Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Provinsi Gorontalo merupakan bagian dari Mandala Barat bagian utara
(West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang
merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda (Hall & Wilson (2000) dalam
Amstrong F.S, 2012). Hal ini berarti banyak proses-proses vulkanisme yang
terjadi di daerah ini sehingga sangat tepat dijadikan sebagai lokasi praktikum
untuk lebih memahami vulkanologi.
Menurut Bronto (2006) vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
setiap proses alam yang berhubungan dengan kegiatan gunungapi, meliputi asal
usul pembentukan magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan
bumi dalam berbagai bentuk dan kegiatannya (Anonim,2016).
Kondisi litologi daerah gorontalo yang didominasi oleh batuan vulkanik
melatarbelakangi praktikum yang dilaksankan di tiga lokasi ini. Hal ini juga
sebagai penerapan dari teori-teori vulkanologi yang telah didapatkan untuk
memperdalam pengetahuan tentang vulkanologi.

1.2.Tujuan
1. Menentukan dan membedakan jenis-jenis batuan piroklastik.
2. Menentukan dan membedakan jenis-jenis batuan vulkanik
3. Menentukan formasi batuan di setiap lokasi praktikum
1.3.Manfaat
1. Mahasiswa dapat menentukan dan membedakan jenis-jenis batuan
piroklastik.
2. Mahasiswa dapat menentukan dan membedakan jenis-jenis batuan vulkanik.
3. Mahasiswa dapat menentukan formasi batuan di setiap lokasi praktikum.

Vulkanologi | 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiografi Regional Gorontalo


Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lengan utara Sulawesi. Secara
fisiografis, yaitu pembagian zona bentang alam yang merupakan representasi
batuan dan struktur geologinya, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam empat zona
fisiografis utama, yaitu Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto, Zona
Dataran Interior Paguyaman-Limboto, Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-
Modello, dan Zona Dataran Pantai Pohuwato (Brahmantyo,2010).

Gambar 2.1. Peta Fisiografi (Masulili,2016 (Belum dipublikasikan)

Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto umumnya terdiri dari


formasi-formasi batuan gunung api berumur Miosen – Pliosen (kira-kira 23 juta
hingga 2 juta tahun yang lalu). Umumnya terdiri dari batuan beku intermedier
hingga asam, yaitu batuan-batuan intrusif berupa diorit, granodiorit, dan beberapa
granit. Batuan lainnya merupakan batuan sedimenter bersumber dari gunung api
terdiri dari lava, tuf, breksi, atau konglomerat.
Zona kedua merupakan cekungan di tengah-tengah Provinsi Gorontalo,
yaitu Dataran Interior Paguyaman-Limboto. Dataran yang cukup luas yang
terbentang dari Lombongo sebelah timur Kota Gorontalo, menerus ke Gorontalo,
Danau Limboto, hingga Paguyaman, dan Botulantio di sebelah barat, merupakan
pembagi yang jelas antara pegunungan utara dan selatan. Dataran ini merupakan
cekungan yang diduga dikontrol oleh struktur patahan normal seperti dapat
diamati di sebelah utara Pohuwato di Pegunungan Dapi-Utilemba, atau di utara
Taludaa di Gunung Ali, Bone.
Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello umumnya terdiri dari
formasi-formasi batuan sedimenter gunung api berumur sangat tua di Gorontalo,
yaitu Eosen – Oligosen (kira-kira 50 juta hingga 30 juta tahun yang lalu) dan
intrusi-intrusi diorit, granodiorit, dan granit berumur Pliosen. Batuan gunung api
tua umumnya terdiri dari lava basalt, lava andesit, breksi, batu pasir dan batu

Vulkanologi | 2
lanau, beberapa mengandung batu gamping yang termetamorfosis. Seperti halnya
di utara, asosiasi batuan-batuan tersebut juga membawa pada kandungan mineral
logam emas yang ditambang secara manual oleh rakyat, seperti di Bone Pantai,
Tilamuta, dan Gunung Pani, Marisa.
Zona terakhir adalah zona yang relatif terbatas di Dataran Pantai
Pohuwato. Dataran yang terbentang dari Marisa di timur hingga Torosiaje dan
perbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di barat, merupakan aluvial pantai
yang sebagain besar tadinya merupakan daerah rawa dan zona pasang-surut.
Hingga sekarang, di bagian selatan, masih didapati rawa-rawa bakau (mangrove)
yang luas, yang sebenarnya merupakan rumah bagi burung endemis Wallacea,
burung maleo.
Dari zona fisiografis di atas, dapat dikatakan bahwa morfologi Gorontalo
umumnya merupakan daerah pegunungan yang berrelief terjal, kecuali di Dataran
Interior dan Dataran Aluvial Pantai.Batas-batas pegunungan terbentang hingga
pantai.Pantai-pantai yang ada, baik di utara ke Laut Sulawesi, maupun di selatan
ke Teluk Tomini, hanyalah pantai-pantai sempit atau berbatu-batu.Relief yang
terjal memang sangat rawan terhadap longsor ataupun jatuhan batu. Erosi pun
akan menjadi sangat peka jika lingkungan hutan pada lereng terjal berubah. Tetapi
kondisi alam tersebut, dengan masih kecilnya pengaruh kerusakan lingkungan,
menciptakan pemandangan yang mempesona, seperti contohnya sebuah teluk
yang masih asri di sepanjang perjalanan dari Kwandang ke Atinggola di
Kabupaten Gorontalo Utara.
2.2. Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian ini merujuk pada Rudyawan dkk. (2014)
Formasi batuan yang terdapat pada daerah prakikum dari tua ke muda, yaitu
satuan diorit bone (Tmb), satuan batuan gunung api bilungala (Tmbv), satuan
batuan gunung api pinogu (TQpv), satuan batu gamping terumbu (Ql), dan
aluvium dan endapan pantai (Qal).

Gambar 2.2. Kolom stratigrafi dari Peta Geologi Regional

Vulkanologi | 3
2.2.1 SATUAN DIORIT BONE (Tmb)
Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan granit. Menurut Apandi dan Bachri
(1997) diorit kuarsa banyak dijumpai di daerah S.Taludaa dengan keragaman
diorit, granodiorit, dan granit. Sedang granit utamanya dijumpai di daerah S.Bone.
Satuan ini menerobos Batuan Gunungapi Bilungala maupun Formasi Tinombo.
Umur satuan ini sekitar Miosen Akhir.
2.2.2.SATUAN BATUAN GUNUNGAPI BILUNGALA (Tmbv)
Breksi,tuf, dan lava bersusunan andesit, dasit, dan riolit. Zeolit dan kalsit
sering dijumpai pada kepingan batuan penyusun breksi. Tuf umumnya bersifat
dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa tempat. Di daerah pantai
selatan dekat Bilungala, satuan ini dikuasai oleh lava dan breksi yang umumnya
bersusunan dasit dan dicirikan oleh warna alterasi kuning sampai cokelat,
mineralisasi pirit, perekahan yang intensif, serta banyak dijumpai batuan
terobosan diorit. Propilitisasi, kloritisasi, dan epidotisasi, dan banyak dijumpai
pada lava. Tebal lapisan diperkirakan lebih dari 1000 meter, sedang umurnya
berdasarkan kandungan fosil dalam sisipan batugamping adalah Miosen Bawah-
Miosen Akhir.
2.2.3 SATUAN BATUAN GUNUNGAPI PINOGU (TQpv)
Tuf, tuf lapili, breksi, dan lava. Breksi gunung api di peg. Bone,
G.Mongadalia, dan Pusian bersusuna andesit piroksen dan dasit. Tuf yang
tersingkap di G. Lembut dan G. Lolombulan umumnya berbatuapung, kuning
muda,berbutir sedang hingga kasar, diselingi oleh lava bersusunan menengah
sampai basa. Tuf dan tuf lapili di sekitar S.Bone bersusunan dasitan. Lava
berwarna kelabu muda hingga kelabu tua, pejal, umumnya bersusunan andesit
piroksen. Satuan ini secara umum termampatkan lemah hingga sedang, umumnya
diduga Pliosen-Plistosen.
2.2.4 SATUAN BATUGAMPING TERUMBU (Ql)
Batugamping terumbu terangkat dan batugamping klastik dengan
komponen utama koral, setempat berlapis, terutama dijumpai di daerah pantai
selatan dan setempat di dekat Panong daerah pantai utara.
2.2.5. ALUVIUM DAN ENDAPAN PANTAI (Qal)
Pasir, lempung, lumpur, kerikil, dan krakal.

Vulkanologi | 4
Gambar 2.3. Peta Geologi Regional Daerah Praktikum (Modifikasi
Rudyawan dan Apandi dan Bachri)

2.3. Struktur Geologi


Pulau Sulawesi dan sekitarnya, khususnya Sulawesi bagian utara
merupakan salah satu margin aktif yang paling rumit dalam jangka waktu geologi,
struktur dan juga tektonik. Wilayah ini merupakan pusat pertemuan tiga lempeng
konvergen, karena interaksi tiga kerak bumi utama (lempeng) di masa Neogen
(Simandjuntak, 1992 dalam Masulili,2016). Konvergensi ini menimbulkan
pengembangan semua jenis struktur di semua skala, termasuk subduksi dan zona
tumbukan, sesar dan thrust. Saat ini sebagian besar struktur Neogen dan beberapa
struktur pra-Neogen masih tetap aktif atau aktif kembali. Struktur utama termasuk
Subduksi Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench / Minahasa Trench), Sesar
Gorontalo, Sulu Thrust, dan tumbukan ganda laut Maluku (Molluca sea collition)
seperti ditampilkan dalam gambar

Vulkanologi | 5
Gambar 2.4 Peta Tektonik Pulau Sulawesi (Hall and Wilson, 2000
dalam Amstrong,2012)

 Zona Subduksi Sulawesi Utara


Subduksi Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench) diinterpretasikan
merupakan zona subduksi konvergen antara Laut Sulawesi dan Lengan Utara
Sulawesi. Zona subduksi Sulawesi Utara termasuk kedalam sistim penunjaman
yang relatif tua (dying subduction) yang robekannya berkembang ke arah timur
sepanjang tepian utara Sulawesi. Penunjaman Sulawesi Utara menyusup dengan
sudut kemiringan sekitar 14º dan benioff zone menunjam sampai kedalaman 170-
180 km, dengan sudut kemiringan sekitar 45º. Magnitudo maksimum (Mmax)
gempa bumi di zona Subduksi Sulawesi Utara mencapai 8,0 dengan periode
ulang gempa bumi sekitar 234 tahun (Kertapati, 2006 dalam Masulili,2016).
 Sesar Gorontalo
Pada bagian utara Pulau Sulawesi, secara morfologi akan terlihat
kenampakan empat segmen sesar (Hall and Wilson, 2000). Bagian tengah dari
utara Pulau Sulawesi terbagi kedalam tiga block yang kecil. Pada bagian timur
dari lengan utara Pulau Sulawesi diberi nama Block Manado, yang bebas dari
pengaruh North Sula Block. Sehingga secara geologi jelas terlihat pemisahan
yang diakibatkan adanya Sesar Gorontalo.

Vulkanologi | 6
Merujuk pada Afandi dan Bachri (1997) Sesar mendatar terbesar adalah
sesar Gorontalo yang berdasarkan analisa kekar penyertanya menunjukkan arah
pergeseran menganan. Beberapa zona sesar naik bersudut sekitar 30o dapat
dibeberapa tempat khususnya batuan gunung api Bilungala.

2.4. Batuan Vulkanik


Batuan beku vulkanik adalah batuan beku yang terbentuk dari proses
pembekuan magma di atau dekat permukaan bumi. Proses pembekuan tersebut
merupakan proses perubahan fase dari cair menjadi padat. Pembekuan magma
akan menghasilkan kristal-kristal mineral primer ataupun gelas. Proses
pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer
batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma.

2.5. Batuan Piroklastik


Batuan piroklastik merupakan batuan yang susunannyadisusun oleh
material hasil dari letusan gunung berapi akibat adanya gaya endogen. Yang
kemudian mengalami pengendapan sesuai dengan bidang pengendapannya, lalu
setelah proses pengendapan mengalami proses kompaksi (litifikasi) yang
kemudian menjadi batuan piroklastik (Wini Mulyanti,2013).
Proses pembentukan batuan piroklastik diawali oleh meletusnya
gunungapi, mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang
sangat besar yaitu gaya endogen dari pusat bumi. Magma yang dikeluarkan oleh
gunung itu terhempas ke udara, sehingga magma tersebut membeku dan
membentuk gumpalan yang mengeras (yang kemudian disebut batu). Gumpalan
tersebut memiliki tekstur dan struktur yang tertentu pula. Sedangkan batu-batu
tadi yang telah mengalami proses pengangkutan (transportasi) oleh angin dan air,
maka batuan tersebut disebut dengan batuan epiklastik.
Batuan epiklastik ini yaitu batuan yang telah mengalami pengangkutan
yang mengakibatkan terjadinya pengikisan pada batuan oleh mediaair dan angin
yang membawanya. Batuan epiklastik ini terdapat pada dataran yang rendah,
disebabkan oleh air dananginyang membawanya ke tempat yang rendah disekitar
gunung api. Tempat-tempat yang rendah itu seperti di daerah sungai, danau, laut
dan lembah-lembah pegunungan.
Endapan piroklastik mulanya terjadi akibat adanya jatuhan pada saat
gunung api meletus, dan pada saat pengendapan memiliki ukuran ketebalan yang
sama pada endapannya. Piroklastik lainnya yaitu piroklastik aliran akan
membentuk penebalan apabila pada proses pengendapannya ada cekungan, dan
piroklastik surge penyatuan antara piroklastik endapan dan piroklastik aliran.

Vulkanologi | 7
1. Piroklastik jatuhan (fall)
Endapan jatuhan piroklastik yang terjadi dari letusan gunungapi yang
meledak yang kemudian terlempar pada suatu permukaan, memiliki ketebalan
endapan yang relative berukuran sama.

2. Piroklastik Aliran (Flow)


Endapan piroklastik yang umumnya mengalir kebawah dari pusat letusan
gunungapi yang memiliki kecepatan tinggi pada saat adanya longsoran. Endapan
aliran ini berisikan batu yang berukuran bongkah dan abu.

3. Piroklastik Surge
Endapan piroklastik surge dihasilkan dari letusan gunungapi yang
kemudian mengalir karena adanya penyatuan dari jatuhan dan aliran.

Gambar 2.5. Jenis Pengendapan Piroklastik

Sedangkan tekstur batuan piroklastik dibedakan menjadi ukuran butir,


bentuk butir, dan kompaksi.

1. Ukuran butir
Ukuran butir adalah ukuran dari batuan piroklastik itu sendiri, terbagi
menjadi beberapa macam, yaitu :
 Block (untuk yang berbentuk menyudut) dan Bomb (untuk yang membentuk
membulat) berukuran lebih besar dari 32 mm.
 Lapili yaitu untuk butiran dari 4 mm – 32 mm diameternya.
 Debu yaitu batuan yang lebih kecil dari 4 mm.

Vulkanologi | 8
2. Bentuk butir
Bentuk butir adalah bentuk dan keadaan batuan tersebut, ada beberapa
macam yaitu :
 Membulat sempurna, sangat bulat seperti bola.
 Membulat hampir seperti bola.
 Menyudut, yaitu memiliki sudut-sudut pada permukaannya.

3. Kompaksi
Kompaksi adalah tingkat kekerasan pada batuan piroklastik, ada 2 macam
kompaksi yang dikenal dalam batuan piroklastik, yaitu :
 Kompak, permukaannya kuat, keras dan padat.
 Mudah hancur, bila dipegang meninggalkan serbuk pada tangan.

Pada batuan piroklastik yang berbutir kasar maupun halus bisa didapatkan
struktur-struktur yang sering kali terdapat pada batuan sedimen, seperti
perlapisan. Batuan piroklastik yang berbutir halus (tufa) seringkali
memperlihatkan tekstur seperti pada batuan beku lelehan.
Penamaan batuan piroklastik berdasarkan pada butirnya, dikenal 4 jenis
yaitu :

1. Aglomerat, ukuran butir lebih besar 32 mm (Bomb).


Aglomerat adalah batuan piroklastik yang mirip dengan konglomerat
(batuan sedimen) di dalam tekstur. Perbedaannya terletak pada komposisi, dimana
aglomerat terdiri dari fragmen-fragmen volkanik (lava dan piroklastik di
antaranya gelas).
2. Breksi Volkanik, ukuran butir lebih besar dari 32 mm (Block).
Breksi Volkanik seperti halnya aglomerat, breksi volkanik juga dibentuk
oleh material gunungapi (volknik).

3. Tufa Lapili, ukuran butir antara 4 – 32 mm.


Tufa (Tuff), batuan piroklastik yang berukuran halus adalah tufa (tuff).
Batuan ini terdiri dari material fragmen kristal / mineral. Berdasarkan pada
komponen terbanyak fragmen kristal / mineral yang dikandung, tufa dapat
dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut :
a. Tufa Vitric : Banyak fragmen gelas
b. Tufa Kristal : Banyak fragmen kristal
c. Tufa Lithik : Banyak fragmen batuan

4. Tufa, ukuran butir sangat halus (abu / debu).

Vulkanologi | 9
BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Palu Geologi
Palu digunakan untuk memukul batang elektroda ke dalam tanah.

Gb.3.1. Palu Geologi

2. GPS (Global Positioning System)


GPS digunakan untuk menentukan titik koordinat yang menjadi lokasi
(stasiun) pengambilan data.

Gb 3.2. GPS

Vulkanologi | 10
3. Megafone
Digunakan sebagai pengeras suara.

Gb 3.3 Megafone

4. Kamera
Digunakan untuk mengambil foto-foto di lapangan.

Gb 3.4. Kamera

5. Alat tulis
Digunakan untuk mencatat data-data yang di dapatkan di lapangan.

Gb 3.5 Alat Tulis

Vulkanologi | 11
6. Kompas Geologi
Digunakan untuk membaca arah dan mengukur dip/slope.

Gb3.6. Kompas
Geologi

3.1.2. Bahan
1. Batu baterai
Sebagai sumber listrik pada megafonedan GPS.

Gb 3.7Batu Baterai

2. HCl
Digunakan untuk menguji senyawa karbonat yang ada dalam batuan.

Gb. 3.8 Larutan HCL

Vulkanologi | 12
3.2. Proses Kerja Lapangan

Proses kerja lapangan ini meliputi tahap persiapan, tahap pengambilan


data, tahap pengolahan data, dan tahap pelaporan.

3.2.1 Tahap Persiapan


Tahap persiapan ini meliputi studi literatur tentang geologi regional daerah
praktikum, dan pengetahuan dasar tentang teori-teori vulkanologi. Persiapan
selanjutnya berupa pengurusan segala administrasi menyangkut penyediaan dana
untuk keperluan praktikum baik transportasi maupun konsumsi. Persiapan
selanjutnya adalah penyediaan segala peralatan dan bahan yang diperlukan dalam
praktikum.
3.2.2. Tahap Pengambilan Data
Tahap praktikum ini berupa penentuan lokasi yang akan diteliti ( stasiun ),
melakukan pengamatan dan pencatatan tentang unsur-unsur geologi yang ditemui
di lokasi penelitian, dan pengambilan sampel.
3.2.3. Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data ini berupa pengolahan data-data yang di dapat di
lapangan untuk mengetahui geokronologi lokasi praktikum.
3.2.4. Tahap Pelaporan
Tahap pelaporan ini meliputi pembuatan laporan akhir hasil praktikum,
asistensi kepada asisten mata kuliah Vulkanologi, hingga pengumpulan laporan
dan presentasi.

Vulkanologi | 13
TAHAP PERSIAPAN

STUDI PENGURUSAN PENYIAPAN ALAT


LITERATUR ADMINISTRASI DAN BAHAN

TAHAP PENGAMBILAN DATA

PENENTUAN OBSERVASI DAN PENGAMBILAN


LOKASI/ PENCATATAN UNSUR- DATA
STASIUN UNSUR GEOLOGI

TAHAP PENGOLAHAN DATA

TAHAP PELAPORAN

LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM
VULKANOLOGI

Gb. 3.9 Bagan Prosedur Praktikum Vulkano

Vulkanologi | 14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Geomorfologi Lokasi Praktikum

Morfologi daerah praktikum dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi


yaitu dataran pantai, pegunungan denudasional dan perbukitan denudasional, serta
dataran aluvial.

Dataran pantai dataran yang letaknya dekat pantai dengan ketinggian


kurang dari 200 m dari permukaan air laut, dan masih mengalami pengaruh laut
secara langsung (Anonim,2014). Dataran pantai ini berada di Kecamatan Leato
,Kota Gorontalo.

Gambar 4.1. Foto dataran pantai kecamatan Leato

Pegunungan denudasional adalah topografi berlereng terjal berupa daerah


berelief pegunungan dengan perbedaang tinggi antara tempat tertinggi dan
terendah adalah >500 m dari permukaan laut dan mempunyai lembah yang
dalam. Sedangkan perbukitan denudasional adalah topografi berbukit dan
bergelombang dan mempunyai perbedaan tinggi antara tempat tertinggi dan
tempat terendah antara 50- >500 m dari permukan laut. Bentuklahan ini sangat
dipengaruhi oleh pelapukan (Soetoto,2013).

Vulkanologi | 15
(a) (b)

Gambar 4.2. (a) perbukitan denudasional di daerah Leato yang ditandai


dengan garis merah (b) pegunungan denudasional di daerah botubarani
yang ditandai dengan garis merah.

Dataran aluvial merupakan dataran rendah dengan material penyusun


berupa hasil sedimentasi yang terendapkan oleh sungai-sungai.

4.2. Stratigrafi

4.2.1. Daerah Leato

Di daerah leato terdapat singkapan tuff lapili yang mempunyai ciri


fragmen andesitik,kekompakan lemah,terdapat sedikit tefra, bentuk butir
subrounded.Kemudian terdapat breksi vulkanik dengan ciri fragmen andesitik,
bentuk butir angular, kekompakan kuat, sortasi buruk yang keduanya berseling
dan menandakan ciri formasi TQpv. Selain itu terdapat endapan berupa
batugamping terumbu (Ql) dan sedikit endapan pantai (Qal).

B
A
A

B
C

Gambar 4.3. (A) Merupakan breksi vulkanik (B) Merupakan tuff


lapili dan (C) Merupakan breksi vulkanik berselingan tuff

Vulkanologi | 16
4.2.2. Daerah Molotabu

Pada daerah ini terdapat satuan berupa lava yang dengan pengamatan
megaskopis berupa warna abu-abu gelap, tekstur porfiri afanitik, dengan mineral
berupa plagioklas, kuarsa, dan piroksen teridentifikasi merupakan lava andesitan.
Satuan ini terdapat di stasiun satu lokasi praktikum. Satuan ini masuk kedalam
formasi Tmbv. Pada stasiun kedua terdapat singkapan dasit porfiri dengan mineral
berupa plagioklas, hornblende, dan kuarsa diamati secara megaskopis. Satuan ini
juga termasuk dalam formasi Tmbv. Antara stasiun pengamatan ketiga dan empat
terdapat batuan plutonik berbentuk sill,terdapat sisipan konglomerat yang kontak
dengan dasit, batuan intrusif tersebut berupa diorite pengamatan secara
megaskopis terdapat mineral plagioklas dan hornblende, warnanya terang keabu-
abuan, yang mencirikan formasi Diorite Bone (tmb).Kedua formasi ini ditemukan
di daerah Molotabu.
Sementara di daerah Botubarani, ciri litologinya sama dengan yang
terdapat pada daerah Leato, yaitu singkapan breksi vulkanik yang mencirikan
formasi TQpv.

A B

C D
Gambar 4.4. (A) Satuan Lava Andesit (B) Satuan Dasit Porfiri (C) Breksi
Vulkanik tersingkap kecil (D) Satuan Breksi Vulkanik di daerah Botubarani

Vulkanologi | 17
Jenis Batuan
Age
Sed. Volcanic Intrusive Sed. Volcanic Intrusive
Quarter

Qal
Qpl Ql
Pliosen

TQpv

Tmbv
Miosen

Tmb

Ket. Rudyawan A., 2014 Penelitian

Tabel 4.1. Kolom Stratigrafi Daerah Praktikum

Satuan Diorit

Satuan Lava Andesitan

Satuan Breksi Piroklastik

Satuan Tuff

Satuan Batugamping
Terumbu
Satuan Endapan Pantai

Vulkanologi | 18
4.3. Sejarah Geologi

Daerah penelitian ini diduga mengalami aktivitas vulkanisme pada masa


miosen akhir dengan ditemukannya formasi Tmb. Pada masa Miosen bawah-
Miosen akhir diduga terjadi aktivitas vulkanisme dengan ditemukannya formasi
Tmbv yang ditandai dengan adanya aliran lava.satuan ini diterobos oleh formasi
Tmb. Pada masa Pliosen-Plistosen terjadi aktivitas vulkanis formasi TQpv yang
ditandai dengan adanya tuf, tuff lapili, breksi dan lava. Kemudian terjadi proses
tektonik yang mengakibatkan terjadinya uplifting sehingga ditemukannya Ql.
Setelah itu pelapukan dan sedimentasi terus terjadi sehingga membentuk formasi
Qal.

Vulkanologi | 19
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Secara umum, geomorfologi daerah praktikum didominasi oleh


pegunungan yang berrelief terjal yang merupakan bentuklahan denudasional
kecuali dataran aluvial pantai. Relief yang terjal ini sangat rentang terhadap
longsor. Erosi pun akan sangat rentan jika vegetasi pada daerah ini tidak lebat.
Batas-batas pegunungan terbentang hingga pantai-pantai.

Pada daerah penelitian ini berbagai satuan batuan yang ditemukan


mencirikan fomasi regional. Satuan intrusif berupa diorit mencirikan formasi
Tmb, satuan berupa lava andesit mencirikan formasi Tmbv, satuan breksi
vulkanik dan tuff lapili mencirikan formasi TQpv. Ditemukan juga sedikit
batugamping terumbu yang mencirikan formasi Ql dan juga sedikit endapan
pantai yang mencirikan formasi Qal.

Sejarah geologi daerah praktikum ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas


vulkanisme dan magmatisme dari masa Miosen akhir hingga zaman Quarter. Ada
juga proses tektonik yang terjadi sehingga mengakibatkan batugamping terumbu
yangmencirikan formasi Ql mengalami pengangkatan.

5.2. Saran

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu, penulis menghimbau kepada para pembaca, kiranya laporan ini dapat
dijadikan contoh untuk praktikum dan pembuatan laporan selanjutnya yang lebih
baik lagi.

Vulkanologi | 20

Anda mungkin juga menyukai