BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Diare
Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200 ml/24 jam. Menurut World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines 2005, diare akut di definisikan sebagai pasase tinja yang cair atau
lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Definisi lain
memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.1
2) Diare kronis
Diare kronis berlangsung lebih dari 15 hari. Pada diare kronis ditemukan
adanya penurunan berat badan dan nafsu makan.16,17
6
2.1.2 Etiologi
Secara klinis, penyebab diare akut dibagi menjadi 4 kelompok. 10
Retrovirus, adenovirus,
virus
norwalk, norwalk like agent
Protozoa: E.histolitica,
Giarda lambdia, Balantisium
coli, Cryptosporidum
Malabsorpsi
Parasit
Psikogenik Stress
Idiopatik Inflamasi kronik dari usus
Rasa haus muncul ketika air hilang sebanding dengan 2 persen dari berat badan
pasien.5,3,2
Diare yang disertai kehilangan natrium gambaran klinisnya tergantung dari
tingkat kehilangan natriumnya. Apabila pasien kehilangan ion ini secara cepat
akan terjadi syok, sedangkan bila kehilangannya secara lebih lambat akan muncul
gejala-gejala diantaranya lemah, lesu dan apatis. Studi eksperimental McCance
dengan merangsang hilangnya natrium menggambarkan subyek percobaannya
mengalami keletihan dan lemah otot yang amat sangat. Sakit kepala adalah gejala
awal dan lebih terasa ketika berdiri. Pusing dan perasaan akan pingsan ketika
berdiri setelah duduk muncul karena penurunan volume darah sirkulasi. Kram otot
muncul yang bisa diperparah karena pasien meminum air dengan jumlah banyak
sehingga memperparah kehilangan Na secara relatif. Gejala lebih lanjut adalah
delusi, delirium, mental confusion, stupor dan koma.8
Hal-hal yang perlu ditanyakan untuk menilai diare pada anamnesis adalah:
1. Lama diare, frekuensi, volume, konsistemsi feses, warna, bau, ada atau
tidak lendir maupun darah.
2. Bila disertai dengan muntah, tanyakan volume dan frekuensi.
3. Jumlah atau frekuensi buang air kecil.
4. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
5. Gejala lain, seperti panas badan, kejang, atau penyakit lain yang
menyertai seperti batuk, pilek, campak.
6. Tindakan yang telah dilakukan untuk menangani diare seperti
pemberian oralit.
7. Riwayat pengobatan sebelumnya.
8. Riwayat imunisasi.
Pada pemeriksaan fisik yang dinilai adalah tanda vital, berat badan, tanda
dehidrasi. Bila didapatkan pernapasan cepat dan dalam menunjukkan suatu
kondisi asidosis metabolik. Bising usus yang menurun atau tidak ada,
menandakan suatu gejala hipokalemi. Daerah perianal dapat ditemukan ruam
perianal.11
9
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini
terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia
tersebut berupa : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok,
kejang sampai koma.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
12
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat
mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan turunnya kesadaran
(soporokomatusa) dan bila tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.
2. Zinc
Umumnya anak di Negara berkembang sudah mengalami defisiensi
zinc. Apabila anak diare, maka kehilangan zinc dalam diare akan
menyebabkan defisiensi yang semakin berat. (10)
Mikronutrien zinc ini sangat penting bagi tubuh, diantaranya sebagai:
a. Kofaktor enzim.
b. Memetabolisme radikal bebas yang dapat merusak jaringan epitel
usus.
c. Menghambat enzim inos (inducible nitric oxide synthase) yang
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
13
Amubiasis Metronidazole
Anak: 30 mg/kgBB/hari dibagi
3 dosis selama 5-10 hari
b. Pengobatan simptomatik
1. Obat anti diare
Obat-obatan yang berkhasiat mengobati diare secara cepat seperti anti
spasmodik/spasmolitik atau opium (papverin), akstratum beladona, liperamid,
kodein dan sebagainya) justru akan memperburuk keadaan karena akan
menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya perlipatgandaan (over growth) bakteri, gangguan digesti, dan absorbsi.
Obat-obat ini hanya berkhasiat menghentikan peristaltik saja, tetapi justru
akibatnya sangat berbahaya karena baik si pemberi obat maupun penderita akan
terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung
dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya bertambah fatal bagi penderita.
Obat-obat antidiare dapat dibagi kedalam beberapa golongan atas dasar cara
kerjanya, yaitu:
1. Kemoterapeutika
Untuk terapi kausal, yakni membrantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika, sulfonamida, dan senyawa kinolon.
2. Obstipansia
16
Untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara,
yakni:
a. Zat-zat penekan peristaltik usus (spasmolitika) sehingga memberikan lebih
banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yakni
derivat peptidin (loperamid) dan antikolinergika (atropin, ekstrak
belladonna).
b. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut dan aluminium.
c. Adsorbensia misalnya karbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (absorpsi) zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang ada kalanya berasal dari makanan (udang, ikan) termasuk
mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-
lukanya dengan suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin (suatu
karbohidrat yang terdapat dalam buah apel) dan garam-garam bismut serta
alumunium.
3. Spasmolitika
Yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali
mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin, loperamid18
1. Loperamid
Loperamid adalah suatu antidiare sintesis yang mempunyai struktur mirip
haloperidol. Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk
mengontrol diare.
Mekanisme kerja
Loperamid bekerja dengan beraksi langsung pada otot-otot usus
menghambat peristaltik dan memperpanjang waktu transit, mempengaruhi
perpindahan air dan elektrolit melalui mukosa usus, mengurangi volume fecal,
menaikan viskositas dan mencegah kehilangan air dan elektrolit.
17
1) Indikasi
Sebagai tambahan terapi rehidrasi pada diare akut pada dewasa dan anak-
anak lebih 4 tahun, diare kronik hanya pada dewasa.
2) Kontraindikasi
Kram abdomen dan reaksi kulit termasuk urtikaria, ileus paralitik dan perut
kembung.
3) Dosis
Dosis untuk diare akut, dosis awal 4 mg diikuti dengan 2 mg setelah habis
buang air besar. Diare kronik pada dewasa, dosis awal 4 mg, diikuti 2 mg
setiap buang air besar. Dosis tidak melebihi dari 16 mg sehari. Pemberian harus
dihentikan bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam.
4) Farmakokinetik
Loperamid mempunyai onset aksi 30-60 menit, durasi 4-6 jam, absorpsi
oleh GI ± 40%, ikatan protein 97%, waktu untuk mencapai kadar puncak
adalah 5 jam pada pemberian bentuk sediaan kapsul; 2,5 jam pada pemberian
bentuk sediaan cairan. Metabolisme di hepatik (>50%) menjadi komponen
inaktif. waktu paruh sekitar 7-14 jam. Eliminasi melalui feses dan urin
(ekskresi metabolit 1% dan obat tak berubah30-40%).20
2. Adsorben
Obat-obatan seperti kaolin, pektin, dan carcoal (norit, tabonal), bismut
subbikarbonat dan sebaginya telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
3. Stimulan
Obat-obatan stimulan seperti adrenalin, nikotinamid, dan sebagainya tidak
akan memperbaiki rejatan atau dehidrasi, karena penyebab dehidrasi ini adalah
kehilangan cairan (hipovolemik shok) sehingga pengobatan yang palingtepat
adalah pemberian cairan secepatnya.
4. Anti emetik
Obat anti emetik seperti Chlorpromazin (Largaktil) terbukti selain
mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan selain
18
5. Anti piretik
Obat anti piretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis
rendah ternyata selain menurunkan panas yang terjadi sebagaai akibat dehidrasi
atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar
bersama feses.
c. Pengobatan cairan
Tiga cara terapi diare di rumah
Rencana Terapi A
Usia Jumlah Oralit yang Jumlah Oralit yang
Diberikan tiap BAB (mL) Disediakan di rumah (mL/hari)
<1 50-100 400 (2 bungkus)
1-4 100-200 600-800 (3-4 bungkus)
>5 200-300 800-1000 (4-5 bungkus)
Dewasa 300-100 1200-2800
RENCANA TERAPI C
22
PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang
berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.