ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
i Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ii
Segala puji dan syukur penulis uncapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie Basra
yang berlokasi di Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur pada tanggal 10 –
29 Maret dan 21 April 2014 – 12 Mei 2014.
Laporan ini merupakan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker
di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini,
diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS selaku pembimbing I, yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, pengarahan, serta nasehat kepada penulis
selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
2. Ibu Widia, S.Si., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek dan pembimbing
lapangan yang telah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada penulis
selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
3. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II dan Ketua Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
memberikan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia yang telah memberikan kesempatan menempuh pendidikan profesi
apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku pembimbing akademis atas segala bimbingan
dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan
profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
vi
Penulis
2014
vii
Kata Kunci : Apotek, Look Alike Sound Alike, High Alert, SamMarie Basra
Tugas Umum : xv + 54 halaman, 20 lampiran
Tugas Khusus : ii + 24 halaman, 8 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 21 (1978-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (1991-2012)
ix
ABSTRACT
xi
DAFTAR ACUAN................................................................................................53
LAMPIRAN ..........................................................................................................55
xii
xiii
xiv
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
SamMarie Basra yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia adalah :
a. Memahami tugas pokok, peran dan fungsi apoteker di apotek; dan
b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker untuk beradaptasi
langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek dan
memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek SamMarie Basra,
serta memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
TINJAUAN UMUM
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.5.1 Lokasi
Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum antar apotek
tidak dipermasalahkan lagi, tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan
kebijakan atau peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih
dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk, jumlah praktik dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan
faktor-faktor lainnya (Said, 2012).
2.5.2 Bangunan
Suatu apotek sebaiknya mempunyai luas bangunan yang cukup sehingga
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Bangunan apotek
yang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan
penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat,
dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan
penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi
yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan
memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas
dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan seng yang
pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat
apotek, dan nomor telepon (Said, 2012).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah
atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan
dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan
huruf berwarna putih.
Universitas Indonesia
P. No. 1 P. No. 2
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Baca aturan Hanya untuk kumur,
memakainya Jangan ditelan
P. No. 3 P. No. 4
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian Hanya untuk dibakar
luar dari badan
P. No. 5 P. No. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan
ditelan
pada blister, strip aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah lain,
apabil wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar (Menteri Kesehatan RI, 1986).
4. Psikotropika
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku disbut
psikotropika. Penggolongan dari psikotropika adalah (Presiden RI, 1997a):
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA);
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin;
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amobarbital, pentobarbital, siklobarbital; dan
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.
Universitas Indonesia
5. Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, disebut narkotika (Presiden RI, 2009b).
pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada
Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan pasal 9 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara
Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir APT-1;
b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan;
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3;
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir APT-4;
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh formulir APT-5;
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6;
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Universitas Indonesia
Penundaan;
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan
pemilik sarana;
i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan; dan
j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan
menggunakan formulir model APT-7.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sesuai, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian
obat-obatan yang hampir kadaluarsa.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek maka dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:
1) Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola
penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut;
2) Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi
daya beli terhadap obat-obatan; dan
3) Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan
khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat
yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-
obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
b. Pengadaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), menyebutkan bahwa pabrik farmasi dapat
menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit,
dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan
pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau
melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang
yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan
pemasok; dan
2) Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), minimal
dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nomor SIPA.
Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anief, 2001):
Universitas Indonesia
c. Penyimpanan
Obat dengan bentuk sediaan padat, sediaan cair, atau setengah padat
disimpan secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang
bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh
pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat
dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan
obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang di apotek sebaiknya
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out)
sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan
paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tepat;
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;
g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tandatangan yang lazim di atas resep;
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker;
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu 3 tahun;
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep
atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan
atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku;
dan
k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat
Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Menteri Kesehatan RI, 1990).
Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat, wajib:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang
disebutkan dalam daftar obat wajib apotek;
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan; dan
c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Obat yang termasuk dalam OWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
(Menteri Kesehatan RI, 1990; Menteri Kesehatan RI, 1993d; Menteri Kesehatan
RI, 1993e). Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 1 antara
lain (Menteri Kesehatan RI, 1990):
a. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi.
b. Obat saluran cerna, yang terdiri dari :
1) Antasida + sedativ/spasmodik
2) Anti spasmodik
3) Spasmodik+analgesik
4) antimual
5) Laksan
c. Obat mulut dan tenggorokan
d. Obat saluran napas
Universitas Indonesia
1. Pemesanan Narkotika
Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
khusus narkotika, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas,
stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap.
Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel
apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.
2. Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1978):
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat;
b. Harus mempunyai kunci yang kuat;
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan: bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari;
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm maka lemari tersebut harus dibaut melekat pada tembok atau lantai;
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan;
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan; dan
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. Pelaporan Narkotika
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa
apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat
lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak
tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan
Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan
Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotadengan menggunakan pelaporan
elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat
yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit jen Binfar dan Alkes) melalui
mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Namun,
penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia.
Universitas Indonesia
5. Pemusnahan Narkotika
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker
Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita
Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat (Menteri
Kesehatan RI, 1978):
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan;
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan;
c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan; dan
d. Cara pemusnahan dibuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM.
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan
narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa:
teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau
pencabutan izin.
jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 3,
dua lembar untuk PBF dan 1 lembar untuk arsip apotek. Satu SP untuk
beberapa jenis obat psikotropika.
b. Penyimpanan Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat
golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan.
Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat, Dinas Kesehatan
Provinsi setempat, dan 1 salinan untuk arsip.
d. Pemusnahan Psikotropika
Kegiatan ini dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi
tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai
POM.
Universitas Indonesia
38 Universitas Indonesia
dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal, suatu
apotek harus mempunyai struktur organisasi serta pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas. Apotek mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut (dapat dilihat pada Lampiran 10.).
Tenaga Teknis Farmasi yang terdapat di dalam Apotek SamMarie Basra
yaitu terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
b. Asisten Apoteker : 5 orang
Tenaga kerja di Apotek SamMarie Basra secara bergantian bekerja
berdasarkan shift-shift yang telah dibagi, yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00
s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00
s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan: shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan
shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30 WIB). Adapun tugas dan fungsi tiap karyawan
yang ada di apotek SamMarie Basra adalah sebagai berikut:
a. APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Tugas dan tanggung jawab APA sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala keperluan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
2) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja Asisten Apoteker (AA) antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.
3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyimpanan
dokumen penting.
4) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional.
5) Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
Universitas Indonesia
b. Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi AA sebagai berikut:
1) Mendata keperluan barang.
2) Mengatur, mengawasi, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
3) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa
kelengkapan resep.
4) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep,
menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
5) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
6) Mencatat keluar masuk barang.
7) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
8) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
9) Membuat salinan resep bila diperlukan.
yaitu PT. SamMarie Tramedifa. Barang-barang yang dipesan, kemudian diantar dan
disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Untuk pemesanan
cito disampaikan melalui telepon dimana SP menyusul ketika barang diantar.
Barang yang diterima, diperiksa keadaan fisiknya, tanggal kadaluarsa, jenis, dan
jumlah barang sesuai dengan yang tertera pada faktur dan SP. Asisten Apoteker
atau APA akan menandatangani faktur barang yang diterima apabila barang yang
diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar
kopinya disimpan. Bila sudah cocok dengan faktur maka barang yang diterima
dimasukkan datanya ke komputer dan kartu stok. Alur pemesanan obat di Apotek
SamMarie Basra dapat dilihat di Lampiran 11. Adapun contoh surat pesanan dan
faktur pembelian dapat dilihat pada Lampiran 12. dan Lampiran 13.
3.4.3 Penjualan
Kegiatan penjualan yang dilakukan meliputi pelayanan resep, penjualan
obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep yang
dibayar tunai dan resep yang dibayar kredit melalui kasir RSIA.
a. Penjualan Resep yang dibayar tunai.
Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai
disebut sebagai penjualan resep yang dibayar tunai.
b. Penjualan Resep yang dibayar kredit.
Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar tidak secara tunai
disebut sebagai penjualan resep yang dibayar kredit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ini juga cukup luas karena juga merupakan halaman parkir untuk rumah sakit dan
sebagian besar pasien menggunakan kendaraan pribadi.
Ruang bagian dalam apotek dibagi menjadi dua, yaitu ruang racik dan ruang
penyimpanan alat-alat kesehatan. Pada ruang racik terdapat lemari tempat
menyimpan obat ethical dan obat generik, serta meja untuk melakukan peracikan
dan penyiapan obat. Terdapat dua meja untuk penyiapan obat, satu meja yang
dilengkapi dengan lemari kecil di bawahnya digunakan untuk meracik obat dimana
pada meja tersebut telah tertata mortir dan alu serta alat pembungkus puyer dan
pada lemari bawahnya tersedia gelas ukur dan zat aktif obat yang biasanya
digunakan untuk meracik sediaan krim atau salep. Meja lainnya diletakkan di
samping meja racik yang biasa digunakan sebagai meja kerja. Meja kerja tersebut
merupakan tempat meletakkan etiket, plastik obat, kertas perkamen serta timbangan
dan merupakan tempat untuk menulis etiket serta pemeriksaan kembali obat
sebelum diserahkan pada konsumen. Kedua meja tersebut diletakkan di sudut kanan
ruang racik. Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel untuk mencuci
peralatan racik. Di belakang ruang racik, terdapat satu ruangan lagi yang merupakan
ruang penyimpanan alat-alat kesehatan yang diperlukan untuk kebutuhan rawat
inap rumah sakit.
Apoteker sebagai penanggung jawab kegiatan manajerial di apotek harus
melakukan pengelolaan terhadap sediaan farmasi di apotek dengan baik. Sistem
manajemen dan administrasi di apotek harus diatur seefektif mungkin sehingga
kegiatan apotek dapat berlangsung dengan baik dan lancar serta meminimalisasi
kesalahan. Pada Apotek SamMarie Basra, sistem manajemen dan administrasi
sudah terlaksana cukup baik. Struktur organisasi cukup sederhana dengan SDM
yang terdiri dari PSA, APA, dan Asisten Apoteker (AA) dengan pembagian shift,
yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00
s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan:
shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30
WIB). Pada apotek ini tidak terdapat Apoteker Pendamping sehingga jika APA
tidak berada di tempat pelayanan dilakukan oleh AA.
Salah satu kegiatan rutin di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang
yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PBF, Balai POM, dan arsip. Dalam satu SP psikotropika dapat digunakan untuk
beberapa jenis obat untuk PBF yang sama dan tidak perlu mencantumkan sisa stok
di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu pada
distributor sebelum barang diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh APA atau AA.
Penyimpanan obat di apotek SamMarie Basra dilakukan secara alfabetis
berdasarkan bentuk sediaan (padat, cair, semi padat, dan injeksi) serta dibedakan
antara obat generik dan nama dagang. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First
In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dimana obat dengan tanggal
kadaluarsa yang lebih cepat diletakkan paling luar atau paling atas agar dapat keluar
lebih dahulu.
Obat disimpan pada lemari kaca sehingga memudahkan untuk pengambilan
obat saat diperlukan serta menghindari obat dari debu, kelembapan, dan cahaya
yang berlebihan. Ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin
selalu diatur kondisi temperaturnya. Untuk ruang racik dan ruang penyimpanan
obat diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 25 oC, sementara untuk lemari
pendingin juga diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 10 oC. Pengecekan
kondisi temperatur ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin
selalu dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada jam 07.00 WIB, 14.00 WIB, dan 21.00
WIB. Pemantauan temperatur pada tempat penyimpanan ini penting untuk dapat
menjaga kestabilan obat sehingga obat yang diterima konsumen tetap terjaga
mutunya. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan khusus dengan temperatur
dingin, seperti suppossitoria dan vaksin disimpan pada lemari pendingin dimana di
Apotek SamMarie Basra ini terdapat dua lemari pendingin.
Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu
disimpan dalam lemari khusus terkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain,
dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Penyimpanan dan
penggunaannya harus diperhatikan untuk menghindari risiko kehilangan atau
penyalahgunaan obat. Kunci lemari narkotika berada dalam tanggung jawab APA,
tetapi dapat dibuka dengan seizin APA oleh AA yang bertugas pada shift dimana
apoteker sedang bertugas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di Apotek
SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran dan fungsi sebagai
penanggung jawab dalam pelaksana kegiatan kefarmasian di apotek baik kegiatan
teknis maupun non teknis, meliputi pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan
sarana dan prasarana apotek, pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran), administrasi, pelayanan resep (skrining
resep, penyiapan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat), dan pelayanan
swamedikasi.
5.2 Saran
5.2.1 Apotek SamMarie Basra perlu meningkatkan penerapan pelayanan
kefarmasian dalam hal komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada para
pelanggannya sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan praktik
kefarmasian. Fungsi KIE dapat ditingkatkan dengan penyediaan brosur, leaflet,
poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi guna meningkatkan
51 Universitas Indonesia
5.2.2 Perlu dilakukan pengkajian kembali dalam hal perencanaan pengadaan obat
harian untuk menghindari kekosongan stok obat karena pada saat ini kekosongan
stok obat masih terjadi.
5.2.3 Perlu seorang Apoteker Pendamping yang selalu ada di apotek agar
pelayanan kefarmasian dapat berjalan setiap saat dan pengendalian obat narkotika
dan psikotropika lebih terkontrol.
Universitas Indonesia
53 Universitas Indonesia
Said, M. U. (2012). Manajemen Apotek Praktis. (Cetakan ke-4 Ed. rev). Jakarta:
PD Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
A B A B
A B
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pemilik
Sarana Apotek
Apoteker
Pengelola
Apotek
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
2ii
iv Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Contoh peringatan obat LASA di Apotek SamMarie Basra ............. 19
Gambar 4.2 Contoh tall man letter ....................................................................... 20
v Universitas Indonesia
Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie
Basra .................................................................................................25
Lampiran 2. Daftar obat high alert di Apotek SamMarie Basra ...........................30
vi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Look Alike Sound Alike (LASA) Drugs (Florida Hospital Memorial Medical
Center, 2012).
Selain obat-obat LASA, kesalahan obat yang dapat mengakibatkan
kerugian yang berat pada pasien juga dapat disebabkan karena kesalahan saat
memberikan obat yang high-alert. Obat-obatan high-alert adalah obat-obatan
yang berisiko memberikan kerugian yang signifikan terhadap pasien jika terjadi
kesalahan dalam pemberian obat tersebut (tidak tepat pasien, dosis, rute
pemberian, dan bentuk sediaan) (Florida Hospital Memorial Medical Center,
2012).
Dengan banyaknya jumlah obat-obatan dan perbekalan kesehatan lainnya
di apotek, maka kesalahan pengobatan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu,
sejumlah upaya harus dilakukan dalam pengelolaan sediaan farmasi di apotek
untuk meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut. Salah satu cara
meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut adalah dengan membuat daftar
obat LASA dan high-alert di apotek, serta melakukan pengelolaan yang baik pada
obat-obatan tersebut terutama dalam penyimpanannya. Dalam tugas khusus ini
akan dilakukan pembuatan daftar obat LASA dan high-alert yang terdapat pada
apotek SamMarie Basra kemudian dilakukan pengkajian terhadap kondisi
penyimpanan obat-obatan tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan daftar dan pengkajian penyimpanan obat-obatan Look
Alike Sound Alike (LASA) dan high alert di apotek SamMarie Basra yaitu :
a. Mengetahui jenis obat-obatan yang dapat dikategorikan sebagai LASA dan
high alert di apotek SamMarie Basra.
b. Mengetahui apakah penyimpanan obat-obatan yang tergolong LASA dan
high alert di apotek SamMarie Basra sudah sesuai dengan ketentuan yang
disarankan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP).
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
diminum/digunakan
ERROR- b) Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
NO HARM diminum/digunakan
D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan
monitoring terhadap pasien, tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien
E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau
intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada
pasien yang bersifat sementara
F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau
perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat
ERROR- yang bersifat sementara
HARM G Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm)
permanen
H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.
anafilaksis, henti jantung)
ERROR- I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
DEATH
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase
transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang
diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan,
mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter
(atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak
Universitas Indonesia
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak
jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga
dapat terjadi pada fase ini.
Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Universitas Indonesia
3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada
proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan
suppositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah
waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama
makan.
Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien,
sebelum dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya
dari waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam
pemberian suatu obat.
Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri
Universitas Indonesia
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error
adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau
nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain
itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam
pemberian informasi.
Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan
yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang
secara fisik atau kimia inkompatibel.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya : menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj,
heparin, warfarin,insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik; kelompok obat
antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis,
tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error
melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas
yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
Universitas Indonesia
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah,
pada saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan
obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa.
Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada
proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien dan bekerja
sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
14 Universitas Indonesia
15 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seperti yang dimaksud, maka pengecekan berulang tidak dapat diabaikan dan
harus dilakukan pada setiap dispensing obat tersebut.
Selama ini untuk mengevaluasi kesalahan dalam dispensing, termasuk
peracikan dan penyerahan, dilakukan kegiatan stok harian pada hari berikutnya
untuk mengetahui apakah ada obat yang berlebih, kurang atau salah menyerahkan
kepada pasien. Selain itu, resep dan kuitansi juga dievaluasi bersamaan dengan
kegiatan stok harian tersebut.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembuatan daftar dan pengkajian terhadap penyimpanan obat
LASA dan high alert di Apotek SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat sekitar 131 pasangan jenis obat yang dapat dikategorikan sebagai
look alike sound alike (LASA) dan sekitar 92 jenis obat yang
dikategorikan sebagai high alert di Apotek SamMarie Basra.
b. Penyimpanan obat-obatan yang termasuk look alike sound alike (LASA)
dan high alert belum seluruhnya sesuai dengan yang disarankan oleh
ISMP (2012). Pada apotek tersebut masih terdapat penyimpanan obat-
obatan LASA yang letaknya belum terpisah; pemberian peringatan adanya
obat-obat LASA belum dilakukan pada seluruh obat LASA; serta tidak
terdapat penandaan dengan menebalkan, memberi warna, atau
menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada kemasan obat di lemari
penyimpanan atau stok obat di sistem komputer. Sementara itu,
penyimpanan obat high alert di apotek ini masih belum sesuai dengan
yang disarankan oleh ISMP karena belum adanya area khusus obat high
alert, tidak adanya label obat high alert, serta masih terdapat obat high
alert yang tergolong LASA namun letaknya tidak dipisahkan dan tidak
diberi tanda khusus.
5.2 Saran
Perlu dilakukan perbaikan dalam sistem penyimpanan obat-obatan LASA
dan high alert di apotek SamMarie Basra agar sesuai dengan yang disarankan
dalam ISMP sehingga kejadian medication errors dapat diminimalisasi.
23 Universitas Indonesia
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical
Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian
Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication
Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Community Mental Health for Central Michigan. 2010. Protocol for Look Alike
and Sound Alike Drugs. Diunduh pada 7 Mei 2014.
http://www.cmhcm.org/provider/centrain/CenTrain-
Page2_files/Handouts/Meds_Look_Alike_Sound_Alike_Guideline.pdf
Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2011. ISMP’S List of Confused
Drugs Names. Diunduh pada 12 Mei 2014. https://www.ismp.org
Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2012. ISMP’S List of High Alert
Medication. Diunduh pada 12 Mei 2014.
https://www.ismp.org/tools/institutionalhighAlert.asp
24 Universitas Indonesia
Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie
Basra
Nama Obat Pasangan Obat LASA
Acyclovir 200 mg Acyclovir 400 mg
Adalat Adalat OROS
Alerten 25 Alerten 50
Albumin Plasbumin
Amlodipine 5 mg Amlodipine 10 mg
Apolar Apolar N
Ardium Arimidex
Astifen Asthin
Bactoderm Oint. Bactoderm Cream
Benoson Benoson N
Benoson Beprosone
Benoson N Beprosone
Benzatin Benzolac
Benzatin benzil penisilin 1.200.000 IU Benzatin benzil penisilin 2.400.000 IU
Betason N Benoson N
Bestalin Betalans
Betalans Betablok
Bioneuron Bioquinone
Buscopan Buscopan Plus
Captopril 25 mg Captopril 50 mg
Cataflam Catapres
Cataflam 25 mg Cataflam 50 mg
Cefat Cefila
Cefotaxime Cefixime
Cendo xitrol Cendo fenicol
Ceradan Ceradolan
Clindamycin 150 mg Clindamycin 300 mg
Claneksi Claritin
Cortidex Cortison
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia