Anda di halaman 1dari 29

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Halusinasi


Di Ruang Kunti Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Oleh:
I Kadek Robi Erianto (16089014085)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
Lembar pengesahan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Halusinasi


Di Ruang Kunti Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) Dan Clinical
Instructure (CI) Stase Keperawatan Jiwa. Sebagai Syarat Memperoleh Penilaian
Dari Departerment Keperawatan Jiwa STIKES Buleleng

Bangli, …………………..2019

Clinical Instructure (CI) Clinical Teacher (CT)


Ruang ………………… Stase Keperawatan Jiwa
RS.Jiwa Provinsi Bali STIKES Buleleng

.............................................. ..............................................
NIP. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep,2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
(Keliat Budi Anna, 2012)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya
stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata
tanpa stimulus dari luar. (Stuart and Laraia, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal
yang membahayakan). (Trimelia, 2012)
Gambaran Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan proses


 Persepsi akurat  Ilusi pikir
 Emosi konsisten  Reaksi emosi  Waham
dengan pengalaman berlebihan atau  Perilaku
 Perilaku sesuai kurang disorganisasi
 Hubungan sosial  Perilaku aneh atau  Isolasi sosial
tidak biasa
 Menarik diri

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya
kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya
neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu
lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi
dari halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan
interaksi sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri.
2) Senyum sendiri.
3) Ketawa sendiri.
4) Menggerakkan bibir tanpa suara.
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat.
7) Menarik diri dari orang lain.
8) Berusaha untuk menghindari orang lain.
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13) Sulit berhubungan dengan orang lain.
14) Ekspresi muka tegang.
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik.
19) Agitasi dan kataton.
20) Curiga dan bermusuhan.
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22) Ketakutan.
23) Tidak dapat mengurus diri.
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
4. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahap halusinasi ada lima fase yaitu:
Tahap halusinasi Karakteristik
Stage I: Slep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seorang sebelum menghindari lingkungan, takut diketahui orang
muncul halusinasi lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, minsalnya kekasih hamil, terlibat
narkoba, dihianati kekasih, masalah kekampus,
drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
teraakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit idur berlngsung terus menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum dia adanya perasaaan yang cemas, kesepian,
terima sebagai sesuatu yang perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
alami memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat dia control bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecendrungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering
Secara umum halusinasi adatang dan mengalami biasa. Klien mulai
mendatanngi klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
gengan objek yng dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari oang lain, dengn intensitas
waktu yang lama.
Stage IV: Controling Severa Klien mencoba melawan suara-suara atau
Level Of Anxiety sensori abnormalyang datang. Klien dapat
Fugsi sensori menjadi tidak merasakan kesepian bila halusinasinya
releven dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah mulai fase gangguan
pisikotik.
Stage V: Conquering Panic Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
Level Of Anxiety terasa terancamengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan terutama bila klien tidak dapat menuruti
dalam menilai lingkungannya ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila
klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
5. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis.
Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Gangguan stimulus dimana klien mendengar suara-suara terutama
suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak di bawah kulit.
6) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom
phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5
mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam.
Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau
3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/
Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut
biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil
dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja
(Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila
menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau
pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan
persepsi. Stimulus yang disediakan : baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu
yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau
distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan,
pandangan negative pada orang lain dan halusinasi. Kemudian
dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus
yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal
(ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi,
menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai
kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi
perasaan sensitif sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam
merawat klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan pasien, perawat
harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam
halusinasi klien dan tidak menyangkal.
1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya,
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
2) Keluhan utama atau alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Aspek fisik atau biologis
5) Aspek psikososial
6) Status mental
7) Kebutuhan persiapan pulang
8) Mekanisme koping
9) Masalah psikososial dan lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi
dua macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
sebagai data perimer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain sebagai data sekunder.

Format fokus pengkajian pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi (Keliat & Akemat, 2009)

Persepsi:
Halusinasi: (Pendengaran, Pengelihatan, Perabaan, Pengecapan, dan Penghidu)
Jelaskan:
Jenis Halusinasi :.............................................................................................................
Isi Halusinasi :.............................................................................................................
Waktu Halusinasi :.............................................................................................................
Frekuensi Halusinasi :.............................................................................................................
Situasi Halusinasi :.............................................................................................................
Respon Klien :.............................................................................................................
Masalah Keperawatan klien: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Masalah Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan (Pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal).
2) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3) Isolasi Sosial
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan (diri
sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal
Effect

Gangguan persepsi sensori:


halusinasi
Core Problem

Isolasi sosial
Causa

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2) Isolasi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
3. Intervensi Keperawatan klien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Nama Klien : Diagnosa Medis :


Ruang : No CM :
Diagnosa Perencanaan
No
Tgl Keperawatan Intervensi Rasional
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi
Pasien
1 Gangguan 1. Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan Hubungan saling
persepsi membina bersahabat, saling percaya dengan percaya merupakan
sensori: hubungan menunjukkan rasa mengungkapkan prinsip dasar untuk kelancaran
halusinasi saling senang, ada kontak komunikasi terapeutik hubungan saling
percaya mata, mau berjabat a. Sapa klien dengan interaksi selanjutnya.
tangan, mau ramah baik verbal
menyebutkan maupun nonverbal
nama, mau b. Perkenalkan diri
menjawab salam, dengan sopan
klien mau duduk c. Tanyakan nama
berdampingan lengkap klien dan nama
dengan perawat, panggilan yang disukai
mau mengutarakan klien
masalah yang d. Jelaskan tujuan
dihadapi. pertemuan
e. Jujur dan menepati
janji
f. Tunjukkan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya
g. Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakah kontak sering Kontak sering tapi
mengenali menyebutkan dan singkat secara singkat selain membina
halusinasiny waktu, isi, bertahap hubungan saling
a frekuensi percaya, juga dapat
timbulnya memutuskan halusinasi.
halusinasi
2.2 Klien dapat 2.1.2 Observasi tingkah Mengenal perilaku
mengungkapkan laku klien terkait pada saat halusinasi
perasaan terhadap dengan halusinasinya; timbul memudahkan
halusinasi. bicara dan tertawa perawat dalam
tanpa stimulus, melakukan intervensi.
memandang ke kiri
atau kanan atau
kedepan seolah-olah
ada, teman bicara.

2.1.3 bantu klien Mengenal halusinasi


mengenali memungkinkan klien
halusinasinya. untuk menghindarkan
a. Jika menemukan yang faktor pencetus
sedang halusinasi, timbulnya halusinasi.
tanyakan apakah ada
suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab
ada, lanjutkan apa
yang dikatakan.
c. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi.

2.1.4 Diskusikan dengan Dengan mengetahui


klien waktu, isi dan frekuensi
a. situasi yang munculnya halusinasi
menimbulkan atau mempermudah
tidak menimbulkan tindakan keperawatan
halusinasi. klien yang akan
b. Waktu dan frekuensi dilakukan perawat
terjadinya halusinasi
(Pagi, Siang, Sore dan
Malam atau jika
sendiri, jengkel atau
sedih)

2.1.5 Diskusikan dengan Untuk mengidentifikasi


klien apa yang pengaruh halusinasi
dirasakan jika terjadi klien
halusinasi (marah atau
takut, sedih, senang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1 Identifikasi bersama Upaya untuk
mengontrol menyebutkan klien cara tindakan memutuskan siklus
halusinasiny tindakan yang biasa yang dilakukan jika halusinasi sehingga
a dilakukan untuk terjadi halusinasi halusinasi tidak
mengendalikan (tidur, marah, berlanjut.
halusinasinya. menyibukkan diri dll).

3.2 Klien dapat 3.1.2 Diskusikan manfaat


Reinforcement positif
menyebutkan cara cara yang dilakukan
akan meningkatkan
baru klien, jika bermanfaat
harga diri klien.
beri pujian.
3.3 Klien dapat
3.1.3 Diskusikan cara baru
memilih cara Memberikan alternatif
untuk memutus atau
mengatasi halusinasi pilihan bagi klien untuk
mengontrol halusinasi:
seperti yang telah mengontrol halusinasi
a. Katakan “Saya
didiskusikan dengan
tidak mau dengar
klien
kamu” (pada saat
halusinasi terjadi)
b. Menemui orang lain
(perawat/teman/ang
gota keluarga)
untuk bercakap-
cakap atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar.
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
agar halusinasi
tidak muncul
d. Minta
keluarga/teman/
perawat jika
nampak bicara
sendiri.

3.1.4 Bantu klien memilih


Memotivasi dapat
dan melatih cara meningkatkan kegiatan
memutus halusinasi klien untuk mencoba
secara bertahap. memilih salah satu cara
mengendalikan
halusinasi dan dapat
meningkatkan harga
4.1.1 Anjurkan klien untuk diri klien.
memberi tahu keluarga
jika mengalami
halusinasi

4. Klien dapat 4.1 klien dapat 4.1.2 Diskusikan dengan Untuk mendapatkan
dukungan membina keluarga (pada saat bantuan keluarga
dari keluarga hubungan saling berkunjungan/pada mengontrol halusinasi.
dalam percaya dengan saat kunjungan
mengontrol perawat. rumah).
halusinasi 4.2 Keluarga dapat a. Gejala halusinasi Untuk mengetahui
menyebutkan yang dialami klien pengetahuan keluarga
pengertian untuk b. Cara yang dapat dan meningkatkan
mengendalikan dilakukan klien dan kemampuan
halusinasi keluarga untuk pengetahuan tentang
memutus halusinasi halusinasi.
c. Cara merawat
anggota keluarga
untuk memutus
halusinasi di rumah,
beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama.
d. Beri informasi waktu
Follow up atau kapan
perlu mendapat
bantuan: halusinasi
terkontrol dan risiko
mencedrai orang lain.
5. Klen dapat 5.1 Klien dan keluarga 5.1.1 Diskusikan dengan Dengan menyebutkan
memanfaatk dapat menyebutkan klien dan keluarga dosis frekuensi dan
an obat manfaat, dosis dan tentang dosis, manfaat obat.
dengan baik efek samping obat. frekuensi manfaat
5.2 Klien dapat obat.
mendemonstrasika 5.1.2 Anjurkan klien minta Diharapkan klien
n penggunaan obat sendiri obat pada melaksanakan program
secara benar perawat dan pengobatan. Menilai
5.3 Klien dapat merasakan kemampuan klien
informasi tentang manfaatnya dalam pengobatannya
efek samping obat sendiri.
5.4 Klien dapat 5.1.3 Anjurkan klien bicara
memahami akibat dengan dokter Dengan mengetahui
berhenti minum tentang manfaat dan efek samping obat klien
obat. efek samping obat akan tahu apa yang
5.5 Klien dapat yang dirasakan. harus dilakukan setelah
menyebutkan minum obat.
prinsip 5 benar 5.1.4 Diskusikan akibat
penggunaan obat berhenti minum obat
tanpa konsultasi. Program pengobatan
5.1.5 Bantu klien dapat berjalan sesuai
menggunakan obat rencana
dengan prinsip 5 benar
Dengan mengetahui
prinsip penggunaan
obat, maka kemandirian
klien untuk pengobatan
dapat ditingkatkan
secara bertahap.
Rencana Keperawatan Klien Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi dalam bentuk Strategi Pelaksanaan

STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P SP1K
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi kliem 1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien keluarga dalam perawatan klien
3) Mengidentifikasin waktu halusinasi klien 2) Mmemberikan pendidikan kesehatan
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi tentang pengertian halusinasi, jenis
klien halusinasi yang dalam klien, tanda dan
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat gejala halusinasi
menimbulkan halusinasi klien 3) Menjelaskan cara merawat klien dengan
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
halusinasi klien
7) Mengajarkan klien menghardik
halusinasi
8) Menganjurkan klien memasukan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian.
SP2P SP2K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1) Melatih keluarga memperaktikkan cara
klien merawat klien dengan halusinasi
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi 2) Melatih keluarga memperaktikkan cara
dengan cara bercakap-cakap dengan merawat klien dengan halusinasi
orang lain
3) Menganjurkan klien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian
SP3P SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1) Membantu keluarga membuat jadwal
klien aktivitas dirumah termasuk minum obat
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi (discharge planning)
dengan cara melakukan kegiatan 2) Menjelaskan pollow up klien setelah
3) Menganjurkan klien memasukan dalam pulang
jadwal kegiatan harian
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Memasukan penkes tentang
penggunakan obat secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama


Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika.
Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai