CBD Psoriasis Vulgaris
CBD Psoriasis Vulgaris
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Program Pendidikan Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RISA
Disusun Oleh :
Aqida Mulyaning Tyas
Pembimbing :
dr. Pasid Harlisa, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
1
Nama : Aqida Mulyaning Tyas
NIM : 30101306879
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.2 Epidemiologi
3
pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita, biasanya mengenai usia 18-25 tahun
serta 40-50 tahun.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema
marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin yang termasuk
golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
5
2.3 Patogenesis
Tinea kruris biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau binatang yang
terinfeksi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian dan
sebagainya. Tinea kruris umumnya terjadi pada pria. Maserasi dan oklusi kulit
lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga
memudahkan infeksi, selain itu dapat pula terjadi akibat penjalaran infeksi dari
bagian tubuh lain.
6
Terdapat hipotesis menyatakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh
sel langerhans epidermis dan di presentasikan dalam limfosit T di nodus
limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang
terinfeksi untuk menyerang jamur. Saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan
sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan
menyembuh.
7
2. Pewarnaan gram dengan pemeriksaan lampu wood.
Ketika lesi diterangi dengan lampu Wood, akan tampak fluoresensi yang berwarna
kemerahan yang merupakan hasil dengan adanya porfirin yang dihasilkan oleh bakteri.
Pewarnaan Gram menunjukan filamen dan batang Gram-positif. Corynebacteria dapat
dibiakan dengan menggunakan media Tissue Culture Medium 199
2.6 Diagnosis
I. Anamnesis
Dari autoanamnesis pasien tinea kruris biasanya mengeluh adanya rasa
gatal yang terus menerus dan mengganggu
II. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan plak eritema ditutupiskuama berlapis-
lapis, kasar dan berwarna putih, serta transparan. Plak eritematous yang tebal
menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh
darah dan inflamasi. Pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir. Besar kelainan bervariasi dari
milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran
yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Tempat
predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama &siku, lutut, lumbosakral,
daerah intertigo &lipat paha, perineum, aksila, skalp, perbatasan skalp dengan
muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Koebner
(isomorfik). Fenomena Tetesan Lilin dimana bila lesi yang berbentuk skuama
dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang disebabkan oleh
karena perubahan indeks bias. Auspitz Sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis
dikerok akan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis
yaitu papilla dermis yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka
akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena Koebner ialah bila kulit
penderita psoriasis terkena trauma misalnya garukan maka akan mun4ul kelainan
yang sama dengan kelainan psoriasis umumnya akan muncul setelah 3 minggu.
III. Pemeriksaan Penunjang
8
Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi
kulit dapat dilakukan untuk mempertegas gambaran epidermis pada psoriasis.
2.8 Penatalaksanaan
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pengobatan
psoriasis ada 2 macam meliputi pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan
Topikal diindikasikan pada psoriasis ringan dan sedang. Sediaan topikal yang
digunakan antara lain:
• Salep campuran asam salisilat 3-5% dan tar (LCD 3-5%)
• Kalsipotriol krim
9
Pengobatan sistemik diindikasi pada psoriasi berat. Sediaan untuk pengobatan
sistemik antara lain:
• Metrotreksat 7.5-25 mg p.o/minggu selama 4-6 minggu
2.9 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis
dan residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang
sempurna.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 49 Tahun
Agama : Islam
No.RM : 01208xxx
10
Tanggal Pemeriksaan : 26 Desember 2018
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lokasi : punggung kaki kanan dan kiri, lipat lutut, dahi dan alis.
kurang lebih 2 tahun. Keluhan timbul tiba tiba awalnya di daerah lipat
punggung kaki kanan dan kiri dahi serta di bagian alis. Pasien rutin
malu
Faktor memperingan : Setelah diberi obat oles maupun yang ditelan dari
dokter
11
Sebelumnya belum pernah sakit serupa
Riwayat Kebiasaan
C. PEMERIKSAAN FISIK
12
BB : 66 kg
TB : 170 cm
Status Generalis
Status Dermatologi
UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas disertai
eksoriasi.
13
Lokasi II : Lipat lutut kanan dan kiri
UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas disertai
eksoriasi.
UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas.
D. RESUME
Nama : Tn. S
Umur : 49 tahun
Telah dilaporkan kasus pasien Tn. S umur 49 tahun, datang berobat ke Poli
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang pada tanggal 26
Desember 2018 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak kemerahan
bersisik tebal. Keluhan muncul di punggung kaki kanan dan kiri, dahi serta, kedua
alis. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 tahun. Keluhan menyebabkan rasa tidak
nyaman serta kadang terasa pedih. Pasien mengaku terkadang menggaruk bagian
bersisik karena merasa terganggu dengan rasanya yang tebal. Bercak tidak nyeri,
panas, maupun gatal. Bercak bersisik bertambah apabila stress dan obat dari
dokter habis. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan gula darah disangkal.
14
Riwayat alergi makanan disangkal. Pasien alergi terhadap obat antibiotik
amoksisilin dan tetrasiklin. Riwayat keluhan serupa dan alergi dalam keluarga
disangkal.
E. DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis vulgaris
Dermatitis seboroik
Ptiriasis rosea
G. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis vulgaris
H. TATALAKSANA
s.2.d.d. s.u.e
s.2.d.d. s.u.e
s.1.d.d. caps 1
s.1.d.d. tab 1
I. PROGNOSIS
15
Ad vitam : Ad bonam
J. EDUKASI
Aspek klinis
Hindari faktor pencetus (karena dalam kasus pasien stress pekerjaan maka
Aspek agama
Sabar, ikhlas, dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi penyakit
yang diderita
kesembuhan.
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis dengan psoriasis vulgaris berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pasien merupakan laki-laki berusia 49 tahun yang datang
dengan keluhan bercak kemerahan bersisik terasa tebal yang sudah dirasakan
sejak 2 tahun. Bercak bersisik tidak gatal, panas atau nyeri namun dirasakan
mengganggu karena terasa tebal serta membuat pasien tidak percaya diri atau
malu. Dari gejala yang dialami oleh pasien diagnosis mengarah pada psoriasis
vulgaris yang secara definisi merupakan penyakit autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama kasar, berlapis-lapis dan transparan. Kondisi yang residif dan kronik
ditunjukan dari pengakuan pasien yang sudah sudah mengalami keluhan kurang
lebih selama 2 tahun dan masih menjalani pengobatan hingga saat ini. Pasien
juga mengaku bahwa keluhan semakin memberat saat pasien dalam kondisi
17
stress. Hal ini menunjukan kemungkinan penyakit yang dialami pasien
berhubungan dengan faktor psikologis yang merupakan salah satu faktor
pencetus dari psoriasis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi di punggung kaki kanan dan kiri, lipat
lutut kanan dan kiri, serta dahi dan kedua alis dengan ujud kelainan kulit eritem
dengan skuama berlapis batas tegas warna putih yang disertai ekskoriasi
distribusi simetris generalisata dengan konfigurasi anular. Ditemukan adanya
fenomena tetesan lilin. Adanya pengakuan dari pasien yang mengakatakan saat
sisiknya terangkat akibat garukan terdapat bintik berwarna merah kemungkinan
menunjukan tanda auspitz yang positif. Hal ini merupakan gejala klinis dari
psoriasis vulgaris selain itu lokasi lesi sesuai dengan daerah predileksi dari
psoriasis vulgaris.
Diagnosis banding pasien meliputi ptiriasis rosea wujud lesi yang berupa
eritema dan skuama. Namun pada ptiriasis rosea didapatkan skuama yang halus
serta dapat ditemukan gambaran khas dengan munculnya lesi pertama (herald
patch) dengan bentuk oval atau anular, susunannya sejajar dengan kosta sehingga
menyerupai pohon cemara terbalik. Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis
seboroik terkait dengan adanya skuama serta lesi yang ditemukan pada bagian
dahi dan alis. Namun pada dermatitis seboroik skuama berwarna kuning
berminyak yang disertai rasa gatal dan menyengat. Dermatitis seboroik memiliki
predileksi yaitu daerah kaya akan kelenjar sebasea.
Pada pasien ini diberikan terapi topikal maupun sistemik yaitu :
Clobetason propionate 0,05% yang merupakan kortikosteroid potensi kuat
sebagai antiinflamasi. Penggunaan kortikosteroid potensi kuat berhubungan
dengan onset penyakit yang berlangsung kronik yaitu 2 tahun.
Antioksidan berupa astaxanthin berhubungan dengan kasus psoriasis yang
terkait dengan peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species) akibat proses
inflamasi kronik sehingga dibutuhkan zat antioksidan agar terjadi
keseimbangan sel keratinosit maupun limfosit yang mnecegah disfungsi dan
kerusakan sel.
18
Loratadin sebagai antihistamin non sedative untuk mengurangi kebiasaan
pasien menggaruk lesi akibat adanya reaksi inflamasi
Calsipotrient yang merupakan analog vitamin D bekerja sebagai agen
antiproliferasi keratinosi dan menghambat produksi sitokin yang berasal dari
keratinosit maupun limfosit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 7. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (2015).
2. Siregar, R. S.: Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta (1996).
3. Sularsito, Sri Adi. Dkk.: Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli Dermato –
Venereologi Indonesia, Jakarta (1986).
4. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan
Kelamin RSUP Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar (2011).
19
20