Anda di halaman 1dari 13

Anatomi Bola Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke
dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Sebagian
besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk
bagian putih mata.5,6

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh selubung fascia bola
mata. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata yang bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan
yang berbeda. Bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:5,6,7
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sclera dan bagian anterior yang
transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Sklera juga
ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu v.vorticosae. Sklera langsung tersambung
dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk kemata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam
sama dengan: (1) epitelkornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2)
substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel
(epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.5,6,7,8
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiriatas lapis luar berpigmen
dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (kebelakang bersambung dengan choroidea dan
ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus
ciliaris (3) iris adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu
pupil iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang,
serat-seratotot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.5,6,7,8

Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar

3. Tunica sensoria (retina)


Retina terdiri atas pars pigmentosaluar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat
pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior
retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu oraserrata, di
tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas
sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus
ciliaris dan bagian belakang iris.5,6,7,8

Vaskularisasi Bola Mata


Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang besar
pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan
bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri
sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-
cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan
kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan
brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar anterior.
Arteri ini akan berabung membentuk greater arterial circle of iris dan kemudian memperdarahi iris dan
badan silier. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena
oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus
venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.5,6,7,8

Vaskularisasi pada Segmen Anterior


Epidemiologi
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema, 80%
hifema terjadi pada pria, perkiraan rata – rata kejadian di Amerika Utara adalah 17 – 20 / 100.000
populasi / tahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahundan pertengahan 30 tahun.
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3 : 1.4
Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru
senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi
mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata
(contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).4,10
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan
koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan
perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan
ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.Perdarahan di dalam bola mata
yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada
di bagian terendah.4,10,11
2.3 Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:4,5,7,8,10
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. Hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b) Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. Hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c) Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d) Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
1. Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
2. Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
3. Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
4. Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema, blackball atau
8-ball hyphema
Patogenesis dan Patofisiologi
Trauma tumpul akan menyebabkan kompresi pada bola mata yang mana gaya yang diberikan oleh
trauma tersebut akan diteruskan kedalam mata khususnya melalui cairan aqueous humor sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, iris, trabekula meshwork serta peregangan limbus.
Jika gaya yang disebabkan oleh trauma tersebut melebihi kekuatan peregangan dari struktur mata
tersebut, maka pembuluh darah pada bagian pinggir iris, arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan
siliaris (ciliary body), arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliaris akan ruptur yang pada akhirnya darah
yang keluar melalui pembuluh yang ruptur tersebut akan menumpuk pada bilik mata depan sehingga
terjadilah hifema.14
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan
fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin
merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat
meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7
hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah
fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan
darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju
jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.10

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada penderita hifema adalah adanya keluhan sakit pada
mata, disertai dengan epifora dan blefarospasme.6,15Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien
duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
COA. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.6
Iridoplegia yang terjadi ditandai dengan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, fotofobia
akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil, pupil midriasis, anisokor, dan bentuknya dapat
ireguler.2
Iridodialisis yang terjadi ditandai dengan keluhan penglihatan ganda dengan satu matanya akibat
robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah menjadi lonjong.6

Diagnosis
Diagnosis pada hifema meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis pada hifema meliputi adanya riwayat trauma serta kapan terjadinya trauma. Perlu ditanyakan
adanya penyakit lain yang menyertai seperti kelainan darah, penyakit hati dan diabetes, serta riwayat
pemakaian obat-obatan tertentu seperti aspirin.
Pada pemeriksaan mata didapatkan tajam penglihatan yang menurun dengan menggunakan
snellen chart akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris, dan retina. Lapang pandang dapat mengalami
penurunan yang mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler atau glaukoma. Selain itu, juga dilihat
bentuk kornea dan pupil serta adanya perdarahan dengan menggunakan sinar pen light atau senter.
Pengukuran tonografi dilakukan untuk melihat tekanan intra okuler (TIO). Pemeriksaan menggunakan slit
lamp digunakan untuk menilai jumlah akumulasi darah, memastikan tidak ada darah yang mengeras
(clot), dan penyerapan darah tetap lancar. Pemeriksaan funduskopi dilakukan untuk melihat apakah
terdapat edema pada retina.
Pemeriksaan laboratorium yang diperiksa berupa pemeriksaan darah lengkap, laju sedimentasi,
dan LED untuk melihat apakah terdapat anemia atau infeksi. Selain itu, juga diperiksa gula darah pasien
apakah menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan laboratorium pada seluruh orang kulit hitam dan
keturunan hispanik dengan hifema harus diketahui keadaan sel darah merahnya apakah berbetuk sabit.
Pemeriksaan radiologi tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat menilai adanya tulang orbita yang patah atau
retak. Pemeriksaan ultrasonografi mata dapat dilakukan sebagai pemeriksaan dini untuk mencari
kerusakan segmen posterior.4,16 Berdasarkan penlitian, pemeriksaan ultrasonografi mata dapat mendeteksi
sebanyak 91% adanya perdarahan pada vitreous dan retinal detachment pada penderita traumatik
hifema.10
Pemeriksaan Penunjang seperti USG diperlukan untuk mengevaluasi adanya perluasan kerusakan
di segmen posterior, karena 5% cedera mata dengan hifema disertai kerusakan struktur segmen posterior.
Pemeriksaan Laboratorium pada ras tertentu seperti kulit hitam dan Hispanik, perlu dilakukan
pemeriksaan ke arah kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah,
elektroforesis hemoglobin, fungsi pembekuan darah, fungsi ginjal dan hati (menunda tatalaksana obat-
obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak).
Pemeriksaan radiologik tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi pada
kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.
Diagnosis Banding
Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus-kasus:
- Rubeosis Iridis
- Neoplasma maligna
- Xanthogranuloma juvenil
- Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)
Sebagai tambahan, pada perdarahan spontan, kecurigaan kearah abnormalitas faktor pembekuan darah
dan trauma terbuka tersembunyi harus dipikirkan.10
Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka
sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak
diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata denganmempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yanglain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada
prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan
perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal)
dengan elevasi kepala 30º - 45º (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat
dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila
menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring
kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan
sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat
tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli.
Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata
yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang
timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit
C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obatini dikenal
sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh
darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan
terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5
hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan
terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan
intraokular.
Midriatika
Midriatika diberikan untuk mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila
didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x
sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna
menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan
intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan
tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi
atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di
kornea. Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari.
Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan
sekunder dibanding dengan antibiotika.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi
kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan
non-operasi selama 3 - 5hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila
tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg
selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata >
25 mmHg selama 6 hari atau biladitemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema total
bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan
pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi
optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 haridengan tekanan 25 mmHg
(untuk mencegah corneal bloodstaining).
5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral
anterior synechiae)
6. Pada pasien dengansickle cell diseasedengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular
lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih
selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen
pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43%
pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular
tidak terkontrol dalam 24 jam.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkancairan/darah dari bilik depan bola
mata dengan teknik sebagai berikut :dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar
dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka makakoagulum dari bilik
mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologis.Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.Parasentese
dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darahmasih tetap terdapat dalam COA pada
hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3.Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membukakorneoscleranya sebesar 120º

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan sekunder,
glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi
dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada
tingginya hifema.
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat
bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau
merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang
primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi
sebelum 7 hari post-trauma.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya trabecular
meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%.
Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah
menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi
akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik matasehingga terjadi gangguan pengaliran
cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.
Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema
dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini,
dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea
dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul
bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena
hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya ± 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila
didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini akibat dari iritis atau
iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering
terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral anterior synechiae anterior
synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau
lebih. Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau
dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork
fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris,
darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus
vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya
lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih
baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan
gangguan visus dankenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika
hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intraokular lebih meninggi dan
penglihatan lebih menurun lagi.

Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya
hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah
akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada
ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis
penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.15
1. Bruce AS, Loughnan MS, 2003. Anterior disease and therapeutics A-Z (1st edn). Elsevier,
Netherlands hal 164-165
2. Morris DS, 2006. Ocular blunt trauma: loss of sight from an ice hockey injury, Br J
Sports Med 40:e5
3. Choplin NT, 2003. Glaukoma associated with ocular trauma. dalam: Choplin NT (ed).
Ophthalmic care of the combat casualty. Army medical center, washington, hal 185-194

4. Vaughan and Asbury. Hifema dalam Oftalmologi Umum. EGC : Jakarta. 2012. Pp 377-
378.
5. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
6. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
7. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI: Jakarta.
2005
8. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at
URL: www.uod.ac
9. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma
principles and practice. New York:Thieme.2002.
10. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
11. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
12. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
13. Sumarsono, Contusio Oculi. Available
at:http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html
14. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course Section 08.
External Disease and Cornea. 2015-2016
15. Lusby FW. Hyphema. [cited March 8, 2013]. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002016/.

Anda mungkin juga menyukai