Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang , kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadurat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah respirasi
dengan gangguan EMBOLI PARU.Kami mengucapkan terimah kasih kepada ibu Suwarni
Loleh, S.ST, M.Kes selaku dosen mata kuliah respirasi

Adapun tugas makalah askep respirasi dengan gangguan EMBOLI PARU kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak, sehingga memperlancar
pembuatan tugas makalah ini. Akhirya penyusunan diharpkan semoga dari makalh ini dapat di
ambil manfaat sehingga dapat memberikan isnpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, 21 Juli 2019


DAFTAS ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penilitian
1.4 Manfaat Penulisan

Bab II Pembaasan

2.1 Pengertian Emboli Paru

2.2 Etiologi Emboli Paru

2.3 Patofiologi

2.4 Manifestasi Klinis

2.5 Penatalaksanaan

Bab III Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

3.2 Diagnosa

Standar Diagnosi Keperawatan Indonesia

Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emboli paru merupakan masalah besar kesehatan dunia, dengan angka kesakitan dan
kematian yang cukup tinggi mencapai 30% jika tidak diobati ( Torbicki,2000; Sharma,2005).
Emboli paru dan thrombosis vena dalam (TVD) mempunyai proses patologi yang sama.
Emboli paru biasanya berasal dari thrombus yang terlepas dari system vena dalam
ekstremitas bawah. Setelah sampai di paru, thrombus yang besar bersangkutan di bufurkasio
arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik. Thrombus
yang kecil terus berjalan sampai kebagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer
paru, dan menimbulkan nyeri dada pleuritik ( Wong, 1999; Sharma,2005).
Diagnosis emboli paru sangat sulit karena gejala klinis yang tidak khas dan banyaknya
diagnosis diferensial. Beberapa teknik diagnostic yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
emboli paru adalah pemeriksaan laboratorium ( Analisa gas darah , D-dimer),
Elektrokardiografi, Foto thoraks, ventilation – perfusion scanning, spriral CT scan, MRI, dan
agriografi pulmonal ( Goldhaber, 1998; sharma, 2005).
Tujuan penatalaksanaan emboli paru adalah untuk mengurangi symptom, mencegah
kematian , mengurangi resiko timbulnya hipertensi pulmonal kronik dan mencegah
kekambuhan. Penatalaksanaan emboli paru saat ini tidak hanya menggunakan antikoagulan.
Ufractioned heparin dan warfarin efektif untuk mengurangi risiko kekmbuhan dan kematian
pada trombo-emboli vena. Saat ini low molecular weight heparin lebih sering digunakan
karenanpenggunaannya relative mudah dan kurang membutuhkan monitoring dibanding
dengan antikoagulan. Dalamfase akut, terapi trombolitik sistemik dianjurkan untuk dissolusi
yang cepat dari trombus dan mengurangi tekanan arteri pulmonalis dengan cepat (
Torbicki,2000; Lee,2005).
1.2 Rumusan Masalah
Dari Latar belakang di atas maka kita bisa mengambil rumusan masalah yakni :
1. Apa yang dimaksud dengan emboli paru?
2. Apa etiologi emboli paru?
3. Bagaimana patofisiologi emboli paru?
4. Bagaimana manifestasi klinik emboli paru?
5. Bagaimana penatalaksaan tentang emboli paru?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui dan memahami pengertian emboli paru
2. Untuk Mengetahui dan memahami etiologi emboli paru
3. Untuk Mengetahui dan memahami patofisiologi emboli paru
4. Untuk Mengetahui dan memahami manifestasi klinik emboli paru
5. Untuk Mengetahui dan memahami penatalaksanaan tentang emboli paru

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat menabah ilmu pengetahuan tentang penyakit emboli paru
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya penyakit emboli paru
3. Dapat diketahui untuk cara pencegahan penyakit emboli paru
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Emboli paru adalah sumbatan arteri pulmonalis, yang disebabkan oleh thrombus pada
trombosit vena dalam tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri
paru. Setelah sampai di paru, thrombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis
atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan thrombus yang
kecil telah berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer
(Goldhaber, 1998;Sharma, 2005)
Emboli paru merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Di perancis, diperkirakan
angka kejadian per tahunnya lebih dari 100.000 kasus, di Inggirs dan Wales 65.000 kasus
penderita yang dirawat, dan lebih dari 60.000 kasus di Italia. Di Amrika Serikat tiap
tahunnya didapatkan lebih dari 600.000 penderita emboli paru, mengakibatkan kematian
50.000-200.000, dan menduduki urutan ke tiga penyebab kematian pasien rawat inap
(Chesnut,2001, Ryerson,2003;Torbicki,2000).
Faktor Predisposisi terjadinya emboli paru adalah laki-laki, usia lanjut, imobilisasi,
trauma, fraktur tulang panjang, kehamilan, kontrasepsi oral, obesitas, congestive heart
failure dan keganasan. Bila tidak diterapi, angka kematian cukup tinggi, diperkirakan 30%
(10 kali lebih besar dibandingkan dengan yang diterapi) dan menurun 2-10% dengan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat (Thorbicki, 2000; Fedullo, 2003; Riedel, 2004).
2.2 Etiologi
I. Asal
A. Sebagian besar emboli paru berasal dari dalam vena profunda tungkai. Bekuan
yang terbentuk dalam paha lebih mungkin mengembolisasi dibandingkan dengan
yang muncul di dalam betis.
B. Vena pelvis (terutama pada wanita) adalah suatu sumber penting emboli dan bisa
timbul setelah persalinan, pembedahan gynekologi atau dengan patologi pelvis.
1. Trombi pelvis yang lembut sering menimbulkan sedikit gejala sistemik.
2. Emboli septik biasanya menyebabkan tanda septikemia dan beberapa
pemadatan paru yang bisa membentuk kavitas.
C. Emboli paru dapat timbul bila materi lain memasuki sisi vena sirkulasi sebagai
berikut:
1. Cairan amnion yang dilepaskan selama persalinan yang lama atau seksio
cesar.
2. Partikel susmsung tulang yang dilepaskan setelah trauma atau resusitasi
kardiopulmonal
3. Emboli lemak yang dilepaskan setelah trauma
4. Emboli udara setelah suntikan intravena atau trauma
5. Emboli tumor
6. Materi partikel yang disuntikan selama penyalagunaan obat intravena
II. Faktor yang memberikan predisposisi untuk thrombosis vena
A. Stasis vena
1. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi terlazim
2. Stasis vena sering berhubungan dengan imobilitas, istirahat baring yang
sama, seperti dalam masa pasca bedah, payah jantung kongesti (CHF) dan
varikositas vena profunda
Jika massif, syndrome embolisasi lemak bisa timbul sewaktu
emboli melintasi kapiler paru dan memasuki sirkulasi sistemik.
a. Dispne, takipne, dan kadang-kadang sianosis bisa timbul
selama 24 jam
b. Setelah 24 jam pertama, gejala serebrum yang mencakup
kegelisahan, kekacauan, stupor dan koma menjadi
menonjol
c. Gambaran lain syndrome embolisasi lemak mencakup
demam, petekia, hipokalsemia, lipudiria, edema, dan
pendarahan paru serta lemak dan petekia didalam otak
B. Cedera dinding vena
C. Hiperkogualabilitas
Definisi congenital antitrombin III menyebabkan peningkatan resiko
thrombosis.
D. Obesitas
E. Kehamilan
1. Insiden yang tinggi selama trimester ketiga
2. Insiden bahkan lebih tinggi selama masa pasca persalinan
F. Kontrasepsi Oral
Resiko jelas meningkat, bila digabung dengan merokok sigaret.
G. Keganasan Samar
Embolisasi paru dengan atau tanpa thrombosis vena profunda bisa
menunjukan kemungkinan keganasan samar. Yang terlazim diparu, traktus
gastrointestinalis, payudara, dan saluran reproduksi wanita.
H. Keadaan tidak lazim yang mempredisposisi ke embolisme paru
1. Homositinuria
2. Sindrom

2.3 Patofisiologi
I. Embolisasi paru menyebabkan vasokontriksi dan bronkokontriksi, yang menyebabkan
kelainan ventilasi perkusi.
A. Hubungan langsung timbul antara derajat obstrruksi vascular yang terlihat pada
arteriografi pulmonalis rata-rata pada pasien tanpa penyakit kardio pulmonalis
B. Keadaan ini tidak benar pada pasien penyakit jantung atau paru
C. Disamping obstruksi mekanik, zat homoral yang dilepaskan dari trombosit,
seperti histamine, serotonin, dan prostaglandin bisa juga penting dalam kontraksi
otot polos vascular dan bronkus yang timbul dengan embolisasi
D. Bronkokontriksi menyebabkan bising mengi, dispneu dan ke tidak cocokan
ventilasi-perkusi local dengan akibat hipoksemia arteri. Keadaan ini bersama
ansietas, hipotensi dan rangsangan refleks aferen paru bisa menyebabkan hiperne
dan takipne. Hiperventilasi menyebabkan hipokapne
E. Refleks vagal bisa dicetuskan oleh senyawa seperti histamine dan bisa suatu
sebab sinkop.
II. Dalam uji coba urokinase-emboli paru nasional, gambaran terseringnya adalah
hipoksemia arteri dan peningkatan tekanan sistolik ventrikel kiri lebih dari 25 torr
A. Hipoksemia arteri biasanya satu-satunya manifestasi, bila 25% lapangan vascular
paru atau kurang terobtruksi
B. pO2 arteri yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan embolisme paru. 20%
pasien dalam uji coba urokinase-embolisme paru mempunyai pO2 arteri 80 torr
atau lebih. Perbedaan oksigen alveola-arteri bisa lebih bermanfaat.
III. Dalam urutan kemunculan menurun :
A. Peningkatan tahanan pulmonalis total (kurang dari 200 dyn/detik/cm-5)
B. Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kanan (lebih dari 6 torr)
C. Peningkatan tekanan arteri pulmonalis rata-rata (lebih dari 20 torr)
D. Peningkatan tekanan atrum kanan rata-rata lebih dari 6 torr. Penurunan indeks
jantung (kurang dari 2,7 liter/menit/m2) berhubungan dengan perubahan dalam
tekanan atrium kanan rata-rata .
IV. Efek hemodinamik lebih besar pada pasien yang menderita penyakit paru atau
jantung yang mendasari.

2.4 Manifestasi Klinik


I. Gejala
A. Nyeri dada dan dispne merupakan gejala terlazim. Nyeri dada bersifat pleuritik
pada tiga perempat pasien.
B. Ketakutan dan batuk timbul pada paling kurang setengah pasien.
C. Hemoptisis, diaphoresis, dan sinkop kurang lazim terjadi.
II. Tanda
A. Takipne merupakan tanda terlazim yang muncul pada 85% pasien
B. Tanda terlazim berikutnya ronki, peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung
kedua, takikardia dan demam.
III. Gambaran fisik hilang lebih lambat pada gejala
A. Dispne, nyeri dada dan ketakutan hilang pada tiga per empat pasien setelah 1
minggu terapi heparin
B. Batuk menetap pada setengah pasien setelah 2 minggu terapi.
2.5 Penatalaksanaan
Antikoagulasi heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pmeberian
antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan. Filter vena kava dapat
dipertimbangkan untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke paru. Trombolisis dapat
dipertimbangkan pada beberapa kasus terapi saat ini masih kontrofersional. Embolektomi secara
bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan emboli paru meliputi :

1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa.
2. Keluhan Utama
Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas. Keluhan utama
akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya
saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk,
peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
a. Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan.
Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga
bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam
hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan
batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
b. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan
merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien
untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami
dyspnea? Kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan
orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
c. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut.Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah
dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic
fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker
paru dan abses paru.
d. Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan
paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
3. Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke,
serangan jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang panggul, trauma berat.
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang :
a. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-
paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa
non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
1) Usia mulainya merokok secara rutin.
2) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.
3) Usia melepas kebiasaan merokok.
4) Pengobatan saat ini dan masa lalu.
5) Alergi.
6) Tempat tinggal.
5. Riwayat Kesahatan Keluarga
Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien.
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-
kurangnya ada tiga, yaitu :
a. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang
ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik
keluarga atau kenalan dekat.
c. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya
tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya
memperburuk penyakit tersebut.
6. Data Dasar Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : Kelelahan, Dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama
Tanda : Gelisa, Lemah, Imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
b. Sirkulasi
Tanda: Takikardia, Penurunan tekanan darah (Hipotensi), nadi lemah dapat
menunjukan anemia.
c. Integrasi Ego
Gejala: Perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan
pola hidup, takut mati.
Tanda: Ketakutan, Gelisah, ansietas, Gemetar, Wajah tegang, peningkatam
keringat.
d. Makanan dan cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, Mual / muntah.
Tanda: Berkeringat, edema tungkai kiri atas Glukosa dalam Urin
e. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urin
Tanda: Urin kateter terpasang, bising usus samar
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri kepala, nyeri dada, nyeri tungkai – tungkai
Tanda: Berhati – hati pada daerah yang sakit, mengkerutkan wajah
g. Penafasan
Gejala: Kesulitan bernapas
Tanda: Peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan
h. Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
i. Keamanan
Gejala: Adanya trauma dada
Tanda: Berkeringat, Kemerahan,kulit pucat
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga, tumor, penggunaan obat Rencana Pemulangan:
Kebutuhan dalam perawatan diri pengaturan rumah / memelihara Perubahan
program obat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli paru
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli paru

SDKI SLKI SIKI

Kategorik : psikologis Luaran utama : tingkat nyeri Intervensi utama : manajemen


Subkategorik : nyeri dan nyeri
kenyamanan Setelah dilakukan tindakan
D.0077 keperawatan nyeri akut dapat 1. observasi
teratasi dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi,
Definisi : pengalaman sensorik 1. keluhan nyeri menurun (5) karakteristik durasi
atau emosional yang berkaitan 2. meringis menurun (5) frekuensi kualitas
dengan kerusakan jarigan actual 3. gelisah menurun (5) intensitas nyeri
atau fungsional, dengan onset 4. pola napas membaik (5)  Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lambat dan 5. tekanan darah membaik (5) 2. terapeutik
berintensitas ringan hingga berat 6. perilaku membaik (5)  Berikan tehnik
yang berlangsung kurang dari 3 nonfarmakologi untuk
bulan. mengurangi nyeri.
3. edukasi
Gejalan dan tanda mayor  Jelaskan penyebab
Subjektif : mengeluh nyeri periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi untuk
Objektif : mengurangi nyeri
1. tampak meringis  Ajarkan tehnik
2. bersikap proteksi nonfarmakologi
3. gelisah 4. kolaborasi
4. frekuensi nadi meningkat  Kolaborasi pemberian
5. sulit tidur analgetik jika perlu
Gejala dan tanda minor
Subjektif : -

Objektif :
1. TD meningkat
2. pola napas berubah
3. napsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu
5. menarik diri
6. berfokus pada diri sendiri
7. diaforesis
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri

SDKI SLKI SIKI

Kategorik : psikologis Luaran utama : pola nafas Intervensi utama : manajemen


Subkategorik : respirasi jalan nafas
D.0005 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan nyeri akut dapat 1. observasi
Definisi : inspirasi dan /atau teratasi dengan kriteria hasil :  monitor pola nafas
ekspirasi yang tidak memberikan 1. takipnea menurun (5) (frekuensi, kedalaman,
ventilasi adekuat 2. tekanan inspirasi membaik (5) usaha nafas)
2. terapeutik
Gejalan dan tanda mayor  posisikan semi-Fowler
Subjektif : dispnea  berikan minum hangat
3. edukasi
Objektif :  ajarkan tehnik batuk
1. penggunaan otot bantu efektif
pernapasan 4. kolaborasi
2. fase ekspirasi memnanjang  pemberiana
3.pola nafas abnormal(mis. bronkodilator,
takipnea, brdipnea, ekspektoran, mukolitik,
hiperpentilasi,kussmaul, cheyne- jika perlu
stokes)

Gejala dan tanda minor


Subjektif : ortopnea

Objektif :
1. pernapasan pursed-lip
2. pernapsan cuping hidung
3. diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. ventilasi semenit menurun
5. kapasitas vital menurun
6. tekanan ekspirasi menurun
7. tekanan inspirasi menurun
8. ekskursi dada berubah
Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena
SDKI SLKI SIKI

Kategorik : fisiologis Luaran utama : perfusi perifer Intervensi utama : perawatan


Subkategorik : sirkulasi sirkulasi
D.0009 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan nyeri akut dapat 1. observasi
Definisi : penuruna sirkulasi teratasi dengan kriteria hasil :  periksa sirkulasi perifer
darah pada level kapiler yang 1. warna kulit pucat menurun (5) (mis. nadi perifer,
dapat mengganggu metabolism 2. tekanan darah diastolic edema, pengisian kapiler,
tubuh membaik (5) warna, suhu )
3. tekanan sistolik membaik (5) 2. terapeutik
Gejalan dan tanda mayor  hindari pengukuran
Subjektif : - tekanan darah pada
ekstremitas dengan
Objektif : keterbatasan perfusi
1. pengisian kapiler >3 detik 3. edukasi
2. nadi perifer menurun atau  anjurkan minum obat
tidak teraba pengontrol tekanan darah
3. akral terabab dingin secara teratur
4. Warna kulit pucat  anjurkan berolahraga
5. turgor kulit menurun rutin

Gejala dan tanda minor


Subjektif : parastesia, nyeri
ekstremitas

Objektif :
1. edema
2. penyembuhan luka lambat
3. indeks ankle-brachial <90
4. bruit femoralis
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Emboli paru biasanya berasal dari thrombus yang terlepas dari system vena dalam
ekstremitas bawah. Setelah sampai di paru, thrombus yang besar bersangkutan di bufurkasio
arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik. Thrombus
yang kecil terus berjalan sampai kebagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer
paru, dan menimbulkan nyeri dada pleuritikPenularannya terjadi melalui droplet..

4.2 Saran
Penulis memberikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi kita semua untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Adapun saran yang dapat dilakukan adalah Saat melaksanakan
pengkajian pada pasien faringitis yang paling penting adalah terbinanya hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien beserta keluarga klien. Dalam menegakkan diagnose keperawatan,
perawat hendaknya memperhatikan kebutuhan klien sesuai dengan prioritas masalah yang
dirasakan oleh klien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan diperlukan kerja sama dan
tenaga kesehatan lainnya untuk menunjang pelaksanaan keperawatan yang menyeluruh terhadap
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Edward. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta:EGC

Bilotta, Kimberly. 2011. Kapita Selekta Penyakit Implikasi Keperawatan. Jakarta:EGC

Octaviani, Fidella & Andree Kurniawan. 2015. Emboli Paru. Medicimus. Vol.4(8):313-322

Greenberg, Michael. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jakarta:Erlanga

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatah Indonesia, Edisi1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatah Indonesia, Edisi1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatah Indonesia, Edisi1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai