Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DI SEKOLAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah problematika


pembelajaran sastra

oleh
Syaeful Aprianto
117180007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS GUNUNG JATI CIREBON

2019

i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra merupakan hasil karya, karsa, dan cipta manusia yang
dilatarbelakangi peradaban, lingkungan, keindahan, serta segala nilai luhur atau
kebenaran. Sementara itu, Esten (2013: 3) menyatakan bahwa kesusastraan
merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan
memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia. Karya sastra merupakan dunia
imajinasi yang diciptakan oleh pengarang. Imajinasi yang diciptakan berasal dari
diri sendiri dan lingkungan sekitar pengarang. Imajinasi yang diciptakan dari diri
sendiri berhubungan dengan kondisi psikologis yang dialami oleh pengarang.
Selain berasal dari imajinasi pengarang, karya sastra juga dapat dihasilkan dengan
adanya proses kreatif pengarang dalam mendeskripsikan ide-ide yang dipikirkan
dan dirasakan oleh pengarang dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh pengarang berhubungan dengan
manusia dan kehidupan yang melingkupinya. Proses kreatif sangat menentukan
baik buruknya sebuah karya sastra yang nantinya akan disuguhkan kepada
pembaca. Sebagai karya kreatif, karya sastra harus mampu melahirkan suatu
kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan manusia akan keindahan
dengan pemilihan diksi yang tepat, sehingga pembaca mampu menafsirkan apa
yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat karya sastra tersebut.

Namun demikian, sastra dewasa ini dianggap kurang penting dan kurang
berperan dalam masyarakat Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat
kita saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri sehingga konsep-konsep
yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih
penting dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya perhatian anggota masyarakat
terhadap kegiatan kesastraan (dan kebudayaan pada umumnya) merupakan salah
satu indikasi adanya kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan dianggap hanya
memberi manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak dan
masih dapat ditunda.

Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian para murid
dan pengelola sekolah terhadap mata pelajaran yang berkaitan dengan sains,
teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mata
pelajaran kemanusiaan (humaniora). Ketiadaan laboratorium bahasa, sanggar seni,
buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain yang diperlukan dalam
pengajaran merupakan bukti konkret akan hal tersebut. Pengajaran sastra
Indonesia di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering diaggap kurang
penting. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar
sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan
kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati
siswa. Salah satu pembelajaran sastra yang banyak mengandung muatan atau
nilai-nilai positif adalah cerpen.

Cerpen merupakan sebuah karya yang didalamnya terkandung berbagai


aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Cerpen dapat mempengaruhi kehidupan
seseorang. Jati diri atau sikap seseorang bahkan dapat terbangun melalui sebuah
cerpen. Menulis cerpen merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan, namun
dibutuhkan pengetahuan kebahasaan. Pengetahuan kebahasaan tersebut
dibutuhkan dalam rangka mencapai nilai estetis sebuah cerpen.Kegiatan menulis
cerpen membutuhkan pengetahuan, pembacaan, pengamatan, dan pengalaman.
Jika keempat unsur tersebut sudah terpenuhi maka kegiatan menulis cerpen akan
menjadi suatu kegiatan yang mudah dan menyenangkan. Melalui kegiatan menulis
cerpen, seseorang dapat menuangkan pikiran, ide, maupun perasaannya dalam
bentuk tulisan. Untuk dapat menulis sebuah cerpen dengan baik, maka seorang
siswa harus memiliki pengetahuan tentang cerpen secara mendalam.

Oleh karena itu, perlu kiranya ada perhatian lebih mengenai pembelajaran
sastra di sekolah, khususnya cerpen. Baik dari cara pengajaran atau terkait konten
yang diajarkan. Hal tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran sastra agar lebih dapat diterima dan bermanfaat bagi siswa.

B. Batasan Masalah

Pada penelitian sederhana ini, peneliti membatasi pada permasalahan yang


akan diteliti yakni mengetahui dan mencoba menguraikan permasalahan-
permasalahan pembelajaran sastra di sekolah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, peneliti merumuskan


masalah penelitian ini sebagai berikut:
a) Bagaimanakah pembelajaran sastra di sekolah?
b) Bagaimanakah permasalahan pembelajaran cerpen di sekolah?
c) Bagaimanakah solusi mengetasi permasalahan pembelajaran cerpen di
sekolah?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut.
a) Mendeskripsikan pembelajaran sastra di sekolah?
b) Mendeskripsikan permasalahan pembelajaran cerpen di sekolah?
c) Mendeskripsikan solusi mengetasi permasalahan pembelajaran cerpen di
sekolah?
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan


pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang
manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda. Pembelajaran adalah pemberdayaan
potensi peserta didik menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini
tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang membantu.
Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2011: 62) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
Sementara itu Morgan (Suprijono, 2009:3) menyatakan bahwa
adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari
pengalaman. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu
adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan
sikap (afektif). Belajar tidak hanya meliputi mata pelajaran, tetapi juga
penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, kompetensi, penyesuaian
sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita.
Ada pun Nazarudin (2007: 163) mengungkapkan bahwa pembelajaran
adalah suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka
membantu dan mempermudah proses belajar dengan harapan dapat
membangun kreatifitas siswa.

B. Pengertian Sastra
Merupakan aktifitas kejiwaan pengarang yang dituangkan dalam
sebuah tulisan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam
berkarya. Karya sastra merupakan sebuah pantulan kejiwaan yang sedang
dialami oleh pengarang pada saat menuangkan ide-ide kreatifnya dalam
sebuah tulisan. Melalaui sastra juga dapat menjadi sarana atau alat
menyampaikan nilai-nilai kebenaran melalui bahasa yang khas dan kata-
kata indah.
Ratna (2012:70) menyatakan bahwa karya sastra merupakan kisah
rekaan ciptaan manusia yang dapat dimanfaatkan pembaca untuk sarana
hiburan, pelajaran, petunjuk, dan perenungan hidup. Sebagaimana dalam
teori mimetik, karya sastra dipandang sebagai tiruan atau jiplakan
kenyataan yang sesungguhnya.
Sejalan dengan hal tersebut Sumardjo dan Saini (1997: 3-4)
menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu
bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman,
ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau
ungkapan, bentuk dan bahasa.
Ada pun menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar
artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai
sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-
sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra
dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra
yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan,
kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik
tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan
manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha
menunaikan tugas-tugas kehidupannya.
Sementara itu Endraswara (2011: 78) menyatakan bahwa sastra
tidak menyajikan fakta-fakta masyarakat secara mentah. Karena sastra
bukan merupakan sekedar jiplakan atau salinan dari kenyataan, melainkan
kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukanlah salinan
yang kasar, tetapi sebuah refleksi halus dan estetis.

C. Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau sering disebut cerpen adalah suatu bentuk
bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung
pada tujuannya dibandingkan dengan karya-karya fiksi yang lebih panjang
seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Pengertian cerita
pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan
cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalam cerita itu,
melaikan disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin
disampaikan oleh pengarang dalam bentuk karya sastra tersebut.
Sumardjo (1983: 69) menyatakan bahwa cerita pendek adalah
cerita yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fiksi dalam
aspeknya yang terkecil. Kependekan sebuah cerita pendek bukan karena
bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel, tetapi karena aspek
nmasalahnya yang sangat dibatasi.
Sementara itu Priyatni (2010: 126) menyatakan bahwa cerita
pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan
namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang
diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan.
Perbandingan ini jika dikaitkan dengan bentuk prosa yang lain, misalnya
novel.
Ada pun Sumardjo dan Saini (Suyanto, 2012: 46) berpendapat
bahwa menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan
pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen harus memiliki efek tunggal dan
tidak kompleks.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Sastra di Sekolah


Pengajaran sastra dalam pendidikan diterapkan bersamaan dengan
pengajaran bahasa. Antara bahasa dan sastra dalam pengajarannya
memiliki aspek yang sama, yaitu aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Dengan adanya kesamaan aspek tersebut bahasa
dan sastra saling melengkapi. Bahasa dan sastra menjadi satu kepaduan
untuk menciptakan manusia yang komunikatif terhadap perkembangan
zaman. Bahasa berada pada tata cara menyampaikan informasi ataupun
pemikiran kepada orang lain. Sastra berada pada cara memahami dinamika
kehidupan dan metode-metode mengetahui gejala yang akan terjadi
sehingga dapat menumbuhkan kecerdasan adaptif terhadap lingkungan.
Dalam kurikulum 2013 secara tersurat dijelaskan bahwa
pembelajaran sastra bertujuan agar siswa dapat “menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia.” Namun demikian, di lapangan hal
tersebut menemui berbagai macam kendala dalam pelaksanaannya. Antara
lain hal tersebut dapat disebabkan alokasi waktu, porsi sastra yang minim,
dan aspek pembelajaran sastra yang lebih condong pada konteks tekstual.
Hal ini berakibat sastra hanya dinikmati sebatas wujud luarnya (struktur)
kurang maksimal menyentuh pada aspek internal atau batin sastra yang
kaya akan muatan positif bagi siswa.
B. Permasalahan Pembelajaran Cerpen di Sekolah

Dalam pembelajaran menulis cerpen tentunya dibutuhkan


pemahaman dasar sekaligus mendalam tentang cerpen seperti mengetahui
kriteria cerpen yang baik, belajar akrab membaca cerpen, memahami
struktur cerpen, kaidah kebahasaan cerpen, mengembangkan gagasan, dan
menulis dengan baik dan benar.
Ada pun beberapa permasalahan siswa yang sering ditemui dalam
pembelajaran menulis cerpen antara lain sebagai berikut.

1. Siswa kurang akrab dengan bahan bacaan cerpen


Tidak sedikit siswa yang masih asing dari membaca cerpen. Hal
tersebut dapat tercermin dari minimnya pengetahuan siswa tentang
apa saja bagian-bagian dari cerpen, bagaimana cerita yang diangkat
dalam cerpen, dan bagaimana bentuk siswaan dalam cerpen. Minimnya
tingkat pengetahuan siswa terhadap cerpen membuat seorang guru
harus berusaha keras memberikan pengetahuan dasar yang baik bagi
siswa agar dapat memberikan pemahaman yang baik pula mengenai
cerita pendek guna memperlancar langkah siswa dalam membuat
cerpen.

2. Siswa kesulitan mengembangkan gagasan


Kurangnya kreativitas siswa dalam mengembangkan gagasan dan
kalimat sangat sering dijumpai dalam pembelajaran menulis cerpen di
sekolah. Hal ini dilatarbelakangi kurangnya kebiasaan membaca siswa,
khususnya kurangnya siswa dalam membaca bahan bacaan yang
berkualitas dan mengendung asupan informasi yang baik. Bahan
bacaan yang berkualitas dan asupan informasi yang baik dapat didapat
dari bacaan sasttra, artikel, koran, buku pengembangan diri, wawasan
umum, berita online yang bermutu, dan sebagainya. Akibat dari
kurangnya pola kebiasaan siswa terhadap bahan bacaan yang
berkualitas dan mengandung informasi yang baik yakni akan
mengalami kesulitan atau kebuntuan dalam mengembangkan gagasan
atau ide-ide dalam membuat suatu cerpen.

3. Kesulitan dalam menuliskan gagasan yang sudah ada


Dalam hal ini terdapat juga kendala yang dialami siswa yakni
siswa yang sudah dapat menemukan dan mengembangkan ide atau
gagasannya bahkan bisa menceritakan apa yang akan ditulisnya kepada
teman atau Guru namun mengalami kesulitan dalam menuangkan ke
dalam bentuk tulis. Seringkali bahasa tulis yang dituangkan siswa tidak
sejalan dengan apa yang Ia maksud dalam pikirannya. Hal tersebut
dapat berupa ketidaktepatan konjungsi, pengulangan kosa kata yang
sama, pengulangan nama tokoh yang terlalu sering, alur cerita yang
terus berputar, dan sebagainya. Berbagai macam kesulitan tersebut
dilatarbelakangi oleh kurannya perbendaharaan kosakata dan
pemahaman kebahasaan yang dimiliki siswa.

C. Solusi mengetasi permasalahan pembelajaran cerpen di sekolah


Untuk mengatasi mengatasi berbagai macam kesulitan dalam
pembelajaran menulis cerpen tentunya dibutuhkan kesabaran dari Guru
dan siswa. Ada pun langkah-langkah yang dapat diupayakan dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut diantaranya.

1. Belajar menikmati cerpen


Sebelum memulai menulis cerpen terlebih dahulu kita harus
dapat menikmati cerpen. Kenikmatan tersebut dapat terjadi tentu
dengan kita membiasakan diri nyaman dengan cerpen mulai dari
nyaman bermain atau berlama-lama di tempat “berkumpulnya”
cerpen-cerpen seperti perpustakaan, toko buku, atau pun lingkup
pergaulan yang akrab degan cerpen, mengoleksi cerpen-cerpen dari
berbagai macam sastrawan, dan tentu harus nyaman membaca dan
mengetahui hal-hal yang ada dalam cerpen atau yang dikisahkan
dalam cerpen. Dengan demikian pola pikir anda tentang cerpen
akan terbangun, wawasan anda akan bertambah, dan keinginan
menulis cerpen akan tumbuh seiring dengan kayanya pemahaman
mengenai cerpen.

2. Mengenal macam-macam tema yang dapat diangkat dalam


cerpen dan memahami unsur pembangun cerpen.

Dalam menulis cerpen ide pokok, gagasan utama, atau


akrab juga disebut tema walaupun terkesan sederhana namun
sering kali menimbulkan kebimbangan dan keragu-raguan dalam
upaya untuk menulis cerpen. Hal ini tentu berpengaruh besar pada
psikologis seseorang yang baru berniat menulis cerpen karena pada
tahap awal sudah menemukan kesulitan dan tak jarang hal tersebut
menggoyangkan kesungguhan atau niat seseorang dalam menulis
cerpen. Masalah tersebut harus segera diatasi untuk menentukan
tahap selanjutnya agar lebih baik. Tema yang sederhana tentu
menjadi tujuan utama dalam mengalirkan ide dalam memulai
menulis cerpen. Dari mana kesederhanaan tersebut dapat
ditemukan, tentu dari apa yang ada dari sekitar kita seperti apa
yang dilihat, didengar, dibicarakan, dan dirasakan pada lingkungan
tempat tinggal kita. Dari paparan beberapa panca indera tersebut
maka akan terrefleksi kecenderungan kita berpikir baik dari cara
pandang sosial, budaya, politik, keluarga, kemasyarakatan, bahan
bacaan, sumber informasi dan sebagainya. Selain itu, pemahaman
tentang unsur pembangun harus ditingkatkan dengan mencoba
mengidentifikasi unsur pembangun cerpen yang telah dibaca dan
mencoba membuat kerangka cerpen yang akan kita buat
berdasarkan unsur pembangun cerpen. Melalui dua hal tersebut
tentu akan dapat melatih pengembangan ide dan daya kreativitas
siswa.
3. Memperkaya perbendaharaan kosa kata dan membiasakan
diri menulis

Dalam upaya memperkaya perbendaharaan kosa kata


tentunya siswa harus membiasakan pola membaca pada bahan
bacaan yang berkualitas secara kebahasaan maupun kesusastraan
seperti rubrik editorial, karya ilmiah, novel, cerpen, kritik sastra,
dan sebagainya. Dengan membiasakan pola baca tersebut
diharapkan siswa akan memiliki perbendaharaan kata yang
mumpuni dan memiliki nilai estetis. Setelah pengetahuan tersebut
dikuasai oleh siswa tentu langkah selanjutnya adalah dengan
membiasakan menulis. Dalam upaya menulis cerpen tentu siswa
harus mengetahui kompenen-komponen teks yang terkandung
dalam suatu cerpen. Ada pun komponen-komponen teks yang perlu
dilatih dalam menulis cerpen sebagai berikut.

a. Narasi

Teks narasi merupakan sebuah teks yang tersusun dari


beberapa paragraf yang menceritakan suatu peristiwa kejadian dan
disusun secara kronologis sesuai dengan urutan waktu yang
ditentukan. Umumnya paragraf narasi ini menceritakan kisah-kisah
dan cerita karangan baik fiktif maupun non fiktif. Dalam proses
kreatif menulis cerpen, unsur terbesar dalam sebuah cerpen yakni
teks narasi. Melalui narasi akan digambarkan peristiwa-peristiwa
atau kronologi kejadian dalam suatu cerpen. Maka dari itu,
membuat narasi yang sederhana dan mengalir kiranya akan
memudahkan siswa dalam membuat suatu cerpen.
b. Deskripsi
Teks deskripsi adalah sebuah paragraf yang berisikan
penjelasan dimana gagasan utamanya disampaikan dengan cara
menggambarkan secara jelas objek, tempat, atau peristiwa yang
sedang menjadi topik kepada pembaca sehingga pembaca seolah-
olah merasakan langsung apa yang sedang diungkapkan dalam teks
tersebut. Melalui teks deskripsi siswa akan membawa pembaca
dalam imajinasi yang lebih nyata dengan menggambarkan objek,
waktu, atau perasaan sejelas-jelasnya.

c. Percakapan atau Dialog


Percakapan atau dialog merupakan proses komunikasi timbal
balik antara dua tokoh atau lebih. Melalaui percakapan akan
tergambar karakter, konflik, dan perasaan dari para tokoh yang
diceritakan. Untuk dapat menghidupkan tokoh-tokoh yang
diceritakan dalam suatu cerpen tentu siswa harus bisa membuat
percakapan yang menarik dan mewakili tiap sifat yang dimiliki
massing-masing tokoh.
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dalam suatu pembelajaran sastra khususnya menulis cerpen tentu


diperlukan kesabaran dari Guru dan siswa. Setiap karya sastra tentu
mempunyai karakteristik dan kesulitan masing-masing. Untuk mengatasi
kesulitan tersebut tentu siswa harus giat dan bersungguh-sungguh dalam
mempelajari tahap demi tahap tata cara menunulis cerpen. Karena pada
dasarnya keterampilan menulis tidak bisa didapat secara instan melaikan
melalui upaya yang konsisten dalam mempelajari dan membiasakan diri
dalam berproses.
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Caps.

Nazarudin, 2007, Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik


.................dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum,
.................Yogyakarta: Teras.

Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca sastra dengan ancangan literasi kritis.
.................Jakarta: Bumi Aksara.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.
................Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jacob & Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.


................Yogjakarta: Pustaka Belajar.

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh Dalam Cerpen indonesia. Bandarlampung:


................Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai