Anda di halaman 1dari 8

KELOMPOK II

Langkah kerja
menulis paragraf
sampai
membentuk
wacana.
Nama Kelompok :
Febri Ardiansyah ( 1411800009 )
Yogatama Satya Magita ( 1411800011 )
Algi Brahmantia ( 1411800017 )
Tuchfa Tul Atfal ( 1411800123 )
Pendahuluan

1.1 latar belakang masalah


Melalui langkah kerja menulis paragraf sampai membentuk wacana, para mahasiswa dilatih
untuk menulis dan menuangkan ide atau gagasan mereka kedalam karya tulis. Dengan
kegiatan tersebut di harapkan mahasiswa memiliki ketrampilan menulis yang baik sehingga
berguna bagi kehidupan mereka sehingga berguna suatu hari nanti. Membuat langkah kerja
menulis paragraf sampai membentuk wacana tentu tidak sembarangan. Ada beberapa hal
pentinng yang harus di perhatikan agar dapat hasil yang sesuai kaidah penulisan dan dapat
menjalankan fungsinya untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca. Agar lebih terarah,
penulis harus terlebih dahulu mengenali syarat-syarat penulisan paragraf, jenis-jenis
karangan, dan pola-pola pengembangan paragraf. Dengan mengetahui jenis karangan dan
pola pengembangan yang akan digunakan, maka pekerjaan penulis menjadi lebih mudah dan
terarah. Sebelum membahas sampai membentuk wacana, berikut kami ulas beberapa hal
penting yang harus diperhatikan agar hasil dari langkah kerja menulis paragraf sampai
membentuk wacana yang baik

1.2 Rumusan Masalah


Atas dasar masalah yang terjadi saat ini, seperti yang telah penulis sampaikan di atas, maka
penulis meremuskan beberapa masalah speerti di bawah ini :

1. Bagaimana cara menulis paragraf hingga terbrntuknya wacana?


2. Menuntut mahasisawa untuk mengeluarkan ide mereka dalam karya tulis.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah pada makalah ini, yaitu pemahaman untuku mengetahui cara pembentukan
wacana

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memberitahukan cara membuat wacana.
2. membantu proses penyususnan paragraf hingga menjadi wacana.
3. mewujudkan pembentukan wacana sesui prosedur.
Pembahasan

2.1 Menangguk ide.


Menangguk ide adalah langkah pertama menulis wacana. Kita tidak akan pernah bisa menulis
sebelum kita mempunyai ide yang akan ditulis. Kalaulah menulis itu diumpamakan seperti
memasak ikan sampai ia siap untuk dihidangkan, maka diperlukan ikan yang mentah. Ide
adalah ikan mentah itu. Lezatnya masakan ikan itu tidak hanya tergantung dari kepandaian si
juru masak menaburkan bumbu-bumbu, tapi juga tergantung dari jenis ikan mentahnya.
Pembaca tertentu adakalanya menyerahkan sepenuhnya kepada juru masak untuk memilih
ikan dan teknik memasaknya, sedangkan yang lain lebih menyukai ikan-ikan tertentu dan
cara memasak tertentu.
Demikian juga dengan menulis. Adakalanya Andalah yang memilih ide yang akan di tulis
dan Anda pula yang menentukan cara memasak dan memilih bumbu-bumbunya. Namun,
pada kesempatan lain Anda sudah disodorkan idenya, dan yang tinggal bagi Anda hanya cara
menulisnya. Yang manapun yang terjadi, ide yang akan ditulis dan sajian menulisnya harus
menarik minat pembaca dan sudah barang tentu menarik minat Anda pula sebagai penulis.
Disinilah terletaknya seni mencari ide yang akan ditulis sebagai wacana itu. Penulis tidak
hanya berpikir kesukaannya saja, tapi dia juga harus mempertimbangkan selera pembaca.
Benar bahwa dia harus menulis apa yang dia suka, kalau tidak demikian, ia akan kehilangan
motivasi menulis. Namun itu tidak cukup. Kalau dia tidak mempertimbangkan selera
pembaca, tulisannya tentu akan sia-sia, dilemparkan sebelum diselesaikan.
Kehadiran ide untuk ditulis merupakan suatu misteri. Kadang-kadang ide itu datang tiba-tiba
tanpa diundang. Kadang-kadang ide itu harus diburu. Bahkan, pemburuannyapun kadang-
kadang tidak menghasilkan apa-apa. Tidak adanya ide inilah yang selalu dijadikan alasan
bagi yang enggan untuk mulai menulis sehingga akhirnya terus menunda penulisan.
Orang-orang tertentu mempunyai banyak ide untuk ditulis sedangkan orang yang lain terasa
buntu dengan ide. Bagi orang tertentu selalu didatangi ide-ide yang tidak diundang berlimpah
ruah sampai-sampai ia bingung harus mendahulukan yang mana. Tapi orang yang lain sibuk
memburu ide namun selalu terhalang untuk menangkapnya hingga ia kembali dengan tangan
kosong.
Saya menawarkan dua metoda untuk menangkap ide yang saya peroleh dari pengalaman
banyak penulis profesional. Walaupun adakalanya ide itu datang tanpa diundang, sebagai
penulis, kita tidak boleh bergantung pada ide jenis ini. Kita tidak boleh hanya menunggu
sampai datangnya ide yang belum tahu kapan datangnya . Kita harus berperilaku sebagai
nelayan yang siap mengharungi lautan luas untuk menangkap ikan. Kita mesti menyiapkan
perahu, jala, tangguk dan kail untuk menangkap berbagai macam ikan itu. Kita akan terus
mencari tanpa henti. Jika dapat satu, kita boleh langsung mengolahnya menjadi masakan
yang lezat, kemudian kita mencari lagi. Boleh juga kkita tabung dulu ikan itu untuk nantinya
kita masak sekaligus.
Seperti itulah kita berburu ide dilautan masalah yang ada dalam kehidupan ini. Kita layari
dunia maya menggunakan search engine seperi Google atau Yahoo. Kita teluri halaman emi
halaman majalah dan Koran. Kita telusuri buku-buku di perpustakaan, dll. Dapay satu ide,
langsung tulis. Bisa jug aide itu ditabung dulu agar nanti ditulis pada kesempatan lain.
Agar perburuan kita itu efektif dan efisien, sebelum mengarungi lautan topik yang maha luas,
kita membatasi dulu wilayah yang yang akan kita tuju berdasarkan kriteria kesukaan kita dan
kesukaan pembaca. Setiap saat kita dapat mempersempit wilayah pencarian itu sampai
akhirnya kita menangkap ide, berupa sebuah tema yang pas untuk kita dan untuk pembaca.
Walaupun kita berburu, kita jangan lengah dengan ide yang mungkin saja datang tanpa
diundang. Untuk menangkap ide yang datang tanpa diundang itu, kita harus selalu
membiasakan diri membawa alat tulis kemanapun kita pergi. Bahkan kalau mau tidur, kita
letakkan alat tulis kita di sebelah dipan, kalau-kalau dalam tidur kita dapat ilham untuk
ditulis. Biasanya ide itu bisa saja datang di tempat atau saat kita sedang tidak siap sehingga
tidak mungkin untuk mengolahnya saat itu juga seperti sedang tidur, mandi atau sedang
bergegas untuk berangkat bekerja. Untuk saat itu, ide itu cukup dicatat saja dulu apa adanya
walaupun ide itu baru satu kata.
Kita mesti segera mencatatnya sebelum ide itu meluap. Catat apa saja yang ada. Bertemu satu
kata, tulis satu kata itu. Bertemu satu frasa, tulis frasa itu. Syukur-syukur ide itu dapat
dituangkan dengan kata lebih banyak seperti satu paragraf atau mungkin dapat dituangkan
dalam satu halaman kertas dalam bentuk sinopsisnya . Pokoknya, kita mencatat ide-ide itu
segera sebelum semuanya hilang dalam sekejap.
Nanti dalam kesempatan yang pas, kita membongkar catatan-catan itu kembali dan
mengolahnya lebih jauh untuk menjadi suatu wacana yang lengkap dengan suasana yang
lebih tenang.
Yang terbaik dari kedua proses antara menunggu atau berburu adalah menjalankan keduanya
karena salah satu diantaranya tidak dapat saling menggantikan.

2.2 Memilih Topik dan Menetapkan Tema


Ketika suatu ide itu berbetuk satu kata atau satu frasa, ide itu disebut topik. Apabila ide itu
dapat dituliskan dalam bentuk satu kalimat, ia dinamakan tema. Perbedaan antara tema dan
topik adalah seperti perbedaan sekelompok ikan yang masih di kolam dan seekor ikan yang
sudah di tangan. Ketika kita menyebutkan sekelompok ikan di kolam, kita baru menetapkan
batasan-batasan jenis ikan yang ada di dalamnya. Tapi, kalau ikan itu sudah di tangan, kita
dapat melihat jenis ikan itu secara spesifik. Kita tahu warnanya, bentuknya, bahkan kita
sudah dapat membayangkan bagaimana rasanya kalau ikan itu nanti digoreng atau direbus.
Ini berarti sebelum menulis, ide-ide yang tadinya berupa topik-topik harus dapat dirumuskan
dalam bentuk tema, yaitu suatu bentuk yang sudah jelas. Format tema biasanya dalam
berbentuk kalimat sedangkan topik masih berbentuk kata atau frasa.
Kalau Anda katakan bahwa Anda akan menulis tentang "kepemimpinan", Anda baru
menemukan topik. Ansda bisa membatasi topik menjadi topik yang lebih spesifik dengan
menambahkan kata lain seperti "kepemimpinan di era reformasi" atau "kepemimpinan di
Indonesia di era reformasi". Selain itu, Anda dapat merumuskan topik itu dalam satu kalimat
yang lengkap, maka Anda berarti sudah memiliki tema tulisan. Contoh tema Anda adalah
"Masyarakat Indonesia bwerada dalam kebingungan untuk memilih seorang yang benar-
benar pemimpin dalam arti yang sesungguhnya sejak banyaknya iklan penawaran diri sebagai
pemimpin bertebaran di media massa". Kalimat itu adalah tema tulisan yang sudah padat,
ringkas dan sangat spesifik. Subjeknya jelas yaitu masyarakat Indonesia. Predikat utamanya
juga jelas yaitu berada dalam kebingungan. Predikat keterangannya juga jelas yaitu untuk
memilih seorang yang benar-benar pemimpin dalam arti yang sesungguhnya dan sejak
banyaknya iklan penawaran diri sebagai pemimpin bertebaran di media massa.
Jika saya sudah dapat mewujudkan ide saya dalam wujud kalimat seperti itu, saya sudah
menyelesaikan tahapan kedua, yaitu penetapan tema tulisan.
2.3 Menguraikan Tema Sambil Mengumpulkan Bahan
Kalau ikan sudah di tangan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan bahan-bahan lain
yang diperlukan untuk memasak ikan itu. Anda akan mungkin memerlukan bahan
penanambah seperi sayur-sayur. Anda juga memerlukan bumbu-bumbu penyedap.
Begitu juga dengan menulis, Anda memerlukan data-data, gambar, ilustrasi, contoh, kutipan,
konsep, dll. Semua bahan itu diperlukan untuk menuliskan wacana yang lengkap. Jika terasa
bahwa bahan tidak cukup, Anda harus mempersempit tema menjadi sesuatu yang terjangkau
oleh kemampuan kita mengumpulkan bahan-bahan. Jika bahan terasa lengkap, bolehlah kita
mulai memerinci tema tadi menjadi sub-sub tema. Sub tema dirinci lagi menjadi sub-sub
yang lebih kecil, sampai Anda mempunyai satu unit yang tidak dapat diperkecil lagi.
Unit terkecil inilah yang nantinya akan menjadi satu paragraf dalam wacana.
Agar pemecahan ini berjalan dengan kreatif, pemecahan dilakukan terus menerus tanpa
diselingi dengan pengelompokan ide-ide maupun penyuntingan. Semua pikiran yang
mendorong untuk mengoreksi atau mengelompokkan harus dilawan. Kita biarkan otak kita
bekerja hanya untuk mengurai tema. Pada tahapa ini penguraian pikiran ini akan berjalan ke
semua arah, tanpa peduli urutan dan pengelompokannya.
Metoda brainstorming dan cara berpikir radiant yang dikembangkan oleh Tony Buzan
lengkap dengan sistem mind- mappingnya, sangat bagus untuk diaplikasikan dalam proses
ini.
Pengelompokan dan penyuntingan pikiran-pikiran dilakukan setelah pemecahan tema untuk
sementara dianggap selesai. Pengelompokan dilakukan ketika penulis merasakan bahwa
semua pikiran tidak ada yang unik, baru, atau menarik lagi untuk dipecah-pecahkan.
Walaupun demikian pemecahan masih dapat dilakukan kembali selama pengelompokan
terjadi.
Ingat, satu unit pikiran adalah pikiran yang akan dituangkan dalam satu paragraf.

2.4 Menyusun Kerangka


Bentuk tulisan yang sudah siap ditulis adalah bentuk kerangka yang sering disebut outline.
Kerangka (outline) adalah bentuk penyajian unit-unit pikiran dalam bentuk point-point dalam
suatu barisan yang rapi sesuai dengan tujuan wacana. Walaupun dalam bentuk poin-poin,
dalam kerangka, kita sudah melihat bagian pendahuluan, bagian pembahsan, dan bagian
penutup. Kita juga dapat melihat berapa paragraf yang akan membangun wacana itu
walaupun setiap paragraf muncul hanya sebagai sebuah poin pikiran.
Kerangka karangan bagi penulis sama dengan peta rute perjalanan bagi para penjelajah alam.
Tanpa itu mereka akan tersesat. Kerangka karangan bagaikan blue print bagi tukang yang
sedang membangun bangunan. Tanpanya, bangunan tidak akan berbentuk sesuai yang
diharapkan.
Seorang pelukispun, sebelum ia melukiskan detail-detail lukisannya, akan membuat kerangka
lukisan terlebih dahulu. Setelah kerangkanya memberi gambaran yang cukup jelas, barulah ia
akan melukiskan detailnya. Kalau tidak demikian, lukisan yang dihasilkan tidak akan
proporsional. Bagian yang harusnya dominan menjadi tidak dominan. Bagian yang harusnya
kecil malah menjadi besar.
Kerangka karangan dalam dunia tulis menulis sangat penting, terutama untuk menulis sebuah
karya dengan tema yang cukup luas dan bahan yang banyak.
Memang ada beberapa penulis mengatakan bahwa tidak perlu membuat kerangka karangan
terlebih dulu. Mungkin yang dimaksudkan dia adalah agar kita tidak terganggu untuk mulai
menulis. Penulis professionalpun menggunakan kerangka. Setidak-tidaknya, kerangka itu
mereka simpan di dalam kepala, bukan di kertas.
Ada yang mengatakan, ketika seseorang sudah menyelesaikan kerangka karangan, dia sudah
menyelesaikan separuh pekerjaan menulis wacananya. Sekarang dia tinggal merampung
separuh lagi dengan menulis draf, memperkaya bahasan, menghaluskan, menyunting, dan
memberi judul.

2.5 Menulis Draf


Sekarang sampailah pada tahapan terpenting, yaitu mengubah unit-unit pikiran yang terkecil
dalam kerangka karangan menjadi paragraf-paragraf. Proses ini dimulai dengan memilih
kata-kata dan diteruskan dengan menyusunnya menjadi kalimat-kalimat untuk
mengungkapkan setiap satuan pikiran. Setiap satu satuan pikiran awalnya diungkapkan
dengan satu kalimat saja. Tapi, bila satu kalimat tersebut terasa tidak cukup untuk
mengungkapkan satu unit pikiran secara tuntas dan jelas, maka beberapa kalimat dapat
ditambahkan lagi. Yang penting, setiap kalimat yang ditambahkan itu tidak membahas satuan
pikiran yang lain, tetapi hanya memperjelas pikiran yang pertama tadi. Jika demikian,
rangkaian kalimat itu akan membentuk satu rangkaian yang saling terkait yang disebut
paragraf.
Sebenarnya, semakin sedikit jumlah kalimat, paragraf itu lebih baik dan lebih efektif. Bahkan
penulis-penulis tertentu senang menggunakan pararaf dengan satu atau dua kalimat saja. Tapi
tentu jangan dipaksakan begitu. Kalimat yang terlalu sedikit dalam satu paragraf terasa kaku
untuk dibaca karena ada elemen informasi yang tidak selesai sehingga menimbulkan
pertanyaan bagi pembaca. Paragraf semacam ini tidak tuntas.
Demikianlah seterusnya, setiap poin-poin yang ada dalam kerangka karangan berubah
menjadi paragraf-paragraf. Jika semuanya ada sepuluh poin, maka akan ada sepuluh
paragaraf. Jika anda menambahkan atau mengurangkan paragraf, berarti anda telah
menambahkan atau mengurangkan poin dalam kerangka.
Selama menulis draf, kita jangan banyak diganggu oleh kegiatan menyunting. Proses
penyuntingan selama penulisan draf akan mengganggu kreatifitas penulisan. Menulis terus
menerus tanpa henti banyak digunakan oleh penulis professional agar mereka tidak mau
kehilangan aliran pikiran. Pikiran yang muncul langsung ditulis tidak peduli apakah pikiran
itu sebagai subjek atau predikat. Bahkan tidak peduli apakah pikiran itu kelanjutan atau sama
sekali lain dari pikiran sebelumnya. Pada proses ini, mereka lebih berkonsentrasi pada aliran
pikiran.
Cara seperti ini disebut fast writing, yaitu menulis cepat tanpa menghiraukan ejaan, tanda
baca, dan tata bahasa dalam satu target waktu tertentu, misalnya 25 menit. Cara ini banyak
ditempuh selain untuk mencegah kebuntuan pikiran tapi juga untuk meningkatkan kreatifitas
menulis.

2.6 Memperkaya dan Menghaluskan Tulisan


Memperkaya bahasan artinya menambahkan lagi bahasa yang sudah dibuat dalam bentuk
draf, baik berupa tambahan data, paragraf, gambar, ilustrasi, contoh, dll. Menghaluskan
tulisan artinya menambal-nambal di tempat yang bolong atau memangkas di tempat yang
terlalu menonjol.
Biasanya, setelah semua satuan pikiran telah berubah menjadi paragraf-paragraf, kalau dibaca
belum tentu menjadi sebuah bacaan yang enak dibaca yang semua pikiran mengalir dengan
lancar. Di banyak tempat terjadi ketidaktuntasan sementara di tempat lain terjadi pembahasan
yang terlalu berlebihan. Di banyak tempat mungkin terjadi pengulangan-pengulangan yang
tidak perlu, dll.
Sekarang, dalam tahap ini, giliran penulis untuk menghaluskan tulisannya. Pengahalusan itu
bisa menambahkan kalimat-kalimat baru dalam paragraf yang sudah ada atau bahkan
mungkin menghilangkan sebagiannya. Penghalusan juga berarti menambahkan atau
mengurangi satu unit paragraf secara utuh. Tujuan penghalusan adalah mendapatkan tulisan
yang tuntas, padu, dan indah.

2.7 Membuat Judul


Pemberian judul mutlak menjadi satu tahap sendiri. yang tidak dapat dianggap remeh.
Sebenarnya, judul dapat diberikan pada waktu menyusun tema atau pada waktu menyusun
kerangka. Namun yang paling baik, judul dilakukan setelah penghalusan tulisan. Artinya,
judul diberikan ketika sudah mendekati selesainya penulisan.
Walaupun demikian pemberian judul tidaklah kaku. Kapan dibuatnya tidak menjadi
persoalan yang penting. Semuanya mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Yang perlu diingat adalah bahwa judul merupakan wajah tulisan kita. Orang bisa tertarik
membaca atau sama sekali berpaling sering disebabkan oleh judul. Kalau begitu, betapapun
judul telah mencul di awal-awal penulisan, judul harus dikaji ulang sebelum tulisan dianggap
selesai.
Pembuatan lebih dari satu judul kemudian memilih yang terbaik juga merupakan cara
pemberian judul yang sangat direkomendasi. Bahkan melibatkan kawan, keluarga, atau
sebagian calon target pembaca melalui survey banyak dilakukan oleh penulis professional.
Banyak bahan yang dapat dipakai menjadi judul. Bahan yang paling mudah adalah tema
karangan itu sendiri yang ditambahi satu dua kata atau dikurangi satu dua kata sehingga
menarik dan provokatif. Tetapi tidak mesti demikian. Judul bisa diambil dari sumber yang
lain atau mungkin dibuat dari kata-kata tersendiri.
Apapun judulnya dan bagaimanpun cara pengambilannya, judul harus mencerminkan isi
karangan disamping harus menarik. Banyak tulisan yang bagus dan bermutu isinya tapi
dilewatkan banyak orang karena judulnya sama sekali tidak menarik.

2.8 Menyunting Akhir


Di tahapan ini, penguasaan tatabahasa, tanda baca, dan ejaan mulai digunakan hati-hati.
Bahkan ada penulis yang memanfaatkan jasa editor di tahapan ini. Di tahap ini, semua kata
dan kalimat diuji dan dikoreksi secara tatabahasa. Penempatan titik, koma, dan tanda baca
lainnya dikoreksi secara tuntas. Penulisan huruf kapital, istilah-istilah tetentu pada tahap ini
akan dipermasalahkan cara penulisannya.
Itulah sebabnya mengapa, sebagian besar pengarang menempatkan tahapan ini pada tahapan
terakhir. Kalau tahapan ini disatukan dengan tahapan penulisan draf, biasanya terjadi
gangguan kelancaran aliran pikiran. Alih-alih menuliskan pikiran, kita akan sibuk dengan
kegiatan tulis-hapus secara berulang-ulang. Dengan cara ini karangan tak akan pernah selesai.
Demikianlah kedelapan tahapan menulis wacana yang diuraikan secara ringkas. Dalam
kesempatan yang akan datang, saya akan menguraikan panjang lebar setiap tahapan itu,
masing-masing dalam satu artikel tersendiri.
Kesimpulan
Dengan demikian, kita mengetahui bahwasanya terstruktur dan tidak terjadinya paragraf yang
tidak sesuai dengan prosedur pembuatan nya, sehingga kita dapat menarik kesimpulan
bagaimana cara penyusunan yang cocok diterapkan pada untuk mengetahui bagaimana sistem
pembuatan dari paragraf hingga terbenteknya wacana yang pembuatan wacana dengan
terstruktur dalam paragraf.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.jufranhelmi.com/2008/10/tahapan-menulis-wacana.html

Anda mungkin juga menyukai