasa gampang karena tinggal

men”tidak”kan apa yang ada saja. Misalnya, ada petir dibilang tidak

ada, merasa rindu tapi bilang tidak rindu, bilang tidak punya uang

ternyata punya. Pendeknya, merupakan bohong bila bilang tidak pada

yang ada, dan bilang ada pada yang tidak ada.

2.1.2 Emosi Marah

Emosi adalah marah. Sebaliknya, marah adalah emosi. Kerap

sekali, dalam kehidupan sehari-hari, secara bergantian, kata marah dan

emosi digunakan untuk hal yang sama. Tentu saja emosi bukan hanya

marah. Ada banyak macam-macam emosi yang lain, seperti sedih,

takut, jijik, sedih, dan terkejut. Setiap budaya melakukan kategorisasi

berbeda berdasarkan kosakata emosi yang dimiliki dalam bahasanya.

Orang Amerika Serikat yang memakai bahasa inggris, membedakan


sekurangnya 213 jenis kata emosi, sedangkan dalam bahasa Indonesia

terdapat 229 kata emosi. Jadi, tidak sedikit seperti yang disangka

umumnya orang.

Kata emosi adalah kata serapan dari bahasa inggris, yakni


emotion. Dalam kamus, kata emotion digunakan untuk menggambarkan
perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan yang sangat
menyenangkan atau sangat mengganggu. Misal, ketika kita merasakan
perasaan yang kuat dan menyenangkan saat bersama seseorang,
mungkin Anda menganggap diri Anda sedang dalam keadaan emosi.
Jenisnya, emosi cinta.(smartpsikologi.blogspot.com)

Psikologi adalah cabang ilmu yang paling intensif dan ekstensif

dalam melakukan penelitian mengenai emosi. Namun, diantara para

penelitinya yang paling brilian sekalipun, tidak terdapat kesamaan

pendapat mengenai arti emosi. Terdapat sekurang-kurangnya 92 definisi

emosi yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa emosi merupakan

fenomena yang sangat kompleks. Namun demikian, semuanya tetap ada

benang merahnya. Ada lima benang merah diantara definisi emosi,

yakni:

Emosi dipicu oleh interpretasi terhadap suatu kejadian. Proses

emosi dimulai ketika kita memberikan makna secara pribadi

terhadap beberapa kejadian. Situasi yang sama belum tentu akan


menghasilkan emosi yang sama karena tergantung pemaknaan

terhadap situasi tersebut.

Reaksi fisiologis yang kuat. Emosi muncul disertai adanya reaksi

fisiologis yang cukup untuk membuat kita menyadari adanya

perbedaan dalam diri kita.

Ekspresi emosionalnya berdasarkan pada mekanisme genetika.

Artinya, semua orang memiliki kemiripan dalam mengekspresikan

emosi. Ekspresi wajah sedih pada orang Skandinavia, sangat mirip

dengan ekspresi wajah sedih pada orang Papua. Demikian juga

ekspresi wajah bahagia orang Arab, mirip dengan ekspresi bahagia

orang Jawa.

Emosi merupakan informasi dari satu orang ke yang lainnya.

Melalui emosi, seseorang menyampaikan maksud pada orang lain.

Takut yang dialami seseorang sebagai informasi bahwa ia tidak mau

melakukan sesuatu. Marah yang dialami merupakan informasi

bahwa ia tidak suka diperlakukan seperti perlakuan yang sudah

diterimanya. Pendek kata, melalui emosi kita tahu apa yang telah

terjadi.

Emosi membantu adaptasi terhadap perubahan situasi

lingkungan. Bayangkan jika manusia tidak merasa takut terjun ke

dalam jurang. Maka, mungkin kematian manusia adalah hal yang

biasa terjadi. Karena adanya takut, maka manusia berupaya


menyiasati adanya jurang, mungkin membuat jembatan, membuat

pagar pembatas, atau menjauhinya.

Kemunculan emosi biasanya spontan, tidak disadari, dan tanpa

diniatkan. Dapat saja secara tiba-tiba kita mengalami emosi tertentu.

Hal penting yang perlu digarisbawahi di sini adalah, bahwa kita baru

sadar mengalami sebuah emosi setelah emosi itu kita alami. Kita tidak

akan bisa meniatkan untuk mengalami emosi tertentu.

2.2 Kajian Teori

Dalam penelitian ini, mencoba menganalisisnya dengan teori-teori yang

dianggap relevan, seperti:

Self Disclosure Theory

Teori ini dikembangkan oleh Sidney Jourard. Mengatakan ada yang

namanya Honest Communication. Asumsinya, hubungan yang dari

awalnya dibangun dengan kejujuran, maka akan terjalin lebih sehat,

dibandingkan jika kita mengawalinya dengan kebohongan.

Konsep dalam teori ini, apakah kejujuran itu akan selalu

dipertahankan selama hubungan itu masih terbentuk.

Self Theory

Termasuk dalam salah satu relationship theory karena, menurut

Rogers, diri kita tidak bisa terpisah dari sebuah hubungan. Seluruh

pengalaman yang kita dapatkan sebagai seorang individu, adalah medan

yang luar biasa, segala sesuatu yang kitaalami dan rasakan.


Jadi, meskipun tidak ada orang yang benar-benar tahu akan

pengalaman kita (segala sesuatu yang terjadi pada kita) sebaik seperti apa

yang kita lakukan, kita dapat menduga perasaan orang lain dari sudut

pandang kita,seolah-olah kita juga ikut merasakannya yang disebut

emphaty.

Communication Privacy Management Theory

Dikemukakan oleh Sandra Petronio. Konsep utamanya adalah me-

manage tensi antara keterbukaan dengan privasi yang dimiliki. Mana

pesan yang layak kita beritahukan kepada orang lain, dan mana pesan yang

lebih baik kita simpan sendiri.

Berkaitan erat, karena merupakan bagian dari Boundary

Management Theory, antara “public” dan “privat”.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif.

Peneliti bermaksud hendak meneliti mengenai sifat seseorang dan

bagaimana sifat tersebut dikeluarkan melalui perilaku dalam sebuah

hubungan yang sedang dijalin, tanpa memandang jarak hubungan tersebut.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang utama adalah melakukan wawancara

mendalam kepada responden yang ditentukan oleh peneliti.

3.6 Teknik Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis


Filling System, dengan pertimbangan bahwa penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif dengan membuat kategori dan domain tertentu.
Kemudian, data diinterpretasi dengan memadukan konsep-konsep atau teori-
teori tertentu. (Rakhmat, 2006:195)

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang diuraikan dalam bab ini meliputi data tentang

kebohongan dan emosi marah. Uraian data tentang masing-masing variabel

adalah sebagai berikut:

KEBOHONGAN

Menurut sebagian ahli, sebagian besar kebohongan yang dilakukan

manusia memiliki alasan. Artinya, kebohongan adalah perilaku yang

memang sudah diatur sedemikian rupa oleh pelakunya. Walapun begitu,

ada beberapa kebohongan yang mengalir begitu saja tanpa pelakunya sadar

sebelumnya.

Bohong spontan boleh dibilang muncul karena kebiasaan. Mereka

yang sering melakukan kebohongan secara spontan, biasanya memang

sudah terbiasa untuk berbohong. Kita tahu bahwa berbohong dianggap

berbohong bila pelaku memiliki motivasi untuk berbohong. Pada bohong


yang spontan, pelaku memiliki motivasi berbohong namun karena telah

terlatih sedemikian rupa, maka kemunculan bohongnya seolah-olah tanpa

sebab.

Mereka yang cenderung melakukan kebohongan adalah mereka yang

cenderung memiliki kepribadian manipulatif (lebih suka memanipulasi

segala sesuatu), lebih memperhatikan penampilan diri (baik secara psikis

maupun fisik), dan lebih mudah melakukan interaksi sosial dengan orang

lain (sociable).

Tingkat keseringan berbohong harus diukur tidak hanya dari jumlah

kebohongan yang dilakukan, tapi juga dari jumlah interaksi yang

memungkinkan terjadi kebohongan. Pada umumnya orang merasa bahwa

kebohongan yang dilakukannya bertujuan melindungi yang dibohongi

ataupun melindungi diri sendiri. Sangat jarang orang mengaku berbohong

untuk mendapatkan keuntungan personal.

Apabila kebohongan memang sangat mendesak untuk dilakukan, tentunya

ada alasan mengapa bohong menjadi penting dilakukan. Sekurang-

kurangnya terdapat 4 faktor penyebab orang berbohong, yaitu :

Faktor kepribadian, yakni adanya pribadi-pribadi tertentu yang

cenderung untuk selalu berbohong. Biasanya, mereka yang melakukan

kebohongan jauh lebih banyak daripada umumnya orang disebut

pseudologia fantastica. Adapun kecenderungan patologis untuk secara

rela dan sadar berbohong dan membuat cerita khayalan disebut

mythomania.
Faktor konteks sosial, yakni adanya konteks sosial tertentu yang

membuat orang melakukan kebohongan.

Faktor kemanfaatan bagi pembohong, yakni adanya kemanfaatan

yang dicapai bagi pelaku kebohongan.

Orang mau berbohong, salah satunya adalah karena bohong

memberikan manfaat kepada mereka, baik secara langsung maupun tidak.

Terdapat beberapa manfaat yang bisa diraih jika melakukan kebohongan.

Kemanfaatan bagi diri si pembohong bisa berupa kemanfaatan psikis

maupun fisik dan material.

EMOSI MARAH

Emosi dihasilkan melalui interpretasi seseorang terhadap situasi

tertentu. Maka jelas ada kejadian anteseden yang mendahului terjadinya

emosi. Sebab itu bisa diidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan

emosi tertentu.

Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi marah diantaranya:

ô Ditekan untuk melakukan sesuatu

ô Terhina (baik secara psikologis maupun secara verbal)

ô Keterbatasan, terhambat dan frustrasi (secara fisik maupun psikologis,

terancam oleh seseorang, serangan berbahaya, dan batasan sosial)

ô Mengalami atau mengamati suatu perlakuan yang tidak biasa.

ô Keterkungkungan yang terus terjadi dan tercegahnya pemenuhan

kebutuhan
4.2 Hasil Analisis Pembahasan

Banyak hal yang dianggap kebohongan sebenarnya merupakan

perbedaan persepsi. Ada pertanyaan mendasar yang harus tuntas sebelum

membahas kebohongan lebih mendalam, yakni kapan seseorang dinyatakan

berbohong. Jika bohong artinya menyatakan sesuatu yang tidak ada dasar

realitanya, lalu apakah semua yang tidak benar yang dikatakan orang

dianggap bohong dan penyampainya di cap pembohong? Ini pertanyaan yang

jawabannya tidak mudah, bahwa meskipun sebuah pernyataan tidak benar

dan tidak akurat (secara substansial berarti bohong), seseorang yang

menyampaikannya tidak selalu dianggap berbohong. Rupa-rupanya

berbohong atau tidak itu dilihat dari motivasinya. Jika seseorang memiliki

motivasi untuk berbohong, maka ia berbohong. Jika tidak memiliki motivasi

berbohong, meskipun realitasnya bohong, seseorang tidak selalu dianggap

berbohong.

Terdapat bermacam-macam jenis isi kebohongan yang mencakup:

Bohong mengenai perasaan

Artinya berbohong atas apa yang dirasakan. Termasuk bohong

perasaan adalah mengenai afeksi, emosi, pendapat, evaluasi terhadap

orang/ objek, atau kejadian. Selain itu termasuk juga menyatakan sesuatu
diluar porsi sewajarnya, atau melebih-lebihkan, baik lebih positif atau

lebih negatif. Berikut beberapa contoh kebohongan yang tercakup dalam

jenis ini :

Bohong mengenai pencapaian atau pengetahuan

Termasuk didalamnya adalah bohong tentang pencapaian sesuatu

atau prestasi, upaya pemenuhan sesuatu, kegagalan, kekurangan,

Bohong mengenai tindakan, rencana dan tempat berada

Termasuk bohong dalam kategori ini adalah bohong tentang apa

yang telah dilakukan, yang sedang dilakukan, atau yang akan dilakukan.

Demikian juga yang berkait dengan tempat dimana dulu berada, saat ini

berada, atau nantinya berada.

Bohong mengenai penjelasan atau alasan

Banyak sekali kebohongan yang isinya semacam ini. Misalnya

seorang koruptor yang akan disidangkan berbohong sedang sakit sehingga

tidak bisa datang ke pengadilan.

Bohong mengenai fakta

Isi kebohongannya adalah mengenai fakta yang terkait dengan objek

tertentu, kejadian, orang, atau mengenai kepemilikan.

Berdasarkan tujuan yang dibuat untuk melakukan kebohongan, maka

ada 3 kelompok besar yang bisa dibuat:

Bohong yang orientasinya diri sendiri.


Bohong yang berorientasi pada diri sendiri atau ditujukan lebih kepada

kepentingan diri si pembohong

Bohong yang orientasinya orang lain

Bohong yang orientasinya di luar dari diri pembohong, misalnya teman,

saudara, atasan, atau siapapun, sebenarnya sama dengan bohong

berorientasi diri sendiri, bedanya hanya ditujukan untuk orang lain.

Bohong tanpa orientasi

Bohong tanpa orientasi tidak memiliki akibat apapun dan dilakukan tanpa

tendensi apapun. Tidak banyak bohong tanpa orientasi. Pada umumnya

bohong memiliki orientasi, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang

lain.

Sebuah penelitian yang menganalisis lebih dari 300 kebohongan


ditemukan bahwa 75,8% menguntungkan bagi si pembohong, 21,7%
menguntungkan yang berada dalam interaksi yang di dalamnya terdapat
kebohongan, dan hanya 2,5% yang menguntungkan pihak ketiga. Artinya,
kebanyakan bohong memang ditujukan untuk menguntungkan diri si
pembohong. (smartpsikologi.blogspot.com)

4.3 Hubungan antar Variabel Penelitian

Banyak yang mengatakan saran ampuh mempertahankan hubungan

adalah komunikasi lancar. Tentunya komunikasi yang jujur. Orang berbohong

karena mereka merasa tidak nyaman jika mengatakan kebenaran, demikian


tutur Dr. Jackie Black, pakar hubungan juga pengarang buku Meeting Your

Match: Cracking The Code to Successful Relationship dari Amerika Serikat.

Bukan ketakutan atas perilaku kasar, namun ketika individu menjalin sebuah

hubungan dan takut pasangannya tidak setuju atas sesuatu yang dia lakukan,

maka lebih mudah untuk menutupinya. Begitu juga yang dirasakan pasangan.

Interaksi sosial yang terdapat kebohongan di dalamnya biasanya

berjalan menjadi kurang nyaman dan kurang intim. Pastinya tidak akan

senyaman jika interaksi yang dilakukan penuh kejujuran. Mungkin orang

yang berbohong akan merasa risih atau malu untuk berada lebih dekat dengan

orang lain setelah menyampaikan kebohongan. Boleh jadi, setelah berbohong

seseorang akan berupaya menjauh dari pihak yang dibohongi, atau

sekurangnya menjaga jarak.

Mereka yang berbohong biasanya kemudian cenderung memberikan

tekanan berlebih pada apa yang dibohongkan. Cenderung lebih emosional,

lebih dalam tekanan suaranya dalam menyampaikan, dan lebih

memperhatikan. Kadang tidak terdapat kesesuaian antara kondisi yang

diceritakan dengan apa yang ditampilkan. Seorang pembohong terkadang

merasakan cemas, tegang, dan gugup. Kadang nada suaranya lebih tinggi

pada orang yang sedang berbohong. Pada saat ditanya, pembohong biasanya

memberikan jawaban yang lebih singkat. Mereka juga menunda jawaban

lebih lama, sering mengalami kekeliruan ucapan, jawaban yang diberikan

kurang serius, atau terkesan main-main. Terkadang dalam jawaban itu juga

mengandung kegugupan.
Pikiran atau kognitif manusia mencakup kerja-kerja seperti kategorisasi,

mengingat, menganalisa, menafsirkan, evaluasi dan lainnya. Inti tujuan dari

kerja kognitif adalah memahami segala sesuatu tentang lingkungan dan diri

sendiri. Oleh karenanya emosi dan pikiran (kognisi) memiliki kaitan erat dan

tidak terpisahkan.

Emosi muncul setelah melalui penafsiran terhadap suatu kejadian.

Meskipun demikian, proses kognitif yang melahirkan emosi tidak selalu dapat

disadari. Misalnya marah. Sebelum marah, maka ada penilaian yang Anda

lakukan sebelumnya. Bisa jadi Anda menilai telah dibohongi, orang lain tidak

bertindak seperti yang Anda inginkan, situasi yang terjadi tidak seperti yang

diinginkan atau yang lainnya yang mengganggu Anda. Setelah penilaian itu,

barulah Anda marah. Pada saat marah pun, Anda tetap melakukan kerja

kognitif.

4.4 Temuan Hasil Penelitian

Berbohong itu seperti seni atau keterampilan. Semakin sering diasah,

maka akan semakin piawai dalam berbohong. Pada awal mulai kebohongan,

seorang amatir akan mudah ditebak kalau sedang berbohong. Namun setelah

beberapa waktu, ia akan makin mahir sehingga semakin sulit dideteksi.

Pembohong sendiri akan semakin spontan dalam berbohong sehingga seolah-

olah tanpa motivasi ketika berbohong. Pendek kata, setiap berbohong pasti

ada sebabnya, baik sebab itu disadari atau tidak.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

Bahwa ada keterkaitan antara kebohongan, dan emosi marah sebagai

akibat dari terbongkarnya kebohongan tersebut. Meskipun ada kadar

kebohongan yang dimaksud.

Seseorang dinyatakan berbohong ketika dia mengatakan sesuatu yang

tidak sesuai dengan realita, namun perlu dicatat di sini, bahwa ketika

terjadi mispersepsi dan perbedaan persepsi, seseorang tidak dapat

dikatakan berbohong ketika dia meyakini apa yang dikatakannya adalah

benar, meskipun nantinya sesuatu yang diyakininya itu terbukti salah.

Kepribadian yang cenderung berbohong adalah untuk individu yang

mengidap pseudologia fantastica dan mythomania.

5.2 Penutup
Demikian hasil penelitian mengenai Kaitan antara Emosi Marah dengan

Kebohongan dalam Menjalin Hubungan. Saran dan kritik yang membangun

tentunya saya harapkan untuk kemajuan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi

pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Hapin., A. W. 1971. Teori and Research in Administration. New York: The MC

Milan Company.

http://www.conectique.com/cetak/index.php?article_id=6559&_page=1

http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/pengertian-komunikasi-antarpribadi.html

http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/12/apa-yang-terjadi-ketika-

berbohong.html

Kriyantono, Rakhmat. 2006. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Perdana Media

Group.

Littlejohn, Stephen W. 2005. Theories of Human Communication. USA:

Thomson Wadsworth.

Anda mungkin juga menyukai