Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan rekam medik di rumah sakit-rumah sakit di negara-
negara maju berbeda dengan di negara-negara berkembang, di negara maju
telah berlaku teknologi rekam medik elektronik dalam kemajuan teknologi
informatika, tenaga kesehatan mereka tidak lagi menulis dalam dokumen fisik
rekam medik, mereka dengan hanya menggunakan mikrofon atau e-pen maka
perangkat komputer menindaklanjuti data/informasi pasien tersebut untuk
proses records, billing, accounting dan reporting serta analyzing. Sistem akan
meminta tenaga kesehatan untuk mengisi lengkap jika informasi yang
biasanya mereka sampaikan jika diterima tidak lengkap. Secara garis besar
kelengkapan pengisian bukan lagi masalah.
Berbeda dengan negara berkembang, dimana tidak semua rumah sakit
mampu menyediakan billing sehingga akhirnya belum semua rumah sakit
memiliki kemampuan pengelolaan salah satu dari sekian banyak manajemen
pengelolaan rekam medik yaitu kelengkapan rekam medik. Kegagalan system
billing di Indonesia adalah keterbatasan kemampuan penguasaan aplikasi dan
keterbatasan sumber daya kesehatan di teknologi informatika, sehingga rekam
medik tetap diselenggarakan secara manual sampai saat ini dengan berbagai
konsekuensi kegagalan pengelolaan yang harus diterima dan dialami. (WHO,
2006)
Seiring berkembangnya dinamika pelayanan kesehatan di Indonesia,
maka semakin meningkat kebutuhan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang prima. Hal ini menjadikan lembaga kesehatan
dituntut untuk meningkatkan kualitas seluruh pelayanan jasa kesehatan yang
lebih baik. Dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bawah rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan tekhnologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
2

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan


yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Selain itu, rumah sakit
umum juga mempunyai tugas untuk melaksanakan upaya pelayanan
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. (UU
No. 44, 2009).
Perkembangan rumah sakit yang awalnya hanya memberikan
pelayanan penyembuhan (kuratif) terhadap pasien, selanjutnya karena
kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran dan kesehatan, tuntutan peningkatan
pelayanan pendidikan masyarakat, tetapi juga bersifat pemulihan
(rehabilitatif). Kedua pelayanan ini dipadukan dengan dan melalui upaya
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Sasaran pelayanan
kesehatan rumah sakit bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga untuk
keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien
yang datang atau dirawat. Atas dasar sikap seperti itu, pelayanan kesehatan di
rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (Herlambang &
Murwani, 2012).
Selain pelayanan-pelayanan di atas rumah sakit juga diharuskan
memberikan pelayanan administrasi umum dan kesehatan diantaranya adalah
pendokumentasian rekam medis pasien. Sudah merupakan keharusan rumah
sakit memiliki kebijakan yang isinya menerapkan kewajiban tenaga kesehatan
mendokumentasikan apa yang telah dilakukan terhadap pasien dalam berkas
rekam medis pasien selengkap dan seakurat mungkin. Dalam hal ini rumah
sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang memuaskan, diantaranya
dengan mutu dari kegiatan pencatatan medik di rekam medis rumah sakit.
Tinggi rendahnya mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari lengkap atau
tidaknya data perawatan yang tercantum dalam rekam medis (Iskandar,
2016).
3

Dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, di pasal 46


dijelaskan bahwa Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib membuat rekam medis. Rekam medis harus segera
dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Setiap
catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan. Dokumen rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,
atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien. Rekam medis sebagaimana dimaksud harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan. Ketentuan mengenai rekam medis tersebut diatur dengan Peraturan
Menteri.
Dalam Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 dijelaskan bahwa
rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang
berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana
pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah
ataupun swasata. Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis,
dibuat oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera
dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, dan harus dibubuhi tanda
tangan yang memberikan pelayanan.
Penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit dimulai dari pelayanan
penerimaan pasien, pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan,
pelayanan administrasi dan keuangan, pencatatan data rekam medis dan
pelaporan. Alur rekam medis berawal sejak pasien datang mendaftar, baik di
unit pelayanan rawat jalan, rawat inap ataupun unit gawat darurat. Berkas
rekam medis kemudian didistribusikan ke unit pelayanan penunjang lainnya
bersamaan dengan perjalanan transfer pasien. Setelah berkas rekam medis
selesai digunakan untuk mencatat data pasien, di rawat inap ataupun dirawat
jalan berkas dikembalikan ke bagian rekam medis sebagai bukti dari
seseorang telah mendapatkan pelayanan di rumah sakit dan menjadi informasi
4

administrasi, hukum dan keuangan selanjutnya setelah pasien pulang bagi


rumah sakit (Budi, 2011).
Berdasarkan penelitian Fauziah (2014) yang meng”Analisis
kelengkapan pengisian berkas rekam medis pasien rawat inap RS AU”,
menunjukan bahwa rata-rata kelengkapan pengisian rekam medis sudah
cukup lengkap namun masih kurang dari standard kelengkapan yang di
tetapkan Depkes RI 100%. (Kepmenkes RI No. 129/MENKES/SK/II/2008).
Demikian juga yang ditemukan oleh Dian Mawarni dan Ratna Dwi
Wulandari (2013) yang meng”Identifikasi Ketidaklengkapan Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan”, dengan hasil
21,59% pengisian rekam medis yang sudah lengkap.
Banyak standar pelayanan yang harus dipedomani rumah sakit dalam
mewujudkan mutu pelayanan rumah sakit, diantaranya Kepmenkes RI No.
218/MENKES/SK/III/2002, Kepmenkes RI No. 129/MENKES/SK/II/2008,
Standar Akreditasi RS 2002, Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 dan
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I Tahun 2018 dan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit ini terakhir terdiri dari 20 jenis pelayanan
dengan total 93 indikator yang diukur dan dianalisa secara periodik antara
setiap hari hingga setiap triwulan. Jumlah indikator dan frekuensi membawa
kendala tersendiri bagi proses pengukuran dan juga membawa kendala analisa
data.
Perihal Rekam Medis menempati urutan 14 dalam Kepmenkes RI No.
129/MENKES/SK/II/2008 butir pelayanan F. Manajemen Informasi Rumah
Sakit yang terddiri dari 4 indikator Rekam Medis yaitu: 1. Kelengkapan
pengisian Rekam Medis 24 jam setelah selesai pelayanan, parameternya
100%; 2. Kelengkapan Informed Concernt setelah mendapatkan informasi
yang jelas, parameternya 100%; 3. waktu penyediaan dokumen rekam medis
pelayanan rawat jalan, parameternya ≤ 10 menit dan 4. waktu penyediaan
dokumen rekam medis pelayanan rawat inap, parameternya ≤ 15 menit.
(Kepmenkes RI, 2018) Ketidaklengkapan pengisian rekam medik diartikan
sebagai keterbatasan informasi dalam Manajemen Sistem Informasi Rumah
5

Sakit yang jelas berdampak negatif bagi kinerja pelayanan rumah sakit.
Rumah-sakit perlu mengelola proses pengukuran dan analisa SPM-RS secara
efektif sehingga SPM-RS tidak hanya sekedar daftar indikator kinerja, namun
benar-benar dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah-sakit. (MMR FK
UGM, 2007)
Berdasarkan studi awal yang dilakukan tanggal 2 Juni 2018 dengan
Kepala Seksi Rekam Medis dan petugasnya di Rumah Sakit Daerah (RSD)
Kol. Abundjani didapatkan informasi bahwa ketidaklengkapan pengisian
berkas rekam medis irna bedah pada triwulan I dan sebagian triwulan II 2018
rata-ratanya adalah 85% dari 649 rekam medis pasien, data ini lebih tinggi
dari rawat inap lainnya (Kinerja Rekam Medik RSD Kol Abundjani).
Keadaan yang sering timbul dalam pengisian rekam medis adalah lamanya
proses pengisiannya, yang tidak lengkap, penulisan dokter yang kurang
spesifik mengenai diagnosa. Keadaan ini akan mengakibatkan dampak bagi
intern rumah sakit dan ekstern rumah sakit, karena hasil pengolahan data
menjadi dasar pembuatan laporan internal rumah sakit dan laporan eksternal
rumah sakit. Laporan ini berkaitan dengan penyusunan berbagai perencanaan
rumah sakit diantaranya pengadaan obat-obatan dan bahan habis pakai,
pengambilan keputusan oleh pimpinan khususnya evaluasi pelayanan yang
telah diberikan yang diharapkan hasil evaluasinya akan menjadi lebih baik.
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai evaluasi medis adalah rekam
medis pasien, karena rekam medis merupakan dokumen yang sangat penting
di rumah sakit yang dapat digunakan sebagai evaluasi dari kualitas pelayanan
yang diberikan pada pasien.
Ketidaklengkapan pengisian rekam medik jika diketahui oleh
verifikator RSD Kol. Abundjani akan dipulangkan ke ruangan asal rekam
medis untuk diisi dengan lengkap dan benar. Ketidaklengkapan ini akan
membatasi informasi asuhan medis, asuhan keperawatan, status
perkembangan pasien dan sebagainya sesuai dengan dilembar mana diberkas
rekam medis yang tidak lengkap. Informasi yang terbatas dapat menyebabkan
kerugian bagi pasien, bagi petugas pelayanan, bagi kasir dan bagi verifikator
6

dan selanjutnya informasi kualitas pelayanan menjadi tidak dapat mendukung


pengolahan data. Contoh kerugian yang diderita bagi pasien diantaranya
adalah dibelinya kembali obat yang sudah disuntikkan oleh perawat
sebelumnya yang olehnya tidak didokumentasikan di rekam medis. Tidak
menuliskan tanggal berkas menyebabkan tidak teridentifikasinya hari
perawatan yang dapat merugikan penerimaan rumah sakit.
Perihal kelengkapan pengisian rekam medis akan sangat membantu
rumah sakit dalam proses akreditasi, karena materi penilai seluruh standar
akreditasi rumah sakit tergambarkan diberkas rekam medis. Contohnya
clinical pathways yang menggambarkan implementasi standar asuhan medis,
asuhan keperawatan dan data asuhan-asuhan fungsional lainnya sesuai
dengan SOP-SOP lainnya.
Adapun alur pelayanan rekam medis di RSD Kol. Abundjani juga
mengacu pada Kepmenkes RI No. 129/MENKES/SK/II/2008; pedoman
rekam medis RSD Kol. Abundjani; yang intinya pasien yang akan dirawat
inap harus mendaftar dan mendapatkan set rekam medis di sentral opname
(SO). Sebagian besar ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis
dilakukan oleh dokter dan perawat yang melakukan asuhan pasien.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk
meng”Identifikasi Kelengkapan Rekam Medis Pasien Rawat Inap Bedah di
Rumah Sakit Daerah Kol. Abundjani Bangko”.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Berapa persen kelengkapan pengisian berkas rekam medis pasien rawat
inap bedah di RSD Kol. Abundjani.
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi ketidaklengkapan pengisian berkas
rekam medis di RSD Kol. Abundjani.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
7

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi kelengkapan pengisian


berkas rekam medis pasien rawat inap bedah di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui langkah-langkah identifikasi kelengkapan rekam
medis pasien rawat inap bedah di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani.
b. Untuk mengetahui syarat pengisian suatu rekam medis dinyatakan
lengkap di Rumah Sakit Daerah Kol. Abundjani.
c. Untuk mengetahui apakah pengisian berkas rekam medis sudah
sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani.
d. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan kepala bagian rekam medis
guna meningkatkan kelengkapan pengisian berkas rekam medis
Rumah Sakit Daerah Kol. Abundjani.
e. Untuk mengetahui penyebab dokter cenderung tidak melengkapi
pengisian berkas rekam medis di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
a. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu rekam medis
khususnya pada kelengkapan berkas rekam medis pasien rawat inap.
b. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi rumah sakit dalam
upaya meningkatkan kelengkapan isi rekam medis pasien rawat inap.
2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Merangin
a. Sebagai perbandingan antara teori yang diberikan di bangku kuliah
dengan kenyataan yang ada di lapangan tentang kelengkapan
pengisian rekam rekam medis rawat inap.
8

b. Sebagai bahan studi pendahuluan bagi peneliti lain yang tertarik dan
berminat dengan masalah-masalah kelengkapan pengisian rekam
rekam medis rawat inap.
3. Bagi Peneliti lainnya
Memberikan pengetahuan yang lebih luas khususnya yang
berkaitan dengan masalah kelengkapan isi rekam medis pasien rawat
inap.

E. Keaslian Penelitian
1. Fauziah (2014) dengan judul “Analisis kelengkapan pengisian berkas
rekam medis pasien rawat inap RSAU” Persaman penelitian sama-sama
meneliti tentang persaman kelengkapan berkas rekam medis, Perbadaan
tempat dan waktu. Hasil menunjukan bahwa rata-rata kelengkapan
pengisian rekam medis sudah cukup lengkap namun masih kurang dari
standard kelengkapan yang di tetapkan Depkes RI 100%.
2. Irmawaty Indar, dkk (2013) dengan judul “Fakto Yang Berhubungan
Dengan Kelengkapan Rekam Medis Di RSUP H. Padjonga DG. Ngalle
Takalar” Persamaan penelitian sama-sama meneliti tentang persamaan
kelengkapan rekam medis, perbedaan tempat dan waktu. Hasil
menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki 13 kali lebih besar hubungan
dibandingkan variabel lain terhadap kelengkapan pengisian rekam medik
dokter.
3. Dian Mawarni dan Ratna dwi Wulandari (2013) dengan judul
“Identifikasi Ketidaklengkapan Rekam Medis Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan”. Persamaan dengan penelitian ini
adalah variabel penelitian yaitu kelengkapan pengisisan dokumen rekam
medis. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah metode
penelitian. Hasil penelitian hanya diperoleh 21,59% pengisian rekam
medis yang sudah lengkap.
4. Wijayanti, dkk (2013) dengan judul “ Analisis Kelengkapan Pengisian
Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara
9

Semarang Pada Periode Bulan Mei 2013”. Persamaan dengan penelitian


ini adalah variabel penelitian yaitu kelengkapan pengisisan dokumen
rekam medis. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah metode
penelitian. Hasil penelitian diperoleh 90% pengisian rekam medis sudah
lengkap.
5. Winarti dan Stefanu Supriyanto (2013) dengan judul “Analisis
Kelengkapan Pengisian Dan Pengembalian Rekam Medis Rawat Inap
Rumah Sakit” Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian
yaitu kelengkapan pengisian rekam medis, sedangkan perbedaan dengan
penelitian ini adalah metode penelitian. Hasil penelitian diperoleh
kelengkapan rekam medis sebesar 66%.

Anda mungkin juga menyukai