Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 1

PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Infeksi virus Hepatitis B (HBV) saat ini telah dikenal sebagai salah satu
masalah utama masyarakat di seluruh dunia.1 Prevalensi infeksi virus ini bervariasi di
seluruh dunia, dengan perkiraan setengah dari populasi tersebut hidup di daerah dimana
infeksi virus Hepatitis B merupakan suatu endemik, termasuk di sebagian besar Asia,
pulau-pulau di Pasifik, Afrika dan Timur Tengah.2 Diperkirakan 350-400 juta individu
diseluruh dunia mengalami infeksi kronik akibat virus ini.3 Lebih dari 50% individu
tersebut mendapatkan infeksi virus Hepatitis B nya selama masa perinatal.4

Data yang dihimpun dalam suatu penjaringan terhadap 140.000 wanita hamil
yang berlangsung dari tahun 2005-2007 di Denmark menunjukkan sebanyak 36.400
(0,26%) dari antara wanita tersebut memiliki HBsAg positif dalam darahnya. Tanpa
suatu bentuk intervensi seperti pemberian imunoprofilaksis maka ibu dengan HBsAg
positif memiliki resiko 20% untuk mentransmisikan infeksi tersebut ke anaknya saat
melahirkan. Resiko tersebut akan meningkat menjadi lebih dari 90% pada ibu dengan
HBeAg positif.2,5 Transmisi secara vertikal tersebut diatas diketahui sebagai penyebab
terjadinya infeksi perinatal yang berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat tinggi
(>95%).6

Lebih dari 40 % individu yang menderita infeksi kronis virus Hepatitis B atau
sekitar 600.000 individu di seluruh dunia meninggal tiap tahunnya karena gangguan
4,6
hati, sirosis dan hepatoseluler karsinoma (HCC). Oleh karena itu pencegahan
transmisi perinatal merupakan sasaran penting dalam mengurangi angka kematian dan
penularan serta eradikasi global terhadap infeksi virus Hepatitis B.4
2

Pengetahuan mengenai infeksi virus Hepatitis B pada kehamilan penting guna


melihat mortalitas dan morbiditas dari host dalam hal ini ibu hamil tersebut dan efeknya
pada persalinan serta kemampuannya dalam mentransfer infeksi virus tersebut ke janin
yang dikandungnya. 7
3

BAB 2

TTINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B

Virus Hepatitis B(VHB) ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg
ketika sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA
a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya
mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai
partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus
mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen
permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi
melalui berbagai cara pemeriksaan.(7,9)

2.2 Epidemiologi

Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia telah terinfeksi oleh virus
Hepatitis B.8 Prevalensi infeksi virus ini bervariasi diseluruh dunia, dengan setengah
dari populasinya hidup di daerah-daerah dimana Hepatitis B merupakan suatu penyakit
endemik.3 Daerah dengan prevalensi tinggi (lebih dari 2%) antara lain: Australia
aborigin, selandia baru, kepulauan di Pasifik : Melanesia, Mikronesia, polinesia, Asia
selatan : India, Banglades, Pakistan, Sri langka, Asia tenggara: Camboja, Indonesia,
laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Asia timur: Cina, Hongkong,
Korea dan Taiwan, seluruh Afrika kecuali Afrika selatan, Amerika Selatan: Chili,
daerah mediterania, daerah timur tengah : Mesir, Iran, Libia, Jordania, Turki, serta
Eropa tengah seperti Rumania dan Yugoslavia.9 Tingkat infeksi virus Hepatitis B
masih tetap tinggi, di Cina mencapai 7,18%, sedangkan data dari Nigeria mencapai 2-
10
15% dari total populasinya, dengan rentang umur antara 25-35 tahun. Berdasarkan
data yang dihimpun WHO tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
4

prevalensi tinggi yaitu 7,2%-9% diikuti dengan Filipina 7,0-9,0% sedangkan Malaysia
berkisar antara 6,0-9,0%. Data dari Negara maju seperti Amerika Serikat menunjukkan
angka hanya 1-2% dari populasinnya.11,12

Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi seperti disebutkan diatas, wanita


hamil yang memiliki kadar Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang lebih tinggi, memiliki
kemampuan dalam menyalurkan infeksinya secara transmisi ibu-anak.13 Transmisi
secara vertikal tersebut diatas diketahui sebagai penyebab terjadinya infeksi perinatal
yang berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat tinggi (>95%).6

2.3 Etiologi

Gambar 1. Morfologi virus Hepatitis B.21

Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul, berdiameter 42 nm yang


termasuk dalam keluarga Hepadinaviridae dan memiliki genom yang tersusun
melingkar dengan panjang molekul 3,2 kb terdiri dari molekul DNA Ganda. Molekul
tersebut mengandung 4 rangkaian yang saling tumpang tindih yaitu protein permukaan
5

(HBsAg), Protein inti/core (HBc/HBeAg), polymerase virus serta transaktivator


transkripsi HBx.14

Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam
mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus Hepatitis B, yaitu Hepatitis B surface
antigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus Hepatitis B, Hepatitis B e
Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator HBx
yang berkaitan dengan kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya
dengan genom host serta kemampuannya dalam menyebabkan suatu bentuk penyakit
keganasan (onkogenisitas). 15

2.4 Patogenenesis

Virus Hepatitis B memiliki masa inkubasi antara 6 minggu sampai dengan 6


bulan dengan rata-rata yaitu 90 hari (3 bulan).1 Virus ini menular secara perkutaneus
(luka pada kulit) atau mukosa yang terpapar oleh darah, cairan tubuh seperti serum,
semen dan air liur yang telah tercemar oleh virus tersebut. Replikasi virus Hepatitis B
sebagian besar terjadi di sel hati. 16
Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia akan menyebabkan terjadinya
infeksi akut yang kemudian dapat berkembang menjadi kronik sebanyak 10%,
memberi gejala Hepatitis akut sebanyak 25% yang kemudian sembuh, 65% akan tidak
bergejala kemudian sembuh dan < 1% yang akan menjadi Hepatitis B fulminan.22
6

Gambar 2. Skema pathogenesis Hepatitis B akut.22

Secara alamiah, perjalanan penyakit virus Hepatitis B dapat dikelompokkan


dalam 5 fase yang terjadi walau tidak selalu harus terjadi secara berurutan yaitu :17

1) Fase toleransi Imun

Dalam darah pasien pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar
HBV-DNA yang tinggi (≥108 kopi/ml) sedangkan kadar ALT normal atau
hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml wanita). Pada pemeriksaan Histologi sel hati
tidak akan ditemukan adanya peradangan atau fibrosis.

2) Fase imun aktif


7

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-DNA yang
tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat diatas normal dan
berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan adanya
peradangan sedang hingga berat.

3) Fase inaktif/carrier (Fase Laten)

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan dengan
munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah (≤103 kopi/ml) atau bahkan
tidak terdeteksi lagi, selain itu kadar ALT menjadi normal. Pada pemeriksaan
Histologi sel hati akan ditemukan peradangan minimal namun disertai dengan
fibrosis hingga sirosis.

4) Fase reaktif (Hepatitis B HBeAg (-) kronik Aktif)

Fase ini ditandai dengan meningkatnya ALT disertai dengan kadar HBV-DNA
yang tinggi (≥104 kopi/ml), biasanya disertai juga dengan ditemukan
kembalinya HBeAg dalam darah yang menggantikan anti-HBe yang ada
sebelumnya. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan
aktif disertai dengan fibrosis progresif.

5) Fase Resolusi

Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus Hepatitis B akan sembuh yang ditandai
dengan HBsAg negative dan kadar HBV-DNA tidak ditemukan lagi, selain itu
kadar ALT juga dalam batas normal. Jika dalam perkembangan fase
sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati, maka hal tersebut akan
menetap walaupun infeksinya telah sembuh. Pada kasus supresi imun yang
berat, reaktivasi biasa terjadi.
8

Gambar 3. Fase Hepatitis B kronik. panah putih, perubahan histopatologi; panah


abu-abu, perubahan marker serologi antara fase.23

Secara umum tidak terdapat perbedaan cara atau tahapan infeksi maupun gejala
yang timbul antara wanita hamil atau manusia lainnya. Namun demikian adanya
perubahan fisiologis selama kehamilan dimana terjadi peningkatan metabolisme
seperti peningkatan konsumsi nutrisi yang diakibatkan oleh pertumbuhan janin maka
eksarsebasi kerusakan dan penyakit hati yang telah ada sebelumnya akan lebih mudah
terjadi.7,13

2.5 Transmisi Virus Hepatitis B

Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan Hepatitis B dari individu
ke individu yang lain diperankan oleh kontak dengan pasien (bagi tenaga kesehatan),
kontak seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena. Sedangkan pada
9

daerah yang memiliki prevalensi rendah, cara penularan yang sangat berperan adalah
melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat melakukan piercing, membuat tato atau
saat berbagi pisau cukur maupun sikat gigi. Selain itu, tindakan operasi dan perawatan
gigi dapat menjadi sumber infeksi sedangkan penularan infeksi melalui transfusi darah
di negara berkembang telah menurun angka kejadiannya oleh karena telah
diterapkannya pemeriksaan serologi serta molekuler darah namun tetap menjadi suatu
sumber infeksi di negara-negara miskin.20 Cara penularan lainnya yang juga merupakan
cara penularan yang menyebabkan angka kroniksitas yang tinggi adalah melalui
transmisi ibu-anak.

Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi
perinatal.2 Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi
vertikal lainnya dalam hal penyebab terbentuknya penyakit Hepatitis B kronik.6 Dari
definisinya periode perinatal yang dimulai dari usia gestasional 28 minggu-28 hari
postpartum maka infeksi diluar masa tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal,
oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah berubah menjadi transmisi ibu-anak yang
mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi sebelum, saat dan sesudah kelahiran,
termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.2

Transmisi ibu-anak secara garis besar dapat dibagi atas :2

1. Transmisi intrauterine/ prenatal


2. Transmisi intrapartum/ saat melahirkan
3. Transmisi Postpartum (selama perawatan bayi )

1. Transmisi intrauterin (transmisi prenatal)

Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas, namun
demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:
10

 Kerusakan sawar plasenta

Kebocoran transplasenta yang terjadi oleh karena kontraksi uterus selama


kehamilan dan adanya robekan pada sawar plasenta merupakan cara yang
sering menjadi penyebab infeksi intrauterine. sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa tindakan amniosisntesis yang dilakukan pada wanita
hamil dengan HBsAg positif dapat menyebabkan darah ibu yang infeksius
terbawa melalui jarum amniosintesis ke dalam rongga intrauterine, namun
demikian transmisi dengan cara ini sangat jarang terjadi.2

 Infeksi plasenta dan transmisi transplasenta

Penelitian Wang & Zhu menunjukkan kemampuan Hepatitis B untuk


bergabung dengan jaringan plasenta dan mengakibatkan terbentuknya fokus
infeksi.2,6 Penelitian Zhang dkk menunjukkan adanya konsentrasi dari 2 antigen
(HBsAg dan HBeAg) yang turun dari sisi ibu ke fetus melalui sel-sel desidua
maternal > sel-sel trofoblas> sel-sel vili mesenkim> sel endotel kapiler dengan
hasil tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa cara ini merupakan cara yang
dominan pada transmisi intrauterine.7,18

 Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan sperma
individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat terjadi selama
masa konsepsi.2

2. Transmisi intrapartum / saat melahirkan


Transmisi virus Hepatitis B ke bayi saat lahir dimungkinkan oleh adanya
beberapa faktor diantaranya perpindahan dari ibu ke janin saat kontraksi selama
persalinan atau sebagai konsekuensi ruptur membran plasenta yang terjadi, selain
11

itu dapat pula terjadi melalui cairan amnion, darah maupun sekret yang terdapat
sepanjang jalan lahir tertelan oleh bayi.2
Okada dkk menemukan 85 % dari infeksi neonatal terjadi selama intrapartum
hal ini disebabkan oleh karena paparan darah dan sekret vagina yang infeksius.7

3. Transmisi Postpartum / post natal/ saat perawatan


Walaupun DNA HBV, HBsAg dan HBeAg telah terbukti di eksresikan bersama
dengan kolostrum dan air susu pada ibu yang terinfeksi Hepatitis B, tidak
ditemukan bukti bahwa menyusui meningkatkan resiko transmisi secara ibu-anak.6

2.6 Manifestasi Klinik

Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil. Pada
kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk kelemahan,
kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam derajat rendah. Gejala
seperti mual muntah pada stadium prodromal ini terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa penyakit Hepatitis B. Jika penyakit
ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan hati yang menyebabkan disfungsi hati
sekunder maka gejala prodromal seperti diatas akan dianggap seperti suatu sindrom flu
biasa akibat virus atau bahkan akan dianggap sebagai bentuk efek fisiologis normal
dari kehamilan itu sendiri.7

Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal muncul, pasien
juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di region perut kanan atas dan pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya hepatomegali. Namun pemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan pada pasien dengan
usia kehamilan lanjut. 7
12

Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant yang ditandai dengan kegagalan organ multiple, edema cerebri dan
koagulopati. Ada pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi Hepatitis
B kronik. 7

Pada sebagian besar individu yang mengalami Hepatitis B kronik tidak akan
memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik Hepatitis B kadang kala
diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut memeriksakan kehamilannya.
Temuan laboratorium lain umumnya normal kecuali kadar ALT yang cenderung tidak
normal. 7

Pemeriksaan fisik wanita hamil dengan infeksi kronik Hepatitis B terkadang


tampak normal oleh karena tanda-tanda sirosis dini seperti eritema Palmaris,
splenomegali dan ukuran hati yang kecil dapat tersamarkan dengan perubahan kondisi
fisik akibat kehamilan tersebut. 7

Efek infeksi Hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak bermakna. Namun bagi
ibu yang telah mengalami sirosis sebelum kehamilannya akan memiliki resiko lebih
besar untuk terjadinya ruptur varises esophagus yang menyebabkan perdarahan. 7

Penelitian lain menunjukkan infeksi kronik Hepatitis B berhubungan dengan


terjadinya diabetes melitus gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran premature
dan kondisi skor apgar yang rendah pada bayi baru lahir. Selain itu ibu hamil dengan
gangguan hati yang berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum,
distress hingga kematian janin, asfiksia neonatorum dan berat badan lahir rendah.
Perdarahan postpartum dan intrapartum dapat terjadi oleh karena kurangnya vitamin K
yang terjadi akibat adanya gangguan hati. 13
13

Adanya infeksi Hepatitis B didalam uterus selama kehamilan merupakan


indikator yang penting karena janin yang mengalami paparan dini dengan antigen
Hepatitis B saat perkembangan embriogenik akan mengalami toleransi imun terhadap
antigen tersebut dan memungkinkan terbentuknya infeksi kronik pada janin oleh
karena ketidak mampuan imun janin dalam mengeliminasi virus tersebut. 10

2.7 Diagnosis

Diagnosis sering didasarkan pada riwayat klinik, meningkatnya kadar ALT


serta ditemukannya antigen Hepatitis B virus (HBsAg) di serum pasien. Pemeriksaan
tambahan seperti anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa kasus dimana
pasien diduga mengalami infeksi akut dengan kadar HBsAg negatif, pasien pada kasus
ini harus dicurigai sedang berada pada “fase jendela” (window phase).17

Pada pasien dengan dugaan Hepatitis B kronik harus dilakukan pemeriksaan


HBsAg dan HBV DNA guna diagnosis, indikasi terapi dan untuk mengamati
perkembangan dari pasien tersebut.17

Beberapa tes serologi penting antara lain HBeAg yang menunjukkan kondisi
pasien yang sangat infeksius, HBV DNA menunjukkan jumlah virus dalam tubuh
pasien, anti HBe atau HBAb yang mengindikasikan bahwa pasien tersebut lebih kurang
menular dibandingkan dengan HBeAg positif. 9

2.8 Penatalaksanaan

Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi wanita usia reproduktif
yang terinfeksi virus Hepatitis B diantaranya adalah keamanan saat bersalin dan
menyusui, efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling penting adalah
akibat dari terapi tersebut bagi ibu dan janin.19
14

Keputusan untuk memulai terapi selama kehamilan harus mempertimbangkan


beberapa hal mengenai resiko dan keuntungan bagi ibu serta janin yang dikandungnya,
bahkan harus pula dipikirkan mengenai kapan atau pada trimester berapa terapi harus
dimulai.19

Pada kasus Hepatitis B akut, tidak diberikan penanganan khusus, penanganan


hanya berupa tirah baring (bedrest) dan tinggi protein, diet rendah lemak. Sedangkan
indikasi untuk rawat inap seperti anemia berat, diabetes, mual muntah hebat, gangguan
protrombin time, kadar serum albumin yang rendah, kadar bilirubin >15mg/dl. 24 Bagi
wanita hamil yang merasa dirinya telah terpapar dengan virus Hepatitis B dapat
diberikan immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) untuk melawan virus tersebut, idealnya
diberikan dalam 72 jam pertama setelah paparan. Selain itu , sebagai profilaksis, pasien
tersebut dapat diberikan vaksin Hepatitis B dalam 7 hari pertama setelah terpapar,
dilanjutkan dengan 1 dosis pada bulan berikutnya (vaksin yang kedua) dan 1 dosis
(vaksin yang ketiga) lagi setelah 5 bulan dari vaksin ke dua atau 6 bulan dari saat
terpapar. 25

Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral harus digunakan. Terdapat 7


pengobatan antivirus yang telah diterima oleh Food & Drugs Administration (FDA)
sebagai terapi untuk Hepatitis B.12 Namun tidak satu pun dari obat-obat tersebut yang
diterima untuk digunakan pada ibu hamil. 8
15

Tabel 1 : Terapi Hepatitis B yang diterima oleh FDA.12

Tabel 2 : Penggolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang mengandung. 4
16

Obat-obatan antiviral memiliki kemampuan dalam menghambat nukleotida


maupun polimerasenya, walaupun targetnya adalah RNA-dependent DNA polymerase
virus Hepatitis B, namun karena obat ini mampu dengan bebas melalui plasenta,
mereka juga dapat mengganggu replikasi DNA dalam mitokondria, jika hal ini terjadi
maka akan menganggu organogenesis janin.3,4 oleh karena itu pasien yang sedang
dalam terapi obat antivirus yang kemudian menjadi hamil harus menghentikan
pengobatan tersebut khususnya bagi pasien yang tidak memiliki penyakit hati yang
berat, selain itu pengobatan saat kehamilan muda juga tidak disarankan untuk
diterapkan pada wanita hamil yang infeksinya masih berada dalam fase toleransi imun
(serum HBV-DNA tinggi namun kadar ALT normal serta hasil biopsy hani normal).
Hal tersebut diterapkan guna mengurangi paparan antiviral pada fetus selama trimester
3,8
pertama. Sedangkan bagi mereka yang ingin hamil, harus mengatur rencana
kehamilannya. sebagai contoh, pasien yang sebelumnya menggunakan terapi interferon
harus menghentikan terapi tersebut selama minimal 6 bulan sebelum merencanakan
kehamilannya, oleh karena interferon merupakan obat antipolimerase yang menjadi
kontraindikasi bagi kehamilan.13,19

Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan pada data keamanan


penggunaan antiviral virus Hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu
Antiviral Pregnancy Registry (APR) dan Development of Antiretroviral Therapy Study
(DART).8

Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
lamivudine dan tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan secara in
vivo di trimester pertama kehamilan yang paling aman.8
17

Tabel 3. Data Antiviral Pregnancy Registry (APR).8

Oleh sebab itu di dunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering
digunakan sebagai terapi Hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan tenovovir. 3
Walaupun lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar ditemukannya
3
toksisitas saat penggunaanya di kelinci hamil saat trimester pertama. Namun
penelitian di Cina telah menunjukkan kesuksesan lamivudine dalam menghambat
transmisi vertikal selama trimester ke 3 kehamilan, saat digunakan pada pemberian
pertama di usia kehamilan 28 minggu, dengan kadar DNA-HBV ≤108 IU/ml.
Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar DNA-HBV hingga ≤106 IU/ml bagi
pasien dengan kadar DNA-HBV ≥ 108 IU/ml yang mendapatkan terapi lamivudine.
Penelitian lain yang juga menggunakan lamivudin selama trimester 3 kehamilan
menunjukan penurunan angka transmisi intrauterine dan tidak ditemukannya
abnormalitas pada bayi baru lahir dalam kelompok tersebut.6

Tenovovir termasuk kategori kelas B, obat ini memiliki kelebihan tambahan


berupa kemampuannya dalam mencegah resistensi virus, bahkan hingga saat ini tidak
terdapat laporan mengenai terjadinya resistensi virus Hepatitis B terhadap obat ini.3

Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam kategori
kelas B menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oleh karena kurangnya
18

data keamanan penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu hamil dan
mudahnya obat ini menjadi resisten.3,8

Penelitian yang melibatkan penggunaan telbivudine telah dilaksanakan pada


wanita hamil dengan usia kehamilan 20-32 minggu yang memiliki HBsAg positif dan
kadar DNA-HBV > 107 IU/ml menunjukan adanya penurunan angka transmisi
perinatal, selain itu terjadi penurunan kadar HBV-DNA, HBeAg dan normalnya kadar
ALT sebelum tiba saatnya bersalin.6

Terapi pada wanita hamil dengan HBsAg positif harus didasarkan pada evaluasi
dasar seperti kondisi kadar HBV-DNA, HBV-M (HBsAg, HBeAg, anti-HBe) serta
penyulit-penyulit lain seperti fibrosis hati berat ( kadar ALT meningkat lebih dari 2 kali
nilai normal, kadar HBV-DNA > 105 kopi/ml), atau telah mengalami sirosis hepatis.
Dengan kondisi diatas maka terapi antiviral harus dimulai sejak kehamilan muda. jika
pada pemeriksaan awal fungsi hati, ALT, kadar HBV-DNA didapatkan dalam keadaan
normal maka evaluasi ulang harus dilakukan kembali pada usia kehamilan 28 minggu.
Jika pada saat itu ditemukan kadar HBV-DNA > 107 kopi/ml atau pasien memiliki
riwayat melahirkan anak yang mengidap Hepatitis B maka antiviral seperti lamivudin,
tenofovir harus diberikan saat usia kehamilan 28-30 minggu hingga 6 bulan setelah
melahirkan, selanjutnya pengobatan dapat dilanjutkan tergantung dari kondisi pasien,
namun sebaiknya terapi dihentikan bila ibu yang ingin menyusui karena antiretroviral
tidak di anjurkan saat menyusui. Pemantauan ALT dan HBV-DNA harus dilakukan
pada bulan ke 1, 3 dan 6 setelah melahirkan. 8,13
19

Penjaringan HBsAg wanita hamil pada kunjungan awal antenatal

HBsAg Negatif HBsAg Positif

Pemberian Pemberian Trimester I Periksa:


vaksin Hep B vaksin Hep B HBs Ab, HBeAg, Ada dugaan suatu
pada Bayi saat pada Ibu selama HBeAb, PLT, ALT, bentuk infeksi aktif /
lahir kehamilan Kadar HBV-DNA sirosis,

TIDAK YA
Melengkapi
Vaksinasi Hep B
sesuai jadwal Pertimbangkan Terapi
Akhir Trimester II (UK 26-
dengan Lamivudine /
28 mgg) periksa : ALT,
Tenofovir
Kadar HBV-DNA

Riwayat melahirkan anak sebelumnya

TIDAK YA

Anak HBV (- Anak HBV


) (+)
HBV-DNA HBV-DNA
< 107 kopi/ml > 107 kopi/ml Pertimbangkan terapi dengan
Lamivudine / Tenofovir pada awal
Pengawasan setelah partus : periksa Trimester III (UK 28-30 mgg)
kadar ALT, HBV-DNA saat bulan 1, 3
&6
Pertimbangkan penghentian terapi
setelah melahirkan

Gambar 2. Alur penatalaksanaan terapi Hepatitis B pada kehamilan.6,8


20

Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan, sama
halnya dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya
pemberian vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.6

2.9 Pencegahan

Penjaringan merupakan teknik yang tepat untuk pencegahan dan


penatalaksanaan lanjutan bagi pasien hamil yang terinfeksi Hepatitis B serta pasien
resiko tinggi. Sehingga penjaringan Hepatitis B menjadi standar pada saat asuhan
antenatal. Penjaringan ini juga memungkinkan tenaga kesehatan menilai janin yang
memerlukan imunoprofilaksis baik dengan vaksin maupun immunoglobulin Hepatitis
B (HBIG), mengetahui indikasi terapi antiviral pada pasien karier, serta berguna dalam
konseling aktivitas seksual. The American Association Study of Liver Disease
(AASLD), merekomendasikan penjaringan untuk HBsAg pada semua wanita hamil
selama trimester pertama kehamilan.4

Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan penularan penularan virus


Hepatitis B dari ibu ke anak. Dengan pemberian vaksinasi pada ibu yang hamil akan
memungkinkan terjadinya penyaluran pasif antibodi ke janin yang memungkinkan
suatu bentuk perlindungan dari infeksi horizontal hingga bayi tersebut mendapatkan
imunisasi aktif, vaksinasi juga terbukti aman bagi ibu dan janin, efek samping yang
paling sering muncul adalah nyeri ditempat suntikan dan demam ringan sampai dengan
sedang.15

Sejak dikembangkan vaksin rekombinan Hepatitis B tahun 1982, sebagian


besar otoritas kesehatan, termasuk World Health Organitation (WHO)
merekomendasikan penggunaan vaksin pada bayi baru lahir terutama yang lahir dari
ibu dengan HBsAg positif atau dari kelompok resiko tinggi.4 Bentuk vaksinasi lainnya
adalah vaksinasi pasif yang dikenal dengan nama immunoglobulin Hepatitis B (HBIG).
21

HBIG ini merupakan bentuk anti-HBs yang di ambil dari individu donor yang dalam
plasmanya mengandung kadar anti-HBs yang tinggi.26

- Pencegahan terhadap transmisi prenatal : 2


Transmisi transplasenta (intrauterine) dianggap sebagai penyebab infeksi yang kecil
yang tidak dapat dicegah dengan imunisasi segera. Ada beberapa faktor resiko bagi
transmisi transplasenta Hepatitis B virus termasuk :

a. Titer HBsAg maternal


Beberapa studi menunjukkan korelasi positif antara titer HBsAg dan resiko
transmisi Hepatitis B intrauterine.
b. Ibu dengan HBeAg positif
HBeAg merupakan sekret protein kecil yang dihasilkan oleh virus Hepatitis B.
HBeAg dapat melewati barier plasenta dari ibu ke janin. Transplasental HBeAg
dari ibu dengan status HBeAg positif menyebabkan sel T helper neonatus
menjadi tidak respon terhadap HBeAg dan HbcAg (toleransi imun). Toleransi
imun ini bisa bertahan selama bertahun-tahun untuk dekade setelah bayi
terinfeksi.
c. Level HBV-DNA ibu
Resiko transmisi ibu-janin ini dihubungkan dengan virus Hepatitis B ibu yang
bereplikasi. Status HBeAg ibu dan HBV-DNA serum ibu merupakan marker
yang bagus untuk replikasi virus dan keduanya berkorelasi baik dengan resiko
transmisi.
d. Genotipe HBV
Ada 8 genotipe virus Hepatitis B yang telah ditemukan (A-H). Perbedaan
genotipe ini terdistribusi di daerah-daerah yang berbeda, contohnya genotipe B
dan C lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan genotipe A dan D lebih banyak
22

ditemukan di Eropa, Timur Tengah, dan India. Genotipe ini merupakan faktor
yang berhubungan dengan tingkat dan frekuensi dari transmisi vertikal.
Karena korelasi kuat antara resiko transmisi intrauterin dari HBV dengan level
viremia ibu, maka dari itu nukleosid analog digunakan sebagai imunisasi standar pada
akhir kehamilan dan profilaksis untuk mengurangi tingkat viremia ibu dan MTCT.
Nukleosid analog oral diindikasikan untuk memanajemen infeksi HBV yang termasuk
dalam kategori B dan C yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration
(FDA). Lamivudine, adefovir dan entecavir termasuk dalam obat-obat kategori C ;
telbifudine dan tenofovir termasuk dalam obat-obat kategori B.2

Dari 5 penelitian hanya ada satu penelitian yang menunjukkan keuntungan dari
profilaksis lamivudine. Penelitian A Meta-analisis of Ten menyimpulkan bahwa
penambahan terapi lamivudine pada kehamilan untuk dijadikan vaksinasi standar
HBV dan profilaksis HBIG secara signifikan dapat mengurangi MTCT (Mother to
child transmition). 2

Mengingat poin-poin di atas, profilaksis lamivudine masih merupakan


kontroversi walaupun masih digunakan pada wanita hamil yang memiliki level HBV
DNA yang sangat tinggi (HBV DNA ≥ 8-9 log 10 copies / ml). Pendekatan lain untuk
mencegah transmisi HBV intrauterin adalah pemberian HBIG selama kehamilan.
Beberapa laporan telah didokumentasikan mengenai alasan dari intervensi ini, dengan
sebagian melaporkan keuntungan dari penggunaan HBIG selama kehamilan, sementara
penelitian yang lain tidak menyebutkan efek sampingnya. 2

- Pencegahan MCTC (Mother to child transmition) 2


Pencegahan MCTC ini merupakan langkah yang sangat esensial untuk mengurangi
penyebaran yang luas dari Hepatitis B virus yang kronik. MCTC yang paling sering
23

ditemukan adalah transmisi natal dan penyediaan imunoprofilaksis bagi bayi yang
baru lahir merupakan langkah yang sangat baik untuk memblok transmisi natal.

- Pencegahan Tansmisi Perinatal2


Immunoprofilaksis disediakan untuk bayi yang baru lahir guna mengurangi insiden
transmisi perinatal Hepatitis B. Vaksin neonatus dari ibu yang menderita HBsAg
positif merupakan hal yang sangat penting dan langkah yang sangat efektif untuk
mengeradikasi infeksi virus Hepatitis B yang kronik.

Gambar 4. Contoh Vaksin Hepatitis B (kanan)27 & HBIG (kiri)26


24

Tabel 3. Kelompok resiko tinggi menurut AASLD.4

Gabungan vaksin Hepatitis B dengan Hepatitis B immunoglobulin (HBIG)


yang merupakan bentuk imunisasi pasif sering diberikan pada bayi baru lahir yang lahir
dari ibu dengan HBsAg positif. US Preventive Task Force (USPSTF)
merekomendasikan pemberian dosis pertama vaksin Hepatitis B dan HBIG adalah
dalam 12 jam pertama kelahiran, sedangan Center for Disease Control (CDC)
menganjurkan pemberian vaksin Hepatitis B dengan atau tanpa HBIG diberikan segera
setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan 1 dosis saat usia 1-2 bulan dan 1 dosis lagi
pada saat 6-8 bulan. Dengan pemberian vaksin tersebut, antibodi yang timbul guna
melawan HBsAg yang disebut anti-HBs mendekati 100% pada anak kecil dan hampir
95% pada dewasa muda.2,4,20

Tabel 4. Jadwal vaksinasi aktif dan pasif.7


25

Penelitian Beasley dkk menunjukkan pemberian HBIG dapat menurunkan


transmisi dari ibu HBsAg positif yang mencapai lebih dari 90% menjadi kurang lebih
26% sedangkan ketika digabungkan dengan vaksin, laju transmisi ibu-anak menurun
hingga hanya 2-7%.3

Cara pemberian vaksin adalah injeksi intramuscular, dimana pada bayi usia > 1
tahun dapat diberikan di regio deltoid, sedangkan pada bayi usia < 1 tahun diberikan di
regio lateral paha. Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan sangat baik, efek
samping yang biasa ditemukan adalah bengkak dan kemerahan di tempat suntikan
sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam, nyeri kepala, mual dan nyeri perut
sangat jarang ditemukan. Satu-satunya kontraindikasi pemberian vaksin adalah riwayat
hipersensitivitas terhadap vaksin tersebut atau riwayat syok anafilaktik pada pemberian
vaksin sebelumnya.20
26

BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : NH
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Alamat : Pasar Batu Gerigis Kel. Pasar Gerigis Kec. Barus
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SMA
Agama : Islam
Status : G3P2A0
No. Rekam Medik : 00.65.75.14
Ruangan : Rindu B1 III-1
Tanggal masuk : 23 Oktober 2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri perut bawah


Telaah : Hal ini telah dialami sejak tanggal 21/10/2015. Nyeri bersifat
hilang timbul. Riwayat mules-mules (+).

Riwayat keluar lendir darah (+) pada usia kehamilan ±14


minggu. Riwayat keluar ari-ari dari kemaluan (-)..

Riwayat keluar air dari kemaluan (-), riwayat trauma (-),


riwayat minum obat (-). BAK dan BAB (+) N. pasien
merupakan rujukan rumah sakit luar.
27

RPT : Hepatitis B
RPO : -
HPHT : ? Februari 2015
TTP : ? November 2015
ANC :Bidan 2x, Sp.OG 1x

STATUS PRESENS
Kesadaran : Compos mentis Anemis : -/-

Tekanan Darah : 160/100 mmHg Ikterus : -/-

Frekuensi Nadi : 88 kali/menit Sianosis : -/-

Frekuensi Nafas : 20 kali/menit Oedem : -/-

Suhu : 36,7 oC Dispnoe :-

STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen :Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri :3 jari bpx, (30cm)
Tegang :Ballotement (+)
Terbawah :Ballotement (+)
Gerak :+
His : 2x30”/10’
Denyut Jantung Janin :148 kali/menit, reguler
VT : serviks sacral, Ø ± 2cm, eff 30%, kepala H2, lender darah (+)
28

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
02 Oktober 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 13.30 11.7 – 15.5
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4.33 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 9.81 4.5 – 11.0
Hematokrit % 38.00 38 – 44
Trombosit (PLT) 103/mm 177 150 – 450
MCV Fl 87.80 85 – 95
MCH Pg 30.70 28 – 32
MCHC g% 35.00 33 – 35
RDW % 13.00 11.6 – 14.8
MPV fL 10.70 7.0 – 10.2
PCT % 0.19
PDW fL 13.4
Hitung jenis
 Neutrofil % 63.70 37 – 80
 Limfosit % 28.80 20 – 40
 Monosit % 7.20 2–8
 Eosinofil % 0.20 1–6
 Basofil % 0.100 0–1
 Neutrofil Absolut 103/µl 6.24 2.7 – 6.5
 Limfosit Absolut 103/µl 2.83 1.5 – 3.7
29

 Monosit Asolut 103/µl 0.71 0.2-0.4


 Eosinofil Absolut 103/µl 0.02 0 – 0,10
 Basofil Absolut 103/µl 0.01 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
WAKTU PROTROMBIN
 Pasien Detik 14.9
 Kontrol Detik 13.80
INR 1.08
APTT
 Pasien detik 26.3
 Kontrol detik 33.5
Waktu Trombin
 Pasien detik 12.6
 Kontrol detik 17.5
GINJAL

Ureum mg/ dL 25.76 <50

Kreatinin mg/ dL 0.54 0.70 – 1,20

Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 136 135 – 155

Kalium (K) mEq/L 4.0 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) mEq/L 103 96 – 106


METABOLISME KARBOHIDRAT

Gula Darah Sewaktu mg/ dL 170.34 <200


Kesan : dalam batas normal
30

Ultrasonography (Transadominal Sonography)


23 Oktober 2015
- Janin Tunggal, Anak Hidup, Presentasi Kepala
- FM (+), FHR (+)
- BPD : 9,00 cm
- AC : 32,33 cm
- FL : 7,05
- AFI : 0,66 cm
Kesan : IUP (35-36) mggu + PK + AH + oligohidromnion berat
31

DIAGNOSIS
Hepatitis B + PEB + Prev.SC 2x + MG + KDR (35-36)mgg + PK + AH + inpartu

PENATALAKSANAAN
 IVFD RL + MgSO4 40% 30cc  14 gtt/i
32

 Inj. MgSO4 20% 20cc


 Nifedipine tablet 4 x 10 mg
 Inj. Dexamethasone 6 mg/12 jam

RENCANA
 Sectio Cesarea + Kontap

FOLLOW UP

Follow up Pasien (23 Oktober 2015)

Tgl S O A P
23 Sens: CM Hepatitis  IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc  14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC  Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR  Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg +  Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam
33

Follow Up Pasien (24 Oktober 2015)

Tgl S O A P
24 Sens: CM Hepatitis  IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc  14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC  Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR  Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg +  Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam

Follow Up Pasien (26 Oktober 2015)

Tgl S O A P
26 Sens: CM Hepatitis  IVFD RL +
Oktober TD: 160/100 mmHg B + PEB MgSO4 40%
2015 HR: 88 x/i
RR: 20x/i
+ 30cc  14 gtt/i
T= 36,8 oC Prev.SC  Inj. MgSO4
Abdomen: membesar asimetris 2x + MG 20% 20cc
TFU:3 jari bpx
Teregang: ballotement (+)
+ KDR  Nifedipine
Terbawah: ballotement (+) (35- tablet 4 x 10 mg
Gerak: + 36)mgg +  Inj.
DJJ: 148 x/i
PK + AH Dexamethasone
HIS: 2x 30”/10’
+ inpartu 6 mg/12 jam
34

BAB 4
PEMBAHASAN

Teori Kasus
Gejala klinis pada pasien yang
terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita
hamil dengan wanita yang tidak hamil.
Pada kasus infeksi akut akan timbul
keluhan yang tidak spesifik, termasuk
kelemahan, kelelahan, anoreksia, mual,
sakit kepala, nyeri otot dan demam
derajat rendah. Gejala seperti mual
muntah pada stadium prodromal ini
terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil
muda tanpa penyakit Hepatitis B.

Teori Kasus
Diagnosis sering didasarkan pada
riwayat klinik, meningkatnya kadar
ALT serta ditemukannya antigen
Hepatitis B virus (HBsAg) di serum
pasien. Pemeriksaan tambahan seperti
anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan
pada beberapa kasus dimana pasien
35

diduga mengalami infeksi akut dengan


kadar HBsAg negatif, pasien pada
kasus ini harus dicurigai sedang berada
pada “fase jendela” (window phase).

Teori Kasus
Pilihan metode persalinan pada ibu
hamil dengan hepatitis B adalah seksi
cesarean karena terdapat resiko tinggi
untuk terjadinya transmisi virus dari
ibu ke anak pada saat intrapartum. 85 %
dari infeksi neonatal terjadi selama
intrapartum dan hal ini disebabkan oleh
karena paparan darah dan sekret vagina
yang infeksius.
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Osazuwa F, Ankiwe HC (2012). Risk of Mother to Child Transmision of


Hepatitis B among Children. Internasional Journal of Tropical Medicine 7 (1):
34-37
2. Navabakhsh B, Mehrabi N, Estakhri A, Mohamadnejad M, Poustchi H. (2011).
Hepatitis B Virus Infection during Pregnancy: Transmision and Prevention.
Middle East Journal of Digestive Disease Vol 3 No 2: 93-102
3. Bzowej NH. (2012). Optimal Management of the Hepatitis B Patient Who
Desires Pregnancy or Is Pregnant. Curr Hepatitis Rep 11: 82-89
4. Yogeswaran K, Fung SK. (2011) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: Unique
Challenges and Opportunities. The Korean Journal of Hepatologi 17 :1-8
5. Adabara NU, Ajala OO, Momohjimoh A, Hashimu Z, Agabi AYV (2012).
Prevalence of Hepatitis B Virus among Women Attending Antenatal Clinic in
General Hospital, Minna, Niger State. Shiraz E-Medical Journal Vol 13, No 1:
28-32
6. Ho V, Ho W. (2012). Hepatitis B in Pregnancy : Spesific issues and
Considiration. J Antivirals & Antiretrovirals Vol 4 (3): 51-59
7. Bohidir NP. (2012) Hepatitis B Virus Infection in Pregnancy. Hepatitis Annual
Journal :199-209.
8. Bzowej NH. (2010). Hepatitis B Therapy in Pregnancy. Curr Hepatitis Rep 9:
197-204
9. Maternitiy Care in SA. (2011) Chapter 44 Hepatitis B in Pregnancy.
Government of South Australia :1-9
10. Eke AC, Eke UA, Okafor CI, Ezebialu IU, Ogbuagu C. (2011) Prevalence,
Correlates, Pattern of Hepatitis B Surface Antigen in Low Resource Setting.
Virology Journal 8: 1-12
37

11. World health organization. (2011) Viral Hepatitis in the WHO south-east asia
region. India: 4.
12. Apuzzio J, et al (2012) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: A workshop
Consensus Statement on Screening, Evaluation and Management, Part 1. The
Female Patient Journal Vol 37: 22-27
13. Han GR, Xu CL, Zhao W, Yang YF. (2012). Management of Chronic Hepatitis
B in Pregnancy. World Journal of Gastroenterology Vol 18 (33): 4517-4521
14. El-Sherif WT, Sayed SK, Afifi NA, El-amin H. (2012). Occult Hepatitis among
Egyptian Chronic Hepatitis C Patients and its Relation with Liver Enzymes and
Hepatitis B Markers. Life Science Journal 9 (2): 467-474
15. Samkomkamhang US, Lumbiganon P, Laopaiboon M. (2011). Hepatitis B
Vaccination during Pregnancy for Preventing Infant Infection (Review). The
Cochrane library (3):1-13.
16. Bety B. et al. (2010). National Hepatitis B Strategy 2010 – 2013. Ministerial
Advisory Committee on Blood Borne Viruses and Sexually Transmissible
Infections (MACBBVS): 1-21
17. Christensen PB, Clausen MR, Krarup H, Laursen AL, Schlichting P, Weis N.
(2011). Treatment for Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C virus (HCV)
infection- Danish National Guidelines 2011. Danish Medical jurnal: 1-11
18. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88
19. Petersen J. (2011). HBV Treatment and Pregnancy. Journal of hepatology Vol
30.
20. Franco E, Bagnato B, Marino MG, Meleleo C, SerinoL, Zaratti L. (2012).
Hepatitis B : Epidemiology and Prevention in Developing Countries. World
Journal of Gastroenterology Vol 4 (3): 74-80
38

21. Martínez-Sernández V, Figueiras A. Central nervous system demyelinating


diseases and recombinant Hepatitis B vaccination: a critical systematic review
of scientific production. [online]. 2012. [cited 2010]. Available from:
22. Feitelson MA, Larkin JD. (2001). New Animal Models of Hepatitis B and C.
Institute for Laboratory Animal Research Vol 42 (2) :127-38
23. Poterucha JJ. Chronic viral Hepatitis. In: hauser SC, Pardi DS, poterucha JJ.
Mayo clinic gastroenterology and hepatology broad review. USA: Mayo clinic
scientific and informa healthcare USA Inc. 2008; p. 296-7.
24. Pandipati S, Gibbs RS. Transplacentally acquired microbial infection in the
fetus. In: Reece EA, Hobbins JC Editors. Clinical Obstetrics the fetus & mother.
3rd Ed. Blackwell publishing. 2007; p. 276-7, 279.
25. Sookoian S. (2006). Liver Disease During Pregnancy: Acute viral Hepatitis.
Annals Of Hepatology Vol 15(3):231-36
26. Nabi Biopharmaceuticals. Hepatitis B immune globulin (human) [online].
2012. [cited 2010]. Available from: http://www Hepatitis-b-immune-globulin-
human.html
27. Biofarma. Hepatitis B Vaccine Recombinant [online]. 2012. [cited 2010].
Available from: http://www Hepatitis-b-immune-globulin-human.html

Anda mungkin juga menyukai