BAB 1
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) saat ini telah dikenal sebagai salah satu
masalah utama masyarakat di seluruh dunia.1 Prevalensi infeksi virus ini bervariasi di
seluruh dunia, dengan perkiraan setengah dari populasi tersebut hidup di daerah dimana
infeksi virus Hepatitis B merupakan suatu endemik, termasuk di sebagian besar Asia,
pulau-pulau di Pasifik, Afrika dan Timur Tengah.2 Diperkirakan 350-400 juta individu
diseluruh dunia mengalami infeksi kronik akibat virus ini.3 Lebih dari 50% individu
tersebut mendapatkan infeksi virus Hepatitis B nya selama masa perinatal.4
Data yang dihimpun dalam suatu penjaringan terhadap 140.000 wanita hamil
yang berlangsung dari tahun 2005-2007 di Denmark menunjukkan sebanyak 36.400
(0,26%) dari antara wanita tersebut memiliki HBsAg positif dalam darahnya. Tanpa
suatu bentuk intervensi seperti pemberian imunoprofilaksis maka ibu dengan HBsAg
positif memiliki resiko 20% untuk mentransmisikan infeksi tersebut ke anaknya saat
melahirkan. Resiko tersebut akan meningkat menjadi lebih dari 90% pada ibu dengan
HBeAg positif.2,5 Transmisi secara vertikal tersebut diatas diketahui sebagai penyebab
terjadinya infeksi perinatal yang berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat tinggi
(>95%).6
Lebih dari 40 % individu yang menderita infeksi kronis virus Hepatitis B atau
sekitar 600.000 individu di seluruh dunia meninggal tiap tahunnya karena gangguan
4,6
hati, sirosis dan hepatoseluler karsinoma (HCC). Oleh karena itu pencegahan
transmisi perinatal merupakan sasaran penting dalam mengurangi angka kematian dan
penularan serta eradikasi global terhadap infeksi virus Hepatitis B.4
2
BAB 2
TTINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepatitis B
Virus Hepatitis B(VHB) ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg
ketika sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA
a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya
mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai
partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus
mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen
permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi
melalui berbagai cara pemeriksaan.(7,9)
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia telah terinfeksi oleh virus
Hepatitis B.8 Prevalensi infeksi virus ini bervariasi diseluruh dunia, dengan setengah
dari populasinya hidup di daerah-daerah dimana Hepatitis B merupakan suatu penyakit
endemik.3 Daerah dengan prevalensi tinggi (lebih dari 2%) antara lain: Australia
aborigin, selandia baru, kepulauan di Pasifik : Melanesia, Mikronesia, polinesia, Asia
selatan : India, Banglades, Pakistan, Sri langka, Asia tenggara: Camboja, Indonesia,
laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Asia timur: Cina, Hongkong,
Korea dan Taiwan, seluruh Afrika kecuali Afrika selatan, Amerika Selatan: Chili,
daerah mediterania, daerah timur tengah : Mesir, Iran, Libia, Jordania, Turki, serta
Eropa tengah seperti Rumania dan Yugoslavia.9 Tingkat infeksi virus Hepatitis B
masih tetap tinggi, di Cina mencapai 7,18%, sedangkan data dari Nigeria mencapai 2-
10
15% dari total populasinya, dengan rentang umur antara 25-35 tahun. Berdasarkan
data yang dihimpun WHO tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
4
prevalensi tinggi yaitu 7,2%-9% diikuti dengan Filipina 7,0-9,0% sedangkan Malaysia
berkisar antara 6,0-9,0%. Data dari Negara maju seperti Amerika Serikat menunjukkan
angka hanya 1-2% dari populasinnya.11,12
2.3 Etiologi
Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam
mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus Hepatitis B, yaitu Hepatitis B surface
antigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus Hepatitis B, Hepatitis B e
Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator HBx
yang berkaitan dengan kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya
dengan genom host serta kemampuannya dalam menyebabkan suatu bentuk penyakit
keganasan (onkogenisitas). 15
2.4 Patogenenesis
Dalam darah pasien pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar
HBV-DNA yang tinggi (≥108 kopi/ml) sedangkan kadar ALT normal atau
hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml wanita). Pada pemeriksaan Histologi sel hati
tidak akan ditemukan adanya peradangan atau fibrosis.
Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-DNA yang
tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat diatas normal dan
berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan adanya
peradangan sedang hingga berat.
Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan dengan
munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah (≤103 kopi/ml) atau bahkan
tidak terdeteksi lagi, selain itu kadar ALT menjadi normal. Pada pemeriksaan
Histologi sel hati akan ditemukan peradangan minimal namun disertai dengan
fibrosis hingga sirosis.
Fase ini ditandai dengan meningkatnya ALT disertai dengan kadar HBV-DNA
yang tinggi (≥104 kopi/ml), biasanya disertai juga dengan ditemukan
kembalinya HBeAg dalam darah yang menggantikan anti-HBe yang ada
sebelumnya. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan
aktif disertai dengan fibrosis progresif.
5) Fase Resolusi
Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus Hepatitis B akan sembuh yang ditandai
dengan HBsAg negative dan kadar HBV-DNA tidak ditemukan lagi, selain itu
kadar ALT juga dalam batas normal. Jika dalam perkembangan fase
sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati, maka hal tersebut akan
menetap walaupun infeksinya telah sembuh. Pada kasus supresi imun yang
berat, reaktivasi biasa terjadi.
8
Secara umum tidak terdapat perbedaan cara atau tahapan infeksi maupun gejala
yang timbul antara wanita hamil atau manusia lainnya. Namun demikian adanya
perubahan fisiologis selama kehamilan dimana terjadi peningkatan metabolisme
seperti peningkatan konsumsi nutrisi yang diakibatkan oleh pertumbuhan janin maka
eksarsebasi kerusakan dan penyakit hati yang telah ada sebelumnya akan lebih mudah
terjadi.7,13
Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan Hepatitis B dari individu
ke individu yang lain diperankan oleh kontak dengan pasien (bagi tenaga kesehatan),
kontak seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena. Sedangkan pada
9
daerah yang memiliki prevalensi rendah, cara penularan yang sangat berperan adalah
melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat melakukan piercing, membuat tato atau
saat berbagi pisau cukur maupun sikat gigi. Selain itu, tindakan operasi dan perawatan
gigi dapat menjadi sumber infeksi sedangkan penularan infeksi melalui transfusi darah
di negara berkembang telah menurun angka kejadiannya oleh karena telah
diterapkannya pemeriksaan serologi serta molekuler darah namun tetap menjadi suatu
sumber infeksi di negara-negara miskin.20 Cara penularan lainnya yang juga merupakan
cara penularan yang menyebabkan angka kroniksitas yang tinggi adalah melalui
transmisi ibu-anak.
Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi
perinatal.2 Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi
vertikal lainnya dalam hal penyebab terbentuknya penyakit Hepatitis B kronik.6 Dari
definisinya periode perinatal yang dimulai dari usia gestasional 28 minggu-28 hari
postpartum maka infeksi diluar masa tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal,
oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah berubah menjadi transmisi ibu-anak yang
mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi sebelum, saat dan sesudah kelahiran,
termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.2
Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas, namun
demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:
10
Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan sperma
individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat terjadi selama
masa konsepsi.2
itu dapat pula terjadi melalui cairan amnion, darah maupun sekret yang terdapat
sepanjang jalan lahir tertelan oleh bayi.2
Okada dkk menemukan 85 % dari infeksi neonatal terjadi selama intrapartum
hal ini disebabkan oleh karena paparan darah dan sekret vagina yang infeksius.7
Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil. Pada
kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk kelemahan,
kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam derajat rendah. Gejala
seperti mual muntah pada stadium prodromal ini terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa penyakit Hepatitis B. Jika penyakit
ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan hati yang menyebabkan disfungsi hati
sekunder maka gejala prodromal seperti diatas akan dianggap seperti suatu sindrom flu
biasa akibat virus atau bahkan akan dianggap sebagai bentuk efek fisiologis normal
dari kehamilan itu sendiri.7
Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal muncul, pasien
juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di region perut kanan atas dan pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya hepatomegali. Namun pemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan pada pasien dengan
usia kehamilan lanjut. 7
12
Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant yang ditandai dengan kegagalan organ multiple, edema cerebri dan
koagulopati. Ada pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi Hepatitis
B kronik. 7
Pada sebagian besar individu yang mengalami Hepatitis B kronik tidak akan
memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik Hepatitis B kadang kala
diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut memeriksakan kehamilannya.
Temuan laboratorium lain umumnya normal kecuali kadar ALT yang cenderung tidak
normal. 7
Efek infeksi Hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak bermakna. Namun bagi
ibu yang telah mengalami sirosis sebelum kehamilannya akan memiliki resiko lebih
besar untuk terjadinya ruptur varises esophagus yang menyebabkan perdarahan. 7
2.7 Diagnosis
Beberapa tes serologi penting antara lain HBeAg yang menunjukkan kondisi
pasien yang sangat infeksius, HBV DNA menunjukkan jumlah virus dalam tubuh
pasien, anti HBe atau HBAb yang mengindikasikan bahwa pasien tersebut lebih kurang
menular dibandingkan dengan HBeAg positif. 9
2.8 Penatalaksanaan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi wanita usia reproduktif
yang terinfeksi virus Hepatitis B diantaranya adalah keamanan saat bersalin dan
menyusui, efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling penting adalah
akibat dari terapi tersebut bagi ibu dan janin.19
14
Tabel 2 : Penggolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang mengandung. 4
16
Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
lamivudine dan tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan secara in
vivo di trimester pertama kehamilan yang paling aman.8
17
Oleh sebab itu di dunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering
digunakan sebagai terapi Hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan tenovovir. 3
Walaupun lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar ditemukannya
3
toksisitas saat penggunaanya di kelinci hamil saat trimester pertama. Namun
penelitian di Cina telah menunjukkan kesuksesan lamivudine dalam menghambat
transmisi vertikal selama trimester ke 3 kehamilan, saat digunakan pada pemberian
pertama di usia kehamilan 28 minggu, dengan kadar DNA-HBV ≤108 IU/ml.
Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar DNA-HBV hingga ≤106 IU/ml bagi
pasien dengan kadar DNA-HBV ≥ 108 IU/ml yang mendapatkan terapi lamivudine.
Penelitian lain yang juga menggunakan lamivudin selama trimester 3 kehamilan
menunjukan penurunan angka transmisi intrauterine dan tidak ditemukannya
abnormalitas pada bayi baru lahir dalam kelompok tersebut.6
Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam kategori
kelas B menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oleh karena kurangnya
18
data keamanan penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu hamil dan
mudahnya obat ini menjadi resisten.3,8
Terapi pada wanita hamil dengan HBsAg positif harus didasarkan pada evaluasi
dasar seperti kondisi kadar HBV-DNA, HBV-M (HBsAg, HBeAg, anti-HBe) serta
penyulit-penyulit lain seperti fibrosis hati berat ( kadar ALT meningkat lebih dari 2 kali
nilai normal, kadar HBV-DNA > 105 kopi/ml), atau telah mengalami sirosis hepatis.
Dengan kondisi diatas maka terapi antiviral harus dimulai sejak kehamilan muda. jika
pada pemeriksaan awal fungsi hati, ALT, kadar HBV-DNA didapatkan dalam keadaan
normal maka evaluasi ulang harus dilakukan kembali pada usia kehamilan 28 minggu.
Jika pada saat itu ditemukan kadar HBV-DNA > 107 kopi/ml atau pasien memiliki
riwayat melahirkan anak yang mengidap Hepatitis B maka antiviral seperti lamivudin,
tenofovir harus diberikan saat usia kehamilan 28-30 minggu hingga 6 bulan setelah
melahirkan, selanjutnya pengobatan dapat dilanjutkan tergantung dari kondisi pasien,
namun sebaiknya terapi dihentikan bila ibu yang ingin menyusui karena antiretroviral
tidak di anjurkan saat menyusui. Pemantauan ALT dan HBV-DNA harus dilakukan
pada bulan ke 1, 3 dan 6 setelah melahirkan. 8,13
19
TIDAK YA
Melengkapi
Vaksinasi Hep B
sesuai jadwal Pertimbangkan Terapi
Akhir Trimester II (UK 26-
dengan Lamivudine /
28 mgg) periksa : ALT,
Tenofovir
Kadar HBV-DNA
TIDAK YA
Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan, sama
halnya dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya
pemberian vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.6
2.9 Pencegahan
HBIG ini merupakan bentuk anti-HBs yang di ambil dari individu donor yang dalam
plasmanya mengandung kadar anti-HBs yang tinggi.26
ditemukan di Eropa, Timur Tengah, dan India. Genotipe ini merupakan faktor
yang berhubungan dengan tingkat dan frekuensi dari transmisi vertikal.
Karena korelasi kuat antara resiko transmisi intrauterin dari HBV dengan level
viremia ibu, maka dari itu nukleosid analog digunakan sebagai imunisasi standar pada
akhir kehamilan dan profilaksis untuk mengurangi tingkat viremia ibu dan MTCT.
Nukleosid analog oral diindikasikan untuk memanajemen infeksi HBV yang termasuk
dalam kategori B dan C yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration
(FDA). Lamivudine, adefovir dan entecavir termasuk dalam obat-obat kategori C ;
telbifudine dan tenofovir termasuk dalam obat-obat kategori B.2
Dari 5 penelitian hanya ada satu penelitian yang menunjukkan keuntungan dari
profilaksis lamivudine. Penelitian A Meta-analisis of Ten menyimpulkan bahwa
penambahan terapi lamivudine pada kehamilan untuk dijadikan vaksinasi standar
HBV dan profilaksis HBIG secara signifikan dapat mengurangi MTCT (Mother to
child transmition). 2
ditemukan adalah transmisi natal dan penyediaan imunoprofilaksis bagi bayi yang
baru lahir merupakan langkah yang sangat baik untuk memblok transmisi natal.
Cara pemberian vaksin adalah injeksi intramuscular, dimana pada bayi usia > 1
tahun dapat diberikan di regio deltoid, sedangkan pada bayi usia < 1 tahun diberikan di
regio lateral paha. Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan sangat baik, efek
samping yang biasa ditemukan adalah bengkak dan kemerahan di tempat suntikan
sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam, nyeri kepala, mual dan nyeri perut
sangat jarang ditemukan. Satu-satunya kontraindikasi pemberian vaksin adalah riwayat
hipersensitivitas terhadap vaksin tersebut atau riwayat syok anafilaktik pada pemberian
vaksin sebelumnya.20
26
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : NH
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Alamat : Pasar Batu Gerigis Kel. Pasar Gerigis Kec. Barus
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SMA
Agama : Islam
Status : G3P2A0
No. Rekam Medik : 00.65.75.14
Ruangan : Rindu B1 III-1
Tanggal masuk : 23 Oktober 2015
ANAMNESIS
RPT : Hepatitis B
RPO : -
HPHT : ? Februari 2015
TTP : ? November 2015
ANC :Bidan 2x, Sp.OG 1x
STATUS PRESENS
Kesadaran : Compos mentis Anemis : -/-
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen :Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri :3 jari bpx, (30cm)
Tegang :Ballotement (+)
Terbawah :Ballotement (+)
Gerak :+
His : 2x30”/10’
Denyut Jantung Janin :148 kali/menit, reguler
VT : serviks sacral, Ø ± 2cm, eff 30%, kepala H2, lender darah (+)
28
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
02 Oktober 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 13.30 11.7 – 15.5
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4.33 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 9.81 4.5 – 11.0
Hematokrit % 38.00 38 – 44
Trombosit (PLT) 103/mm 177 150 – 450
MCV Fl 87.80 85 – 95
MCH Pg 30.70 28 – 32
MCHC g% 35.00 33 – 35
RDW % 13.00 11.6 – 14.8
MPV fL 10.70 7.0 – 10.2
PCT % 0.19
PDW fL 13.4
Hitung jenis
Neutrofil % 63.70 37 – 80
Limfosit % 28.80 20 – 40
Monosit % 7.20 2–8
Eosinofil % 0.20 1–6
Basofil % 0.100 0–1
Neutrofil Absolut 103/µl 6.24 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 2.83 1.5 – 3.7
29
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 136 135 – 155
DIAGNOSIS
Hepatitis B + PEB + Prev.SC 2x + MG + KDR (35-36)mgg + PK + AH + inpartu
PENATALAKSANAAN
IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14 gtt/i
32
RENCANA
Sectio Cesarea + Kontap
FOLLOW UP
Tgl S O A P
23 Sens: CM Hepatitis IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc 14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg + Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam
33
Tgl S O A P
24 Sens: CM Hepatitis IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc 14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg + Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam
Tgl S O A P
26 Sens: CM Hepatitis IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc 14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg + Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam
34
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori Kasus
Gejala klinis pada pasien yang
terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita
hamil dengan wanita yang tidak hamil.
Pada kasus infeksi akut akan timbul
keluhan yang tidak spesifik, termasuk
kelemahan, kelelahan, anoreksia, mual,
sakit kepala, nyeri otot dan demam
derajat rendah. Gejala seperti mual
muntah pada stadium prodromal ini
terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil
muda tanpa penyakit Hepatitis B.
Teori Kasus
Diagnosis sering didasarkan pada
riwayat klinik, meningkatnya kadar
ALT serta ditemukannya antigen
Hepatitis B virus (HBsAg) di serum
pasien. Pemeriksaan tambahan seperti
anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan
pada beberapa kasus dimana pasien
35
Teori Kasus
Pilihan metode persalinan pada ibu
hamil dengan hepatitis B adalah seksi
cesarean karena terdapat resiko tinggi
untuk terjadinya transmisi virus dari
ibu ke anak pada saat intrapartum. 85 %
dari infeksi neonatal terjadi selama
intrapartum dan hal ini disebabkan oleh
karena paparan darah dan sekret vagina
yang infeksius.
36
DAFTAR PUSTAKA
11. World health organization. (2011) Viral Hepatitis in the WHO south-east asia
region. India: 4.
12. Apuzzio J, et al (2012) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: A workshop
Consensus Statement on Screening, Evaluation and Management, Part 1. The
Female Patient Journal Vol 37: 22-27
13. Han GR, Xu CL, Zhao W, Yang YF. (2012). Management of Chronic Hepatitis
B in Pregnancy. World Journal of Gastroenterology Vol 18 (33): 4517-4521
14. El-Sherif WT, Sayed SK, Afifi NA, El-amin H. (2012). Occult Hepatitis among
Egyptian Chronic Hepatitis C Patients and its Relation with Liver Enzymes and
Hepatitis B Markers. Life Science Journal 9 (2): 467-474
15. Samkomkamhang US, Lumbiganon P, Laopaiboon M. (2011). Hepatitis B
Vaccination during Pregnancy for Preventing Infant Infection (Review). The
Cochrane library (3):1-13.
16. Bety B. et al. (2010). National Hepatitis B Strategy 2010 – 2013. Ministerial
Advisory Committee on Blood Borne Viruses and Sexually Transmissible
Infections (MACBBVS): 1-21
17. Christensen PB, Clausen MR, Krarup H, Laursen AL, Schlichting P, Weis N.
(2011). Treatment for Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C virus (HCV)
infection- Danish National Guidelines 2011. Danish Medical jurnal: 1-11
18. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88
19. Petersen J. (2011). HBV Treatment and Pregnancy. Journal of hepatology Vol
30.
20. Franco E, Bagnato B, Marino MG, Meleleo C, SerinoL, Zaratti L. (2012).
Hepatitis B : Epidemiology and Prevention in Developing Countries. World
Journal of Gastroenterology Vol 4 (3): 74-80
38