Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai akibat komplikasi yang
timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga diperkirakan terdapat angka kematian maternal
sebesar 400 per 100.000 kelahiran hidup (estimasi kematian maternal dari WHO/ UNICEF/
UNFPA tahun 2011). Hal ini memiliki arti bahwa satu orang wanita di belahan dunia akan
Di indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah besar. Pada tahun
2006, angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan tertinggi di negara ASEAN yaitu
307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) sebesar 37/1000 kelahiran
hidup (Depkes, 2007). Pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan ke 4
dari bawah ASEAN setelah Negara Kamboja , Myanmar dan Laos. Penyebab langsung kematian
ibu di Indonesia, seperti halnya di Negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsi.sedangkan
angka kematian bayi (AKB) masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara di
ASEAN yaitu 24/1000 kelahiran hidup, Malaysia 10/1000 kelahiran hidup dan Singapura
3/100kelahiranhidup,(http:/metrotvnews.com/indeex/metromain/news/2010/02/23/1141/
capaian-mdgs-terkendala-kasus-kematian-ibu).
Bandung, Jawa Barat menempati urutan ke tiga provinsi, dengan angka kematian ibu (AKI)
melahirkan terburuk di Indonesia. Dari setiap 100.000 kelahiran hidup, ada 343 ibu yang
meninggal. Angka kematian bayi baru lahir di Jawa Barat adalah 43 dari 1000 kelahiran hidup.
Ada pun AKI di Kabupaten Bekasi pada tahun 2008 sebanyak 25 kasus dan tahun 2009 sebanyak
komplikasi persalinan dengan preeklamsi ringan merupakan salah satu kehamilan yang beresiko
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menerapkan pola pikir secara alamiah kedalam bentuk Asuhan
Kebidanan pada ibu hamil menurut Managemen Varney pada ibu hamil dengan preeklamsi
ringan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien
secara keseluruhan .
penanganannya .
d. Mahasiswa mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera melakukan tindakan atau
e. Mahasiswa dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional
f. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman .
C. Manfaat
1. Bagi Bidan
Bidan lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan
2. Bagi Mahasiswa
3. Bagi Pasien
Ibu hamil dapat terhindar dari komplikasi pada saat hamil sehingga proses persalinan dapat
Sebagai tambahan bacaan dan juga dapat digunakan sebagai masukan awal untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan, 2008).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa
nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan tanda-
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka
Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di
plasenta.
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko
1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval
antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan
terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin
tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik
riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk
c. Gangguan thrombofilik
d. Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan,
1. Preeklamsi ringan
Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 Jam dan
2. Preeklamsi Berat
Tekanan diastoliknya > 110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu dan tanda lain proteinuria
3. Eklamsi
Kejang, tekanan diastolik > 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu proteinuria > ++ , koma dan
D. Patofisiologi
Pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian
besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi yang meninggal. Pada
penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-
patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada
eklamsi. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-
eklamsi dan eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh.
a. Gejala subjektif
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan
subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30
mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan
darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan
beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan
menyarankan untuk berbaring pada sisi kiri saat beristirahat.hal ini akan meningkatkan
b. Pemeriksaan hamil
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ketempat
pemeriksaan dan sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran. Tujuan kunjungan adalah
deteksi dini sehingga tidak perlu dirawat dan kondisi ibu-anak baik pada akhirnya.
e. Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat),dengan
memberikan obat Nefidipin 1 tablet sublingual 500 ml grm Sedativa ringan : Phenobarbital 3
x30mg.
dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti
a. Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
f. Hindari minuman yang mengandung kafein Dokter mungkin akan menyarankan untuk minum
1. Definisi
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan sebagai metode
keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang
2. Manajemen Varney
Data utama, data subyektif yang diperoleh dari anamnesa dan data obyektif dari pemeriksaan
fisik di peroleh melalui serangkaian upaya sistemik dan terfokus. Validitas dan akurasi data akan
sangat membantu pemberi pelayanan untuk melakukan analisis dan pada akhirnya, membuat
keputusan klinik.
Data subyektif adalah informasi yang diceritakan oleh ibu dan tambahan keluarga tentang apa
yang dirasakan, apa yang sedang dan telah dialami. Data obyektif adalah informasi yang di
Dalam membuat diagnosa dan identifikasi masalah diperlukan yaitu data yang lengkap dan
akurat, kemampuan untuk interprestasi data, pengetahuan esensial, intuisi dan pengalaman yang
relevan dengan masalah yang ada. Diagnaosa dibuat sesuai dengan istilah atau nomenklatur
spesifik kebidanan yang mengacu pada data utama, analisis data subyektif dan obyekti yang
diperoleh.
Contoh : Diagnosa : Ibu G1P0A0 hamil 39 minggu dengan hipertensi, Janin tunggal hidup intra uterin
presentasi kepala
Rumusan masalah mungkin saja dapat terkait langsung maupun tidak langsung terhadap
diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait dengan beberapa
masalah penyerta atau factor yang berkontribusi dalam terjadinya masalah utama
Contoh : Ibu hamil dengan hidramnion, bayi makrosomia, kehamilan yang jelas secara diagnosa tetapi
masih di barengi dengan masalah lanjutan walaupun masalah utamanya diselesaikan. Bayi besar
yang mungkin dapat dengan selamat dilahirkan oleh penolong persalinan harus tetap di waspadai
sebagai factor yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya: bayi tadi
mengalami hipoglikemi karena makrosomia diakibatkan oleh ibu yang diabetes mellitus atau
terjadi perdarahan postpartum karena makrosomia adalah factor predisposisi untuk atonia
Para bidan harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat setempat sehingga mereka
tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera sebagai langkah penyelamat ibu
Contoh: Untuk menghadapi ibu hamil dengan preeklamsi berat dengan tekanan darah yang cenderung
selalu meningkat maka seorang bidan harus berkonsultasi dengan tenaga ahli dirumah sakit atau
spesialis obstetric terdekat untuk menyiapkan tindakan/upaya yang dapat dilakukan bila sang ibu
Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu bersalin dikembangkan melalui kajian data yang telah
diperoleh, diidentifikasi kebutuhan atau kesiapan asuhan dan intervensi serta dapat mengukur
sumber daya atau kemampuan yang di miliki. Rencana asuhan harus di jelaskan dengan baik
kepada ibu dan keluarga agar mereka mengerti manfaat yang diharapkan dan bagaimana upaya
penolong untuk menghindari ibu dan bayinya dari berbagai gangguan yang mungkin dapat
mengancam keselamatan jiwa atau kualitas hidup mereka. Asuhan Persalinan Normal,2007.
Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman.
Hal ini akan menghindari terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu atau bayinya yang baru
lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan. Asuhan Persalinan
Normal,2007
Proses pengumpulan data, membuat diagnose, memilih intervensi, menilai kemampuan sendiri,
melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses sirkuler (melingkar), lanjutkan
evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Asuhan Persalinan Normal,2007.
3. Metode SOAP
Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP yang
a. S (Subyektif)
Informasi atau data yang diperoleh dari apa yang dilakukan klien atau keluarganya. Catatan ini
Contoh : Hasil anamnesa dari ibu : “ merasa hamil 9 bulan, sering pusing, haid terakhir tanggal 20
b. O (Obyektif)
Obyektif adalah data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan sewaktu
Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnose
Contoh : Hasil pemeriksaan palpasi abdomen : TFU pertengahan pusat prosesus xipoideus (34 cm),
punggung kanan, belum masuk pintu atas panggul, DJJ 120x/menit, vital sign TD 150/90 mmHg,
Adalah kesimpulan yang berdasarkan data subyektif dan data obyektif tersebut. Untuk tahapan
ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnose potensial tidak terjadi.
h: Diagnosa : Ibu G2P1A0 hamil 36 minggu dengan preeklamsi ringan, janin tunggal hidup intra uteri letak
kepala
d. P (Planing)
Adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan kesimpulan yang telah di buat.
Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, untuk mengusahakan tercapainya
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien
atau dari tiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
Contoh : menjelaskan tentang hasil pemeriksaan dan keadaan kehamilan, menjelaskan bahaya preeklamsi
ringan terhadap ibu dan bayi, menjelaskan tanda-tanda bahaya dan tindakan yang harus segera
dilakukan bila ibu mengalami tanda bahaya tersebut, menganjurkan ibu untuk kontrol 1 minggu
sekali.
PREEKLAMPSIA
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu
dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001,
menurutNational Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada
150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan
bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika
Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang
berhubungan dengan kehamila.
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa
dekade, hipertensiyang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah
yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai
dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu
ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih
dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan
secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga
karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan
hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali
dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas
perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal
terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab
kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan
berdampak pada ibu dan bayi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,
preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan
gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.
B. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan
urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri.
Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah
mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka
penyakit ini sudah cukup lanjut.
E. Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan
hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium
dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi
plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan
pada organ-organ:
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah
pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,
pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia
dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.
F. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter ataumidstream.
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
• Trombositopeni
G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan
yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan pengobatan yang utama.
Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan
dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus
memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama
pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang
tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan
penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit
kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya
eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat
yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam,
pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat,
elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi
pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin
baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi
protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut
jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila
ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit
dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi
ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi
maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi
ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi
yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring
umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah
mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan
meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah
melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan,
tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena
salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K
dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring
baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya
waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi
dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian
yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang
mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek
pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap
pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG
terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut
dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio
lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu,
tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid
dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi.
Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara
berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol
tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika
preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau
terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu
dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga
menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera
direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila
terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi
terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,
penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita
dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini
dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif
hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin.
Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan
keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu
dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi
berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi
kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah
terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan
magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan
medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya
bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan
mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan
tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105
mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut
dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut
hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping
seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat
diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa
peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9
penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang
menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika
hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain
dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian
hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral
atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali
terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama
persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan
pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat
lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada
cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan
ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan
tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan
preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat
blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade
simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi
telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki
vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu,
klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat
terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat
menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik
metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio
sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang
hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa
tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan ≥ 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
b. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.
BAB III
KESIMPULAN
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko
maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi
trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu
dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan
normal, faktor nutrisi, dan pengaruh genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan utama
pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York:
McGraw-Hill, 2005 : 761-808
2. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 juni 20013
dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html
3. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013 dari,
http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
4. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-
3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak yang merupakan sosok yang luar biasa, namun sangat peka terhadap
berbagai masalah kesehatan. Angka kematian ibu masih tinggi di Indonesia. Kematian ibu adalah kematian
perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya
atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll (Budi, Utomo.
1985). Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari
sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
(www.datastatistik-indonesia.com). Cara menghitung AKI adalah membagi jumlah kematian ibu dengan waktu
tertentu didaerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali dengan
konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Millenium Development Goals (MDGs) atau
Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan
dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan
untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat
pada 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target
menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator
untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan
angka pemakaian kontrasepsi. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Angka Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Mampukah
Indonesia mengejar target AKI di Indonesia pada tahun 2015 diwaktu yang tersisa ini? Salah satu cara untuk
menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis
kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2013 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah
sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu jika dilihat dari
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada
tahun 2013, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan 99,89%,
Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah
adalah Papua 33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2013). Kondisi sosial budaya dimasing-masing daerah turut memberikan konstribusi, masih
banyak daerah yang masih menggunakan dukun sebagai penolong persalinan, khususnya didesa-desa.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, Penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan
(68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran
dilakukan tanpa ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat. Hal ini ditunjang
pula dengan kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan. Selain itu,
tidak meratanya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia turut
menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan ibu. Dengan pentingnya penurunan AKI di Indonesia,
sehingga diperlukan program terobosan yang memfokuskan pada kesehatan ibu, khususnya didaerah-daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan. Meningkatkan pengetahuan para ibu sehingga mereka mau, sadar dan
mampu mencegah masalah kesehatannya, dan perlu ditunjang dengan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-
target-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928