Anda di halaman 1dari 126

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK SAMMARIE BASRA
JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR
PERIODE 10 – 29 MARET 2014 DAN 21 APRIL – 12 MEI 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

OKTA FESTI AMANDA, S.Farm.


1306344021

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
i Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK SAMMARIE BASRA
JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR
PERIODE 10 – 29 MARET 2014 DAN 21 APRIL – 12 MEI 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

OKTA FESTI AMANDA, S.Farm.


1306344021

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

ii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


iii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


iv

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


v

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis uncapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie Basra
yang berlokasi di Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur pada tanggal 10 –
29 Maret dan 21 April 2014 – 12 Mei 2014.
Laporan ini merupakan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker
di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini,
diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS selaku pembimbing I, yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, pengarahan, serta nasehat kepada penulis
selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
2. Ibu Widia, S.Si., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek dan pembimbing
lapangan yang telah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada penulis
selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
3. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II dan Ketua Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
memberikan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia yang telah memberikan kesempatan menempuh pendidikan profesi
apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku pembimbing akademis atas segala bimbingan
dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan
profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

vi

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


6. Keluarga atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis
dalam melaksanakan kegiatan di Program Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
7. Karyawan dan Karyawati Apotek SamMarie Basra atas perhatian dan
kerjasama selama penulis melaksanakan PKPA.
8. Seluruh staf pengajar dan sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan selama pendidikan
program studi profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
9. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVIII yang selalu mendukung, menyemangati, dan memberikan rasa
kebersamaan selama satu tahun ini.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat


kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan
manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

2014

vii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


iii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Okta Festi Amanda


NPM : 1306344021
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek
SamMarie Basra Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta
Timur Periode 10-29 Maret 2014 dan 21 April – 12 Mei 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Apotek SamMari Basra Jalan


Basuki Rachmat No. 31, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar
mahasiswa profesi apoteker dapat memahami tugas pokok, peran dan fungsi
apoteker di apotek serta memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker
untuk beradaptasi langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di
apotek. Tugas khusus yang diberikan berjudul pembuatan daftar dan pengkajian
terhadap penyimpanan obat Look Alike Sound Alike (LASA) dan high alert di
apotek Sammarie Basra. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui jenis obat-
obatan yang dapat dikategorikan sebagai LASA dan high alert di apotek SamMarie
Basra serta mengetahui apakah penyimpanan obat-obatan sudah sesuai dengan
ketentuan yang disarankan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP).

Kata Kunci : Apotek, Look Alike Sound Alike, High Alert, SamMarie Basra
Tugas Umum : xv + 54 halaman, 20 lampiran
Tugas Khusus : ii + 24 halaman, 8 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 21 (1978-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (1991-2012)

ix

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


x

ABSTRACT

Name : Okta Festi Amanda


NPM : 1306344021
Study Program : Apothecary Profession
Title : Report of Apothecary Profession Internship at Apotek
SamMarie Basra, Basuki Rachmat Street Number 31, East
Jakarta on March 10th – 29th and April 21st – May 12th 2014

Pharmacist Professional Practice was implemented in Apotek SamMarie Basra,


Basuki Rachmat Street Number 31, East Jakarta. PKPA activity was intended that
students can understand the basic tasks, roles, and functions of pharmacist in
pharmacy. Besides that, the aim of this activity was also to give chance for the
students to adapt in the reality of pharmacist work environment at pharmacy. A
special task was given as making list of and reviewing the storage of Look Alike
Sound Alike (LASA) and High Alert drugs in Apotek SamMarie Basra. It was
aimed to know LASA and high alert drugs that exist in this pharmacy. Also, to
determine whether the storage of medicines is in conformity with the provisions
suggested by the Institute for Safe Medication Practices (ISMP).

Keywords : Pharmacy; Look Alike Sound Alike; High Alert;


SamMarie Basra
General Assignment : xv + 54 pages; 20 appendices
Spesific Assignment : ii + 24 pages; 8 appendices
Bibliography of General Assignment : 21 (1978-2012)
Bibliography of Spesific Assignment : 7 (1991-2012)

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABTRACT ...............................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................1


1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan ...............................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ..............................................................................3


2.1 Pengertian Apotek ..........................................................................3
2.2 Landasan Hukum Apotek...............................................................3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ..............................................................4
2.4 Persyaratan Pendirian Apotek ........................................................5
2.5 Kelengkapan Apotek ......................................................................6
2.6 Perbekalan Farmasi ........................................................................7
2.7 Tata Cara Pemberian Izin Apotek ................................................11
2.8 Personalia Apotek ........................................................................13
2.9 Pelanggaran Apotek .....................................................................15
2.10 Pencabutan Surat Izin Apotek ......................................................17
2.11 Pengelolaan Apotek .....................................................................18
2.12 Pelayanan Apotek.........................................................................23
2.13 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek ....................31
2.14 Pelayanan Informasi Obat ............................................................36

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAMMARIE BASRA .................38


3.1 Sejarah Singkat.............................................................................38
3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek.................................38
3.3 Struktur Organisasi ......................................................................38
3.4 Kegiatan di Apotek ......................................................................40
3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika .....................................42

BAB 4. PEMBAHASAN ...................................................................................44

xi

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................51
5.1 Kesimpulan ..................................................................................51
5.2 Saran ........................................................................................51

DAFTAR ACUAN................................................................................................53

LAMPIRAN ..........................................................................................................55

xii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penandaan obat bebas .......................................................................8


Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas .........................................................8
Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas ......................................9
Gambar 2.4. Penandaan obat keras .....................................................................10
Gambar 2.5. Penandaan narkotika .......................................................................11

xiii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah lokasi Apotek SamMarie Basra...........................................55


Lampiran 2. Desain ruang depan Apotek SamMarie Basra ................................56
Lampiran 3. Desain ruang racik Apotek SamMarie Basra .................................57
Lampiran 4. Denah ruangan Apotek SamMarie Basra .......................................58
Lampiran 5. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psiktropika ................59
Lampiran 6. Form resep ......................................................................................60
Lampiran 7. Salinan resep ...................................................................................61
Lampiran 8. Etiket obat .......................................................................................62
Lampiran 9. Plastik pembungkus obat ................................................................63
Lampiran 10. Struktur organisasi Apotek SamMarie Basra .................................64
Lampiran 11. Alur pemesanan dan penerimaan obat ............................................65
Lampiran 12. Surat pesanan ..................................................................................66
Lampiran 13. Faktur pembelian ............................................................................67
Lampiran 14. Kartu stok barang ...........................................................................68
Lampiran 15. Surat pesanan narkotika ..................................................................69
Lampiran 16. Surat pesanan psikotropika .............................................................70
Lampiran 17. Laporan penggunaan narkotika ......................................................71
Lampiran 18. Laporan penggunaan psikotropika .................................................72

xiv

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan (Presiden RI, 2009c). Apotek menjadi salah satu
sarana pelayanan kesehatan untuk mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Presiden RI, 2009a).
Pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat merupakan
pelayanan kefarmasian yang menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di apotek.
Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian disebutkan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Presiden RI, 2009a). Kegiatan pelayanan kefarmasian pada
awalnya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi. Saat ini,
pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek telah mengalami pergeseran
orientasi dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dari pasien (Menteri Kesehatan RI, 2004).

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


2

Pelayanan kefarmasian tersebut merupakan suatu tugas dan tanggung jawab


Apoteker Pengelola Apotek dalam melaksanakan pengelolaan baik secara teknis
farmasi maupun non teknis farmasi di apotek. Seorang apoteker harus memahami
dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengobatan seorang apoteker harus melakukan praktiknya sesuai dengan standar
yang ada serta penerapan ilmu yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya. Selain itu,
kemampuan lain yang harus dimiliki oleh seorang apoteker adalah kemampuan
berkomunikasi dengan baik kepada tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Menteri Kesehatan RI,
2004).
Untuk dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian
tersebut maka perlu bagi para calon apoteker untuk melakukan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di apotek. Selain sebagai tempat yang memberikan
perbekalan bagi para calon apoteker untuk dapat menjadi apoteker profesional,
PKPA di apotek dapat digunakan sebagai tempat untuk menerapkan ilmu yang telah
dipelajari selama masa kuliah serta membandingkan teori dengan praktiknya di
lapangan. Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia melakukan kerjasama dengan Apotek SamMarie Basra untuk
melaksanakan PKPA pada tanggal 10-29 Maret dan 21 April-12 Mei 2014.

1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
SamMarie Basra yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia adalah :
a. Memahami tugas pokok, peran dan fungsi apoteker di apotek; dan
b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker untuk beradaptasi
langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek dan
memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek SamMarie Basra,
serta memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam
pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan,
menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu,
tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sementara menurut Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dalam ketentuan
umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker dan apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah perbuatan meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.

2.2 Landasan Hukum Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam:
a. Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika;

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


4

c. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika;


d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek;
e. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
184/Menkes/Per/II/1995;
f. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa
Bakti dan Izin kerja Apoteker;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek;
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
dan
j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut:
a. Tempat praktik profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan;
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat;
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


5

2.4 Persyaratan Pendirian Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993
yang telah diperbarui melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1332/Menkes/SK/X/2002, persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain;
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi; dan
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi;
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004, disebutkan bahwa:
a. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat;
b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat;
d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari
aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
penyerahan;
e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk
memperoleh informasi dan konseling;
f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat,
serangga; dan
g. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


6

2.5 Kelengkapan Apotek


Untuk mendapatkan izin apotek, seorang apoteker atau apoteker yang
bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap
dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Beberapa
kelengkapan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat
atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek, dan perbekalan
farmasi (Said, 2012).

2.5.1 Lokasi
Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum antar apotek
tidak dipermasalahkan lagi, tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan
kebijakan atau peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih
dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk, jumlah praktik dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan
faktor-faktor lainnya (Said, 2012).

2.5.2 Bangunan
Suatu apotek sebaiknya mempunyai luas bangunan yang cukup sehingga
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Bangunan apotek
yang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan
penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat,
dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan
penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi
yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan
memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas
dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan seng yang
pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat
apotek, dan nomor telepon (Said, 2012).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


7

2.5.3 Peralatan Apotek


Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki peralatan apotek
yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Peralatan apotek
yang harus dimiliki antara lain (Said, 2012):
a. Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, lumpang,
alu,gelas ukur, dan lain-lain;
b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat,
lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan
psikotropika. Lemari narkotik harus memenuhi persyaratan yang ada dalam
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009;
c. Wadah pengemas dan pembungkus;
d. Perlengkapan administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan
penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat, kuitansi; dan
e. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-
undangan yang berhubungan dengan kegiatan apotek.

2.6 Perbekalan Farmasi


Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “tanda” untuk
membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar
pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu:
a. Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus
Obat Bebas dan Obat BebasTerbatas;
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda
Khusus Obat Keras Daftar G;
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat
Wajib Apotek; dan
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.688/Menkes/Per/VII/1997 tentang
Peredaran Psikotropika.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


8

Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi


beberapa golongan yaitu (Said, 2012; Presiden RI, 1997b):
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau
dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri Kesehatan RI, 1983). Contoh obat bebas
adalah Panadol®, Promag®, dan Diatab®.

Gambar 2.1. Penandaan obat bebas

2. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat
berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri Kesehatan RI, 1983).

Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas

Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah
atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan
dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan
huruf berwarna putih.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


9

Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya, yaitu sebagai


berikut (Menteri Kesehatan RI, 1983):
a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Decolgen ®,
Ultraflu®, dan Fatigon®.
b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh:
Betadine gargle® dan Minosep®.
c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Fosen
enema®
d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
f. P No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol®
Suppositoria.

P. No. 1 P. No. 2
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Baca aturan Hanya untuk kumur,
memakainya Jangan ditelan

P. No. 3 P. No. 4
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian Hanya untuk dibakar
luar dari badan

P. No. 5 P. No. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan
ditelan

Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas

3. Obat Keras Daftar G


Obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,
mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan disebut obat keras. Tanda khusus untuk
obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dan huruf K di dalamnya yang menyentuh garis tepi (Menteri Kesehatan RI, 1986).
Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan
secara jelas tanda khusus untuk obat keras. Tanda khusus dapat tidak dicantumkan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


10

pada blister, strip aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah lain,
apabil wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar (Menteri Kesehatan RI, 1986).

Gambar 2.4. Penandaan obat keras


Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter
dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh
diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon,
antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, semua obat suntik, dan psikotropika.

4. Psikotropika
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku disbut
psikotropika. Penggolongan dari psikotropika adalah (Presiden RI, 1997a):
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA);
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin;
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amobarbital, pentobarbital, siklobarbital; dan
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


11

5. Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, disebut narkotika (Presiden RI, 2009b).

Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Presiden RI, 2009b):


a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kokain, opium, heroin, ganja;
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona,
metadona; dan
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina.

2.7 Tata Cara Pemberian Izin Apotek


Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI
kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek
(PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


12

pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada
Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan pasal 9 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara
Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir APT-1;
b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan;
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3;
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir APT-4;
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh formulir APT-5;
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6;
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


13

Penundaan;
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan
pemilik sarana;
i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan; dan
j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan
menggunakan formulir model APT-7.

2.8 Personalia Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 1, tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
operasional apotek terdiri dari:
a. Satu orang Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA);
b. Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek di samping
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikan pada jam-jam
tertentu pada hari buka apotek;
c. Apoteker Pengganti, yaitu apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola
Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat
lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Praktik
Apoteker dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek
lain; dan
d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


14

Tenaga-tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di


apotek terdiri dari:
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker;
b. Kasir adalah petugas yang bertugas menerima uang dan mencatat pemasukan
serta pengeluaran uang; dan
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan
membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
menjelaskan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah
apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Sebelum melaksanakan
kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku
untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat
melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Seorang APA
bertanggung jawab akan kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, dan juga
bertanggung jawab kepada pemilik modal apabila bekerja sama dengan pemilik
sarana apotek (PSA).
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Presiden RI, 2009a):
a. Memiliki keahlian dan kewenangan;
b. Menerapkan Standar Profesi;
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional;
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
f. Wajib memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker Pengelola
Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping di Apotek; dan
g. Apoteker Pengelola Apotek (APA) hanya dapat melaksanakan praktik di satu
apotek sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan praktik
paling banyak di tiga Apotek.
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi (Menteri Kesehatan RI,
2011). STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


15

lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA,


Apoteker harus memenuhi persyaratan (Presiden RI, 2009a):
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada
Apoteker dan Apoteker Pendamping untuk dapat melaksanakan praktik pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu Apotek atau Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) (Menteri Kesehatan RI, 2011). SIPA dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada
tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
Untuk mendapatkan SIPA, apoteker harus memiliki (Presiden RI, 2009a):
a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas
kesehatan yang memiliki izin; dan
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut:
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku;
b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi;
c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin; dan
d. Melakukan pengembangan usaha apotek.
Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Said, 2012):
a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan;
b. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan;
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


16

c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan; dan


d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

2.9 Pelanggaran Apotek


Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran berat apotek, yaitu sebagai
berikut:
a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi;
b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap;
c. Pindah alamat apotek tanpa izin;
d. Menjual narkotika tanpa resep dokter;
e. Kerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak
berhak dalam jumlah besar; dan
f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu
APA keluar daerah selama tiga bulan berturut-turut.
Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran ringan apotek, yaitu sebagai
berikut:
a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir
pada jam buka apotek;
b. Mengubah denah apotek tanpa izin;
c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak;
d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya;
e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan;
f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada;
g. Salinan resep yang tidak ditanda tangani oleh apoteker;
h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain;
i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat;
j. Resep narkotika tidak dipisahkan;
k. Buku harian narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa; dan
l. Tidak mempunyai atau tidak mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal-usul obat tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


17

Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila


terdapat pelanggaran terhadap:
a. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541);
b. Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009;
c. Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009; dan
e. Undang-Undang Psikotropika No. 5 tahun 1997.

2.10 Pencabutan Surat Izin Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam
jangka waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila:
a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan
dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena
sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan, seharusnya dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh
Menteri;
b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari
2 (dua) tahun secara terus menerus;
c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang
Narkotika yang telah direvisi menjadi Undang-undang No. 35 tahun 2009,
Undang-Undang Obat Keras No. St. 1973 No. 541, Undang-Undang No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah direvisi menjadi Undang-undang No.
36 tahun 2009.
d. Surat Izin Praktik Apoteker Pengelola Apotek dicabut;
e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat; dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


18

f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat


pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan
Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan
dengan menggunakan contoh Formulir APT-12; dan
b. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir APT-13.
Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam poin (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan
contoh formulir APT-14. Pencairan Izin Apotek dimaksud di atas dilakukan setelah
menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola
Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib
mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek;
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci; dan
c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Dinas Kesehatan tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi
yang dimaksud dalam poin (a).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


19

2.11 Pengelolaan Apotek


Seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pelayanan apotek disebut pengelolaan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan
obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan
farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang
meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang
diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada
masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya
dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 1993c); dan
b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,
keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan
bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 1993c). Secara garis besar pengelolaan apotek dapat
dijabarkan sebagai berikut:

2.11.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


a. Perencanaan
Kegiatan yang termasuk dalam proses perencanaan adalah pemilihan jenis,
jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan
obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat
kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan.
Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang
habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-
bulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam
melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar
Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang
ditawarkan sesuai, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


20

sesuai, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian
obat-obatan yang hampir kadaluarsa.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek maka dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:
1) Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola
penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut;
2) Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi
daya beli terhadap obat-obatan; dan
3) Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan
khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat
yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-
obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.

b. Pengadaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), menyebutkan bahwa pabrik farmasi dapat
menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit,
dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan
pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau
melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang
yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan
pemasok; dan
2) Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), minimal
dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nomor SIPA.
Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anief, 2001):

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


21

1) Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan


kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini
dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari
apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang
dipesan;
2) Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan
pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan
penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal
ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian
sesuai dengan kebutuhan; dan
3) Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah
yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga
dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada
waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan.
Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi
cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.

c. Penyimpanan
Obat dengan bentuk sediaan padat, sediaan cair, atau setengah padat
disimpan secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang
bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh
pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat
dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan
obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang di apotek sebaiknya
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out)
sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan
paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


22

2.11.2 Pengelolaan Keuangan


Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah:
a. Laporan Rugi-Laba
Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau
rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu disebut laporan laba-rugi.
Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal +
pembelian - persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba
bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak.
b. Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu
tertentu disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah
harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva,
atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva
merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena
itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva.
Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi
kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa
gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal.
c. Laporan Hutang-Piutang
Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam
satu tahun disebut laporan hutang, sedangkan laporan piutang berisikan piutang
yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak
apotek.
2.11.3 Administrasi
Kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses administrasi apotek meliputi:
a. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau
mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan
seperti, laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya,
pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain;
b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-bukti
pengeluaran dan pemasukan;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


23

c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas,


dan pembayaran secara tunai atau kredit;
d. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masing-
masing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta;
e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau
kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu
dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang
apotek;
f. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang,
dan penagihan sisa piutang; dan
g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan,
mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan.

2.12 Pelayanan Apotek


Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang telah diperbarui dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yang meliputi:
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker
Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat;
b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang
bermutu baik dan absah;
c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten. Namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan obat
generik;
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat
mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan
ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Balai Besar POM;
e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


24

tepat;
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;
g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tandatangan yang lazim di atas resep;
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker;
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu 3 tahun;
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep
atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan
atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku;
dan
k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat
Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

2.12.1 Pelayanan Resep


Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan SK No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Departemen Kesehatan
RI, 2008), pelayanan resep meliputi:
a. Skrining Resep
Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi:
1) Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP,
alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin
pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang
diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya;
2) Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara, lama pemberian; dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


25

3) Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping,


interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan Obat
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus
dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis,
jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan
dapat dibaca.Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien.
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat
dan konseling kepada pasien.
c. Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini, informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu
pengobatan, cara penyimpanan obat, aktifitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari selama terapi.
d. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan.
e. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


26

Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek berdasarkan SK No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Departemen Kesehatan
RI, 2008), penyimpanan dan pemusnahan resep meliputi::
a. APA mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor
urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga
tahun;
b. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya;
c. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan, dapat
dimusnahkan;
d. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang
memadai oleh APA bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang
petugas apotek; dan
e. Pada pemusnahan resep, harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan dan dibuat rangkap empat serta ditandatangani
oleh APA dan petugas apotek.

2.12.2 Promosi dan Edukasi


Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lain.

2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care)


Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan (medication record).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


27

2.12.4 Pelayanan Swamedikasi


Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri
dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan
secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa
walaupun digunakan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara
rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk
bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya.
Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (OWA)
dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat
secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang bertanggung jawab
membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat, dan kualitasnya,
serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan
kondisi pasien.
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan
swamedikasi, agar dapat masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara
bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa
walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas, obat
bebas terbatas, dan OWA tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang
tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan
kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan
informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat
dan rasional. Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan:
a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.
b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman, dan ekonomis.
c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah
meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-
produk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga diharapkan dapat
memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya dan kapan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


28

harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter.


Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam
pelaksanaan swamedikasi antara lain:
a. Khasiat obat
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami
pasien.
b. Kontraindikasi
Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang
diberikan,agar tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi dimaksud.
c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada)
Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul
dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d. Cara pemakaian
Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan
melalui anus, atau cara lain.
e. Dosis
Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f. Waktu pemakaian
Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,
misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g. Lama penggunaan
Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien
tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum
hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan
makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa meminum obat.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


29

j. Cara penyimpanan obat yang baik.


k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.
Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang
obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini
penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek
farmakoekonomi dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker
juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam
pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical
Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang
bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan
informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua
produk yang tersedia untuk swamedikasi.
b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan
kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan
kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan
kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak
dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan
obat tersebut dalam swamedikasi.
d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota
masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan
tanpa indikasi yang jelas.

2.12.5 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993
tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


30

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orangtua di atas 65 tahun;
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit;
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia; dan
e. Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Menteri Kesehatan RI, 1990).
Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat, wajib:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang
disebutkan dalam daftar obat wajib apotek;
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan; dan
c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Obat yang termasuk dalam OWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
(Menteri Kesehatan RI, 1990; Menteri Kesehatan RI, 1993d; Menteri Kesehatan
RI, 1993e). Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 1 antara
lain (Menteri Kesehatan RI, 1990):
a. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi.
b. Obat saluran cerna, yang terdiri dari :
1) Antasida + sedativ/spasmodik
2) Anti spasmodik
3) Spasmodik+analgesik
4) antimual
5) Laksan
c. Obat mulut dan tenggorokan
d. Obat saluran napas
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


31

e. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari :


1) Analgetik
2) Antihistamin
f. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing.
g. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari :
1) Semua salep/krim antibiotik
2) Semua salep/krim kortikosteroid
3) Semua salep/krim/gel antiinflamasi nonsteroid (AINS)
4) Antijamur
5) Antiseptik lokal
6) Enzim antiradang topikal
7) Pemutih kulit
Sedangkan untuk obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib
apotek no. 2 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
924/Menkes/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 dan untuk obat-
obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 3 dapat dilihat pada
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/PER/X/1993 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No. 3.

2.13 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek


2.13.1 Pengelolaan Narkotika
Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia
merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan
pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi
sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut
dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat
disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan,
penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Said, 2012).
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


32

1. Pemesanan Narkotika
Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
khusus narkotika, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas,
stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap.
Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel
apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.

2. Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1978):
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat;
b. Harus mempunyai kunci yang kuat;
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan: bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari;
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm maka lemari tersebut harus dibaut melekat pada tembok atau lantai;
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan;
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan; dan
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.

3. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika


Prosedur tetap pelayanan resep yang mengandung narkotika, yaitu sebagai
berikut (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Skrining resep
1) Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


33

2) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu: bentuk


sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian;
3) Mengkaji pertimbangan klinis yaitu : adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain);
4) Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep
narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali;
5) Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang belum
dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli; dan
6) Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
b. Penyiapan Resep
1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep;
2) Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang
mengandung narkotika atau menimbang bahan baku narkotika;
3) Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya;
4) Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep; dan
5) Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan
jumlah obat sesuai permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Obat
1) Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep sebelum dilakukan penyerahan;
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3) Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima;
4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
5) Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik
resep; dan
6) Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


34

Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung


narkotika antara lain:
a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan;
b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter;
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep
dokter;
d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali;
e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli; dan
f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama
sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-
resep yang mengandung narkotika.

4. Pelaporan Narkotika
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa
apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat
lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak
tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan
Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan
Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotadengan menggunakan pelaporan
elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat
yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit jen Binfar dan Alkes) melalui
mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Namun,
penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


35

5. Pemusnahan Narkotika
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker
Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita
Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat (Menteri
Kesehatan RI, 1978):
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan;
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan;
c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan; dan
d. Cara pemusnahan dibuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM.
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan
narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa:
teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau
pencabutan izin.

2.13.2 Pengelolaan Psikotropika


Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang
berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan pengaturan psikotropika yaitu:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi:
a. Pemesanan Psikotropika
Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan
untuk beberapa jenis obat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter, dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan
menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


36

jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 3,
dua lembar untuk PBF dan 1 lembar untuk arsip apotek. Satu SP untuk
beberapa jenis obat psikotropika.
b. Penyimpanan Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat
golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan.
Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat, Dinas Kesehatan
Provinsi setempat, dan 1 salinan untuk arsip.
d. Pemusnahan Psikotropika
Kegiatan ini dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi
tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai
POM.

2.14 Pelayanan Informasi Obat


Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan,
pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan
informasi obat (PIO). Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi
tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat
regimen (dosis, cara, waktu, dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek
samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


37

dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif;


b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai
suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan;
c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut
pandang yang mungkin berlawanan;
d. Ilmiah, artinya informasi berdasarkan sumber data atv-au referensi yang dapat
dipercaya; dan
e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup
informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus
mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Peran apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien,
dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting, mengingat apotek sebagai
sarana kesehatan masyarakat yang melayani masyarakat dengan cara memberikan
obat sesuai dengan kebutuhan pasien atau resepnya. Pelaksanaan pelayanan
informasi obat di apotek bertujuan agar obat dapat digunakan pasien secara
rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen, tepat obat, serta waspada
terhadap efek samping obat. Oleh karena itu, dibutuhkan peran aktif apoteker di
apotek untuk memberikan informasi obat kepada pasien, dokter serta tenaga medis
lain yang terlibat di apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAMMARIE BASRA

3.1 Sejarah Singkat


Apotek SamMarie Basra berdiri pada tanggal 7 Desember 2005,
berdasarkan atas akta notaris Herawati, SH., No. 7 tahun 2005. Apotek SamMarie
Basra di bawah naungan SamMarie Healthcare Group.

3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek


Apotek SamMarie Basra ini awalnya berlokasi di lantai 1 Gedung Samudra,
dan saat ini berlokasi di lantai dasar gedung Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)
SamMarie Basra Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur. Apotek berada di
pinggir jalan dua arah, yang dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah
dijangkau oleh pasien dengan kendaraan umum serta memiliki halaman parkir yang
cukup luas untuk kendaraan pribadi. Lokasi apotek dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bangunan Apotek memilik satu lantai yang terdiri dari ruang tunggu, tempat
penerimaan resep dan penjualan obat, ruang peracikan, penyimpanan obat, alkes
dan arsip, serta wastafel. Loket kasir, tempat istirahat pegawai dan toilet digunakan
bersama dengan RSIA SamMarie Basra. Desain apotek dapat dilihat pada Lampiran
2. dan Lampiran 3., sedangkan denah apotek dapat dilihat pada Lampiran 4.
Apotek memiliki ruang peracikan yang terpisah dengan ruang tunggu
sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen. Ruang peracikan cukup
luas sehingga karyawan dapat leluasa bergerak. Ruang tunggu apotek tidak terlalu
besar karena biasanya pasien menunggu di ruangan tunggu RSIA.

3.3 Struktur Organisasi


Pemilik Sarana Apotek (PSA) ini adalah PT. SamMarie Primafiat yang
dikelola oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker Pengelola Apotek
bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan di Apotek. Agar manajemen apotek

38 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


39

dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal, suatu
apotek harus mempunyai struktur organisasi serta pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas. Apotek mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut (dapat dilihat pada Lampiran 10.).
Tenaga Teknis Farmasi yang terdapat di dalam Apotek SamMarie Basra
yaitu terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
b. Asisten Apoteker : 5 orang
Tenaga kerja di Apotek SamMarie Basra secara bergantian bekerja
berdasarkan shift-shift yang telah dibagi, yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00
s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00
s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan: shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan
shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30 WIB). Adapun tugas dan fungsi tiap karyawan
yang ada di apotek SamMarie Basra adalah sebagai berikut:
a. APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Tugas dan tanggung jawab APA sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala keperluan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
2) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja Asisten Apoteker (AA) antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.
3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyimpanan
dokumen penting.
4) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional.
5) Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


40

b. Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi AA sebagai berikut:
1) Mendata keperluan barang.
2) Mengatur, mengawasi, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
3) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa
kelengkapan resep.
4) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep,
menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
5) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
6) Mencatat keluar masuk barang.
7) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
8) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
9) Membuat salinan resep bila diperlukan.

3.4 Kegiatan di Apotek


Pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang,
pembuatan obat racikan, dan penjualan merupakan kegiatan yang dilakukan di
apotek.

3.4.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi


Apoteker Pengelola Apotek dan AA membuat surat pesanan (SP) untuk
melakukan pengadaan perbekalan farmasi yang dilaksanakan melalui pembelian
secara kredit dan dibayar satu kali setiap bulan, yaitu 30 hari setelah pemesanan.
Sebelum dilakukan pengadaan obat, terlebih dahulu dilakukan perencanaan
pengadaan obat berdasarkan kebutuhan dan berdasarkan buku defecta. SamMarie
Healthcare Group memiliki unit usaha berupa Pedagang Besar Farmasi (PBF),
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


41

yaitu PT. SamMarie Tramedifa. Barang-barang yang dipesan, kemudian diantar dan
disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Untuk pemesanan
cito disampaikan melalui telepon dimana SP menyusul ketika barang diantar.
Barang yang diterima, diperiksa keadaan fisiknya, tanggal kadaluarsa, jenis, dan
jumlah barang sesuai dengan yang tertera pada faktur dan SP. Asisten Apoteker
atau APA akan menandatangani faktur barang yang diterima apabila barang yang
diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar
kopinya disimpan. Bila sudah cocok dengan faktur maka barang yang diterima
dimasukkan datanya ke komputer dan kartu stok. Alur pemesanan obat di Apotek
SamMarie Basra dapat dilihat di Lampiran 11. Adapun contoh surat pesanan dan
faktur pembelian dapat dilihat pada Lampiran 12. dan Lampiran 13.

3.4.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang


Barang diterima disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis dengan
sistem FIFO (First in First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Setiap jenis
obat yang disimpan disertai dengan kartu stok (contoh kartu stok dapat dilihat pada
Lampiran 14.). Obat bebas, obat bebas terbatas, suplemen makanan, Over the
Counter (OTC), dan beberapa alat kesehatan diletakkan di etalase. Obat keras
(generik dan paten) diletakkan pada lemari dalam, sedangkan narkotika dan
psikotropika disimpan di lemari khusus. Obat yang membutuhkan penyimpanan
khusus pada suhu rendah, disimpan dalam lemari pendingin.

3.4.3 Penjualan
Kegiatan penjualan yang dilakukan meliputi pelayanan resep, penjualan
obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep yang
dibayar tunai dan resep yang dibayar kredit melalui kasir RSIA.
a. Penjualan Resep yang dibayar tunai.
Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai
disebut sebagai penjualan resep yang dibayar tunai.
b. Penjualan Resep yang dibayar kredit.
Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar tidak secara tunai
disebut sebagai penjualan resep yang dibayar kredit.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


42

Pasien melakukan pembayaran melalui jasa perusahaan asuransi yang


pembayarannya secara berjangka, berdasarkan perjanjian yang telah disetujui
bersama. Tagihan dibebankan kepada perusahaan yang bersangkutan. Apotek
mengadakan kerja sama dengan empat belas perusahaan asuransi di antaranya
Admedika, Gami medilum, Medika Plaza, PT. Interpay Kalindo, dan lain-lain.
c. Penjualan OTC.
Barang yang dijual tanpa resep dokter disebut penjualan OTC, dan meliputi obat
bebas dan obat bebas terbatas,obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi,
dan alat kesehatan.

3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika


Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika memerlukan
pengawasan yang khusus. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
penyalahgunaan yang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya, tidak saja
bagi pengguna tetapi juga bagi masyarakat lainnya. Pengelolaan terhadap narkotika
dan psikotropika meliputi :
3.5.1 Pengadaan Narkotika dan Psikotropika
Pembelian narkotika pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma
sebagai distributor tunggal, pembelian tersebut dilakukan dengan menggunakan
surat pesanan narkotika rangkap 4 dimana satu surat pesanan hanya berlaku untuk
1 jenis narkotika dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIPA, nomor SIA, jabatan, alamat
rumah, nama apotek serta stempel apotek.
Pada pesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi
resmi khususnya untuk penyaluran psikotropika rangkap 3 dengan menggunakan
surat pesanan psikotropika. Contoh Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropika
dapat dilihat pada Lampiran 15. dan Lampiran 16.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


43

3.5.2 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika


Tempat untuk menyimpan narkotika dan psikotropika berupa lemari khusus
yang saling terpisah satu sama lain dengan kunci yang berbeda. Baik lemari khusus
untuk menyimpan narkotika maupun lemari khusus untuk menyimpan
psikotropika, masing-masing lemari khusus tersebut terbuat dari kayu yang
ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum dengan kunci yang
kuat yang disimpan khusus dalam lemari obat oleh APA. Lemari khusus
penyimpanan narkotika maupun lemari khusus penyimpanan psikotropika, tidak
digunakan untuk menyimpan obat atau barang lain selain narkotika dan
psikotropika. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika dapat dilihat
pada Lampiran 5.

3.5.3 Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika


Apotek hanya melayani resep yang mengandung narkotika dari resep asli
atau salinan resep yang berasal dari apotek SamMarie Basra yang belum dilayani.
Narkotika yang dikeluarkan dicatat dalam software pemakaian narkotika untuk
laporan penggunaan narkotika. Untuk psikotropika yang dipakai juga dicatat dalam
software pemakaian psikotropika.

3.5.4 Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika


Setiap bulan, apotek wajib membuat laporan narkotika berdasarkan
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan
narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika serta psikotropika di
masukkan ke dalam sebuah software khusus. Hasil data laporan dikirim ke Seksi
Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jakarta Timur dalam bentuk softcopy
dengan tembusan ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam bentuk
hardcopy. Contoh laporan penggunaan narkotik dan psikotropik dapat dilihat pada
Lampiran 17. dan Lampiran 18.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya


praktik kefarmasian oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker (Presiden RI, 2009a). Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu bagian
dari sistem pelayanan kesehatan untuk membantu mewujudkan tercapainya
kesehatan yang paripurna pada seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas
(drug oriented) telah berubah orientasi menjadi pelayanan komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented) pasien
(Menteri Kesehatan RI, 2004). Sebagai salah satu sarana pelayanan kefarmasian
maka apotek juga harus melakukan segala kegiatannya dengan orientasi terhadap
pasien. Namun, sebagai suatu badan usaha, sebuah apotek juga harus berusaha
untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal agar kelangsungan operasional
apotek dapat berjalan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa apotek memiliki
dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Pada dasarnya, komoditas bisnis apotek adalah sediaan farmasi yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia (konsumen) sehingga pemerintah mewajibkan
bahwa penanggung jawab di apotek haruslah seorang apoteker yang telah
memperoleh Surat Izin Apotek (SIA). Hal ini bertujuan agar pengelolaan sediaan
farmasi tersebut dapat dilakukan sesuai ilmu kefarmasian yang telah dimiliki oleh
apoteker tersebut dan mencegah terjadinya cedera pada pasien karena pengelolaan
sediaan yang tidak benar.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan apotek, baik teknis maupun non teknis. Kegiatan teknis di apotek terdiri
dari kegiatan profesional dan manajerial. Kegiatan profesional meliputi kegiatan
yang berkaitan dengan pelayanan farmasi di apotek, mulai dari memeriksa
keabsahan resep, peracikan, pengemasan dan penulisan etiket, pemberian informasi
obat, hingga melakukan monitoring terhadap pasien ataupun memberikan
pelayanan swamedikasi pada pasien. Sementara itu, yang termasuk dalam kegiatan
44 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


45

manajerial meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan


penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (konsumen). Seorang apoteker
juga harus membina hubungan yang baik dengan karyawan serta konsumennya agar
hubungan yang harmonis dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman sehingga
segala kegiatan dia apotek dapat berjalan dengan lancar. Kemampuan
berkomunikasi yang efektif juga penting, termasuk terhadap rekan sejawat seperti
dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya agar apotek dapat terus
mengalami kemajuan dan mendapat citra yang baik.
Pada PKPA kali ini, penulis berkesempatan untuk melakukan PKPA di
Apotek SamMarie Basra yang berlokasi di Jalan Basuki Rachamat No. 31 Jakarta
Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang padat penduduk dan ramai dilalui
kendaraan bermotor. Adanya fly over di depan lokasi apotek ini membuat apotek
menjadi tidak terlalu terlihat dari sisi jalan. Namun, karena apotek ini berada satu
bangunan dengan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) SamMarie Basra dimana pada
rumah sakit ini banyak praktik dokter dilaksanakan, membuat apotek ini tetap ramai
dikunjungi. Karena RSIA SamMarie Basra ditargetkan untuk konsumen dengan
kelas menengah ke atas maka target konsumen dari apotek ini pun demikian karena
jumlah resep yang masuk ke apotek ini sebagian besar dari RSIA tersebut.
Bangunan apotek SamMarie Basra dibagi menjadi 2 ruangan, yaitu ruangan
bagian depan dan ruangan bagian dalam. Ruangan bagian depan apotek digunakan
sebagai counter untuk penerimaan resep dan penghitungan nilai resep (kasir),
penyerahan obat, dan ruang tunggu. Pada bagian depan apotek juga terdapat etalase
kaca untuk menyimpan produk OTC (Over the Counter) yang digolongkan
berdasarkan alfabetis sehingga jenis obat di apotek tersebut dapat terlihat langsung
oleh konsumen, dan menarik perhatian konsumen untuk membeli. Ruang tunggu
apotek dilengkapi dengan kursi, pendingin ruangan, dan televisi sehingga pasien
dapat merasa nyaman selama menunggu penyiapan/peracikan obat. Pada bagian
depan Apotek SamMarie Basra terdapat papan nama penunjuk keberadaan apotek
yang dilengkapi dengan nama APA, No. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), No.
SIA (Surat Izin Apotek), dan alamat apotek. Ruang tunggu juga selalu dijaga agar
tetap bersih agar menambah kenyamanan pelanggan. Halaman parkir pada apotek

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


46

ini juga cukup luas karena juga merupakan halaman parkir untuk rumah sakit dan
sebagian besar pasien menggunakan kendaraan pribadi.
Ruang bagian dalam apotek dibagi menjadi dua, yaitu ruang racik dan ruang
penyimpanan alat-alat kesehatan. Pada ruang racik terdapat lemari tempat
menyimpan obat ethical dan obat generik, serta meja untuk melakukan peracikan
dan penyiapan obat. Terdapat dua meja untuk penyiapan obat, satu meja yang
dilengkapi dengan lemari kecil di bawahnya digunakan untuk meracik obat dimana
pada meja tersebut telah tertata mortir dan alu serta alat pembungkus puyer dan
pada lemari bawahnya tersedia gelas ukur dan zat aktif obat yang biasanya
digunakan untuk meracik sediaan krim atau salep. Meja lainnya diletakkan di
samping meja racik yang biasa digunakan sebagai meja kerja. Meja kerja tersebut
merupakan tempat meletakkan etiket, plastik obat, kertas perkamen serta timbangan
dan merupakan tempat untuk menulis etiket serta pemeriksaan kembali obat
sebelum diserahkan pada konsumen. Kedua meja tersebut diletakkan di sudut kanan
ruang racik. Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel untuk mencuci
peralatan racik. Di belakang ruang racik, terdapat satu ruangan lagi yang merupakan
ruang penyimpanan alat-alat kesehatan yang diperlukan untuk kebutuhan rawat
inap rumah sakit.
Apoteker sebagai penanggung jawab kegiatan manajerial di apotek harus
melakukan pengelolaan terhadap sediaan farmasi di apotek dengan baik. Sistem
manajemen dan administrasi di apotek harus diatur seefektif mungkin sehingga
kegiatan apotek dapat berlangsung dengan baik dan lancar serta meminimalisasi
kesalahan. Pada Apotek SamMarie Basra, sistem manajemen dan administrasi
sudah terlaksana cukup baik. Struktur organisasi cukup sederhana dengan SDM
yang terdiri dari PSA, APA, dan Asisten Apoteker (AA) dengan pembagian shift,
yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00
s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan:
shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30
WIB). Pada apotek ini tidak terdapat Apoteker Pendamping sehingga jika APA
tidak berada di tempat pelayanan dilakukan oleh AA.
Salah satu kegiatan rutin di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang
yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


47

telah mencapai level stock minimum ke dalam buku permintaan (defecta).


Pengadaan dilakukan dengan memperhatikan arus barang, fast moving atau slow
moving. Pemesanan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan setiap hari karena
pemesanan hanya dilakukan pada satu PBF, yaitu PT. SamMarie Tramedifa dan
lokasi PBF tersebut dekat dengan apotek. Biasanya PT. SamMarie Tramedifa
mengantarkan obat ke Apotek SamMarie Basra pada siang atau sore hari.
Pemesanan obat dengan sistem CITO (segera) dapat dilakukan jika tiba-tiba
terdapat obat yang stoknya sedang kosong atau permintaan obat tersebut meningkat
dengan menelepon langsung PBF tersebut untuk minta diantarkan segera atau
menjemput sendiri obat ke PT. SamMarie Tramedia tersebut oleh kurir apotek.
Obat dan perbekalan kesehatan yang diterima oleh apotek dari PT.
SamMarie Tramedifa diperiksa terlebih dahulu sesuai surat pesanan barang, baik
dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setelah pemeriksaan selesai, faktur
ditandatangi oleh asisten apoteker atau apoteker yang memeriksa dan diberi cap
apotek. Faktur disimpan dan kemudian dicatat dalam kartu stok dan sistem
inventori obat. Faktur asli akan diserahkan ke apotek dan PT. SamMarie Tramedifa
menerima tanda tukar faktur. Bila faktur akan jatuh tempo, maka pembayaran
dilakukan secara tunai kepada PT. SamMarie Tramedifa oleh bagian keuangan
RSIA SamMarie Basra. Apotek SamMarie Basra melakukan pembayaran setiap
hari Jumat.
Pengadaan untuk narkotika dan psikotropika dilakukan melalui mekanisme
yang berbeda. Pemesanan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika
dilakukan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh
APA. Surat pesanan ditujukan kepada PT. Kimia Farma Tbk. sebagai distributor
tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan
secara COD (Cash on Delivery). Sementara itu, untuk obat-obat psikotropika dapat
dilakukan melalui PBF yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan narkotika
terdiri dari empat rangkap, yaitu untuk PBF (PT Kimia Farma Tbk.), Balai POM,
pabrik obat (PT Kimia Farma Tbk.), dan arsip apotek.
Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis narkotika
dengan mencantumkan pula jumlah sisa stok yang masih tersedia di apotek.
Sedangkan untuk psikotropika, SP dibuat tiga rangkap yang akan diserahkan pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


48

PBF, Balai POM, dan arsip. Dalam satu SP psikotropika dapat digunakan untuk
beberapa jenis obat untuk PBF yang sama dan tidak perlu mencantumkan sisa stok
di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu pada
distributor sebelum barang diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh APA atau AA.
Penyimpanan obat di apotek SamMarie Basra dilakukan secara alfabetis
berdasarkan bentuk sediaan (padat, cair, semi padat, dan injeksi) serta dibedakan
antara obat generik dan nama dagang. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First
In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dimana obat dengan tanggal
kadaluarsa yang lebih cepat diletakkan paling luar atau paling atas agar dapat keluar
lebih dahulu.
Obat disimpan pada lemari kaca sehingga memudahkan untuk pengambilan
obat saat diperlukan serta menghindari obat dari debu, kelembapan, dan cahaya
yang berlebihan. Ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin
selalu diatur kondisi temperaturnya. Untuk ruang racik dan ruang penyimpanan
obat diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 25 oC, sementara untuk lemari
pendingin juga diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 10 oC. Pengecekan
kondisi temperatur ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin
selalu dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada jam 07.00 WIB, 14.00 WIB, dan 21.00
WIB. Pemantauan temperatur pada tempat penyimpanan ini penting untuk dapat
menjaga kestabilan obat sehingga obat yang diterima konsumen tetap terjaga
mutunya. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan khusus dengan temperatur
dingin, seperti suppossitoria dan vaksin disimpan pada lemari pendingin dimana di
Apotek SamMarie Basra ini terdapat dua lemari pendingin.
Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu
disimpan dalam lemari khusus terkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain,
dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Penyimpanan dan
penggunaannya harus diperhatikan untuk menghindari risiko kehilangan atau
penyalahgunaan obat. Kunci lemari narkotika berada dalam tanggung jawab APA,
tetapi dapat dibuka dengan seizin APA oleh AA yang bertugas pada shift dimana
apoteker sedang bertugas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


49

Pelayanan yang dilakukan di Apotek SamMarie Basra meliputi dua hal,


yaitu pelayanan resep dan swamedikasi. Pelayanan swamedikasi dilakukan
berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas
terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan swamedikasi tidak terlalu sering
dilakukan pada apotek ini. Pelayanan resep merupakan pelayanan utama di apotek
ini karena apotek ini berada di dalam rumah sakit. Sebagian besar resep yang
dilayani berasal dari dokter yang praktik di RSIA SamMarie Basra.
Resep yang diberikan oleh pasien akan diperiksa kelengkapannya dan
dihargai oleh apoteker atau asisten apoteker yang sedang bertugas. Pasien
mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil, apakah
langsung tebus seluruhnya atau setengahnya dahulu. Kecuali untuk obat-obat yang
harus diambil semua, maka apoteker atau asisten apoteker akan menjelaskan obat
mana yang sebaiknya ditebus terlebih dahulu. Jika pasien menginginkan obat
diganti dengan harga yang lebih rendah, maka apoteker dapat menghubungi dokter
yang bersangkutan terlebih dahulu. Setelah pasien setuju, pasien akan membayar
resep tersebut di kasir rumah sakit, sementara itu resep disiapkan di apotek,
dikemas, diberi etiket dan obat siap diserahkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian obat dengan resep. Setelah kesesuaian obat
dengan resep dikonfirmasi maka dapat dilakukan penyerahan obat kepada pasien
disertai pemberian informasi obat yang perlu bagi pasien oleh APA atau AA. Saat
pengambilan obat, pasien menyerahkan bukti pembayaran yang diperoleh dari kasir
untuk disimpan sebagai arsip di apotek.
Obat golongan narkotika hanya diberikan kepada pasien yang membawa
resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan
jika tidak ditebus semua maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada
apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep asli). Resep yang
mengandung narkotika diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat
non-narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan
resep asli dokter atau salinan resep. Resep ini dapat diulang jika perlu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


50

Apotek SamMarie Basra melakukan pelaporan penggunaan obat golongan


narkotika dan psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur
setiap periode, yatu setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan tiga bulan
sekali untuk psikotropika. Untuk obat-bat golongan ini yang rusak atau sudah
kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan yang disaksikan oleh APA, AA, dan
petugas dinas kesehatan serta dibuat berita acara pemusnahannya.
Pengelolaan resep di Apotek SamMarie Basra sudah cukup baik. Semua
resep yang sudah dilayani disimpan setiap harinya dan dipisahkan setiap bulan.
Resep-resep tersebut masih disimpan hingga saat ini dan belum dilakukan
pemusnahan resep.
Dari segi kewirausahaan, Apotek SamMarie Basra selalu berusaha
meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Stok obat diusahakan
sebisa mungkin untuk tidak pernah kosong ataupun over stock. Namun, terkadang
stok obat kosong masih sering terjadi di apotek ini sehingga pemesanan CITO perlu
dilakukan dan mengakibatkan pasien harus menunggu lebih lama dari waktu yang
seharusnya.
Dari segi pelayanan kefarmasian di apotek ini dapat dikatakan cukup baik.
Hal ini terlihat dari pelayanan resep yang diusahakan cepat dan tepat serta didukung
pemberian informasi obat yang sejelas mungkin pada pasien. Namun, konseling
penggunaan obat di apotek ini masih jarang dilakukan.
Fungsi promosi dan edukasi juga belum terlalu terlihat pada apotek ini
karena pada bagian depan apotek tidak terdapat penyebaran leaflet, brosur, ataupun
poster mengenai penggunaan obat.
Selain itu, kegiatan monitoring penggunaan obat dan efek penggunaan obat
yang tidak diinginkan pada apotek ini juga belum terlaksana. Kedua kegiatan
tersebut sebenarnya merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang perlu
dilakukan apoteker di apotek secara profesional dalam melakukan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Untuk ke depannya diharapkan pada apotek ini, proses konseling dan
monitoring penggunaan obat serta efek obat yang tidak diinginkan dapat terlaksana.
Selain itu, diharapkan fungsi promosi dan edukasi dari apotek ini dapat lebih
dijalankan lagi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di Apotek
SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran dan fungsi sebagai
penanggung jawab dalam pelaksana kegiatan kefarmasian di apotek baik kegiatan
teknis maupun non teknis, meliputi pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan
sarana dan prasarana apotek, pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran), administrasi, pelayanan resep (skrining
resep, penyiapan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat), dan pelayanan
swamedikasi.

5.1.2 Pada pelaksanaan PKPA di Apotek SamMarie Basra, mahasiswa calon


apoteker diberi kesempatan untuk melakukan praktik kefarmasian seperti
penerimaan resep, penyiapan obat (peracikan, penulisan etiket, pengemasan obat,
penyerahan obat beserta pemberian informasi obat), melakukan penyimpanan obat
dan pengecekan suhu ruang penyimpanan serta pengisian kartu stok berdasarkan
faktur. Mahasiswa juga diberi penjelasan mengenai sistem administrasi dan
manajemen di Apotek SamMarie Basra sehingga mahasiswa mendapat pembekalan
yang cukup tentang kegiatan yang berlangsung di apotek.

5.2 Saran
5.2.1 Apotek SamMarie Basra perlu meningkatkan penerapan pelayanan
kefarmasian dalam hal komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada para
pelanggannya sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan praktik
kefarmasian. Fungsi KIE dapat ditingkatkan dengan penyediaan brosur, leaflet,
poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi guna meningkatkan

51 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


52

pengetahuan dan perilaku pasien mengenai penggunaan obat. Kegiatan konseling


di Apotek SamMarie Basra serta monitoring penggunaan obat dan efek penggunaan
obat yang tidak diinginkan perlu dilaksanakan.

5.2.2 Perlu dilakukan pengkajian kembali dalam hal perencanaan pengadaan obat
harian untuk menghindari kekosongan stok obat karena pada saat ini kekosongan
stok obat masih terjadi.

5.2.3 Perlu seorang Apoteker Pendamping yang selalu ada di apotek agar
pelayanan kefarmasian dapat berjalan setiap saat dan pengendalian obat narkotika
dan psikotropika lebih terkontrol.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Anief, M. (2001). Manajemen Farmasi. (Cetakan ke-3). Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/Per/1978 tentang Penyimpanan
Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk
Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nmor. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat
Keras Daftar G. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria
Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan No.


924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

53 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


54

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993e). Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1176/Menkes/SK/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Menteri Kesehatan Repbulik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1332/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1997a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1997b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Said, M. U. (2012). Manajemen Apotek Praktis. (Cetakan ke-4 Ed. rev). Jakarta:
PD Wira Putra Kencana.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


54

LAMPIRAN

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
55

Lampiran 1. Denah lokasi Apotek SamMarie Basra

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


56

Lampiran 2. Desain ruang depan Apotek SamMarie Basra

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


57

Lampiran 3. Desain ruang racik Apotek SamMarie Basra

(a) Meja racik obat (b) Lemari penyimpanan obat

(c) Lemari penyimpanan alat kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


58

Lampiran 4. Denah ruangan Apotek SamMarie Basra

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


59

Lampiran 5. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika

A B A B

A B

Keterangan: A. Lemari khusus penyimpanan narkotika; B. Lemari khusus penyimpanan


Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


60

Lampiran 6. Form resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


61

Lampiran 7. Salinan resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


62

Lampiran 8. Etiket obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


63

Lampiran 9. Plastik pembungkus obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


64

Lampiran 10. Struktur organisasi Apotek SamMarie Basra

Pemilik
Sarana Apotek

Apoteker
Pengelola
Apotek

Asisten Asisten Asisten Asisten Asisten


Apoteker Apoteker Apoteker Apoteker Apoteker

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


65

Lampiran 11. Alur pemesanan dan penerimaan obat

Petugas mencatat barang yang ingin dipesan

Pemesanan barang ke PBF melalui telepon

Barang dikirim ke apotek pada hari yang sama


setelah pemesanan

Cek kesesuaian barang (nama, jumlah, jenis)


dengan faktur

Cek kondisi fisik barang

Setelah sesuai, faktur ditandatangani dan diberi


cap apotek oleh petugas

Catat barang yang datang sistem komputerisasi


dan kartu stok

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


66

Lampiran 12. Surat pesanan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


67

Lampiran 13. Faktur pembelian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


68

Lampiran 14. Kartu stok barang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


69

Lampiran 15. Surat pesanan narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


70

Lampiran 16. Surat pesanan psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


71

Lampiran 17. Laporan penggunaan narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


72

Lampiran 18. Laporan penggunaan psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


73

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN DAFTAR DAN PENGKAJIAN TERHADAP


PENYIMPANAN OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE (LASA)
DAN HIGH ALERT DI APOTEK SAMMARIE BASRA

TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

OKTA FESTI AMANDA, S. Farm.


1306344021

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN DAFTAR DAN PENGKAJIAN TERHADAP


PENYIMPANAN OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE (LASA)
DAN HIGH ALERT DI APOTEK SAMMARIE BASRA

TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

OKTA FESTI AMANDA, S. Farm.


1306344021

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

2ii

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1


1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan ...............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Pengertian Apotek ............................................................................3
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek .................................................................3
2.3 Medication Errors ............................................................................4
2.4 Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien ...............9
2.5 Look Alike-Sound Alike Drugs dan High-alert Drugs ....................12
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN .........................................................14
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian .......................................................14
3.2 Metode Pengkajian .........................................................................14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................15
4.1 Daftar Obat Look Alike Sound Alike (LASA) di Apotek SamMarie
Basra ............................................................................................16
4.2 Daftar Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra ......................16
4.3 Penyimpanan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra .................16
4.4 Penyimpanan Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra ...........20
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................23
5.1 Kesimpulan .....................................................................................23
5.2 Saran ...............................................................................................23
DAFTAR ACUAN................................................................................................24

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel taksonomi dan kategori medication errors ................................ 4

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Contoh peringatan obat LASA di Apotek SamMarie Basra ............. 19
Gambar 4.2 Contoh tall man letter ....................................................................... 20

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie
Basra .................................................................................................25
Lampiran 2. Daftar obat high alert di Apotek SamMarie Basra ...........................30

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apotek merupakan salah satu sarana praktik kefarmasian yang dilakukan
oleh apoteker. Kegiatan yang dilakukan di apotek meliputi penyaluran sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya serta pelayanan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker saat ini tidak lagi hanya menjadikan
obat sebagai komoditas, tetapi pelayanan yang dilakukan di apotek saat ini sudah
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Kementerian Kesehatan RI,
2004).
Dengan berubahnya orientasi kegiatan di apotek dari obat ke pasien ini,
maka seorang apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan untuk dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melakukan
interaksi langsung dengan pasien. Interaksi dengan pasien dapat dilakukan melalui
pemberian informasi obat dan monitoring penggunaan obat, untuk mengetahui
tujuan terapi yang diberikan apakah sesuai dengan target yang ingin dicapai dan
terdokumentasi dengan baik. Seorang apoteker juga harus memahami dan
menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam proses pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Oleh karena itu,
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan seorang apoteker harus
melakukan pelayanan di apotek sesuai dengan standar yang berlaku serta ilmu
yang telah diperoleh.
Salah satu jenis kesalahan pengobatan yang sering terjadi adalah kesalahan
pemberian obat kepada pasien yang dapat mengakibatkan terjadinya cacat/cedera
pada pasien tersebut. Kesalahan pengobatan tersebut dapat disebabkan karena
adanya obat yang memiliki kemiripan pelafalan nama ataupun kemiripan bentuk
kemasan. Kesalahan dapat terjadi pada saat penerjemahan resep karena tulisan
pada resep yang kurang jelas ataupun karena kesalahan saat pengambilan obat
dalam lemari penyimpanan akibat kemiripan nama atau kemasan tersebut. Obat-
obatan dengan nama atau pelafalan yang mirip tersebut dikenal dengan sebutan

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


2

Look Alike Sound Alike (LASA) Drugs (Florida Hospital Memorial Medical
Center, 2012).
Selain obat-obat LASA, kesalahan obat yang dapat mengakibatkan
kerugian yang berat pada pasien juga dapat disebabkan karena kesalahan saat
memberikan obat yang high-alert. Obat-obatan high-alert adalah obat-obatan
yang berisiko memberikan kerugian yang signifikan terhadap pasien jika terjadi
kesalahan dalam pemberian obat tersebut (tidak tepat pasien, dosis, rute
pemberian, dan bentuk sediaan) (Florida Hospital Memorial Medical Center,
2012).
Dengan banyaknya jumlah obat-obatan dan perbekalan kesehatan lainnya
di apotek, maka kesalahan pengobatan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu,
sejumlah upaya harus dilakukan dalam pengelolaan sediaan farmasi di apotek
untuk meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut. Salah satu cara
meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut adalah dengan membuat daftar
obat LASA dan high-alert di apotek, serta melakukan pengelolaan yang baik pada
obat-obatan tersebut terutama dalam penyimpanannya. Dalam tugas khusus ini
akan dilakukan pembuatan daftar obat LASA dan high-alert yang terdapat pada
apotek SamMarie Basra kemudian dilakukan pengkajian terhadap kondisi
penyimpanan obat-obatan tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan daftar dan pengkajian penyimpanan obat-obatan Look
Alike Sound Alike (LASA) dan high alert di apotek SamMarie Basra yaitu :
a. Mengetahui jenis obat-obatan yang dapat dikategorikan sebagai LASA dan
high alert di apotek SamMarie Basra.
b. Mengetahui apakah penyimpanan obat-obatan yang tergolong LASA dan
high alert di apotek SamMarie Basra sudah sesuai dengan ketentuan yang
disarankan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam
pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu
menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu
baik dan keabsahannya terjamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek
adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat
(Keputusan Menteri Kesehatan No.1332, 2002). Sementara menurut Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dalam ketentuan
umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker dan apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah perbuatan meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional (Peraturan Pemerintah No.51, 2009).

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


4

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,


pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Medication Errors


Definisi medication errors dari National Coordinating Council for
Medication error Reporting and Prevention (NCCMERP) adalah suatu
kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak
sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh
tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan
praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing;
order communication; product labeling; packaging; compounding;
dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan
penggunaan. Definisi lain dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, medication error adalah kejadian yang merugikan
pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang
sebetulnya dapat dicegah (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2008).
National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention (NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan
tingkat keparahan hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan
sebagai kesalahan potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan
mengarah ke perbaikan. Kategori medication error adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Taksonomi & kategorisasi medication error


Tipe error Kategori Keterangan
A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan
NO ERROR terjadinya error
B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak
menimbulkan risiko
a) Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


5

diminum/digunakan
ERROR- b) Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
NO HARM diminum/digunakan
D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan
monitoring terhadap pasien, tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien
E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau
intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada
pasien yang bersifat sementara
F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau
perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat
ERROR- yang bersifat sementara
HARM G Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm)
permanen
H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.
anafilaksis, henti jantung)
ERROR- I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
DEATH

[Sumber : NCC MERP, 2001, telah diolah kembali]

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase
transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
 Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang
diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan,
mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter
(atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


6

benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten


terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
 Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan
kesalahan yang sampai pada pasien.
b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
 Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang
penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang
keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang
tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau
protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya
bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang
ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
 Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil
dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian
dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai
tambahan pada dosis obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
 Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima
suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi
atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
 Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat.

2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak
jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga
dapat terjadi pada fase ini.
Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


7

 Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian


masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium
untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang
ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
 Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau
efek samping.
 Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu
antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.
c. Kesalahan karena interaksi obat
 Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-
obat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada
proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan
suppositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah
waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama
makan.
Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
 Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien,
sebelum dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
 Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya
dari waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
 Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam
pemberian suatu obat.
 Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


8

sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang


keliru.
d. Kesalahan karena tidak patuh
 Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu
regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh
menggunakan terapi obat antihipertensi.
e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
 Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh
dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar,
tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata
kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat
 Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan
farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak
menerima atau tidak menggunakan obat.

4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error
adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau
nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain
itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam
pemberian informasi.
Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
 Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
yang diorder oleh dokter penulis.
 Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
 Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan
yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang
secara fisik atau kimia inkompatibel.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


9

 Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan


cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
 Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau
kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang
disimpan secara tidak tepat.

2.4 Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien


Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur
pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan
obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring
dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien
yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim
pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan
farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan
insiden/kesalahan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2008)
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) :
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan
dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai
formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


10

 Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names) secara terpisah.
 Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya : menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj,
heparin, warfarin,insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik; kelompok obat
antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis,
tetapi tempatkan secara terpisah
 Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error
melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
 Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat
 Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
 Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas
yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


11

5. Dispensing
 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
 Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah,
pada saat mengembalikan obat ke rak.
 Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan
obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa.
Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada
proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien dan bekerja
sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Tepat pasien
 Tepat indikasi
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


12

 Tepat waktu pemberian


 Tepat obat
 Tepat dosis
 Tepat label obat (aturan pakai)
 Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi,
mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring
dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan
dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat di
dalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara
terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk
meningkatkan keselamatan pasien.

2.5 Look a Like Sound a Like Drug dan High-Alert Drug


Look a like sound a like drug adalah obat-obatan yang memiliki kemiripan
rupa/kemasan atau kemiripan nama yang diidentifikasi dapat berpotensi menjadi
sumber kesalahan dalam sistem pelayanan kesehatan (Aurora Health Care System
Interdisciplinary Clinical Policy, 2009). Sementara itu, high alert drug adalah
obat-obatan yang berisiko tinggi menyebabkan kerugian atau cedera yang
signifikan ketika terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Institute for Safe
Medication Practices (ISMP) , 2012).
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan high alert yaitu :
antiretroviral (efavirenz, lamivudine, ritonavir, dll); agen kemoterapi oral
(siklofosfamid, merkaptopurin, temozolomid); agen hipoglikemik oral; agen
imunosupresan (azathioprine, siklosporin, takrolimus); insulin, baik subkutan
mauun intravena; opioid; total parenteral nutrition solutions (TPN/PPN); obat
hamil kategori X (bosentan, isotretinoin); antinyeri untuk neonatus; antibiotik
untuk neonatus; cairan IV untuk neonatus; heparin intravena dan bolus.
Kesalahan penggunaan obat high alert dapat dihindari dengan : memberikan
pengetahuan yang wajib diberikan pada pasien, meningkatkan akses terhadap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


13

informasi tentang obat tersebut, menggunakan label tambahan atau peringatan


otomatis, menggunakan pengecekan ganda (double check), dan membuat
standarisasi peresepan, penyimpanan, penyaluran, dan pemberian obat-obat
tersebut (Institute for Safe Medication Practices (ISMP), 2012).

Kesalahan obat akibat look alike-sound alike dapat diminimalisasi dengan


beberapa cara berikut ini (Community Mental Health for Central Michigan,
2010):
a. Membuat daftar nama obat dagang dan generik yang ada di stok apotek
b. Menyimpan produk obat yang memiliki kemiripan nama atau rupa pada
tempat yang terpisah.
c. Melakukan dua kali pengecekan (double check) pada saat penyaluran
sediaan farmasi.
d. Menempelkan tanda yang menunjukkan adanya obat look alike sound alike
pada tempat disimpannya obat tersebut.
e. Mengubah penampilan obat yang memiliki kemiripan rupa/kemasan pada
label di apotek: data komputer, label di tempat penyimpanan, dan rekam
medis dengan memberi tanda seperti menebalkan huruf, memberikan warna
yang berbeda, atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada bagian
nama yang berbeda (contoh : hydrOXIzine, hydrALAzine)
f. Meminta kepada dokter penulis resep untuk menuliskan resep menggunakan
nama generik dan nama dagang obat tersebut.
g. Mengingatkan pada konsumen akan kemungkinan terjadinya pencampuran.
h. Menganjurkan pada pasien dan staf yang melakukan pelayanan untuk
bertanya kepada apoteker dan perawat mengenai pengobatan yang tidak
familiar atau terlihat/terdengar berbeda dari yang dibayangkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 3
METODOLOGI PENULISAN

3.1 Waktu dan Tempat


Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 – 29 Maret 2014 dan 21 april – 12
Mei 2014 yang bertempat di Apotek SamMarie Basra, Jalan Basuki Rachmat No.
31 Jakarta Timur.

3.2 Metode Penulisan


Penulisan laporan tugas khusus ini dilakukan dengan langkah sebagai
berikut :
a. Mengumpulkan daftar stok obat di apotek SamMarie Basra.
b. Membuat daftar obat look alike-sound like dan obat high alert dari daftar
stok obat tersebut.
c. Menganalisis apakah obat-obatan tersebut sudah disimpan sesuai dengan
yang disarankan menurut Institute for Safe Medication Practices untuk
meningkatkan keamanan pasien.

14 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Medication error merupakan kejadian akibat penggunaan obat yang


mengakibatkan cedera tetapi sebenarnya dapat dicegah. Berdasarkan penelitian,
peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap
ordering (49%), diikuti oleh tahap administration management (26%), pharmacy
management (14%), dan transcribing (11%) (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Sementara itu, berdasarkan Laporan
Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep 2007),
kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10
besar insiden yang dilaporkan. Jika dilihat lebih lanjut, dari proses penggunaan
obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering,
dispensing menduduki peringkat pertama (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2008).
Dalam proses dispensing, salah satu penyebab terjadinya kesalahan
pengobatan adalah adanya obat-obatan dengan nama atau rupa yang mirip. Obat-
obatan ini disebut dengan look alike-sound alike drug. Kesalahan dalam
pemberian obat ini dapat menyebabkan kerugian bagi pasien, baik ringan maupun
berat. Selain itu, kesalahan dalam pemberian obat yang dapat memberikan
kerugian yang berat juga dapat terjadi pada obat-obatan high-alert. Pemberian
obat high alert harus diberikan tepat pasien, tepat obat, tepat rute, tepat dosis, dan
tepat waktu (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012).
Untuk mengatasi kesalahan pengobatan akibat look alike-sound alike
drugs ataupun kesalahan pemberian obat-obatan high alert maka apotek sebagai
suatu tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker harus melakukan
berbagai langkah dalam mengurangi medication error tersebut demi
meningkatkan keamanan pasien. Salah satunya adalah dengan melakukan
penyimpanan yang benar terhadap obat-obatan tersebut sehingga tidak terjadi
kekeliruan dalam penyiapan obat (dispensing).

15 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


16

4.1 Daftar Obat Look Alike-Sound Alike (LASA) di Apotek SamMarie


Basra
Pembuatan daftar obat look alike-sound alike drug di apotek ini diawali
dengan mengumpulkan daftar stok obat yang ada di apotek ini, kemudian dilihat
dari keseluruhan obat tersebut apakah terdapat obat dengan nama yang mirip, dan
diperhatikan kemasan dari obat tersebut. Obat-obatan yang memiliki kemiripan
nama dan kemasan tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1.

4.2 Daftar Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra


Pembuatan daftar obat high alert di apotek SamMarie Basra dilakukan
sesuai dengan kategori obat high alert yang disebutkan dalam ISMP pada tahun
2012. Daftar obat high alert di apotek SamMarie Basra dapat dilihat pada
Lampiran 2.

4.3 Penyimpanan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra


Institute Safe for Medication Practices (2011) dan Community Mental
Health for Central Michigan (2010) menyebutkan bahwa untuk menghindari
terjadinya kesalahan pengobatan (medication errors) akibat adanya obat-obat
LASA, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyimpan produk obat yang memiliki kemiripan nama atau rupa pada
tempat yang terpisah.
b. Menempelkan tanda yang menunjukkan adanya obat look alike sound alike
pada tempat disimpannya obat tersebut.
c. Mengubah penampilan obat yang memiliki kemiripan rupa/kemasan pada
label di apotek: data komputer, label di tempat penyimpanan, dan rekam
medis dengan memberi tanda seperti menebalkan huruf, memberikan warna
yang berbeda, atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada bagian
nama yang berbeda (contoh : hydrOXIzine, hydrALAzine)
d. Melakukan dua kali pengecekan (double check) pada saat penyaluran
sediaan farmasi.
e. Meminta kepada dokter penulis resep untuk menuliskan resep menggunakan
nama generik dan nama dagang obat tersebut.
f. Mengingatkan pada konsumen akan kemungkinan terjadinya pencampuran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


17

g. Menganjurkan pada pasien dan staf yang melakukan pelayanan untuk


bertanya kepada apoteker dan perawat mengenai pengobatan yang tidak
familiar atau terlihat/terdengar berbeda dari yang dibayangkan.
Pada penulisan tugas khusus ini akan dibahas kontrol terhadap obat LASA
di apotek SamMarie Basra yang menitikberatkan pada hal yang berhubungan
dengan penyimpanan, yaitu poin a,b, dan c.
Selama pengamatan yang dilakukan pada penyimpanan obat-obat LASA
(Lampiran 1) di apotek ini diperoleh hasil bahwa sebagian obat-obat LASA sudah
mengikuti penyimpanan sesuai dengan yang disarankan, yaitu dipisah antara obat
yang memiliki kemiripan nama dan kemasan. Namun, masih terdapat obat-obatan
yang memiliki kemasan mirip tetapi diletakkan berdekatan.
Secara umum, obat yang tergolong LASA dan diletakkan terpisah adalah
obat-obatan dengan kemasan yang sama, dan hanya dibedakan pada kandungan
zat aktif atau bentuk sediaannya saja. Obat-obatan tersebut di antaranya :
a. Alerten Q25 dan Q50 k. Garamycin krim dan salep
b. Amlodipine 10 mg dan 5 mg l. Histrine drop dan sirup
c. Cataflam 25 mg dan 50 mg m. Kloderma krim dan ointment
d. Captopril 12,5 mg dan 25 mg n. Diprosone krim dan salep
e. Extrace Inj. 200 dan 1000 mg o. Rhinos Neo dan Junior
f. Kaflam 25 mg dan 50 mg
g. Kalnex 250 mg dan 500 mg
h. Lovenox 0,4 mL dan 0,6 mL
i. Viagra 50 mg dan 100 mg
j. Dermatix 7 g dan 15 g
Namun, pada beberapa obat dengan kemasan demikian, masih terdapat obat yang
diletakkan berdekatan tanpa dipisahkan obat lain. Obat tersebut di antaranya :
a. Benzatin Benzil Penisilin 1,2 juta IU dan 2,4 juta IU
b. Mucopect 30 mg/5 mL dan 15 mg/5 Ml
c. Dalfarol 200 dan Dalfarol 300
d. Stesolid 5 mg/2,5 mL dan 10 mg/2,5 mL
Pada obat-obatan yang masih diletakkan berdekatan tersebut juga tidak
terdapat tanda lain yang menandakan bahwa obat-obatan tersebut ada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


18

kemungkinan untuk tertukar. Untuk menghindari kesalahan, biasanya pegawai


apotek mengandalkan pengecekan ulang (double check) saja.
Penyimpanan obat LASA yang masih diletakkan berdekatan di apotek ini
juga terdapat pada obat-obatan dengan nama yang sama dan dosis berbeda, tetapi
terdapat perbedaan pada warna atau ukuran kemasannya. Karena adanya
perbedaan warna sesuai kandungan zat aktif dan bentuk nya, maka obat-obatan ini
masih diletakkan berdekatan tanpa dipisahkan lokasi raknya ataupun dipisahkan
dengan obat yang lain. Obat-obatan tersebut di antaranya :
a. Hydrocortisone 1% dan 2,5%
b. Retin-A krem 0,1% dan 0,05%
c. Vitacid 0,025%, 0,05%, dan 0,1%.
d. Clyndamicin 150 mg dan 300 mg
e. Elocon krim 5 g dan 10 g
f. Utrogestan 100 mg dan 200 mg
Meskipun warna atau ukuran kemasannya berbeda, kesalahan pengobatan juga
masih mungkin terjadi. Maka dari itu, pengecekan berganda ataupun peringatan
LASA sebaiknya juga diberikan. Selain itu, penyimpanan terhadap obat-obatan
tersebut sebaiknya juga terpisah demi mengurangi risiko terjadinya medication
errors. Penandaan khusus pada kemasan juga dirasa sangat penting untuk
dilakukan.
Selanjutnya, obat-obatan yang tergolong LASA di apotek ini yaitu obat-
obatan dengan kandungan yang berbeda namun memiliki kemiripan nama.
Sebagian besar obat-obatan ini terletak terpisah, baik terpisah tingkatan rak,
maupun terpisah hanya oleh satu atau dua obat lain. Akan tetapi, masih terdapat
juga obat-obatan yang seperti ini namun diletakkan berdekatan dikarenakan
perbedaan warna kemasan dianggap sudah cukup dapat membedakan keduanya.
Berikut adalah contoh obat-obatan yang sudah diletakkan terpisah :
a. Onic dan Onetic
b. Dextral dan Dextral Forte
c. Bioneuron dan Bioquinone
d. Dextrometorphan dan Dexamethason
e. Lapimox dan Lapicef

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


19

f. Ephedrin dan Ephinephrine


g. Dopamin dan Dopamet
h. Folamil dan Folamil Genio
i. Pulmicort dan Flamicort
j. Nalgestan dan Sagestam
Berikut contoh obat-obatan yang diletakkan tidak terpisah :
a. Adalat dan Adalat oros
b. Daivonex dan Daivobex
c. Seloxy dan Seloxy AA
d. Infanrix IPV Hib dan Infanrix
e. Buscopan dan Buscopan plus
f. Ovacare dan Oligocare
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dikatakan bahwa masih
terdapat penyimpanan yang kurang tepat pada obat-obatan LASA yang ada di
apotek ini. Meskipun terdapat perbedaan ukuran atau warna pada kemasan,
sebaiknya obat-obatan yang tergolong LASA tersebut dipisahkan atau dibuat
peringatan pada lemari penyimpanan obat tersebut. Selama pengamatan yang
dilakukan, pembuatan peringatan hanya terdapat pada satu merk yaitu dermatix 7
g dan 15 g, seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Contoh Peringatan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


20

Hal lain yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan


pengobatan terkait penyimpanan obat LASA adalah dengan mengubah
penampilan dari nama obat tersebut, misalnya dengan menebalkan, memberi
warna atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada huruf yang berbeda
dari nama obat tersebut di kemasan pada lemari penyimpanan atau data stok obat
di komputer. Contoh : ePHEDrine dan EPHINEPHrine; daivoNEX dan
daivoBET; LAPIcef dan LOVEcef; loraTADINE DAN loraZEPAM. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kesalahan pengambilan obat atau kesalahan
memasukkan (entry) data ke sistem komputer. Selama pengamatan di apotek,
belum nampak terlaksananya sistem penyimpanan terhadap obat LASA yang
seperti ini. Padahal, menurut ISMP (2011) penyimpanan dengan cara tersebut
efektif dalam mengurangi medication errors akibat obat-obat LASA.

Gambar 4.2 Contoh Tall Man Letter

4.4 Penyimpanan Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra


Dalam mengurangi kesalahan pengobatan akibat kesalahan pemberian
obat high alert (salah pasien, salah dosis, salah rute, salah bentuk sediaan, salah
waktu) maka langkah yang dapat dilakukan di antaranya memberikan
pengetahuan yang wajib diberikan pada pasien, meningkatkan akses terhadap
informasi tentang obat tersebut, menggunakan label tambahan atau peringatan
otomatis, menggunakan pengecekan ganda (double check), dan membuat
standarisasi peresepan, penyimpanan, penyaluran, dan pemberian obat-obat
tersebut (Institute for Safe Medication Practices (ISMP), 2012).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


21

Salah satu langkah yang telah disebutkan di atas yaitu membuat


standarisasi dalam penyimpanan obat-obatan high alert di apotek atau rumah
sakit. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan obat high alert
di antaranya (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012) :

a. Menyediakan suatu area penyimpanan yang khusus digunakan untuk obat-


obatan high alert.
b. Membuat label merah bertuliskan “HIGH ALERT” pada area tersebut atau
jika tidak terdapat area penyimpanan khusus maka label tersebut
diletakkan pada kotak kemasan obat tersebut di lemari penyimpanan.
c. Pisahkan letak obat high alert yang memiliki kemiripan nama atau
kemasan (LASA) dan beri tanda dengan menggunakan huruf kapital,
memberi warna, atau menebalkan bagian nama yang berbeda.
d. Melakukan pengecekan berulang setiap pengambilan obat high alert dari
lokasi penyimpanan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada apotek SamMarie Basra
belum terdapat area khusus untuk penyimpanan obat-obat high alert. Selain itu,
tidak ada terdapat label yang menunjukkan adanya obat high alert di rak
penyimpanan tempat obat tersebut berada. Sementara itu, pemisahan letak obat-
obat high alert yang termasuk LASA sebagian ada yang sudah dipisahkan, dan
ada yang belum serta tidak ada penandaan khusus seperti penebalan huruf,
pemberian warna, atau penggunaan huruf besar pada obat-obatan tersebut. Contoh
obat high alert yang sudah dipisahkan yaitu Lovenox 0,6 dan 0,4 mL dan Otsu
D40 dan Otsu NS, sedangkan contoh obat yang belum dipisahkan letaknya yaitu
Stesolid 5 mg/2,5 mL dan 10 mg/2,5 mL.
Untuk ke depannya, diharapkan pada apotek ini sudah terdapat area khusus
penyimpanan obat-obatan high alert yang dilengkapi dengan label merah
bertuliskan “HIGH ALERT” atau adanya penandaan pada lemari tempat obat-
obatan high alert berada sebuah penandaan khusus agar sewaktu penyiapan obat-
obat tersebut tidak terjadi kesalahan. Hal ini karena kesalahan kecil saja dalam
penyiapan obat ini dapat mengakibat kerugian yang membahayakan keselamatan
pasien. Sementara sebelum adanya standarisasi penyimpanan obat high alert

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


22

seperti yang dimaksud, maka pengecekan berulang tidak dapat diabaikan dan
harus dilakukan pada setiap dispensing obat tersebut.
Selama ini untuk mengevaluasi kesalahan dalam dispensing, termasuk
peracikan dan penyerahan, dilakukan kegiatan stok harian pada hari berikutnya
untuk mengetahui apakah ada obat yang berlebih, kurang atau salah menyerahkan
kepada pasien. Selain itu, resep dan kuitansi juga dievaluasi bersamaan dengan
kegiatan stok harian tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


23

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembuatan daftar dan pengkajian terhadap penyimpanan obat
LASA dan high alert di Apotek SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat sekitar 131 pasangan jenis obat yang dapat dikategorikan sebagai
look alike sound alike (LASA) dan sekitar 92 jenis obat yang
dikategorikan sebagai high alert di Apotek SamMarie Basra.
b. Penyimpanan obat-obatan yang termasuk look alike sound alike (LASA)
dan high alert belum seluruhnya sesuai dengan yang disarankan oleh
ISMP (2012). Pada apotek tersebut masih terdapat penyimpanan obat-
obatan LASA yang letaknya belum terpisah; pemberian peringatan adanya
obat-obat LASA belum dilakukan pada seluruh obat LASA; serta tidak
terdapat penandaan dengan menebalkan, memberi warna, atau
menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada kemasan obat di lemari
penyimpanan atau stok obat di sistem komputer. Sementara itu,
penyimpanan obat high alert di apotek ini masih belum sesuai dengan
yang disarankan oleh ISMP karena belum adanya area khusus obat high
alert, tidak adanya label obat high alert, serta masih terdapat obat high
alert yang tergolong LASA namun letaknya tidak dipisahkan dan tidak
diberi tanda khusus.

5.2 Saran
Perlu dilakukan perbaikan dalam sistem penyimpanan obat-obatan LASA
dan high alert di apotek SamMarie Basra agar sesuai dengan yang disarankan
dalam ISMP sehingga kejadian medication errors dapat diminimalisasi.

23 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical
Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian
Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication
Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Community Mental Health for Central Michigan. 2010. Protocol for Look Alike
and Sound Alike Drugs. Diunduh pada 7 Mei 2014.
http://www.cmhcm.org/provider/centrain/CenTrain-
Page2_files/Handouts/Meds_Look_Alike_Sound_Alike_Guideline.pdf

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Tanggung


Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 27-32.

Florida Hospital Memorial Medical Center. 2012. High-Alert/ High-Risk/


Hazardous/ Look Alike /Sound Alike Medications. Diunduh pada 7 Mei
2014.
https://www.floridahospital.com/sites/default/files/pdf/1000_519_high_ale
rt_high_risk_medications_look_alike_sound_alike_medications.pdf.

Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2011. ISMP’S List of Confused
Drugs Names. Diunduh pada 12 Mei 2014. https://www.ismp.org

Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2012. ISMP’S List of High Alert
Medication. Diunduh pada 12 Mei 2014.
https://www.ismp.org/tools/institutionalhighAlert.asp

Kementerian Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

24 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


LAMPIRAN

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


25

Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie
Basra
Nama Obat Pasangan Obat LASA
Acyclovir 200 mg Acyclovir 400 mg
Adalat Adalat OROS
Alerten 25 Alerten 50
Albumin Plasbumin
Amlodipine 5 mg Amlodipine 10 mg
Apolar Apolar N
Ardium Arimidex
Astifen Asthin
Bactoderm Oint. Bactoderm Cream
Benoson Benoson N
Benoson Beprosone
Benoson N Beprosone
Benzatin Benzolac
Benzatin benzil penisilin 1.200.000 IU Benzatin benzil penisilin 2.400.000 IU
Betason N Benoson N
Bestalin Betalans
Betalans Betablok
Bioneuron Bioquinone
Buscopan Buscopan Plus
Captopril 25 mg Captopril 50 mg
Cataflam Catapres
Cataflam 25 mg Cataflam 50 mg
Cefat Cefila
Cefotaxime Cefixime
Cendo xitrol Cendo fenicol
Ceradan Ceradolan
Clindamycin 150 mg Clindamycin 300 mg
Claneksi Claritin
Cortidex Cortison

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


26
(Lanjutan)

Nama Obat Pasangan Obat LASA


Cygest supp 400 Cygest ovula 200
Cyclo Proginova Proginova
Daivobet Daivonex
Dalfarol 200 IU Dalfarol Soft 300 IU
Depo-Progestin Depot Proluton
Dermatix 7 gr Dermatix 15 gr
Dexamethasone Dextromethorphan
Dextamin Dextral
Dextral Dextral forte
Diane Dicynone
Diphten Duphaston
Diprosone krim Diprosone salep
Diflucan Diprivan
Dominal Drop Dominal Syrup
Dopamine Dopamet
Eflagen 25 mg Eflagen 50 mg
Eflin Eflagen
Elocon Krim Elocon salep
Elocon Krim 5 gr Elocon krim 10 gr
Endometril Endopect
Endometril Endrolin
Engerik B 0,5 cc Engerik B 1 cc
Ephedrine Ephinephrin
Extrace inj. 1000 Extrace inj. 200
Ferriz drop Fenistil Drop
Flagyl supp 0,5 gr Flagyl supp 1 gr
Flagyl Flagystatin
Folamil Folamil Genio
Flamicort Pulmicort
Garamycin salep Garamycin krim
Garamycin Gentamycin

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


27
(Lanjutan)
Nama Obat Pasangan Obat LASA
Glomasin Glomin
Glomasin Glomethyl
Gonal f multidose 1050 IU Gonal-f 75 IU inj. (5,5 mcg)
Griseofulvin 125 mg Griseofulvin 500 mg
Hemobion Neurobion
Histrine Drop Histrine Syr
Histrine Drop Histrine tab
Hystrine Syr Histrine tab
Hydrocortisone 1 % Hydrocortisone 2,5 %
Infanrix Infanrix HIB
Infanrix Infanrix IPV HIB
Infanrix IPV HIB Infanrix HIB
KA-EN 1B KA-EN 3B
Kaflam 25 mg Kaflam 50 mg
Kalnex 250 mg Kalnex 500 mg
Ketalar Ketorolac
Kloderma cream Kloderma oint.
Kloderma gel Kloderma cream
Kloderma gel Kloderma oint.
Lapicef 125 mg Lapicef 250 mg
Lapicef Lapimuc
Lapicef Lovecef
Lapimox Lapicef
Lapimox Lapimuc
Lasal 2 mg Lasal 4 mg
Lasix Lunex
Lexotan 3 mg Lexotan 6 mg
Lovenox 40 mg/0,4 mL Lovenox 60 mg/0,6 mL
Maltofer Maltofer fol
Mediklin Mediquin
Mediklin Topical Sol Mediklin Gel

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


28
(Lanjutan)
Nama Obat Pasangan Obat LASA
Melano Melanox
Meloxicam 15 mg Meloxicam 7,5 mg
Methyl prednisolon Prednisone
Milox 5 mg inj. Milox 15 mg inj.
Mucopect elix. Dws 60 ml 30 mg/5 ml Mucopect elix. Ped. 60 ml 15 mg/ 5ml
Nalgestan Sagestam
Neuropyron Neurobion
Onetic Onic
Otsu Wi Otsu NS
Otsu Wi Otsu MgSO4
Otsu NS Otsu MgSO4
Otsu Wi Otsu D40
Otsu NS Otsu D40
Otsu MgSO4 Otsu D40
Otsu Wi Otsu KCl 7,46
Otsu NS Otsu KCl 7,46
Otsu MgSO4 Otsu KCl 7,46
Otsu D40 Otsu KCl 7,46
Ovacare Oligocare
Pregnyl 1500 IU Pregnyl 5000 IU
Proviron Provagin
Pyrexin suppos 80 Pyrexin suppos 160
Retin-A Krim 0,1% Retin-A krim 0,05%
Rhinos Junior Rhinos Neo
Salbutamol Sanmol
Seloxy Seloxy AA
Stesolid 5 Stesolid 10
Tramal 50 mg Tramal 100 mg
Tiriz drop Ferriz drop
Torasic Lasic
Utrogestan 100 Utrogestan 200

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


29
(Lanjutan)

Nama Obat Pasangan Obat LASA


Valtrex Valvir
Vaxigrip 0,25 mL Vaxigrip 0,5 mL
Viagra 50 mg Viagra 100 mg
Vitacid 0,025% gel Vitacid 0,025% Krim
Vitacid 0,025% gel Vitacid 0,1% krim
Vitacid 0,025% gel Vitacid 0,05% krim
Vitacid 0,025% Krim Vitacid 0,1% krim
Vitacid 0,025% Krim Vitacid 0,05% krim
Vitacid 0,05% krim Vitacid 0,1% krim

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


30

Lampiran 2. Daftar obat high alert di Apotek SamMarie Basra


Kategori Pengobatan Contoh Obat di Apotek SamMarie Basra
Agonis adrenergik IV Epinephrine, Glomin
Antagonis adrenergik Betablok, Catapres, Dopamet, Inderal,
Lodoz
Agen anastetik Decain spinal, diprivan, isoflurane, ivanes,
ketalar, marcain, pehacain, proanes,
sevofluran, xylestesine, xylocaine,
Antiaritmia Cordarone, Diltiazem, Lidokain
Antiretroviral Cymevene, isprinol, valtrex, valvir, virtaz-
200, Zovirax IV
Antitrombosis Arixtra, ascardia, Fraxiparin, Inviclot,
Lovenox, Persantin, Plavix, Pleetal, Simarc,
ticlid, Thrombo aspilet
Agen kemoterapi Methotreksat,
(parenteral dan oral)
Pengobatan epidural Decain spinal
atau intratekal
Dekstrosa, hipertonis, Otsu-D40
20% atau lebih tinggi
Hipoglikemik oral Actos, Amaryl, Glibenklamid, Glimepirid,
Glucophage, Glurenorm,
Pengobatan inotropik Digoxin, Dobutel inj.,
Insulin (subkutan dan IV) Humulin, Lantus, Mixtard, Novomix,
Agen sedasi Dormicum, phenobarbital, Hipnoz, miloz,
Valisanbe, Diazepam
Narkotika/opioid Analtram, Codipront, Tramal, Tramadol,
morphin HCl, pethidin HCl, Fentanyl
Agen penghambat neuromuskular Noveron, Sandimum Neoral, Sirdalud,
diazepam, stesolid, Valisanbe, Alganax,
Lexotan
Nutrisi parenteral (TNP) Aminofluid, Cernevit inj., Futrolit, KA-EN

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014


31

3B, KA-EN 1B, Kalbamin, Livamin,


Gelafusal, Gelofusine, KSR, manitol 20%,,
OTSU-KCL 7,46, OTSU MgSO4,
Plasbumin, Albumin, Otsu RL,
Air steril untuk injeksi, inhalasi,
dan irigasi dalam volume 100 mL
atau lebih
NaCl untuk injeksi, hipertonis, Otsu NS, Otsu Saline 3
atau lebih besar dari 0,9%

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai