oleh
Syaeful Aprianto
117180007
PROGRAM PASCASARJANA
2019
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan hasil karya, karsa, dan cipta manusia yang
dilatarbelakangi peradaban, lingkungan, keindahan, serta segala nilai luhur atau
kebenaran. Sementara itu, Esten (2013: 3) menyatakan bahwa kesusastraan
merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan
memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia. Karya sastra merupakan dunia
imajinasi yang diciptakan oleh pengarang. Imajinasi yang diciptakan berasal dari
diri sendiri dan lingkungan sekitar pengarang. Imajinasi yang diciptakan dari diri
sendiri berhubungan dengan kondisi psikologis yang dialami oleh pengarang.
Selain berasal dari imajinasi pengarang, karya sastra juga dapat dihasilkan dengan
adanya proses kreatif pengarang dalam mendeskripsikan ide-ide yang dipikirkan
dan dirasakan oleh pengarang dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh pengarang berhubungan dengan
manusia dan kehidupan yang melingkupinya. Proses kreatif sangat menentukan
baik buruknya sebuah karya sastra yang nantinya akan disuguhkan kepada
pembaca. Sebagai karya kreatif, karya sastra harus mampu melahirkan suatu
kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan manusia akan keindahan
dengan pemilihan diksi yang tepat, sehingga pembaca mampu menafsirkan apa
yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat karya sastra tersebut.
Namun demikian, sastra dewasa ini dianggap kurang penting dan kurang
berperan dalam masyarakat Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat
kita saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri sehingga konsep-konsep
yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih
penting dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya perhatian anggota masyarakat
terhadap kegiatan kesastraan (dan kebudayaan pada umumnya) merupakan salah
satu indikasi adanya kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan dianggap hanya
memberi manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak dan
masih dapat ditunda.
Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian para murid
dan pengelola sekolah terhadap mata pelajaran yang berkaitan dengan sains,
teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mata
pelajaran kemanusiaan (humaniora). Ketiadaan laboratorium bahasa, sanggar seni,
buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain yang diperlukan dalam
pengajaran merupakan bukti konkret akan hal tersebut. Pengajaran sastra
Indonesia di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering diaggap kurang
penting. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar
sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan
kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati
siswa. Salah satu pembelajaran sastra yang banyak mengandung muatan atau
nilai-nilai positif adalah cerpen.
Oleh karena itu, perlu kiranya ada perhatian lebih mengenai pembelajaran
sastra di sekolah, khususnya cerpen. Baik dari cara pengajaran atau terkait konten
yang diajarkan. Hal tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran sastra agar lebih dapat diterima dan bermanfaat bagi siswa.
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut.
a) Mendeskripsikan pembelajaran sastra di sekolah?
b) Mendeskripsikan permasalahan pembelajaran cerpen di sekolah?
c) Mendeskripsikan solusi mengetasi permasalahan pembelajaran cerpen di
sekolah?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran
B. Pengertian Sastra
Merupakan aktifitas kejiwaan pengarang yang dituangkan dalam
sebuah tulisan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam
berkarya. Karya sastra merupakan sebuah pantulan kejiwaan yang sedang
dialami oleh pengarang pada saat menuangkan ide-ide kreatifnya dalam
sebuah tulisan. Melalaui sastra juga dapat menjadi sarana atau alat
menyampaikan nilai-nilai kebenaran melalui bahasa yang khas dan kata-
kata indah.
Ratna (2012:70) menyatakan bahwa karya sastra merupakan kisah
rekaan ciptaan manusia yang dapat dimanfaatkan pembaca untuk sarana
hiburan, pelajaran, petunjuk, dan perenungan hidup. Sebagaimana dalam
teori mimetik, karya sastra dipandang sebagai tiruan atau jiplakan
kenyataan yang sesungguhnya.
Sejalan dengan hal tersebut Sumardjo dan Saini (1997: 3-4)
menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu
bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman,
ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau
ungkapan, bentuk dan bahasa.
Ada pun menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar
artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai
sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-
sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra
dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra
yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan,
kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik
tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan
manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha
menunaikan tugas-tugas kehidupannya.
Sementara itu Endraswara (2011: 78) menyatakan bahwa sastra
tidak menyajikan fakta-fakta masyarakat secara mentah. Karena sastra
bukan merupakan sekedar jiplakan atau salinan dari kenyataan, melainkan
kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukanlah salinan
yang kasar, tetapi sebuah refleksi halus dan estetis.
C. Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau sering disebut cerpen adalah suatu bentuk
bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung
pada tujuannya dibandingkan dengan karya-karya fiksi yang lebih panjang
seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Pengertian cerita
pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan
cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalam cerita itu,
melaikan disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin
disampaikan oleh pengarang dalam bentuk karya sastra tersebut.
Sumardjo (1983: 69) menyatakan bahwa cerita pendek adalah
cerita yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fiksi dalam
aspeknya yang terkecil. Kependekan sebuah cerita pendek bukan karena
bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel, tetapi karena aspek
nmasalahnya yang sangat dibatasi.
Sementara itu Priyatni (2010: 126) menyatakan bahwa cerita
pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan
namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang
diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan.
Perbandingan ini jika dikaitkan dengan bentuk prosa yang lain, misalnya
novel.
Ada pun Sumardjo dan Saini (Suyanto, 2012: 46) berpendapat
bahwa menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan
pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen harus memiliki efek tunggal dan
tidak kompleks.
BAB III
PEMBAHASAN
a. Narasi
A. Kesimpulan
Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca sastra dengan ancangan literasi kritis.
.................Jakarta: Bumi Aksara.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.
................Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jacob & Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.