Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai akibat komplikasi yang

timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga diperkirakan terdapat angka kematian maternal

sebesar 400 per 100.000 kelahiran hidup (estimasi kematian maternal dari WHO/ UNICEF/

UNFPA tahun 2011). Hal ini memiliki arti bahwa satu orang wanita di belahan dunia akan

meninggal setiap menitnya.

Di indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah besar. Pada tahun

2006, angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan tertinggi di negara ASEAN yaitu

307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) sebesar 37/1000 kelahiran

hidup (Depkes, 2007). Pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan ke 4

dari bawah ASEAN setelah Negara Kamboja , Myanmar dan Laos. Penyebab langsung kematian

ibu di Indonesia, seperti halnya di Negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsi.sedangkan

angka kematian bayi (AKB) masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara di

ASEAN yaitu 24/1000 kelahiran hidup, Malaysia 10/1000 kelahiran hidup dan Singapura

3/100kelahiranhidup,(http:/metrotvnews.com/indeex/metromain/news/2010/02/23/1141/

capaian-mdgs-terkendala-kasus-kematian-ibu).

Bandung, Jawa Barat menempati urutan ke tiga provinsi, dengan angka kematian ibu (AKI)

melahirkan terburuk di Indonesia. Dari setiap 100.000 kelahiran hidup, ada 343 ibu yang

meninggal. Angka kematian bayi baru lahir di Jawa Barat adalah 43 dari 1000 kelahiran hidup.

Ada pun AKI di Kabupaten Bekasi pada tahun 2008 sebanyak 25 kasus dan tahun 2009 sebanyak

23 kasus, terjadi penurunan pada tahun 2009.


Salah satu penyebab kematian ibu di atas telah di uraikan bahwa di sebabkan oleh

komplikasi persalinan dengan preeklamsi ringan merupakan salah satu kehamilan yang beresiko

tinggi, dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat menerapkan pola pikir secara alamiah kedalam bentuk Asuhan

Kebidanan pada ibu hamil menurut Managemen Varney pada ibu hamil dengan preeklamsi

ringan.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien

secara keseluruhan .

b. Mahasiswa dapat mengintrerpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa masalah .

c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa masalah potensial dan mengantisipasi

penanganannya .

d. Mahasiswa mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera melakukan tindakan atau

konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien .

e. Mahasiswa dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional

berdasarkan keputusan pada langkah-langkah sebelumnya .

f. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman .

g. Mahasiswa mampu mengevaluasikan keefektifan dari asuhan yang telah diberikan.

C. Manfaat

1. Bagi Bidan
Bidan lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan

dengan baik, terutama pada kasus ibu hamil.

2. Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan Bhakti Bangsa dapat melaksanakan asuhan

kebidanan pada ibu hamil dengan baik.

3. Bagi Pasien

Ibu hamil dapat terhindar dari komplikasi pada saat hamil sehingga proses persalinan dapat

berlangsung dengan aman.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan bacaan dan juga dapat digunakan sebagai masukan awal untuk penelitian

selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Preeklamsi Ringan

Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang

timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan,

tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan, 2008).

Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa

nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan tanda-

tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar R., 1998)

Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur

kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).


B. Etiologi

Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di

kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke

plasenta.

Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara lain:

1. Usia ekstrim ( 35 th)

Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko

1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval

antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan

terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin

tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik

dan stress regangan hemodinamik.

2. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk

terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan partner yang sama.

3. Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia

eklampsia dan Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara familial.

4. Penyakit yang mendasari yaitu:

a. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal

b. Obesitas,resistensi insulin dan diabetes

c. Gangguan thrombofilik

d. Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan,

latihan fisik,Infeksi saluran kemih.


C. Klasifikasi Preeklamsi Meliputi:

1. Preeklamsi ringan

Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 Jam dan

diastoliknya 90-110 mm Hg 2 pengukuran berjarak 4 jam dan tanda lain proteinuria ++

2. Preeklamsi Berat

Tekanan diastoliknya > 110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu dan tanda lain proteinuria

+++, oliguria, pandangan kabur nyeri abdoment dan edema paru

3. Eklamsi

Kejang, tekanan diastolik > 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu proteinuria > ++ , koma dan

gejalanya sama denga preeklamsi berat

D. Patofisiologi

Pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian

besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi yang meninggal. Pada

penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-

patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada

eklamsi. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-

eklamsi dan eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh.

E. Gambaran klinik preeklamsi

a. Gejala subjektif

Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan

subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan

meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30

mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan

darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan

beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan

kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.

F. Pengobatan untuk preeklamsia ringan

a. Istirahat total ( bed-rest )

menyarankan untuk berbaring pada sisi kiri saat beristirahat.hal ini akan meningkatkan

aliran darah dan mengurangi beban pembuluh darah besar.

b. Pemeriksaan hamil

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ketempat

pemeriksaan dan sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran. Tujuan kunjungan adalah

deteksi dini sehingga tidak perlu dirawat dan kondisi ibu-anak baik pada akhirnya.

c. Mengurangi makan garam apabila berat badan bertambah atau edema.

d. Minum 8 gelas air per hari

e. Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat),dengan

memberikan obat Nefidipin 1 tablet sublingual 500 ml grm Sedativa ringan : Phenobarbital 3

x30mg.

G. Cara mencegah preeklamsia


Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang

dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti

instruksi dokter mengenai diet dan olahraga diantaranya:

a. Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda

b. Minum 6-8 gelas air sehari

c. Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood

d. Olahraga yang cukup Angkat kaki beberapa kali dalam sehari

e. Hindari minum alkohol

f. Hindari minuman yang mengandung kafein Dokter mungkin akan menyarankan untuk minum

obat dan makan suplemen tambahan.

H. Manajemen Asuhan Kebidanaan

1. Definisi

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan sebagai metode

mengorganisasi pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,

keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang

berfokus pada klien. (varney,1997)

2. Manajemen Varney

a. Langkah I (pengumpulan data)

Data utama, data subyektif yang diperoleh dari anamnesa dan data obyektif dari pemeriksaan

fisik di peroleh melalui serangkaian upaya sistemik dan terfokus. Validitas dan akurasi data akan

sangat membantu pemberi pelayanan untuk melakukan analisis dan pada akhirnya, membuat

keputusan klinik.
Data subyektif adalah informasi yang diceritakan oleh ibu dan tambahan keluarga tentang apa

yang dirasakan, apa yang sedang dan telah dialami. Data obyektif adalah informasi yang di

kumpulkan berdasarkan pemeriksaan/pengamatan terhadap pasien.

(Asuhan Persalinan Normal,2007)

b. Langkah II (interprestasi data untuk mendukung diagnosa atau identifikasi masalah)

Dalam membuat diagnosa dan identifikasi masalah diperlukan yaitu data yang lengkap dan

akurat, kemampuan untuk interprestasi data, pengetahuan esensial, intuisi dan pengalaman yang

relevan dengan masalah yang ada. Diagnaosa dibuat sesuai dengan istilah atau nomenklatur

spesifik kebidanan yang mengacu pada data utama, analisis data subyektif dan obyekti yang

diperoleh.

Contoh : Diagnosa : Ibu G1P0A0 hamil 39 minggu dengan hipertensi, Janin tunggal hidup intra uterin

presentasi kepala

c. Langkah III (menetapkan diagnosa atau merumuskan masalah)

Rumusan masalah mungkin saja dapat terkait langsung maupun tidak langsung terhadap

diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait dengan beberapa

masalah penyerta atau factor yang berkontribusi dalam terjadinya masalah utama

Contoh : Ibu hamil dengan hidramnion, bayi makrosomia, kehamilan yang jelas secara diagnosa tetapi

masih di barengi dengan masalah lanjutan walaupun masalah utamanya diselesaikan. Bayi besar

yang mungkin dapat dengan selamat dilahirkan oleh penolong persalinan harus tetap di waspadai

sebagai factor yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya: bayi tadi

mengalami hipoglikemi karena makrosomia diakibatkan oleh ibu yang diabetes mellitus atau

terjadi perdarahan postpartum karena makrosomia adalah factor predisposisi untuk atonia

uteri. Asuhan Persalinan Normal,2007.


d. Langkah IV (menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk menghadapi masalah)

Para bidan harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat setempat sehingga mereka

tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera sebagai langkah penyelamat ibu

dan bayinya apabila situasi gawat darurat terjadi.

Contoh: Untuk menghadapi ibu hamil dengan preeklamsi berat dengan tekanan darah yang cenderung

selalu meningkat maka seorang bidan harus berkonsultasi dengan tenaga ahli dirumah sakit atau

spesialis obstetric terdekat untuk menyiapkan tindakan/upaya yang dapat dilakukan bila sang ibu

mulai menunjukan gejala dan tanda gawat darurat.

Asuhan Persalinan Normal,2007

e. Langkah V (menyusun rencana asuhan atau intervensi)

Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu bersalin dikembangkan melalui kajian data yang telah

diperoleh, diidentifikasi kebutuhan atau kesiapan asuhan dan intervensi serta dapat mengukur

sumber daya atau kemampuan yang di miliki. Rencana asuhan harus di jelaskan dengan baik

kepada ibu dan keluarga agar mereka mengerti manfaat yang diharapkan dan bagaimana upaya

penolong untuk menghindari ibu dan bayinya dari berbagai gangguan yang mungkin dapat

mengancam keselamatan jiwa atau kualitas hidup mereka. Asuhan Persalinan Normal,2007.

f. Langkah VI (melaksanakan asuhan)

Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman.

Hal ini akan menghindari terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu atau bayinya yang baru

lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan. Asuhan Persalinan

Normal,2007

g. Langkah VII (memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi)

Penatalaksanaan yang telah dikerjakan kemudian di evaluasikan untuk menilai efektifitasnya.


Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan rencana kebutuhan saat ini.

Proses pengumpulan data, membuat diagnose, memilih intervensi, menilai kemampuan sendiri,

melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses sirkuler (melingkar), lanjutkan

evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Asuhan Persalinan Normal,2007.

3. Metode SOAP

Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP yang

merupakan sinakatan dari:

a. S (Subyektif)

Informasi atau data yang diperoleh dari apa yang dilakukan klien atau keluarganya. Catatan ini

berhubungan langsung dengan masalah sudut pandang pasien.

Contoh : Hasil anamnesa dari ibu : “ merasa hamil 9 bulan, sering pusing, haid terakhir tanggal 20

januari 2010, kehamilan yang kedua, belum pernah keguguran.

b. O (Obyektif)

Obyektif adalah data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan sewaktu

melakukan pemeriksaan dan dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnose

yang akan ditegakan.

Contoh : Hasil pemeriksaan palpasi abdomen : TFU pertengahan pusat prosesus xipoideus (34 cm),

punggung kanan, belum masuk pintu atas panggul, DJJ 120x/menit, vital sign TD 150/90 mmHg,

Hb 11gr%, protein urin positif.

c. A (Analisa atau Asesmen)

Adalah kesimpulan yang berdasarkan data subyektif dan data obyektif tersebut. Untuk tahapan

asesmen mencangkup 3 tahapan kebidanan yaitu interpretasi data dasar, identifikasi,


diagnose/masalah potensial dan identifikasi kebutuhan tindakan atau disimpulkan. Pada langkah

ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga

merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnose potensial tidak terjadi.

h: Diagnosa : Ibu G2P1A0 hamil 36 minggu dengan preeklamsi ringan, janin tunggal hidup intra uteri letak

kepala

Masalah Potensial : Preeklamsi berat

Antisipasi masalah : Observasi tanda dan gejala PEB

Kebutuhan tindakan segera : Tidak ada

d. P (Planing)

Adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan kesimpulan yang telah di buat.

Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, untuk mengusahakan tercapainya

kondisi pasien yang sebaik mungkin atau menjaga/mempertahankan kesejahteraannya. Rencana

asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien

atau dari tiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap

wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.

Contoh : menjelaskan tentang hasil pemeriksaan dan keadaan kehamilan, menjelaskan bahaya preeklamsi

ringan terhadap ibu dan bayi, menjelaskan tanda-tanda bahaya dan tindakan yang harus segera

dilakukan bila ibu mengalami tanda bahaya tersebut, menganjurkan ibu untuk kontrol 1 minggu

sekali.

PREEKLAMPSIA

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu
dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001,
menurutNational Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada
150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan
bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika
Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang
berhubungan dengan kehamila.
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa
dekade, hipertensiyang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah
yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai
dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu
ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih
dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan
secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga
karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan
hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali
dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas
perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal
terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab
kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan
berdampak pada ibu dan bayi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,
preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan
gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

B. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan
urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri.
Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah
mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka
penyakit ini sudah cukup lanjut.

C. Faktor Risiko Preeklamsia


 Kehamilan pertama
 Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
 Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah
tinggi)
 Kehamilan kembar

D. Gambaran Klinis Preeklampsia


a. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada
preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah
pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada
preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.

E. Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan
hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium
dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi
plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan
pada organ-organ:

1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya.
Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada
pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal

3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah
pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.

4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,
pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia
dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi partus prematur.

6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

F. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter ataumidstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati


• Pertumbuhan janin terhambat

G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan
yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan pengobatan yang utama.
Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan
dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus
memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama
pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang
tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan
penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit
kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya
eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat
yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam,
pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat,
elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi
pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin
baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi
protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut
jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila
ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit
dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi
ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi
maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi
ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi
yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring
umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah
mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan
meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah
melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan,
tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena
salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K
dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring
baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya
waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi
dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian
yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang
mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek
pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap
pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG
terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut
dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio
lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu,
tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid
dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi.
Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara
berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol
tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika
preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau
terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu
dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga
menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera
direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila
terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi
terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,
penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita
dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini
dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif
hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin.
Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan
keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu
dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi
berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi
kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah
terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan
magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan
medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya
bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan
mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan
tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105
mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut
dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut
hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping
seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat
diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa
peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9
penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang
menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika
hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain
dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian
hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral
atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali
terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama
persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan
pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat
lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada
cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan
ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan
tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan
preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat
blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade
simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi
telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki
vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu,
klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat
terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat
menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik
metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio
sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang
hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa
tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan ≥ 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah

b. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.
BAB III
KESIMPULAN

Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko
maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi
trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu
dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan
normal, faktor nutrisi, dan pengaruh genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan utama
pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York:
McGraw-Hill, 2005 : 761-808
2. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 juni 20013
dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html
3. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013 dari,
http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
4. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-
3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak yang merupakan sosok yang luar biasa, namun sangat peka terhadap

berbagai masalah kesehatan. Angka kematian ibu masih tinggi di Indonesia. Kematian ibu adalah kematian

perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa

memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya

atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll (Budi, Utomo.

1985). Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari

sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena

kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

(www.datastatistik-indonesia.com). Cara menghitung AKI adalah membagi jumlah kematian ibu dengan waktu

tertentu didaerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali dengan

konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan

masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Millenium Development Goals (MDGs) atau

Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan

dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan

untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat

pada 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target

menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator

untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan

angka pemakaian kontrasepsi. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000

kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Angka Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Mampukah
Indonesia mengejar target AKI di Indonesia pada tahun 2015 diwaktu yang tersisa ini? Salah satu cara untuk

menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan

melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis

kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia

tahun 2013 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah

sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu jika dilihat dari

cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada

tahun 2013, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan 99,89%,

Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah

adalah Papua 33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2013). Kondisi sosial budaya dimasing-masing daerah turut memberikan konstribusi, masih

banyak daerah yang masih menggunakan dukun sebagai penolong persalinan, khususnya didesa-desa.

Berdasarkan data Riskesdas 2013, Penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan

(68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran

dilakukan tanpa ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat. Hal ini ditunjang

pula dengan kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan. Selain itu,

tidak meratanya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia turut

menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan ibu. Dengan pentingnya penurunan AKI di Indonesia,

sehingga diperlukan program terobosan yang memfokuskan pada kesehatan ibu, khususnya didaerah-daerah

terpencil, perbatasan dan kepulauan. Meningkatkan pengetahuan para ibu sehingga mereka mau, sadar dan

mampu mencegah masalah kesehatannya, dan perlu ditunjang dengan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan

kesehatan dan sarana prasarana lainnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-

target-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928

Anda mungkin juga menyukai