Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Pasien dengan Penyakit Parkinson

Pembimbing:
dr. Sekarsunan, Sp.S

disusun oleh:
Silma Yuniarty Rammang
11.2018.028

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA DEPOK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 28 Januari 2019 – 2 Maret 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal : Kamis, 31 Januari 2018
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

Nama : Silma Yuniarty Rammang


NIM : 11.2018. 028
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Sekarsunan, Sp. S Tanda Tangan

...................................

A. STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. Y
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jln. GG Masjid RT 08/05 No. 128 Ratu Jaya, Depok
No CM : 321xxx
Tanggal datang ke RS : 31 Januari 2019ke Poliklinik Saraf RS Bhakti Yudha, Jam 14.30

PASIEN DATANG KE RS:


 Sendiri/ bisa jalan/ tidak bisa jalan/ dengan alat bantu
Sendiri dan bisa jalan :
 Dibawa oleh keluarga: Tidak
 Dibawa oleh orang lain: Tidak

B. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis , pada tanggal 31 Januari 2019 Jam: 14.30 WIB

Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan masih terdapat tremor.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak kurang lebih 4 tahun yang yang lalu kaki pasien dirasakan bergetar saat sedang
beristirahat atau sedang tidak bekerja. Getaran mula-mula dirasakan di kaki dan lama-lama getaran
dirasakan pada tangan dan membaik saat istirahat. Pasien mengatakan bahwa kadang-kadang tidak
terjadi tremor bila tingkat emosinya sedang baik. Akan tetapi pasien masih dapat beraktivitas
seperti biasa seperti berjalan tetapi jarak dekat, memegang barang seperti sendok dan garpu ketika
makan. Pasien tidak dapat berjalan jarak jauh juga karena memiliki riwayat penyakit jantung.
Pasien sering merasa badannya lemas dan pusing. Pasien rutin mengonsumsi obat dan konsul ke
dokter saraf.
Pasien tidak ada gangguan bicara, menelan, halusinasi maupun ingatan, gangguan tidur,
dan gangguan BAK serta BAB. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
sebelumnya. Pasien tidak mengalami trauma kepala sebelumnya, tidak pernah lumpuh separuh
badan dan tidak menderita cacar, herpes, sifilis sebelumnya dan pasien tidak mempunyai riwayat
epilepsi. Pasien memiliki riwayat penyakit asam urat dan kolestrol.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), DM (+) alergi (-) kejang (-) stroke (-) penyakit jantung (+), keganasan (-),
tumor (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), DM (-), alergi (-), kejang (-), penyakit jantung (-),stroke (-),keganasan (-),
tumor (-).

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi


Kesan : keadaan sosial ekonomi pasien menengah ke bawah

C. OBJEKTIF
1. Status presens (31 Januari 2019)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4M6V5 (GCS=15)
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 76 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 35,5° C
Kepala : Normosefali, simetris
Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks : Simetris, deformitas (-)
Paru : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), BU (+) normal,
Hepar : Tidak diperiksa
Lien : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat (-/-), edema (-/-)

2. Status psikiatrik
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Eutim
Tingkah laku : Wajar
Ingatan : Baik
Kemampuan Bicara : Baik
3. Status Neurologikus
Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Cara berjalan : melambat.
Tonus : rigiditas pada telapak tangan sinistra, cogwheel phenomenon (-)
Refleks khusus : Myerson’s sign (+)
Wajah : Masking face (-)

A. Kepala
 Bentuk : normocephali
 Nyeri tekan : (-)
 Simetris : (+)
 Pulsasi : tidak diperiksa

B. Leher
 Sikap : baik
 Pergerakan : baik

C. Saraf Kranial
D. N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N II. (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III. (Okulomotorius)
Celah mata Tidak ptosis Tidak ptosis
Pergerakan bola mata Aktif Aktif
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Eksoftalmus (-) (-)
Pupil
Besar pupil 3mm 3mm
Bentuk pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflex terhadap sinar (+) (+)
Reflex konversi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex konsensual (+) (+)
Diplopia (-) (-)
N IV. (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
( kebawah-dalam )
Strabismus (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N V. (Trigeminus)
Membuka mulut (+) (+)
Mengunyah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diplopia (-) (-)
N VII. (Fascialis)
Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Menggembungkan pipi (+) (+)
Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan
NVIII. (Vestibulokoklear)
Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IX. (Glossofaringeus)
Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X. (Vagus)
Arcus pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bicara Baik Baik
Menelan Bisa Bisa
Nadi Normal Normal
N XI. (Asesorius)
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Tremor lidah (-) (-)
Artikulasi Baik Baik

E. Badan dan anggota gerak


1. Badan
a. Motorik
 Respirasi : simetris dalam keadaan statis-
dinamis
 Duduk : pasien dapat duduk
 Bentuk Kolumna Vertebralis : normal
 Pergerakan Kolumna Vertebralis : normal
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil (+) (+)
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Refleks
Refleks kulit perut atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


(a) Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus normotonus Hipertonus, rigid
Atrofi - -
Cogwheel phenomenon - -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil Baik Baik
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hoffman-Trommer - -

3. Anggota gerak bawah


(a) Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil Baik Baik
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri
Patella + +
Achilles + +
Babinski - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Klonus - -

4. Koordinasi, gait dan keseimbangan


Cara berjalan Parkinson’s gait
Tes Romberg Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia Tidak dilakukan
Ataksia Tidak dilakukan
Rebound phenomenon Tidak dilakukan
Dismetria Tidak dilakukan

5. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor Positif di ekstremitas atas
Miokloni Negatif
Khorea Negatif

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan otak untuk menyingkirkan
diagnosa penyakit lain.

V. RESUME
Subjektif :
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang kontrol dengan keluhan gemetar pada tangan sisi sebelah
kiri yang sudah dialami kurang lebih 4 tahun yang lalu yang dirasakan saat sedang beristirahat atau
sedang tidak bekerja. Awal getaran adalah di kaki kemudian keluhan yang dirasakan sekarang
adalah geratan yang terjadi pada tangan. Akan tetapi tidak membuat pasien sulit beraktivitas
seperti jalan tapi jarak yang tidak terlalu jauh, menggunakan sendok dan garpu saat makan. Getaran
yang dialami akan membaik saat istirahat atau sedang dalam tingkat emosional yang stabil. Pasien
rutin konsul dan minum obat teratur. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, jantung,
asam urat dan kolesterol.

Objektif :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5 = 15
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Suhu : 35,5°C
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Cara Berjalan : Pasien dapat berjalan tetapi lambat
Tonus : Rigiditas sendi siku sinistra, Cogwheel phenomen (-)
Refleks Khusus : Glabella  Meyerson’s Sign (+)
Tanda Rangsang Meningeal : Negatif
Gerakan Abnormal : Tremor (+)

Motorik 5555 5555 Refleks Fisiologis ++ ++ Refleks Patologi - -


5555 5555 ++ + + - -

IV. DIAGNOSA KERJA

Dari hasil pemeriksaan secara keseluruhan, didapatkan kesadaran compos mentis, GCS
E4M6V5, TD: 120/90 mmHg, nadi: 76x/ menit, suhu 35,5C, pernapasan 20x/ menit. Pada
pemeriksaan fisik secara umum tidak ditemukan kelainan dan pemeriksaan rangsang meningeal
tidak menunjukkan kelainan. Pada status neurologis ditemukan tonus otot rigid pada sendi siku
sinistra dan terdapat Meyerson’s Sign. Wajah pasien tampak datar dan hal ini khas untuk wajah
topeng ( masking face ) pada pasien Parkinson. Pada pemeriksaan saraf kranialis, tidak dijumpai
kelainan. Hasil pemeriksaan motorik didapati kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah sama,
yaitu 5-5-5-5, dan ditemukan adanya rigiditas pada ekstremitas atas kiri dan tremor pada kedua
ekstremitas atas. Pemeriksaan refleks fisiologis baik, dan tidak dijumpai adanya refleks patologis
pada pasien. Pasien lambat untuk memulai pergerakan. Pemeriksaan penunjang, dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

VI. DIAGNOSIS
 Klinis : Resting tremor, rigiditas asimetris, masking face (+), myerson’s sign (+)
 Topis : Sistem ekstrapiramidal substansia nigra ganglia basalis
 Etiologi : Penurunan neurontransmiter dopamin
 Patologik : Idiopatik, degeneratif.

VII. RENCANA PENGELOLAAN


CT-Scan kepala

VIII. PENATALAKSANAAN
 Non medikamentosa:
- Diet gizi seimbang
- Kontrol rutin dokter spesialis saraf
 Medikamentosa:
- Leparson tab 3x1 tab ( Levodopa 100 mg + Benserazide HCl 28,5 mg)
- Hexymer tab 1x1 tab ( Trihexyphenidyl Hydrochloride 2 mg)
- Sifrol Er tab 1x1 tab (Pramipexole dihydrochloride monohydrate 0,375 mg)

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Penyakit Parkinson telah dikenal sejak kurang lebih 2 abad yang lalu. Salah satu bukti yang
mengacu pada buku medis masa lampau Indian dari Ayurveda dan buku medis Cina dari Nei Jing.
Penyakit Parkinson pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan secara resmi dalam “An Essay
on the Shaking Palsy” yang diterbitkan pada tahun 1817 oleh seorang klinisi dari London bernama
James Parkinson (1755-1824). Pada tahun 1861, Jean-Martin Charcot (1825-1893) bersama Alfred
Vulpian (1826-1887) menambahkan bradikinesia dan rigiditas dalam gejala klinis Parkinson. Dan
pada tahun 1960 pertama kalinya etiologi Parkinson dapat diidentifikasi.1
Telah terbukti penurunan neurotransmiter dopamine sebagai penyebabnya. Levodopa sebagai
prekursor dopamine baru digunakan di Indonesia sejak tahun 1970 dalam formula bersama
benzodiazide. Pada awalnya penyakit Parkinson diyakini sebagai gangguan motorik saja. Tetapi
ternyata pada sebagian penderita penyakit Parkinson, menunjukkan gejala non-motorik yang
awalnya banyak ditemukan pada stadium lanjut. Ternyata menurut penelitian para ahli, gejala non-
motorik ini juga dapat terjadi pada awal perjalanan penyakit. Disimpulkan pula ada 5 gejala non
motorik yang muncul mendahului gejala motorik, yaitu gangguan penciuman, gangguan obstipasi,
gangguan tingkah laku, gangguan tidur dan gangguan kognisi. Sehingga dengan penemuan ini,
mungkin ada paradigma baru di mana akan ditetapkan adanya fase pre klinik penyakit Parkinson,
yang pada saatnya nanti akan merubah strategi dalam penatalaksanaan penyakit Parkinson.1
Ada dua istilah yang perlu dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan Parkinsonism. Penyakit
Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologi ditandai oleh degenerasi ganglia
basalis terutama di substantia nigra pars compacta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies). Parkinsonism itu sendiri ialah suatu sindroma yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamin dengan berbagai macam sebab. 1

Epidemiologi Parkinson dan Parkinsonisme


Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling banyak dialami
pada umur lanjut dan jarang di bawah umur 30 tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun
dan mencapai puncak pada dekade keenam. Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20
tahun disebut sebagai Juvenile Parkinsonism. Penyakit Parkinson lebih banyak pada pria dengan
rasio pria dibandingkan wanita 3:2. Penyakit Parkinson meliputi lebih dari 80% parkinsonism. Di
Amerika Utara meliputi 1 juta penderita atau 1% dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit
Parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi dan angka kejadiannya berkisar 20 per
100.000 populasi. Keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur 70 tahun
prevalensi dapat mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi per tahun.
Kematian biasanya tidak disebabkan oleh penyakit Parkinson senditi tetapi oleh karena terjadinya
infeksi sekunder.1
Klasifikasi Parkinson:1,2
Parkinsonisme Idiopatik (Primer)
a. Penyakit Parkinson
b. Juvenile Parkinsonism
Parkinsonisme Simptomatik (Sekunder)
c. Drug-induced: neuroleptik (antipsikotik), antiemetik, reserpin, tetrabenazine, alfa-
metildopa, lithium, flunarisin, sinarisin
d. Hemiatrofi – Hemiparkinsonisme
e. Hidrosefalus, Hidrosefalus bertekanan normal
f. Hipoksia
g. Infeksi dan pasca infeksi
h. Pasca ensefalitis (ensefalitis letargika)
i. Metabolik: disfungsi paratiroid
j. Toksin: Mn, Mg, CO, MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,3,6-trihidroksipiridin), sianida,
CS2, metanol, dan etanol
k. Trauma kranioserebral (pugilistic encphalopathy)
l. Tumor otak
m. Vaskuler: Multiinfark serebral
n. Siringomielia
Sindroma Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
o. Degenerasi ganglion kortikal basal
p. Sindroma demensia: Penyakit Alzheimer, penyakit badan Lewy difus, penyakit
Jacob-Creutzfeldt
q. Lytico-Bodig (Parkinsonism Guam-Demensia-ALS)
r. Sindroma atrofi multi sistem
- Degenerasi striatonigral
- Sindroma Shy-Drager
- Degenerasi olivopontocerebellar sporadis
- Penyakit motor neuron - Parkinsonisme
s. Atrofi pallidus progresif
t. Palsy supranuklear progresif
Penyakit Heterodegeneratif
u. Penyakit Hallervoden-Spatz
v. Penyakit Huntington
w. Lubag (Filipino X-linked dystonia – parkinsonism)
x. Nekrosis striatal dan sitopati mitokondria
y. Neuroakantosis
z. Penyakit Wilson
aa. Seroid lipofusinosis
bb. Penyakit Gertsmann – Strausler – Scheinker
cc. Penyakit Machado – Joseph
dd. Atrofil familial olivopontoserebellar
ee. Sindroma talamik demensia
Kriteria Diagnosis2
Kriteria Diagnosis Hughes
a. Possible
Terdapat salah satu gejala utama:
1. Tremor istirahat
2. Rigiditas
3. Bradikinesia
4. Kegagalan refleks postural
b. Probable
Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks postural)
alternatif lain: tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris, atau bradikinesia asimetris
sudah cukup.2
c. Definite
Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain
yang tidak simetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda tersebut, dengan satu
dari ketiga tanda pertama, asimetris. Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.2
Kriteria Koller1
Possible
 Terdapat 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik yang berlangsung satu tahun
atau lebih dan,
 Berespon terhadap terapi Levodopa dan atau dopamin agonis. Levodopa: 1000
mg/hari selama 1 bulan yang diberikan sampai perbaikan sedang dan lama
perbaikan satu tahun atau lebih.1

Perjalanan Penyakit Hoehn dan Yahr: 2


Stadium I
Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang
mengganggu tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
Stadium II
Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara jalan terganggu
Stadium III
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri,
disfungsi umum sedang
Stadium IV
Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas
dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibanding
sebelumnya.
Stadium V
Stadium kakhetik (cachetic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan,
memerlukan perawatan tetap.

Etiopatofisiologi Parkinson
Anatomi Ganglia Basalis1
Ganglia basalis terdiri dari striatum, globus palidus dan nukleus subtalamikus.
Disebut ganglia basalis karena hampir seluruhnya terletak di basal dari hemisfer serebri.
Striatum merupakan target dari input korteks putamen. Globus palidus merupakan sumber
output terhadap thalamus dan dibagi menjadi segmen interna dan segmen eksterna.
Ganglia basalis menerima input dari korteks serebri di striatum, kemudian input
diteruskan ke globus palidus dan kemudian menuju substansia nigra. Kemudian sinyal
diteruskan kembali ke korteks serebri melalui talamus. Fungsi ganglia basalis ialah
mempertahankan tonus otot yang diperlukan untuk menstabilkan posisi sendi. Adanya
kerusakan pada struktur ganglia basalis menyebabkan gerakan yang tidak terkontrol seperti
tremor. Berkurangnya dopaminergik (neurotrasmiter dopamin) dari substansia nigra ke
striatum terjadi pada penyakit Parkinson. Ganglia basalis mendapat masukan saraf aferen
dari korteks serebri dan talamus. Pintu masuk saraf aferen ke basal ganglia adalah putamen
(striatum), sedangkan pintu keluarnya adalah globus pallidus. SSaraf aferen dari ganglia
basalis ini selanjutnya menuju ke talamus dan korteks motorik (serebri).1

Autoregulasi Dopamin1
Dopamin adalah katekolamin yang disintesis dari tirosin di terminal neuron
dopaminergik. Dopamin melewati sawar darah otak melalui transport aktif. Proses
perubahan L-tyrosinei menjadi L-dihidroxyphenylalanine (L-dopa) dikatalisis oleh enzim
tyrosine hydoxylase yang ada dalam neuron katekolaminergik. L-dopa diubah secara cepat
menjadi dopamin oleh aromatic L-amino acid decarboxylase. Di dalam ujung saraf,
dopamin dibawa ke vesikel oleh protein pembawa dan dilepaskan dari ujung saraf melalui
eksositosis, suatu proses yang dirangsang oleh depolarisasi akibat masuknya Ca2+ ke dalam
sel. Kerja dopamin di celah sinaps dapat diakhiri dengan 2 cara. Pertama, dopamin dapat
diambil kembali oleh protein karier membran. Kedua, dopamine dapar didegradasai oleh
kerja DOPAC oleh enzim monoamine oksidase tipe B (MAO-B).
Kerja dopamin di otak diperantarai reseptor protein dopamin. Ada 5 reseptor
dopamin yang berbeda. Kelima reseptor dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelas reseptor
D1 yang menstimulasi sintesis intraseluler cAMP; dan reseptor D2 yang menghambat
sintesis cAMP, menghambat arus Ca2+ dan meningkatkan arus K+. Yang termasuk kelas
reseptor D1 adalah protein D1 dan D5, sedangkan protein D2, D3, D4, termasuk kelas
reseptor D2. Protein D1 dan D2 banyak ditemukan di striatum.1

Etiologi 3

Penyebab dasar terjadinya penyakit Parkinson masih belum diketahui, sehingga penyakit
ini disebut dengan Idiophatic Parkinsonism. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit multifactor,
yang disebabkan oleh multifactorial, yang disebabkan oleh factor lingkungan dan genetic
(Mark,2010). Factor resiko terkuat yang diasosiasikan menjadi penyebab terjadinya penyakit
Parkinson antara lain memiliki riwayat penyakit keluarga menderita penyakit parkinsor atau
tremor serta riwayat konstipasi (Noyce,2012). Individu dengan konstipasi, dibandingkan dengan
yang tanpa konstipasi, memiliki risiko 2,27 kali lipat lebih besar mengalami perkembangan PP
(Adams-Carr,2015). Peneliti lain berspekulasi bahwa konstipasi dapat meningkatkan risiko PP
dengan meningkatnya absorpsi neurotoksin pada usus atau terdapat factor risiko lingkungan
maupun genetic yang tidak diketahui baik pada konstipasi maupun PP (Lin,2014).

Hal lain yang diasosiasikan positif terhadap PP antara lain trauma kepala, depresi atau
anxiety, dan penggunaan β-blocker (Bellou, 2016). β-blocker dapat mengurangi neurotransmisi
norepinefrin di otak. Sistem norepinefrin dianggap memiliki peran penting dalam melindungi
integritas neuron dopaminergik pada SN. Gangguan pada sistem norepinefrin dianggap memiliki
peran penting terhadap pathogenesis PP dengan mempengaruhi awitan dan perkembangan
kerusakan jalur DA nigostriatal. Hilangnya norepinefrin dapat meningkatkan neurotoksik dari
toksin lingkungan ke neuron dopaminergik nigostriatal (Ton, 2007).

Hal yang diasosiasikan negatif terhadap PP antara lain latihan fisik, merokok, konsumsi kopi
alkohol, serta penggunaan nonsteroidal antiinflamatory drugs (NSAID) dan calcium channel
blocker (CCB) (Bellou, 2016). Urat serum merupakan penangkap radikal bebas yang dianggap
berkontribusi terhadap hilangnya neuron dopaminergik (Noyce, 2012). Latihan fisik dapat
meningkatkan kadar urat plasma, sehingga diasosiasikan dengan menurunnya risiko terjadinya PP
(Yang, 2015).

Salah satu faktor lingkungan yang dikaitkan menjadi penyebab PP adalah paparan senyawa
kimia beracun, missal MPTP. Hipotesis ini diperkuat oleh fakta bahwa individu yang tinggal di
wilayah dengan pestisida yang strukturnya mirip MPTP, relatif lebih besar memiliki resiko
menderita PP (Bartels, 2009). Penelitian yang lain menunjukkan bahwa PP lebih banyak diderita
oleh individu yang tinggal di wilayah pedesaan, yang bekerja sebagai petani dan mengkonsumsi
air sumur (Mark, 2010)

Mutasi gen yang dikaitkan dengan PP antara lain gen α-synuclein (SNCA), gen eukaryotic
translation initiation factor 4 gamma 1 (EIF4G1), gen glucocerebrosidase (GBA), gen loci
leucine-rich repeat kinase 2 (LRRK2), gen loci PTEN-induced putative kinase 1 (PINK1), gen
superokside dismutase 2 (SOD2), dan gen vacuolar protein sorting 35 homolog (VPS35)
(DeMaagd, 2015).

Patofisiologi4

Patofisiologi utama yang menyebabkan gejala motorik kardinal pada penyakit Parkinson,
khususnya bradykinesia, dikaitkan dengan disfungsi sikuit motoric yang menghubungkan korteks
prefrontal, ganglia basal dan thalamus.

Berdasarkan sirkuit motorik ganglia basal yang diajukan dan dikembangkan oleh
Alexander dkk, hubungan antara striatum sebagai titik masuk utama dan GPi/SNr sebagai titik
keluaran utama dari ganglia basal tersusun menjadi jaras langsung (direct) berupa jaras
monosinaptik GABA-ergik inhibitor dan jaras tidak langsung (indirect) yang mencakup GPe dan
STN. Striatum memiliki peran utama dalam memproses informasi sensorimotor dan
meneruskannya ke GPi. Selanjutnya, stimulus akan meneruskannya ke GPi. Selanjutnya, stimulus
akan diteruskan melalui proyeksi GABAergik yang bersifat inhibitorik menuju segmen motorik
thalamus anterior ventral, yang akan meneruskan stimulus melalui jaras glutamaergik menuju
korteks, dan berperan dalam proses perencanaan dan inisiasi gerakan motork (Gambar 1a). sirkuit
ini dikendalikan dan dimo-dulasi oleh proyeksi dopamine nigrostriatal.
Gambar 1. Sirkuit Motorik Ganglia Basal pada Keadaan Normal (A) pada Penyakit
Parkinson (B)4

Pada penyakit Parkinson, terjadi neurodegenerasi substansia nigra pars kompakta, input
dopaminergic menuju striatum akan menurun menyebabkan penurunan eksitatorik
dopaminergikpada reseptor D1dan input dopaminergic inhibitorik pada reseptor D2. Adanya
defisiensi dopamine dan kelainan patologi pada reseptor dopamine di striatum akan menyebabkan
perubahan pada dua jaras keluaran striatopalidal utama yang menuju GPi secara monosinaptik
melalui jaras langsung atau melewati proyeksi ke GPe melalui jaras tidak langsung.

Hasil akhir dari disfungsi input dopaminergic dari kedua neuron striatum tersebut adalah
peningkatan aktivitas GPi melalui jalur langsung dan tidak langsung, sehingga memberi efek
inhibisi ke thalamus dan korteks, terjadi disfungsi inisiasi, kecepatan, dan amplitudo gerak
(Gambar 1b). Efek serupa juga dapat disebabkan oleh adanya penurunan aktivitas pallidum,
thalamus bagian motoric, atau proyeksi talamokortikal.

Patologi Penyakit Parkinson

Patologi utama adalah hilangnya neuron dopaminergic pada SNc. Area SNc yang terkena
adalah ventrolateral tier, yang mengandung neuron yang terproyeksi ke putamen dorsal dari
striatum. Kerusakan neuron pada penyakit Parkinson juga terjadi pada beberapa region, termasuk
lokus sereolus, nucleus basal Meynert, nucleus pedunkulopatin, nucleus raphe, nucleus motor
dorsal nervus vagus, amigdala, dan hipotalamus. Tanda patologi khas lain pada penyakit Parkinson
adalah badan lewy. Pada penyakit Parkinson, protein terbanyak yang menyusun badan lewy adalah
α – sinuklein. Protein ini mengalami agregasi dan membentuk inklusi intraseluler di dalam badan
sel (badan lewy) dan pada prosesus neuron (lewy neurites). Break dkk mengajukan teori
progresifitas penyakit Parkinson berdasarkan distribusi topografi α-sinuklein. Pada proses ini,
kerusakan dimulai pada system saraf tepid an berkembang mengenai system saraf pusat secara
progresif, dari arah kaudal menuju rostral. Progresifitas penyakit Parkinson menurut Braak (Braak
Staging) dibagi menjadi 6 tahap (Gambar 2), yaitu:

1. Tahap 1: melibatkan systemsaraf perifer (neuron autonomic), system olfaktori (bulbus


olfaktorius, nuklues olfaktorius), medulla oblongata (nucleus dorsal motor vagal dan
nervus glosofaringeus)
2. Tahap 2: melibatkan pons (local coeruleus, magnocellular portion of reticular formation,
nucleus raphe posterior) substansi abu-abu medulla spinalis.
3. Tahap 3: melibatkan pons (nucleus pedunkulopontin), midbrain (substansia nigra pars
kompakta), basal forebrain nucleus magnoseluler termasuk nucleus basalis Meynert),
system limbik (subnukleus sentral amigdala).
4. Tahap 4: melibatkan system limbik (korteks asesorius dan nucleus basolateral amigdala,
nucleus interstisialstria terminalis, klaustrum ventral), thalamus 9 nukleus intralaminar),
korteks temporal (mesokorteks temporal anteromedial region CA2 hipokampus).
5. Tahap 5 dan 6: melibatkan region korteks multiple (korteks insula, area korteks primer).
Tahap 1 dan 2 berkaitan dengan onset gejala premotorik, tahap 3 merupakan tahap munculnya
gejala motoric akibat defisiensi dopamine nigrostriatal, dan tahap 4-6 dapat muncul dengan gejalah
non-motorik pada tahap lanjut.
Gambar 2. Tahap Patologi pada Penyakit Parkinson (Break Staging)4

Manifestasi Klinis. 5
Degenerasi neuron substansia nigra yang mengirim axon ke corpus striatum mengakibatkan
berkurangnya pelepasan neurotransmitter dopamine didalam corpus striatum. Hal ini
mengakibatkan hipersensitivitas reseptor dopamine pada neuron-neuron postsinaps didalam
striatum.5
Pasien memiliki tanda dan gejala khas sebagai berikut :
1. Tremor. Tremor terjadi akibat kontraksi agonis dan antagonis secara bergantian. Tremor
lambat dan paling jelas terlihat saat ekstremitas dalam keadaan istirahat. Tanda ini hilang
pada waktu tidur. Tremor pada Parkinson harus dibedakan dengan intentional tremor yang
ditemukan pada penyakit serebelar yang hanya timbul bila dilakukan gerakan yang
bertujuan.5
2. Rigiditas. Rigiditas pada pada penyakit Parkinson berbeda dengan rigiditas yang
disebabkan oleh lesi-lesi upper motor neuron; pada lesi ini rigiditas pada kelompok otot
yang berlawanan mengalami tingkat rigiditas yang sama. Jika tremor tidak ada, rigiditas
dirasakan sebagai resistensi terhadap gerakan pasief dan kadang disebut rigiditas plastik.
Jika terdapat tremor, tahanan otot terlihat seperti serangkaian hentakan, yang disebut
rigiditas roda besi (cogwheel rigidity).5
3. Bradikinesia. Pasien sulit memulai (akinesia) dan melakukan gerakan-gerakan baru.
Gerakannya lambat, wajah tanpa ekspresi, serta suaranya tidak jelas dan tidak bertenaga.
Ayunan lengan saat berjalan hilang.5
4. Gangguan postural. Pasien berdiri dengan membungkuk dan lengannya berada dalam
keadaan fleksi. Ia berjalan dengan langkah-langkah pendek dan sering tidak dapat berhenti.
Bahkan pasien tiba-tiba dapat berlari dengan menyeret kakinya untuk mempertahankan
keseimbangan.5
5. Tidak terjadi penurunan kekuatan otot sensibilitas. Refleks abdomen superfisial normal
dan tidak terdapat respons Babinski karena tractus corticospinal normal. Refleks tendon
dalam normal.5
Hilangnya reflex postural
Gejala-gejala lain:1
 Gangguan saraf otonom : kulit muka yang berminyak, pengeluaran air liur berlebihan,
hipersekresi kelenjar dengan komposisi yang berubah, gangguan vasomotorik seperti
hipotensi, gangguan miksi dan defekasi (obstipasi)
 Gangguan sensibilitas: nyeri dan kejang otot, parestesia
 Okular : bleparospasme
 Gangguan mental/emosional
Ada beberapa pembagian terkait dengan gambaran klinis dari penyakit Parkinson, yaitu:
Gambaran klinis umum:
 Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism).
 Tremor saat istirahat
 Tidak dijumpai gejala neurologis lain
 Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologi
 Perkembangan lambat
 Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
 Refleks postural tidak dijumapi pada awal penyakit
Gambaran klinis khusus:
Gejala motorik pada penyakit Parkinson:
1. Tremor
2. Rigiditas
3. Akinesia/Bradikinesia
4. Hilangnya refleks postural.
Gambaran motoric lain:
o Dystonia
o Distonia pagi hari biasa pada ibu jari
o Hemidistonia
o Rasa kaku
o Sulit memulai gerak
o Rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti garis
o Rasa kaku pada berbagai kegiatan lain (bicara: paliasis) dan menulis
o Suara monoton
o Oculogyric crises: spasme berupa elevasi mata, atau kombinasi elevasi mata dan kepala.
Pada saat ini, terdapat enam tanda cardinal gambaran motoric parkinsonism yaitu:
Tanda awal :
1. Resting tremor
2. Bradikinesia/hipokinesia/akinesia;
3. Rigiditas.
Tanda lanjut:
1. Portural fleksi dari leher, badan dan ekstremitas;
2. Hilangnya refleks postural;
3. freezing phenomenon.

Pemeriksaan pada Parkinson


Pemeriksaan Penunjang6
 Laboratorium : tidak ada
 Radiologis : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain
 Gold Standard : tidak ada
 Patologi Anatomi : degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars
kompakta dan adanya lewys body.

Diagnosis dan Diagnosis Banding4

1. MRI (Magnetik Resonance Imaging)


Untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya, seperti parkinsonisme vascular, penyakit
Wilson, dan sindrom Parkinsonisme atipikal.
2. PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Singel-Photon Emission Computed
Tomography)
PET dan SPECT dapat membantu proses visualisasi bagian pre dan pascasinaps dari
proyeksi nigrostriatal serta mendapatkan gambaran semikuantitatif jaras-jaras tersebut. Hal
ini digunakan untuk membedakan PP dengan syndrome parkinsonisme atipikal lainnya
atau tremor essensial. Deficit dopaminergic dapat diidentifikasi melalui dopamine
transporter single-photon emission computed tomography/DaT-SPECT
(DaTSCAN®)menggunakan (1231)-FP-CIT yang mengukur penghantaran dopamine
presinaps di sinaps dopaminergic striatum.
3. Ultrasonografi Transkranial
Untuk mengkonfirmasi gambar hiperekoik di substansia nigra dan hamper dua pertiga
pasien PP dan dapat terdeteksi pada tahap awal pemyakit. Namun hasil tersebut juga dapat
ditemukan pada 10% dari orang normal, sehingga pemeriksaan ini hanya bersifat suportif
dalam penegakan diagnosis.
Gambar 3. Kriteria Diagnosis Penyakit Parkinson Berdasarkan UK Parkinson’s Disease
Society Brain Bank4

Tatalaksana Parkinson.1,2

Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Parkinson.2

Diketahui bahwa penyakit Parkinson merupakan penyakit yang idiopatik sehingga harus
dicari penyebabnya apakah simptomatik, progresif sehingga dipikirkan pemberian neuroproteksi,
dan bersifat neurodegeneratif sehingga dipikirkan neurorestorasi. Terapi farmakologis diberikan
bila terdapat gangguan fungsional, pemberian obat seperti antioksidan dapat dipertimbangkan.
Untuk pemilihan obat yang sesuai, antara lain benserazide/L-dopa, DA agonis, MAOB-I, COMT-
I, atau antikolinergik disesuaikan dengan:1
 Usia pasien ≥ 60 tahun atau ≥ 60 tahun
 Stadium perjalanan penyakit: awal atau lanjut
 Efek samping obat
 Biaya
Terapi simptomatik yang digunakan dalam tatalaksana penyakit Parkinson terbagi menjadi
terapi medikal dan terapi operatif. Terapi medikal yang digunakan dapat berupa terapi farmakologi
(obat dopaminergik dan agonis dopamin, obat kolinergik, dan terapi untuk gejala non-motorik)
dan terapi non-farmakologis (edukasi, self-help group, latihan, terapi wicara). Sedangkan untuk
terapi operatif dapat dilakukan ablative/lesioning (thalamotomy, pallidectomy) dan deep brain
stimulation (pallidum, nukleus subtalamikus).1 Obat-obatan yang saat ini digunakan sebagai terapi
medikal, antara lain:1
a. Dopaminergik
- L-dopa/benserazide
- DA agonis: bromokriptin, pramipexole, ropinirole
- MAO-B Inhibitor: selegiline
- COMT Inhibitor : entacapone, tolcapone
- NMDA receptor antagonist : amantadine
b. Antikolinergik : triheksifenidil
Pada pasien usia muda (≤60 tahun), obat yang dapat digunakan, antara lain antikolinergik,
agonis dopamin, amantadine, atau MAOB-I. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu pengendalian
simptomatik ringan selama 6-8 bulan, dan kurang dari L-dopa. Komplikasi motorik kurang dari L-
dopa sedangkan kompikasi non-motorik lebih dari L-dopa (halusinasi, somnolen, hipotensi
ortostatik). Sedangkan pada pasien usia lanjut, obat yang dapat digunakan yaitu L-dopa dan
dopamine agonis/dopaminergik. Untuk pemilihan obat, keduanya dapat diberikan. Pada pemberian
L-dopa dikatakan paling efektif, dengan komplikasi motorik dan non-motorik setelah beberapa
tahun (setelah ditambahkan DA agonis). Pada pemberian DA agonis atau dopaminergik lainnya
dikatakan kurang efektif. Selanjutnya membutuhkan L-dopa, dengan efek samping halusinasi,
somnolen dan hipotensi ortostatik.1
Rekomendasi terapi yang digunakan pada penyakit Parkinson stadium awal berdasarkan
usia, yaitu:1
 < 40 tahun : DA agonis/dopaminergik lainnya
 40-60 tahun:
o Gray zone, L-dopa atau DA agonis
o Kelebihan L-dopa: lebih efektif, lebih murah, pengaturan dosis lebih mudah,
respon lebih cepat pada saat titrasi
 > 60 tahun:1
o L-dopa, kemudian ditambahka DA agonis/dopaminergik lainnya
o Agonis dopamin/dopaminergik lainnya, kemudian ditambah L-dopa
Pada 25-30% pasien dengan L-dopa akan memberikan komplikasi motorik ataupun non-
motorik, 50% akan timbul setelah 5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahun. Pasien dengan
penyakit Parkinson lanjut akan memberikan gejala klinis sebagai berikut: hilangnya respon
terhadap dopamine, fluktuasi motorik, diskinesia akibat obat, kelainan psikiatri karena obat,
freezing, gangguan tidur, depresi, gangguan kognitif, patologi akan mengenai bagian luar ganglia
basalis.1
Pada penggunaan jangka panjang dari L-dopa, dapat terjadi komplikasi yang terbagi
menjadi komplikasi motorik (fluktuasi motorik dan diskinesia) dan komplikasi non-motorik
(sensorik, otonomik dan psikiatrik)

Komplikasi motorik, berupa 1


a. Fluktuasi motorik
Terdiri dari wearing off yang merupakan efek L-dopa yang singkat (<4 jam), dimana
gejala Parkinson muncul kembali. Fenomena “on-off”, “on” terjadi gejala diskinesia
(khorea, distonia, tics, mioklonus), “off” terjadi gejala akinesia. Dalam mencegah dan
usaha tatalaksana fluktuasi motorik ini, digunakan beberapa cara, antara lain: tunda
penggunaan L-dopa pada pasien berusia muda < 60 tahun, gunakan DA agonis sebagai
terapi inisial, obat-obat baru untuk tatalaksana dan pencegahan, terapi inisial dengan
MAOB inhibitor yang baru (rasagiline). Terapi tradisional yang digunakan pada fluktuasi
motorik ditujukan untuk peningkatan efikasi L-dopa dengan pengaturan dosis L-dopa,
dilakukan dengan peningkatan dosis L-dopa, digunakan dosis yang lebih kecil dan sering,
serta penggunaan extended-release L-dopa.1
b. Diskinesia
Tipe gerakan yang dapat muncul antara lain khorea, balismus, distonia, mioklonus dan
tics. Sedangkan pola gerakan yang dapat muncul yaitu peak-dose dyskinesia: choreic,
diphasic dyskinesia: choreic (overdose) or dystonic (underdose), square-wave dyskinesia,
early morning dystonia, off period dystonia, yo-yoing1.
Penatalaksanaan yang dapat digunakan pada pasein dengan dominasi choreiform dan
terkadang dengan distonia yaitu penurunan dosis tiap L-dopa secara gradual, turunkan dosis L-
dopa, penambahan DA agonis atau COMT inhibitor, penambahan amantadine, dan selective 5-
HT1A agonis (Sarizotan) 2-5 mg dua kali sehari. Sedangkan untuk tatalaksana distonia, pada off-
distonia: peningkatan L-dopa, atau penambahan DA agonis atau COMT inhibitor. Sedangkan pada
peak-dose distonia dilakukan kurangi L-dopa, penambahan atau peningkatan DA agonis.1

Pada saat ini ada beberapa obat baru yang digunakan untuk penatalaksanaan fluktuasi
motorik, antara lain:1
- L-dopa
Memperbaiki efek L-dopa
o Levodopa ethylester
Cepat larut pada lidah dan ditelan dengan saliva bukan sublingual
o Levodopa/carbidopa enteral gel (Duodopa)
Untuk infus levodopa intraduodenal kontinu
- COMT Inhibitor + L-dopa
o Entacapone + L-dopa/benserazide
o Keuntungan:
Efek lebih lama (meningkatkan waktu “on” selama 1-2 jam), mengurangi
dosis L-dopa, meningkatkan skor UPDRS
- DA agonis (pramipexole, ropinirole)
- Apomorphine
o DA agonis yang kuat
o Untuk rescue therapy pada saat off dengan L-dopa
o Injeksi SQ dosis awal 2 mg, dapat diulang 3-4 mg 2 jam kemudian tidak > 6
mg
o Didahului pemberian antiemetik
o Efek dimulai 7,5-10 kemudian, dan berlangsung 30-120 menit
o Efikasi sama dengan L-dopa
Komplikasi Nonmotorik1
Pada penggunaan jangka lama, dapat muncul pula komplikasi nonmotorik yang dapat
berupa gangguan psikiatrik: kognitif (gangguan memori, confusion, demensia), depresi, psikosis,
gangguan tidur (daytime sleepiness, sleep fragmentation, restless leg). Disfungsi otonom
(konstipasi, disfungsi sfingter, hipotensi ortostatik, disfungsi seksual). Gangguan sensorik berupa
rasa nyeri otot, restless leg, parestesia, rasa terbakar, dan baal.

Prognosis7
Penyakit parkinson tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal dengan sendirinya, tapi
berkembang dengan waktu. Harapan hidup rata-rata pasien penyakit parkinson pada umumnya
lebih rendah daripada orang yang tidak memiliki penyakit. Pada tahap akhir, penyakit parkinson
dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat menyebabkan
kematian.

Perkembangan gejala pada penyakit parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Pada
beberapa orang, penyakit berlangsung lebih cepat. Dengan perawatan yang tepat, kebanyakan
orang dengan penyakit parkinson dapat hidup produktif selama bertahun-tahun setelah
didiagnosis.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Subjektif :
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang kontrol dengan keluhan gemetar pada tangan sisi
sebelah kiri yang sudah dialami kurang lebih 4 tahun yang lalu yang dirasakan saat sedang
beristirahat atau sedang tidak bekerja. Awal getaran adalah di kaki kemudian keluhan yang
dirasakan sekarang adalah geratan yang terjadi pada tangan. Akan tetapi tidak membuat pasien
sulit beraktivitas seperti jalan tapi jarak yang tidak terlalu jauh, menggunakan sendok dan garpu
saat makan. Getaran yang dialami akan membaik saat istirahat atau sedang dalam tingkat
emosional yang stabil. Pasien rutin konsul dan minum obat teratur. Pasien memiliki riwayat
penyakit diabetes melitus, jantung, asam urat dan kolesterol

Objektif:

Dari hasil pemeriksaan secara keseluruhan, didapatkan kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5,
TD: 120/90 mmHg, nadi: 76x/ menit, suhu 35,5C, pernapasan 20x/ menit. Pada pemeriksaan fisik
secara umum tidak ditemuka kelainan dan pemeriksaan rangsang meningeal tidak menunjukkan
kelainan. Pada status neurologis ditemukan tonus otot rigid pada sendi siku sinistra dan terdapat
Meyerson’s Sign. Wajah pasien tampak datar dan hal ini khas untuk wajah topeng (masking face)
pada pasien Parkinson. Pada pemeriksaan saraf kranialis, tidak dijumpai kelainan. Hasil
pemeriksaan motorik didapati kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah sama, yaitu 5-5-5-5,
dan ditemukan adanya rigiditas pada ekstremitas atas kiri dan tremor pada kedua ekstremitas atas.
Pemeriksaan refleks fisiologis baik, dan tidak dijumpai adanya refleks patologis pada pasien.
Pasien lambat untuk memulai pergerakan.

Dengan menggunakan kriteria diagnosis menurut Hughes, maka pasien masuk ke dalam
kriteria probable dimana ditemukan adanya kombinasi dari dua gejala utama, yaitu rigiditas
asimetris dan bradikinesia. Bradikinesia dilihat dari penampakan wajah pasien yang datar (wajah
topeng), serta lambatnya pasien dalam berjalan.
Berdasarkan stadium penyakit menurut Hoehn dan Yahr, maka pasien ini berada dalam
stadium II terdapat kecacatan minimal dikarenakan pasein mulai menunjukkan perlambatan
dalam bergerak serta didukung dengan sikap, cara berjalan yang masih terganggu dan tidak
dijumpai adanya keterlibatan gejala bilateral. Secara klasifikasi, maka pasien masuk ke dalam
kategori parkinsonisme primer yang penyebab adalah degenerative atau idiopatikTatalaksana
yang diberikan pada pasien diberikan sesuai dengan algoritmanya, karena usia 61 tahun, maka
diberikan levodopa dan dopaminergik lainnya.
Prognosisnya ad vitam: dubia ad bonam karena penyakit ini didapatkan dasil dari tanda-
tanda vital yang bagus dan dengan pengobatan yang teratur dapat meningkatkan harapan hidup
pasien. Ad fungtionam: dubia ad malam karena fungsi dari pasien ini tidak dapat kembali seperti
semula, sulit untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari dan hidup terus bergantung pada orang lain.
Ad sanationam: dubia ad malam karena parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang
progresif dan dapat kambuh terlebih bila tidak berobat secara teratur.
Daftar Pustaka:
1. PERDOSSI. Buku panduan tatalaksana penyakit parkinson dan gangguan gerak lainnya.
2013.h.7-57
2. PERDOSSI. Konsensus tatalaksana penyakit Parkinson. Surabaya: Pusat Penerbit FK
UNAIR; 2003.h. 12-5
3. Hamidah SN. Studi penggunaan antiparkinsonian pada pasien parkinsonism. Surabaya:
UNAIR; 2016. h. 13-4
4. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar Neurologi. 1st:UI;2017. h.112-22
5. Snell RS. Neuroanatomi klinik (clinical neuroanatomy for medical students). Edisi ke-5.
Jakarta; 2006. h. 358-10
6. Misbach J, Hamid A. Buku pedoman standar pelayanan medis dan standar prosedur
operasional neurologi. Jakarta; PERDOSSI: 2006. h. 119-22
7. Riskita D. Penyakit Parkinson. Medan; USU; 2015. h. 12

Anda mungkin juga menyukai