Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

BRAIN-DERIVED NEUROTROPHIC FACTOR


BRAIN-DERIVED NEUROTROPHIC FACTOR

HALAMAN JUDUL
Oleh :
Luh Ayu Bangkitaryani
(1202006025)

Pembimbing :
dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ(K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD
RSUP SANGLAH DENPASAR
2016

i
BRAIN-DERIVED NEUROTROPHIC FACTOR
BRAIN-DERIVED NEUROTROPHIC FACTOR

Devin K. Binder
Department of Neurological Surgery, University of California, San Fransisco,USA

Helen E. Scharfman
Center for Neural Recovery and Rehabilitation Research, Helen Hayes Hospital, New York, USA

SEJARAH
Faktor pertumbuhan saraf atau nerve growth factor (NGF) pertama kali ditemukan
pada awal tahun 1950 karena efek trofiknya pada neuron sensorik dan simpatik.
Pada tahun 1982, brain-derived neurotrophic factor (BDNF) yakni anggota kedua
dari keluarga “neurotofik” pada faktor neurotrofik diketahui mampu
meningkatkan masa hidup subpopulasi neuron ganglion dorsal dan dimurnikan
dari otak babi. Setelah itu, anggota lain dari keluarga neurotrophin seperti
neurotrophin-3 (NT-3) dan neurotrophin 4/5 (NT-4/5) mulai diperkenalkan
dimana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda terkait efek trofiknya
pada subpopulasi neuron di sistem saraf perifer maupun pusat.

STRUKTUR GEN DAN PROTEIN


Gen BDNF (dalam tubuh manusia terletak pada kromosom 11p) memiliki 4 ekson
5’ (ekson I-IV) yang dihubungkan dengan promoter berbeda, dan 1 ekson 3’
(ekson V) yang mengkode protein BDNF matur. Delapan mRNA berbeda
ditranskripsi dengan hasil transkrip yang mengandung ekson I-III dominan
diekspresikan di otak dan ekson IV ditemukan di paru dan jantung.

BDNF memiliki 50% asam amino yang sama dengan NGF, NT-3, dan NT-4/5.
Setiap neurotropin terdiri atas satu ikatan homodimer nonkonvalen dan
mengandung: 1) sinyal peptida yang merupakan kodon inisiasi dan 2) regio pro
yang mengandung lokasi glikosilasi N-linked. Awalnya BDNF diproduksi sebagai
proneurotrophin, kemudian prohormon pengubah seperti furin memecah
proneurotrophin menjadi neurotrophin matur. Proneurotrophin mengubah
karakteristik ikatan dan aktivitas biologik yang berbeda dengan neurotrophin
matur. Neurotrophin juga memiliki struktur tiga dimensi yang berbeda, dimana

1
2

neurotrophin mengandung dua pasang ikatan beta antiparalel dan residu sistein
yang membentuk pola ikatan sistin.

TRANDUKSI SINYAL BDNF


Setiap neurotrophin mengikat satu atau lebih reseptor tropomyosin-related kinase
(trk), yang merupakan anggota reseptor tirosin kinase. Ikatan tersebut
menginduksi dimerisasi yang menyebabkan aktivasi kinase, selanjutnya reseptor
autofosforilasi pada beberapa residu tirosin menghasilkan lokasi ikatan spesifik
untuk target protein intraseluler, yang berikatan pada reseptor teraktivasi melalui
domain SH2. Protein tersebut termasuk PLC-γ1 (fosfolipase C), p85 (subunit
nonkatalik dari PI-3 kinase, dan Shc (mengandung rantai SH2) aktivasi target
protein tersebut menghasilkan berbagai kaskade pensinyalan intraseluler seperti
kaskade Ras-MAP (mitogen-activated protein) kinase dan fosforilasi cyclic AMP-
response element binding protein (CREB).

TrkA mengikat NGF (dengan ikatan berafinitas rendah oleh NT-3 di beberapa
sistem), trkB mengikat BDNF dan NT-4/5 dengan afinitas ikatan yang lebih
rendah dengan NT-3, dan trkC mengikat NT-3. Reseptor trk tersedia dalam dua
bentuk yakni full-length (trkB.FL) dan truncated (trkB.T1 dan trkB.T2)
membentuk domain kinase yang tidak sempurna. Meski sebagian besar fungsi
BNDF berhubungan dengan trkB full-length beberapa fungsi juga dimainkan oleh
reseptor truncated termasuk fungsi pertumbuhan dan perkembangan serta
modulasi negatif ekspresi dan fungsi reseptor trkB. Ekspresi reseptor trk
truncated pada astrosit diregulasi pada keadaan pasca terjadinya kerusakan dan
dapat memodulasi kerapuhan neuron serta penyerapan BDNF di astrosit. Studi
terbaru menunjukkan bahwa BDNF mengaktivasi pensinyalan kalsium pada glial
oleh reseptor trk truncated.

Selain itu, seluruh neurotrophin berikatan pada reseptor p75, berhubungan dengan
protein pada seuperfamili tumor necrosis factor (TNFR) memiliki bagian
ektraseluler terglikosilasi yang berkaitan dengan ikatan ligan, regio
transmembran, dan urutan sitoplasmik pendek yang memiliki aktivitas katalitik
3

intrinsik rendah. Neurotrophin yang berikatan pada p75NTR berkaitan dengan


beberapa jalur transduksi sinyal intraseluler termasuk nuclear factor-Kβ (NF-Kβ),
Jun kinase, dan hidrolisis sphingo-myelin. Pensinyalan p75NTR menghubungkan
perbedaan aksi biologis antar trk reseptor, terutama inisasi program kematian sel
(apoptosis). Disebutkan juga bahwa p75 mampu menentukan spesifisitas ikatan
neurotrophin.

REGULASI GEN BDNF


Berbagai stimulus dikatakan mampu mengubah ekpresi gen BDNF baik pada
keadaan fisiologis maupun patologis. Sebagai contoh, rangsangan cahaya
meningkatkan mRNA BDNF di korteks visual, rangsangan osmotik meningkatkan
mRNA BDNF di hipotalamus dan rangsangan sentuhan meningkatkan mRNA
BDNF pada kortkes somatosensoris. Kejutan listrik menginduksi long-term
potentiation (LTP) di hipokampus yakni bagain yang berperan dalam proses
belajar dan daya ingat, meningkatkan ekspresi BDNF dan NGF. Bahkan latihan
fisik juga ditemukan mampu meningkatkan ekspresi BDNF dan NGF di area
hipokampus. Yang menarik adalah level BDNF bervariasi sesuai siklus estrus
yang berhubungan dengan efek eksitabilitas neuron.

Masing-masing ekson 5’ BDNF diatur dengan berbeda oleh stimulus seperti


aktivitas saraf. Sebagai contoh, ekson I-III meningkat setelah adanya bangkitan
kejang yang terinduksi asam kainik atau stimulus lain yang meningkatkan
aktivitas, namun tidak demikian halnya dengan ekson IV. Sintesis protein
diperlukan bagi aktivitas ekson I, II, III, dan IV, meningkatkan kemungkinan hal
tersebut berasal dari terbentuknya gen yang terlalu awal (immatur). Faktor
transkripsi berupa CaRF mengaktivasi transkripsi ekson III yang dikontrol oleh
calcium response element (CARE1). CREB, yang mampu distimulasi oleh
stimulus yang beragam mulai dari aktivitas sampai terapi antidrepesan kronis juga
memodulasi transkripsi ekson III. Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivitas
neuronal dapat menginduksi fosforilasi calcium-dependent dan melepas methyl-
CpG binding protein 2 (MECP2) dari promoter III BDNF untuk mengaktivasi
proses transkripsi.
4

LOKASI, TRANSPOR, DAN PELEPASAN


BDNF dan mRNA trkB memiliki ditribusi yang tersebar luas di sistem saraf pusat.
Imunoreakivitas BDNF dan protein trkB juga tersebar luas. Seperti mRNA BDNF,
ekspresi protein BDNF konstitutif ditemukan tinggi pada area hipokampus
dimana serat-serat akson berupa sel-sel bergranula menunjukkan imunoreaktivitas
dari BDNF.

Tidak seperti faktor trofik klasik lainnya seperti contoh NGF yang ditransport
secara retrograde, saat ini banyak bukti juga menunjukkan bahwa BDNF juga
ditransportasi secara anteretrograde di otak. Pertama, protein BDNF dilokalisir
pada saraf terminal lalu jalur transeksi atau inhibisi transport aksonal akan
memutus ekspresi terminal tersebut. Kedua, studi yang lebih tinggi menunjukkan
bahwa BDNF berhubungan dengan vesikel-vesikel padat yang merupakan lokasi
primer untuk penyimpanan neuropeptida dan pelepasan dari saraf terminal.
Ketiga, studi lebih lanjut mendukung bukti hipotesis transport anteretrograde.
Keempat, pro BDNF dibawa dari jaringan trans Golgi ke granula sekretorik
dimana kemudian dipecah oleh prohormone convertase 1 (PC1).

Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa BDNF dan reseptor trk dapat
mengalami transport intraseluler teregulasi. Sebagai contoh, kejang menyebabkan
redistribusi mrNA BDNF dari badan sel CA3 di hipokampus ke dendrit-dendrit
apikal. Pensinyalan trk saat ini dimasukkan ke dalam transport retrograde dari
kompleks neurotrophine-trk intak ke badan sel neuronal.

Studi terbaru menunjukkan bahwa neurotrophin dilepas melalui depolarisasi


neuronal. Faktanya, aktivitas langsung BDNF dari pre ke post sinaps transfer
transneuron telah dibuktikan menggunakan fluoresens berlabel BDNF. BDNF
yang dilepaskan diyakini dalam bentuk pro BDNF, hal tersebut mendukung
kemungkinan adanya proses post sekretorik proteolitik oleh membran yang
berkaitan atau protease ekstraseluler pada modulasi fungsi BDNF.

PERKEMBANGAN BDNF
BDNF memiliki efek survival dan regenerasi pada berbagai neuron, seperti sel
akar ganglion dorsal, dan neuron di korteks dan hipokampus. Beberapa neuron
5

sensoris perifer, utamanya di ganglia vestibuler dan nodose-petrosal, bergantung


pada adanya BDNF karena BDNF homozigot pada mencit yang menjadi objek
percobaan sedikit memiliki neuron-neuron tersebut. Tidak seperti NGF, BDNF
tidak mempengaruhi neuron simpatik dan motorik. BDNF heterozigot terdapat
pada mencit percobaan dan terlihat pada beberapa fenotip termasuk obesitas,
menurunkan kemungkinan kejang, dan meningkatkan kemampuan belajar. Yang
menarik adanya delesi gen BDNF pada kondisi post natal dan reduksi ekspresi
trkB juga menyebabkan obesitas. Regulasi fisiologis ekspresi gen BDNF sangat
berpengaruh terhadap perkembangan otak. Sebagai contoh, BDNF berkontribusi
terhadap perkembangan dan aktivitas korteks visual. Level BDNF yang
berlebihan ataupun adanya hambatan pada pensinyalan BDNF menyebabkan
terbentuknya pola sel batang yang abnormal pada fase kritis pembentukan korteks
visual. Hal ini mendukung peran BDNF terhadap perkembangan jalur aksonal.
BDNF juga memiliki efek yang kuat terhadap proses terbentuknya dendrit.

EFEK PADA TRANSMISI PERSINAPAN


Studi pertama mengenai efek BDNF pada transmisi sinaps menunjukkan bahwa
BDNF meningkatkan frekuensi miniatur arus eksitatori post sinaps (EPSC) di
kultur Xenopus. Sejak saat itu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji
efek dari BDNF. Secara keseluruhan, BDNF mampu meningkatkan sinaps
eksitatorik (glutamanergik) dan melemahkan sinaps inhibitorik. Penelitian
Schuman dkk menunjukkan irisan hipokampus pada tikus dewasa yang telah
terpapar BDNF menimbulkan potensiasi yang terus menerus terhadap input aferen
pada sel piramida di hipokampus. Penelitian lainnya juga mendukung peran
BDNF pada LTP. Sebagai contoh, inkubasi irisan hipokampus atau korteks visual
dengan inhibitor trkB menghambat LTP, dan irisan hipokampus dari BDNF hewan
uji coba menunjukkan terganggunya induksi LTP yang dapat diperbaiki kembali
dengan adanya BDNF.

Walaupun potensiasi sinaps yang diinduksi BDNF terjadi melalui aksi presinaps
(contohnya melalui peningkatan pelepasan glutamat) ataupun melalui post sinaps
(contohnya melalui fosforilasi reseptor neurotransmitter) masih diperdebatkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bukti bagi locus presinaps, begitu pula efek
6

post sinaps juga telah dibuktikan. Adanya reseptor trkB baik pre dan post sinaps
di hipokampus dikatakan sangat penting.

Peran BDNF pada sinaps GABAergic pertama kali ditemukan melalui penelitian
yang menunjukkan bahwa BDNF berpengaruh pada fenotip neuronal GABAergic.
Penelitian lainnya menyebutkan BDNF mampu menurunkan inhibisi transmisi
sinaptik, kemungkinan pada modulasi fosforilasi reseptor GABAA. Yang menarik,
BDNF juga meregulasi efikasi sinaps GABAergic dengan diturunkannya aktivitas
dari kotransporter K+ dan Cl- neuronal, yang dapat mengganggu ekstrusi Cl-
neuronal dan melemahkan inhibisi GABAergic. Hal serupa ditemukan oleh
penelitian terbaru yang menemukan efek BDNF yang berbeda pada subpopulasi
neuron eksitatorik dan inhibitorik yang dimediasi GABA, dimana BDNF secara
selektif menurunkan efikasi neurotransmisi inhibitorik dengan menurunkan kerja
transpor ion Cl-.

NEUROGENESIS
BDNF juga diketahui mampu meningkatkan neurogenesis. Sebagai contoh, infusi
BDNF secara intraventrikuler atau aktivitas BDNF terinduksi adenovirus
meningkatkan jumlah neuron pada olfaktori bulbi, striatum, septum dan talamus,
yang mampu dipotensiasi oleh inhibisi pada diferensiasi sel progenitor glial.
Penelitian mengenai kultur sel progenitor menunjukkan beberapa mekanisme
pensinyalan, yang diketahui melibatkan aktivasi trkB, diikuti dengan aktivasi jalur
MAP kinase dan PI-3 kinase serta modifikasi faktor transkripsi basic-helix-loop-
helix. Walapun beberapa studi menyimpulkan bahwa efek primer BDNF adalah
untuk proliferasi, beberapa penelitian juga menemukan efek penting terhadap
kemampuan survival. Dimana efek BDNF kemungkinan bergantung pada adanya
kerusakan iskemik sebelumnya.

PROSES BELAJAR DAN MEMORI


Setelah BDNF diketahui terlibat dalam plastisitas sinaps, timbul ketertarikan yang
besar terhadap perannya dalam proses belajar dan memori. Hipokampus yang
mana sangat dibutuhkan untuk proses ingatan jangka panjang pada manusia dan
hewan, diketahui merupakan lokasi yang penting bagi aktivitas BDNF. Telah
7

dibuktikan melalui uji coba bahwa adanya induksi cepat dan selektif terhadap
ekpresi BDNF pada area hipokampus selama proses belajar, adanya antibodi
penghambat BDNF, knockout BDNF, penghambatan pensinyalan trkB pada otak
besar, dan adanya ekspresi berlebihan dari trkB truncated mampu meningkatkan
kemampuan belajar pada mencit percobaan. Penelitian lain menyebutkan
peningkatan regulasi dari BDNF di korteks parietal monyet yang digunakan
sebagai hewab percobaan berhubungan dengan cara belajar yang melibatkan cara
penggunaan suatu alat. Pada manusia, asam amino valine pada polimorfisme
metionin di pro region 5' pada struktur protein BDNF ditemukan berhubungan
dengan lemahnya ingatan episodik, dimana melalui penelitian secara in vitro
didapatkan bahwa neuron yang telah ditransfeksi met-BDNF-GFP mampu
menurunkan sekresi BDNF yang terinduksi depolarisasi.

BDNF DAN EPILEPSI


Adanya penemuan mengenai kejang mampu meningkatkan level mRNA NGF
menghasilkan suatu hipotesis bahwa suatu kejang yang terinduksi oleh ekspresi
faktor neurotrofik dapat berkontribusi terhadap terjadinya perubahan yang
menetap dari segi struktur maupun fungsional melalui mekanisme epileptogesis.
Penelitian terbaru secara in vitro dan in vivo mengimplikasikan BDNF pada
kaskade elektrofisiologik dan perubahan perilaku pada kondisi epileptik. mRNA
dan protein BDNF ditemukan meningkat pada hipokampus akibat kejang yang
diamati pada hewan percobaan. Adanya agen anti BDNF, penghambatan aktivitas
BDNF, serta diekspresikannya trkB truncated secara berlebihan mampu
menghambat epileptogenesis pada hewan percobaan. Hal sebaliknya, penggunaan
BDNF secara langsung menginduksi hipereksitabilitas secara in vitro, ekspresi
berlebihan dari BDNF pada mencit transgenik menyebabkan terjadinya kejang
spontan, dan infusi BDNF secara intrahipokampal cukup untuk menimbulkan
aktivitas kejang melalui penelitian secara in vivo. Hipokampus dan struktur
limbik yang berhubungan diyakini berperan penting terhadap efek
proepileptogenik oleh BDNF dan juga meningkatnya ekspresi BDNF di
hipokampus ditemukan pada spesimen otak pasien yang mengalami temporal
epilepsi. Diharapkan melalui adanya pemahaman mengenai hipereksitabilitas
8

yang berhubungan dengan BDNF pada hewan uji coba mampu untuk membawa
kita pada ditemukannya terapi antikonvulsan atau antiepileptogenik terbaru.

BDNF DAN NYERI


BDNF juga memainkan peran penting terhadap neuromodulator pada transduksi
nyeri. BDNF disintesis oleh neuron di bagian akar dorsal dan jumlahnya
ditemukan meningkat pada kondisi inflamasi di saraf perifer. BDNF secara akut
mensensitisasi impuls aferen nosiseptif dan menyebabkan hiperalgesia yang mana
dapat dihambat oleh BDNF inhibitor. Sensitisasi nyeri sentral merupakan suatu
aktivitas yang meningkat pada eksitabilitas di akar dorsal neuron berujung pada
kondisi klinis yakni nyeri neuropatik yang mana pada kondisi normal suatu
stimulus somatosensoris yang tidak nyeri menjadi stimulus yang dirasakan sangat
nyeri (allodynea). Data elektrofisiologi dan perilaku menujukkan bahwa
penghambatan pada tranduksi sinyal BDNF mampu menghambat sensitisasi nyeri
sentral.

BDNF DAN PENYAKIT NEURODEGENERATIF


Hipotesa mengenai penyakit degeneratif pada sistem saraf kemungkinan berasal
dari kurangnya suplai faktor neurotropik telah memunculkan ketertarikan yang
besar terhadap BDNF sebagai modalitas terapi potensial. Sejumlah penelitian
telah membuktikan bahwa menurunnya ekpresi mRNA BDNF di hipokampus
ditemukan pada spesimen pasien dengan penyakit Alzheimer, walaupun pada
hewan percobaan peningkatan jumlah BDNF terjadi pada sel glial. Rendahnya
level protein BDNF ditemukan pada substansia nigra pada pasien dengan penyakit
Parkinson. Yang menarik, penelitian terbaru menunjukkan adanya BDNF pada
penyakit Huntington. Huntingtin, suatu protein yang mengalami mutasi pada
penyakit Huntington meningkatkan regulasi transkripsi BDNF, dan berkurangnya
transkripsi BDNF dimediasi oleh Huntingtin menyebabkan berkurangnya faktor
tropik penyokong neuron striatal yang terdegenerasi, dimana hal tersebut
merupakan tanda patognomonik penyakit Huntington. Penelitian terbaru juga
menunjukkan bahwa Huntingtin normalnya menghambat neuron restrictive
silencer element (NRSE) yang terlibat pada represi tonik dari transkripsi promoter
9

II BDNF. Dari keseluruhan ulasan mengenai penyakit tersebut, adanya BDNF


atau meningkatnya produksi BDNF endogen diyakini dapat menjadi suatu
modalitas terapeutik bila diaplikasikan pada konteks spasiotemporal yang sesuai.

BDNF DAN PENYAKIT NEUROPSIKIATRI


Pensinyalan BDNF juga diyakini terlibat pada perilaku afektif. Stres dari
lingkungan seperti imobilisasi yang menyebabkan depresi juga menurunkan
mRNA BDNF. Hal yang bertolak belakang yakni, aktivitas fisik dikatakan
berhubungan dengan menurunnya depresi dan meningkatnya mRNA BDNF.
Penatalaksaan depresi yang tersedia saat ini diketahui bekerja melalui peningkatan
transmisi sinaps monoaminergik endogen (seperti contoh serotonergik dan
noradrenergik), dan penelitian terkini menunjukkan bahwa antidepresan efektif
dalam meningkatkan mRNA dan protein BDNF. Adanya BDNF eksogen diyakini
mampu untuk meningkatkan fungsi dan daya regenerasi neuron serotonergik pada
otak tikus dewasa selaku objek penelitian, dan mencit yang telah terpapar BDNF
juga mengalami inervasi serotonergik. Oleh karena itu, strategi farmakologi
terbaru kini difokuskan pada peran potensial BDNF sebagai antidepresan.

Hipotesis lainnya juga mengatakan bahwa BDNF kemungkinan berperan dalam


gangguan bipolar. Yang menarik, lithium sebagai terapi utama bagi gangguan
bipolar mampu meningkatkan aktivasi BDNF dan trkB di neuron korteks serebri.
BDNF merupakan kandidat gen yang paling menjanjikan saat ini untuk terapi
gangguan bipolar. Beberapa studi menghubungkan antara polimorfisme BDNF
dan terjadinya suatu penyakit. Seberapa besar perubahan yang diakibatkan oleh
aktivitas BDNF dapat berpengaruh terhadap fluktuasi terjadinya episode mania
dan depresi pada gangguan bipolar hingga saat ini masih diperdebatkan.

KESIMPULAN
Semenjak ditemukannya teori mengenai BDNF pada tahun 1982, berbagai bukti
penelitian telah dijelaskan terkait dengan perannya pada perkembangan, fisiologi,
dan kondisi patologis pada otak. Di samping perannya dalam perkembangan
neuron dan kemampuan dalam menyokong sel untuk bertahan hidup, BDNF
diketahui memiliki peran esensial dalam mekanisme molekuler pada plastisitas
10

sinaptik. Perubahan aktivitas mendasar pada sistem saraf pusat diyakini


bergantung oleh modifikasi BDNF di transmisi sinaps, khususnya pada area
hipokampus dan neokorteks. Level patologik yang diakibatkan oleh plastisitas
sinaps yang bergantung pada BDNF kemungkinan berkontribusi terhadap beerapa
kondisi seperti terjadinya epilepsi dan sensitisasi nyeri, dimana peran dari sifat
tropik yang dimiliki oleh BDNF dapat menjadi suatu pilihat terapi terbaru bagi
penyakit neurodegeneratif dan bahkan pada gangguan neuropsikiatri.
11

LAMPIRAN

GAMBAR 1.
Beberapa efek potensial dari pelepasan BDNF dari sinaps glutamatergik. KIRI:
Mekanisme post sinaptik. Atas: BDNF dilepaskan dari vesikel-vesikel padat
berinti kemudian berdifusi melewati celah sinaps untuk mengaktifkan reseptor
trkB yang full-length terletak pada sinaps-sinaps di dendrit post sinaps sumsum
tulang belakang. Bawah: Transduksi sinyal post sinaps menyebabkan terjadinya
fosforilasi protein, seperti subunit NR2B pada reseptor NMDA dimana hal
tersebut juga meningkatkan terjadinya transimisi sinaps. Penting untuk digaris
bawahi bahwa lokasi transkripsi dapat terjadi di nukleus ataupun terjadi secara
lokal pada dendrit. TENGAH: Mekanisme presinaptik. Atas: Aktivasi BDNF
secara autokrin dan adanya reseptor trkB full-length di plasma membran pada
akson terminal. Bawah: Aktivasi trkB presinaptik menyebabkan ditingkatkannya
pelepasan neurotransmitter oleh beberapa mekanisme potensial aksi. KANAN:
Modulasi sinaptik oleh sel glial. Atas: Ketika BDNF dilepaskan ke celah sinaps,
BDNF dapat berikatan pada reseptor-reseptor di sel glial juxtaposed, seperti trkB
truncated, trkB full-length, dan reseptor p75. Bawah: Aktivasi trkB truncated
menyebabkan potensial aksi yang memodulasi pensinyalan Ca 2+ pada sel glial dan
aktivasi p75 dapat menginisiasi jalur lain, dimana keduanya dapat menyebabkan
perubahan transmisi sinaps.

Anda mungkin juga menyukai