PLN (PERSERO)
SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I– Tahun 2011
BAB II
PELAKSANAAN DAN EVALUASI
A. PELAKSANAAN
Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup pada
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata dilakukan oleh pihak Manajemen PT.
PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata
secara berkala per-tiga bulan (triwulan) selama setahun sesuai dengan dokumen Penyajian
Evaluasi Lingkungan (PEL) PLTD Lueng Bata. Dimana Dokumen PEL PLTD Lueng Bata ini
menjadi landasan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL). Jadi semua parameter lingkungan yang dievaluasi di
dalam dokumen RKL-RPL PLTD Lueng Bata ini sebagian besar berpedoman pada Dokumen
PEL Lueng Bata ini.
Selain berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata, sebagian lagi berpedoman
pada Undang-undang dan peraturan-peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku saat ini,
antara lain:
1) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup,
2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan
Pengendalian Pencemaran air
3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient
Nasional,
4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pembangkit
Tenaga Listrik Termal,
5) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
6) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan
7) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
8) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 tahun 1999 tentang Baku Mutu Tingkat
Kebisingan
Pada siang hari mesin yang beroperasi 3 jenis, seperti yang terlihat pada Gambar
2.1. Hal ini ditunjukkan dari asap hitam yang keluar dari cerobong dari mesin pembangkit.
A.1.1.2 Kebisingan
Kebisingan (noise) terjadi dari suara dan getaran yang dihasilkan oleh
pengoperasian mesin diesel, sistem air pendingin (cooler radiator), dan blower (turbo
charger). Pengelolaan dampak kebisingan dilakukan dengan cara mempertahankan
pengoperasian mesin pembangkit sesuai dengan SOP meliputi kegiatan perawatan mesin,
pemasangan peredam, dan penggantian minyak pelumas secara reguler. Untuk
mengurangi tingkat kebisingan, di sekeliling pagar PLTD Lueng Bata ditanami jenis
pepohonan tinggi yang dapat meredam kebisingan seperti cemara pantai, jati, dan jenis
pepohonan lainnya yang diharapkan dapat meredam suara yang berasal dari mesin-mesin
PLTD Lueng Bata. Dampak kebisingan terutama dirasakan oleh penduduk di sekitar PLTD
Lueng Bata seperti masyarakat Desa Pango Raya yang menyatakan keluhan, seperti
sedikit bising terutama pada malam hari dan tidak dapat beristirahat dengan tingkat
kenyamanan yang maksimal (tenang). Tolok ukur pengelolaan kebisingan di sekitar PLTD
adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Baku Mutu Keputusan Menaker No. 51 tahun 1999
untuk pekerja PLTD.
sempurna. Air dari oil trap masuk ke bak I, kemudian air tersebut dialirkan ke bak II dan
selanjutnya ke bak III (terakhir), minyak akan tertinggal dalam bak penampung I dan
diambil secara terjadwal. Air bebas minyak dari keluaran IPAL selanjutnya dialirkan ke
Krueng Aceh yang berada ± 30 m dari IPAL melalui saluran drainase. Pada saat
pemantauan dilakukan, manajen PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara
Sektor Pembangkitan Lueng Bata sudah melakukan modifikasi IPAL dan rencananya akan
kembali memodifikasi IPAL yang sudah ada dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi
pengolahan limbahnya. Modifikasi dilakukan dengan mengubah arah aliran dan menambah
sekat/baffle sehingga meningkatkan waktu tinggal air limbah di IPAL. Skema IPAL PLTD
Lueng Bata dan desain IPAL yang dimodifikasi diperlihatkan masing-masing pada Gambar
2.2 dan 2.3.
Gambar 2.4 Desain IPAL PLTD Lueng Bata yang telah dimodifikasi
Hal - 6 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi
LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO)
SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I– Tahun 2011
A.1.1.4 Limbah Padat Domestik dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Kegiatan PLTD Lueng Bata juga menghasilkan sejumlah limbah padat domestik
yang berupa sampah kertas, plastik, kaleng, dan lainnya. Pengelolaan limbah padat ini
dilakukan dengan mengumpulkannya pada tempat penampungan yang diletakkan di setiap
sudut PLTD. Pengumpulan limbah padat ini dibagi atas 3 jenis limbah padat, yaitu organik,
an-organik, dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Masing-masing tempat
pengumpul dibedakan warnanya agar lebih mudah dalam pengelolaannya, seperti limbah
organik menggunakan bak berwarna hijau, limbah an-organik menggunakan bak berwarna
kuning, dan Limbah B3 menggunakan bak berwarna merah, seperti terlihat pada Gambar
2.5 dan Gambar 2.6. Limbah padat ini selanjutnya dikelola dengan mengangkutnya secara
terjadwal ke TPA Gampong Jawa.
Gambar 2.5 Tempat pengumpulan sementara limbah padat domestik dan limbah cair B3
Kegiatan PLTD Lueng Bata juga diprediksikan menghasilkan limbah B3 baik berupa
cair maupun padat. Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator
bekas. Bahan ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal
mesin genset. Pengelolaan limbah padat B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di
tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga
untuk didaur ulang. Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas
bekas yang dipakai untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil
pengolahan IPAL PLTD. Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan
mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diserahkan
kepada pihak pengumpul yang memenuhi persyaratan. Tolok ukur pengelolaan limbah
padat domestik adalah PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sedangkan
pengelolaan bahan B3 adalah Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 dan
02/BAPEDAL/09/1995. Pengumpulan sementara limbah B3 ini dilakukan tidak lebih dari 90
hari.
melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di lokasi tersebut. Daya
dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, mahluk hidup lain, dan keseimbangan anatar keduanya. Daya
tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energy, dan/ atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Pengelolaan dampak aspek biologi dilakukan secara preventif dan berkala oleh
pihak manajemen PT. PLN (Persero) Sektor Sektor Pembangkitan Lueng Bata, yaitu
dengan cara mencegah atau meminimalkan terjadinya pencemaran udara dan air dengan
mengikuti ketentuan pengelolaan lingkungan (Tabel 2.1) sesuai dengan baku mutu yang
ditetapkan. Mengganti, membersihkan dan merperbaiki wadah IPAL secara berkala. Di
samping itu, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata melakukan penanaman
tumbuh-tumbuhan (pohon pelindung, pohon peredam suara, dan bunga-bungaan) di
lingkungan PLTD dan melakukan perawatan dan penggantian tanaman yang telah
tercemar dengan tanaman baru yang lebih tahan terhadap unsur pencemar. Untuk
mencegah dampak kepada biologi akuatik, perawatan dan pembersihan IPAL dilakukan
secara kontinyu sehingga kualitas air buangan tetap dalam batas baku mutu yang
ditetapkan. Tolok ukur pengelolaan aspek biologi adalah keberadaan tumbuhan langka dan
dominan.
Aspek Kimia
1.
Fisika
a. Kualitas Gas buang hasil PP No. 41 Tahun 1999 • Pemeliharaan mesin
Udara pembakaran bahan bakar tentang Pengendalian secara benar dan
Ambient pada mesin pembangkit Pencemaran Udara rutin
yang dikeluarkan melalui • Mempertahankan
cerobong (stack) dan pengoperasian unit
menyebar di lingkungan. pembangkit sesuai
Gas diperkirakan SOP
mengandung unsur • Penanaman dan pera-
pencemar SO2, NO2, CO, watan pohon cemara
dan debu (TSP). dan pepohonan pere-
dam suara lainnya
dengan kerapatan
tinggi di sekitar PLTD
b. Kualitas Emisi Gas buang hasil pem- Per Men LH No 21 tahun • Pemeliharaan mesin
gas Buang bakaran bahan bakar 2008 tentang Baku mutu secara benar dan
pada mesin pembangkit Emisi sumber tidak rutin
yang dikeluarkan melalui bergerak bagi usaha • Mempertahankan
cerobong (stack). Gas di- dan/atau kegiatan pengoperasian unit
perkirakan mengandung pembangkit listrik pembangkit sesuai
unsur pencemar SO2, thermal SOP
NO2, CO, dan debu
(TSP).
2. Aspek Biologi Pencemaran udara dan Tumbuhan langka dan • Melakukan perawatan
pencemaran air di sekitar dominan rutin terhadap IPAL
lokasi PLTD • Mencegah terjadinya
pencemaran air dan
udara
• Melakukan penanam-
an dan penghijauan
di lingkungan PLTD
dan sekitarnya
pengukuran ini selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu kualitas udara (PP No.
41 tahun 1999) sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 2.
Tabel 2.2 Metode pemantauan kualitas udara ambient di sekitar PLTD Lueng Bata
Tabel 2.3 Metode pemantauan emisi mesin pembangkit PLTD Lueng Bata
A.2.1.3 Kebisingan
Kegiatan pemantauan tingkat kebisingan yang timbul akibat pengoperasian PLTD
Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah dengan melakukan pengukuran intensitas bunyi
pada beberapa titik sampling, yang dilakukan baik pada waktu siang hari maupun malam
hari, dengan lokasi ke arah Utara, Barat, Selatan, dan Timur dari PLTD Lueng Bata, yaitu
seperti berikut ini:
(1) Titik sampling 1 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59’ 15,9” LU – 950 12’ 31,4”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat.
(2) Titik sampling 2 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59’ 04,1” LU – 950 12’ 63,3”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat.
(3) Titik sampling 3 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59’ 34,0” LU – 950 12’ 07,2”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara.
(4) Titik sampling 4 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59’ 36,1” LU – 950 13’ 34,9”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara.
(5) Titik sampling 5 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59’ 55,9” LU – 950 12’ 44,2”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah
Selatan.
(6) Titik sampling 6 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59’ 68,6” LU – 950 12’ 28,8”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah
Selatan.
(7) Titik sampling 7 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59’ 53,4” LU – 950 12’ 31,4”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur.
(8) Titik sampling 8 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD
yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59’ 32,8” LU – 950 12’ 31,9”
BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur.
2) Titik sampling 2 pada 10 meter sekitar dalam daerah PLTD Lueng Bata dengan
posisi koordinat (050 59’ 40,8” LU – 950 12’ 70,9” BT). Waktu Pengukuran siang
hari dan malam hari.
Tabel 2.4 memperlihatkan parameter pengujian kualitas badan air penerima yang
diukur menurut prosedur yang diatur pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air kelas II (Lampiran 6).
A.2.1.7 Limbah B3
Kegiatan pemantauan terhadap pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan meninjau
dan mengevaluasi dokumen manifest hingga pengelolaannya yang telah dilakukan oleh
manajemen PLTD. Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan mengacu kepada Keputusan
Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah B3, Keputusan Kepala Bapadal No.
02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah B3, dan Keputusan Direksi PT PLN
(Persero) No. 036.K/DIR/2009. Evaluasi juga dilakukan terhadap ketersediaan fasilitas
pendukung pengelolaan limbah B3 seperti tempat pengumpul sementara, badan
pengumpul, dokumen pendukung, dan lainnya.
B. HASIL EVALUASI
Tabel 2.5 memperlihatkan hasil analisis tingkat kualitas udara ambient pada lokasi
sekitar PLTD Lueng Bata. Apabila dibandingkan dengan Baku Mutu PP No. 41 Tahun 1999,
diperoleh bahwa tingkat kualitas udara ambien sekitar PLTD Lueng Bata (yaitu Desa Cot
Mesjid, Desa Lueng Bata, dan Desa Pango Dayah) masih termasuk dalam kategori baik
dan masih di bawah baku mutu yang ditetapkan untuk semua parameter. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen PT PLN (Persero)
Sektor Pembangkitan Lueng Bata telah baik dengan selalu melakukan perbaikan kinerja
mesin secara berkala, baik melalui perawatan maupun pengoperasian sesuai SOP.
Pengelolaan yang baik ini perlu dipertahankan.
Pada pemantauan periode ini dibuat evaluasi trend dari enam (6) hasil pengukuran
selama ini yaitu dimulai dari Tri Wulan 4 Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011.
Hasil pemantauan kualitas udara yang diukur dan kecendrungannya dari Tri Wulan 4
Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011 diperlihatkan pada Gambar 2.7 – 2.10. Hasil
pemantauan memperlihatkan bahwa parameter SO2, NO2, CO, dan TSP memperlihatkan
kecendrungan menurun dan berada di bawah baku mutu dibandingkan hasil pengukuran
pada periode sebelumnya.
Seperti parameter CO, NO2, SO2 dan TSP trendnya dari hasil pengukuran Tri Wulan III
2010 terhadap periode-periode sebelumnya cenderung menurun dan konstan.
Gambar 2.8 Grafik Kecendrungan konsentrasi NO2 (μg/Nm3) di udara sekitar PLTD
Gambar 2.9 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (μg/Nm3 ) di udara sekitar PLTD
Gambar 2.10 Grafik Kecendrungan konsentrasi TSP (μg/Nm3) di udara sekitar PLTD
Tabel 2.6 Komposisi emisi gas buang mesin pembangkit PLTD Lueng Bata
Hasil Analisa
SWD 6
Sulzer 4 Sulzer 5
0
(50 59’ 0
(50 59’
TM
(500 59’ Baku Acuan
No. Parameter 46,63” LU 47,02” Satuan
47,08” LU Mutu Metode
- LU -
-
950 12’ 950 12’
950 12’
10,25” 10,27”
10,28”
BT) BT)
BT)
1. SO2 ≤1 ≤1 ≤1 mg/m3 800 Turbidimetri
2. NO2 86,25 356,21 594,22 mg/m3 1000 Salzmant
3. CO 439,2 622,1 779,51 mg/m3 600 Gas Analyzer
4. Partikulat - - - mg/m3 1000 Gravimetri
5. Opasitas 12 10 11 % 20 Visual
Waktu
6. Malam Malam Malam Malam
Sampling
7. Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah
Hasil Analisa
6 TM BW
(500 59’ 43,8” Baku Acuan
No. Parameter Satuan
LU - Mutu Metode
950 12’ 12,3”
BT)
1. SO2 ≤1 mg/m3 800 Turbidimetri
2. NO2 481,42 mg/m3 1000 Salzmant
3. CO 388,35 mg/m3 600 Gas Analyzer
4. Partikulat - mg/m3 1000 Gravimetri
5. Opasitas 8 % 20 Visual
Waktu
6. Malam Malam
Sampling
7. Cuaca Cerah Cerah
Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh
Hasil pengukuran kualitas emisi gas buang dari ke empat mesin PLTD Lueng Bata
yang beroperasi pada saat evaluasi dilakukan, menunjukkan bahwa emisi gas buang yang
dihasilkan oleh kelima mesin pembangkit masih memenuhi baku mutu kualitas emisi gas
buang yang ditetapkan Permen LH Nomor 21 tahun 2008.
Gambar 2.11 Grafik Kecendrungan konsentrasi CO (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong
Gambar 2.12 Grafik Kecendrungan konsentrasi NO2 (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong
Gambar 2.13 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong
Gambar 2.14 Kecendrungan konsentrasi Partikulat (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong
Tri Wulan IV Tahun 2009 hingga Tri Wulan I Tahun 2011 pada cerobong seperti yang
terdapat pada Gambar 2.11 - Gambar 2.14 cenderung menurun dan konstan.
Hal ini menunjukkan bahwa emisi gas buang dari pengoperasian mesin
pembangkit di PLTD Lueng Bata tidak memberikan dampak negatif terhadap kualitas
lingkungan di sekitarnya. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa vegetasi darat (flora)
yang tumbuh pada lingkungan PLTD dan sekitarnya tidak memperlihatkan adanya gejala-
gejala kematian atau kelainan pertumbuhan akibat pencemaran udara. Walaupun
demikian, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata tetap harus mempertahankan
dan meningkatkan pengelolaan lingkungannya, dengan cara:
(1) Merawat kualitas pemeliharaan mesin secara reguler untuk mereduksi kebocoran
minyak/pelumas di dalam proses pembakaran dan meningkatkan efisiensi
pembakaran bahan bakar solar (hal ini dapat terjadi terkendala dengan jenis dan
umur mesin yang sudah tua), dan
(2) Meningkatkan perawatan dan peremajaan pohon (sejenis cemara, jati, mahoni, dan
lainnya) di sekitar bantaran Krueng Aceh, baik pada sisi PLTD maupun sisi Desa
Pango Raya.
B.1.3 Kebisingan
B.1.3.1 Kebisingan di ruang PLTD Lueng Bata
Intensitas kebisingan di ruang mesin PLTD Lueng Bata diperlihatkan pada Tabel 2.7. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa intensitas kebisingan pada jarak 5 – 15 m dari sumber
(mesin pembangkit) nilainya tinggi dan berisiko terhadap kesehatan pekerja. Dampak atas
tingginya kebisingan ini yang lebih merasakannya adalah para pekerja dan karyawan
PLTD. Oleh karena itu, pekerja yang berinteraksi dengan ruangan mesin ini harus
mematuhi SOP dan dilengkapi dengan earplug sehingga dapat mencegah terjadinya
kerusakan gendang telinga. Ruang operator kedap suara yang telah dirancang, harus
benar-benar digunakan oleh operator pada saat melakukan aktivitasnya. Hal ini juga
merupakan prioritas utama dalam pengawasan pihak manajemen PLTD Lueng Bata
terhadap pekerja dan karyawan PLTD.
5 meter
(050 59’ Dalam Ruang Sound Level
3. 44,2” LU – 86,64 Mesin
85 dB (A)
Meter
950 12’
9,6” BT)
Malam Hari
15 meter
(050 59’ Luar Ruang Sound Level
4. 40,8” LU –
0
74,55 Mesin
85 dB (A)
Meter
95 12’
70,9” BT)
Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh
Pada saat pemantauan dilakukan, setiap orang yang akan memasuki kawasan
mesin pembangkit wajib memakai peralatan keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap
karyawan memakai earplug dan menempati ruang kedap suara dalam melakukan
aktivitasnya. Sumber kebisingan utama di PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah
dari mesin pembangkit listrik, diikuti oleh sistem air pendingin (cooler), radiator, dan
blower turbo charger.
Gambar 2.15 Grafik Evaluasi kecendrungan kebisingan (dBA) dalam jarak 1000 m
Pada waktu survey persepsi masyarakat benar bahwa masyarakat sudah terbiasa
dengan kebisingan dari operasi PLTD ini, tetapi sudah mulai berkurang. Hal ini juga
dipengaruhi oleh arah angin, mengingat angin sebagai faktor yang mempengaruhi
distribusi suara.
Sedangkan pada jarak 500 m dari lokasi PLTD tingkat kebisingan yang terjadi di
semua lokasi pengukuran masih melebihi baku mutu untuk daerah pemukiman 55 dB(A).
Gambar 2.16 Grafik Evaluasi kecendrungan kebisingan (dBA) dalam jarak 500 m
Keadaan ini perlu diperhatikan oleh pihak PLTD dengan terus memperbaiki sistem
peredaman mesin PLTD dengan baik. Dengan metode Sabuk Hijau (Green Belt). Jenis
pohon yang lebat perlu ditanam meredam suara mesin pembangkit listrik PLTD Sektor
Pembangkitan Lueng Bata. Pohon-pohon yang ditanami selama ini perlu dirawat terutama
pohon-pohon yang rimbun daunnya untuk meredam kebisingan.
bahwa kualitas keluaran limbah cair dari OUTLET IPAL PLTD Lueng Bata telah mereduksi
kandungan minyak/lemak dan parameter lainnya. Dengan kata lain, pihak manajemen
PLTD Lueng Bata telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik, terbukti
dari hasil pengujian sampel analisa air limbah cair dari OUTLET PLTD yang masuk ke
badan air Sungai Krueng Aceh. Kualitas limbah cair yang dihasilkan tidak berpengaruh
terhadap lingkungan karena masih berada dibawah baku mutu. Hasil ini dapat dijelaskan
dengan melihat evaluasi kualitas Limbah Cair PLTD pada badan air pada Tabel 2.8 sampai
Tabel 2.10.
Tabel 2.8 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hulu Sungai Krueng Aceh
Hasil Analisa
Hulu
Sungai Baku Mutu
No. Parameter Krueng PP No. Satuan Acuan Metode
Aceh 82/2001
(050 41’ 28,6”
0 Kelas II
LU – 95 76,6’
35,6” BT)
1. pH 7,76 6–9 Potensiometri
0
2. Suhu 26,3 Dev 3 C Potensiometri
3. TSS 15 50 mg/L Photometric
4. TDS 104,5 1000 mg/L Konduktimetri
5. Cl2 0,01 (-) mg/L DPD Method
6. BOD5 0,1 50 mg/L JIS K-0102-21
Colorimetric
7. TOC 1,1 100 mg/L
Determination
8. DO 6,03 4 (min) mg/L JIS K-0102-24
9. NH3-N 0,5 (-) mg/L Salicylate Method
Minyak &
10. < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2
Lemak
11. Fe 0,072 (-) mg/L Atomisasi
12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi
13. Mn 0,038 (-) mg/L Atomisasi
Jml/100
14. Total Coliform 7 0,03 MPN
ml
Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh
Tabel 2.9 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hilir Sungai Krueng Aceh
Hasil Analisa
Hilir
Sungai Baku Mutu
No. Parameter Krueng PP No. Satuan Acuan Metode
Aceh 82/2001
(050 15’ 28,6”
0 Kelas II
LU – 95 20’
07,8” BT)
1. pH 7,77 6–9 Potensiometri
0
2. Suhu 26,3 Dev 3 C Potensiometri
Hasil Analisa
Hilir
Sungai Baku Mutu
No. Parameter Krueng PP No. Satuan Acuan Metode
Aceh 82/2001
(050 15’ 28,6”
0 Kelas II
LU – 95 20’
07,8” BT)
3. TSS 46 50 mg/L Photometric
4. TDS 105 1000 mg/L Konduktimetri
5. Cl2 0,02 (-) mg/L DPD Method
6. BOD5 0,2 50 mg/L JIS K-0102-21
Colorimetric
7. TOC 2,4 100 mg/L
Determination
8. DO 6,06 4 (min) mg/L JIS K-0102-24
9. NH3-N 0,67 (-) mg/L Salicylate Method
Minyak &
10. < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2
Lemak
11. Fe 0,64 (-) mg/L Atomisasi
12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi
13. Mn 0,0832 (-) mg/L Atomisasi
Jml/100
14. Total Coliform 11 5000 MPN
ml
Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh
Tabel 2.10 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah pada titik pertemuan air limbah
dari OUTLET PLTD dengan Sungai Krueng Aceh
Hasil Analisa
Titik
Pertemuan
Sungai dan Baku Mutu
No. Parameter OUTLET PP No. Satuan Acuan Metode
PLTD 82/2001
(050 49’ 50,8” Kelas II
LU – 950 11’
40,3” BT)
1. pH 7,85 6–9 Potensiometri
2. Suhu 26,3 Dev 3 0
C Potensiometri
3. TSS 57 50 mg/L Photometric
4. TDS 113 1000 mg/L Konduktimetri
5. Cl2 0,04 (-) mg/L DPD Method
6. BOD5 0,94 50 mg/L JIS K-0102-21
Colorimetric
7. TOC 2,1 100 mg/L
Determination
8. DO 6,12 4 (min) mg/L JIS K-0102-24
9. NH3-N 0,71 (-) mg/L Salicylate Method
Minyak &
10.
Lemak
< 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2
11. Fe 0,65 (-) mg/L Atomisasi
Hasil Analisa
Titik
Pertemuan
Sungai dan Baku Mutu
No. Parameter OUTLET PP No. Satuan Acuan Metode
PLTD 82/2001
(050 49’ 50,8” Kelas II
LU – 950 11’
40,3” BT)
12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi
13. Mn 0,0624 (-) mg/L Atomisasi
Jml/100
14. Total Coliform 7,00 5000
ml
MPN
Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh
Kemudian untuk parameter BOD dari Grafik pada Gambar 2.18 trend grafiknya
cenderung menurun di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran sebelumnya (Tri Wulan IV
2010). BOD pengukuran TW IV masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu
50 mg/L.
Kemudian untuk parameter COD dari Grafik pada Gambar 2.19 trend grafiknya
turun pada pengukuran di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran Tri Wulan IV 2010. COD
pengukuran TW III masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L.
Selanjutnya untuk parameter TDS dari grafik pada Gambar 2.20 trend grafiknya
cenderung menurun di pengukuran Tri Wulan I 2011. TDS pengukuran TW I 2011 masih
jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L. Khusus untuk Trend III,
yang mewakili daerah hulu; pergerakan trend TDS cenderung konstan. Karena tidak
dipengaruhi oleh buangan limbah dari PLTD.
Selanjutnya untuk parameter TSS dari Grafik pada Gambar 2.21 pada TW I 2011
khusus untuk pengambilan di titik pertemuan Outlet dengan air sungai (titik I) dan di titik
II (hilir sungai), trend grafiknya naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya dan
untuk titik I, nilainya di atas baku mutu. Sedangkan di titik 3 (hulu sungai) hasil
pengukuran TSS masih jauh dibawah baku mutu.
Selanjutnya untuk parameter DO dari Grafik pada Gambar 2.22 trend grafiknya
cenderung sama baik di hulu, di hilir dan pada pertemuan Outlet dengan Badan Air. Trend
DO di pengukuran TW I 2011 semuanya naik. Hasil pengukuran DO 2 periode terakhir
masih dibawah baku mutu.
Selanjutnya untuk parameter suhu air dari Grafik pada Gambar 2.23 trend grafik
suhu cenderung turun secara konstan pada pengukuran TW I 2011. Deviasi suhu secara
keseluruhan <3, jadi masih dibawah baku mutu.
Selanjutnya untuk parameter Amonia (NH3) dari Grafik pada Gambar 2.24 trend
grafik Amonia di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air naik pada
pengukuran TW I 2011.
Selanjutnya untuk parameter Cl2 dari Grafik pada Gambar 2.25 trend grafik Cl2 di
hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air konstan dan jauh dibawah baku
mutu.
Selanjutnya untuk parameter Minyak dan Lemak dari Grafik pada Gambar 2.26
trend grafiknya baik di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air pada
pengukuran TW I 2011 menurun tajam dan di bawah baku mutu.
Gambar 2.26 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Badan Air
Keterangan:
I. Pertemuan Outlet dengan Badan Air Penerima
II. Hilir Sungai
III. Hulu Sungai
Jadi dapat disimpulkan dari semua parameter limbah cair yang dianalisa menunjukkan
bahwa penangan limbah cair PLTD yang dibuang ke badan air sudah semakin baik dari
sebelumnya.
Tabel 2.12 Perkembangan Kualitas air keluaran IPAL PLTD (OUTLET IPAL PLTD)
Hasil Uji Hasil Uji Hasil Uji Hasil Hasil
Triwulan Triwulan Triwulan Uji Uji Baku Mutu
I Maret II Mei III Triwula Triwula
No Parameter Unit
2010 2010 Agustus n IV n I
2010 Des. Maret 1 2
2010 2011
6–
1 Keasaman (pH) - 7,29 8,87 8,76 8,04 9
6–9
Gambar 2.27 Grafik Evaluasi kecenderungan Suhu Limbah Cair di Outlet IPAL
Dari analisa kecenderungan grafik (trend), untuk parameter TDS trend grafik
menunjukkan bahwa pada pengukuran TW I 2011 trend-nya naik. Kadar TSS-nya masih
jauh dibawah baku mutu yang berlaku.
Gambar 2.28 Grafik Evaluasi kecenderungan TDS Limbah Cair di Outlet IPAL
Begitu juga trend grafik TSS seperti yang terdapat pada Gambar 2.29
kecenderungan grafik (trend) untuk parameter TSS menunjukkan bahwa pada
pengukuran TW I 2011 trend-nya naik tajam.
Gambar 2.29 Grafik Evaluasi kecenderungan TSS Limbah Cair di Outlet IPAL
Gambar 2.31 Grafik Evaluasi kecenderungan NH3 Limbah Cair di Outlet IPAL
Untuk grafik kecenderungan Cl2, trend-nya konstan di TW I 2011. Kadar Cl2 masih
jauh dibawah baku mutu yang berlaku.
Gambar 2.32 Grafik Evaluasi kecenderungan Cl2 Limbah Cair di Outlet IPAL
Untuk grafik kecenderungan DO, trend-nya naik di angka 5,4 pada TW I 2011.
Gambar 2.34 Grafik Evaluasi kecenderungan BOD Limbah Cair di Outlet IPAL
Gambar 2.35 Grafik Evaluasi kecenderungan COD Limbah Cair di Outlet IPAL
Gambar 2.36 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Limbah Cair di
Outlet IPAL
Untuk grafik kecenderungan Minyak dan Lemak, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil
pengkuran Minyak dan Lemak masih jauh dibawah baku mutu.
B.1.4.5 Limbah B3
Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator bekas. Bahan
ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal mesin genset.
Pengelolaan limbah padat B3 ini telah sesuai dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
No. 036.K/DIR/2009 yang dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan
sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga untuk didaur ulang.
Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas bekas yang dipakai
untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil pengolahan IPAL PLTD.
Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat
pengumpulan sementara dengan mengacu kepada Kep. Kepala Bapedal No.
1/Bapedal/09/1995 dan No. 2/Bapedal/09/1995, serta Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
No. 036.K/DIR/2009, yang selanjutnya diserahkan untuk diolah dan dikelola oleh badan
pengumpul yang memenuhi persyaratan pengumpul. Badan pengumpul yang ditunjuk oleh
PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah CV. Arum, Medan. Dokumen pelaksanaan
pengelolaan limbah B3 ini dilampirkan pada Lampiran 10.
B.2 Biologi
Salah satu bidang yang terkena dampak penting (dampak positif dan negatif) dari
pengoperasian PLTD Lueng Bata adalah bidang biologi. Flora, fauna, dan biota perairan
merupakan komponen biologi yang akan menerima dampak yang ditimbulkan karena
pengoperasian PLTD tersebut. Untuk meningkatkan dampak positif dan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan hidup maka dilakukan kegiatan RKL dan RPL.
B.2.1 Flora
Hasil pemantauan flora pada semua kelompok baik herba, semak dan pohon yang
dilakukan pada saat ini di kawasan PLTD Lueng Bata memperlihatkan tidak adanya
perbedaan indeks keanekaragaman yang menyolok dari pemantauan sebelumnya yang
dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. Namun apabila ditinjau dari segi komposisi
spesies mengalami perubahan meningkat untuk kelompok herba dan semak, serta dari
kelompok pepohonan cenderung stabil. Indeks keanekaragaman pada kelompok herba
terjadi peningkatan dari 3.397 menjadi 4,53. Demikian juga halnya pada kelompok semak,
indeks keanekaragaman meningkat dari 2.535 menjadi 2.6. Nilai indeks keanekaragaman
herba dan semak digolongkan kepada kategori sedang menuju tinggi. Kondisi ini
mencerminkan keadaan vegetasi herba dan semak berada dalam kondisi cukup baik dan
perlu dipertahankan untuk masa mendatang.
B.2.1.1 Herba
Berdasarkan kepada Indeks Nilai Penting (INP) maka jenis herba yang paling
dominan adalah dari jenis rumput gajah (Penisetum purpureum) dan tebu (Saccharum
officinarum) seperti diilustrasikan masing-masing pada Gambar 2.12 dan 2.13. Kedua jenis
dari famili Poaceae ini merupakan kelompok herba yang dibudidayakan oleh masyarakat
sekitar pada kedua sisi bantaran Krueng Aceh yang bersisian dengan PLTD Lueng Bata.
Pembudidayaan rumput gajah adalah untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak para
penduduk setempat. Namun tebu ditanam untuk penambahan pendapatan masyarakat
sekitar dengan cara dijual sebagai sumber bahan baku pembuatan air tebu, dan gula tebu.
Jenis dari kelompok herba non budidaya yang dominan adalah Desmodium adscendens
dan Desmodium triflorum dari famili Fabaceae. Jenis ini sangat berguna untuk
meningkatkan kesuburan tanah dengan cara menambat Nitrogen bebas melalui akar yang
bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium.
Gambar 2.37 Rumput gajah (Penisetum Gambar 2.38 Semak Belukar herba dominan
purpureum) herba dominan pada bantaran pada bantaran Krueng Aceh dekat PLTD
Krueng Aceh dekat PLTD
B.2.1.2 Semak
Kelompok semak berdasarkan nilai INP yang diperoleh dari masing-masing jenis
maka diketahui jenis yang paling dominan adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca) dari
famili Musaceae (Gambar 2.14) dan ubi kayu (Manihot utilissima) dari family
Euphorbiaceae. Sama halnya dengan kelompok herba, pada kelompok semak ini jenis-jenis
yang dominan adalah jenis dari tumbuhan budidaya. Jenis dari kelompok semak non
budidaya yang memiliki nilai INP paling besar adalah tanaman seri (Montingia calabura)
dari famili Elaeocarpaceae yang tumbuh secara liar pada bantaran sungai (Gambar 2.16).
B.2.1.3 Pohon
Kelompok tumbuhan yang ada di sekitar PLTD masih jenis tumbuh-tumbuhan
sebelumnya dari tahun-tahun sebelumnya. Jenis yang dominan dari kelompok ini adalah
mangga (Mangifera indica), Kelapa (Cocos nucifera), sukun (Arthocarpus comunis), pinang
(Areca catechu) dan nangka (Arthocarpus integra).
Gambar 2.40 Pohon Sukun (Arthocarpus Gambar 2.41 Pohon Mahoni tepat di
comunis) tepat di belakang cerobong belakang cerobong PLTD
PLTD
Kelompok pohon lainnya adalah pohon budidaya yang ditanam secara khusus oleh
pihak PLTD untuk mengurangi dan menghalangi pencemaran asap dalam jangkauan yang
lebih luas. Kelompok ini terdiri dari Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Mahoni
(Swietenia macrophila dan S. mahagoni) dan Jati (Tectona grandis). Pepohonan ini
ditanam disepanjang pinggir jalan yang bersisian dengan cerobong asap dari PLTD Sektor
Pembangkitan Lueng Bata (Gambar 2.19 – 2.21). Cemara laut sebagai pohon yang sangat
dominan dipilih dengan pertimbangan memiliki daun berbentuk jarum dengan struktur
yang sangat rapat sehingga sangat direkomendasikan sebagai pohon penghalang
pencemaran disekitar pabrik yang menghasilkan gas buangan dalam bentuk asap dan
debu. Selain itu jenis ini juga bisa mengurangi perambatan suara yang dihasilkan oleh
deru mesin seperti mesin PLTD. Penanaman pepohonan ini akan mengurangi dampak
negatif yang dihasilkan dari aktifitas PLTD tersebut.
Gambar 2.42 Pohon Cemara Laut yang di Gambar 2.43 Pohon Jati yang di belakang
belakang cerobong asap PLTD cerobong asap PLTD di sisi jalan dan di
pinggir Sungai Krueng Aceh
Di sisi yang lain, rendahnya kehadiran jenis-jenis tertentu pada kelompok semak
dan pohon disebabkan oleh rendahnya nilai ekonomis atau nilai ekologis yang dihasilkan
oleh jenis tersebut. Dengan demikian manusia tidak tertarik untuk mengembangkan
tanaman tersebut sebagai tanaman budidaya baik di tempat yang berdekatan dengan
PLTD Lueng Bata maupun di tempat lain yang jauh dari PLTD ini.
B.2.2 Fauna
B.2.2.1 Mamalia
Pemantauan terhadap fauna atau hewan pada lokasi sekitar PLTD Lueng Bata
dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu mamalia, aves, dan reptil. Kelompok
mamalia yang diamati adalah kelompok hewan budidaya dan kelompok hewan liar. Dari
hasil pemantaun diketahui bahwa ada 9 (sembilan) jenis mamalia dari kedua kelompok
tersebut hadir di lokasi pemantaun. Dari semua jenis ini ada 4 (empat) jenis yang
merupakan hewan peliharaan (budidaya) seperti sapi (Bos taurus), anjing (Canis canis),
Kambing (Capra sp) dan Kucing (Felis domesticus). Jenis hewan yang ditemukan pada
pemantauan terdahulu juga dijumpai pada pemantau yang sekarang.
Pencatatan kehadiran jenis dari mamalia ini didasarkan kepada hasil pengamatan
observer pada saat pemantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat
sekitar. Hal ini dilakukan karena sifat hewan yang bergerak bebas (mobile) dan sifatnya
yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Selain itu pemantauan dilakukan pada
siang hari sehinggga hewan-hewan yang mempunyai waktu aktif pada malam hari
(nokturnal) akan luput dari pantauan observer.
Pemantauan terhadap mamalia ini hanya mampu mendapatkan hasil yang rendah.
Diduga mamalia liar yang terdapat pada lokasi PLTD ini lebih banyak dari hasil yang
ditemukan sekarang. Terbatasnya waktu pemantauan yang ada merupakan salah satu
sebab dari rendahnya jumlah spesies mamalia yang terpantau dari lokasi pengamatan.
Tingkat sensitivitas hewan mamalia yang tinggi juga menjadi sebab lainnya dari rendahnya
angka perjumpaan satwa tersebut dengan observer.
B.2.2.2 Aves
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kelas Aves (unggas/burung) yang
dilakukan di lokasi sekitar PLTD Lueng Bata dijumpai sebanyak 19 (sembilan belas) jenis
unggas/burung. Dari semua jenis unggas/burung ini termasuk ke dalam 13 (tiga belas)
famili. Secara umum unggas/burung ini dapat digolongkan ke dalam kelompok hewan
peliharaan dan hewan liar. Kelompok hewan unggas/ burung peliharaan umumnya Ayam
(Gallus gallus), Itik (Anas sp) dan Merpati (Columba livia). Disisi yang lain, kelompok
unggas/burung yang termasuk ke dalam unggas liar adalah burung yang hidup secara
bebas di alam. Dari kelompol liar ini beberapa diantaranya termasuk ke dalam daftar
hewan yang dilindungi yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis yang kurang
tersedianya informasi, endemik, sebaran terbatas, dan terancam punah. Penentuan
unggas/burung dilindungi dari laporan ini mengacu kepada Buku Burung-Burung di
Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan yang ditulis oleh John MacKinno, dkk yang diterbitkan
oleh Puslitbang Biologi LIPI, Indonesia.
Ada 8 (delapan) jenis unggas/burung yang dilindungi yang berhasil didata dari
lokasi pengamatan di sekitar PLTD Lueng Bata. Untuk unggas/burung yang dilindungi ini
harus diberikan perhatian yang khusus oleh pihak pelaksana kegiatan (PLTD Lueng Bata)
terhadap kelestarian dari hewan ini. Penyediaan habitat yang sesuai untuk masing-masing
unggas/burung dilindungi ini akan menjamin kelestariannya. Namun perusakan habitat dan
penangkapan unggas/burung ini akan mengganggu populasi dari unggas/burung tersebut.
Hal ini akan mengakibatkat penurunan populasi mereka di habitat alami.
Apabila dibandingkan hasil pemantauan terdahulu pada lokasi yang sama maka
diperoleh hasil yang sama dari sebelumnya. Jumlah spesies yang ditemui tidak mengalami
peningkatan dari 19 jenis. Namun tidak semua jenis yang ditemui sebelumnya juga
ditemui pada pemantauan sekarang. Ada beberapa jenis yang tidak terpantau lagi seperti
burung raja udang (Halcyon chloris) dan burung walet sarang putih (Collocalia fuchipaga).
Namun ada juga beberapa jenis baru yang berhasil dijumpai pada pemantauan kali ini
seperti raja udang (Alcedo atthis) dan belibis kembang (Dendrocygna arquata). Meskipun
jumlah spesies yang ditemui lebih banyak dari sebelumnya namun Indeks
keanekaragaman mengalami penurunan. Indeks keanekaragaman pemantauan terdahulu
adalah 2.525 sedangkan pemantauan sekarang adalah 2.228. Hal ini terjadi karena jumlah
individu yang berhasil dijumpai lebih sedikit dari sebelumnya. Mengacu kepada indeks
keanekaragaman yang diperoleh (2.228) maka lokasi ini memiliki kekayaan unggas/burung
dalam katagori sedang sehingga pemeliharaan kelompok flora/tumbuhan akan mampu
mempertahankan jumlah populasi burung/unggas di wilayah ini.
B.2.2.3 Reptil
Reptil yang berhasil terpantau dari lokasi pengamatan adalah sangat rendah.
Singkatnya waktu pengamatan menjadi salah satu penyebab rendahnya perjumpaan
dengan hewan reptil. Wawancara dengan penduduk yang mendiami wilayah ini juga telah
dilakukan untuk menambah informasi tentang kekayaan jenis reptil pada wilayah ini.
Informasi yang berhasil didapat ternyata ada 6 hewan reptil yang biasa dijumpai pada
lokasi yang berdekatan dengan PLTD Lueng Bata. Namun observer meyakini jenis reptil
yang lain juga bisa ditemui disini, misalnya saja jenis ular yang berbeda.
B.2.3.1 Plankton
Plankton merupakan salah satu biota perairan yang hidupnya sangat dipengaruhi
oleh arus air. Makhluk hidup ini terdiri atas fitoplankton dan zooplanton yang mempunyai
ukuran tubuh sangat kecil. Plankton sangat rentan terhadap perubahan lingkungan tempat
hidupnya. Para ahli ekologi juga menggunakan indikator komposisi jenis dari plankton
pada suatu perairan untuk menentukan apakah suatu perairan masih dalam keadaan baik
ataukah sudah dalam keadaan tercemar. Pencemaran ini dapat bersumber dari aktivitas
manusia dan dapat juga terjadi akibat faktor alam.
di sekitar saluran pembuangan limbah cair adalah 2,07. Nilai indeks keanekaragaman pada
bagian hilir dari saluran pembuangan limbah cair PLTD ini adalah 2,218. Ini dapat
diterjemahkan bahwa pada ketiga titik pengambilan sampel memiliki indeks
keanekaragaman plankton dalam ukuran sedang. Jumlah kelimpahan individu per-liternya
pada ketiga titik sampel secara berturut turut dari hulu ke titik pertemuan dan ke hilir
adalah 39; 27; dan 20 individu per liter. Ini mempunyai makna bahwa sebaran individu
antar jenis yang terdapat di perairan Krueng Aceh yang berlokasi dekat saluran
pembuangan limbah PLTD Lueng Bata tersebar secara merata. Dengan demikian tidak
ditemui jenis plankton tertentu dalam jumlah yang sangat dominan. Plankton yang ditemui
adalah jenis-jenis yang biasa ditemui pada perairan yang tidak tercemar oleh bahan
beracun dan berbahaya (B3). Oleh karena itu, perairan Krueng Aceh yang berada pada
sekitar saluran pembuangan limbah cair PLTD Lueng Bata dapat dikategorikan perairan
yang bersih dari zat berbahaya.
B.2.3.2 Nekton
Nekton merupakan kelompok hewan yang bergerak bebas dan melayang-layang di
dalam air. Hewan yang termasuk nekton salah satunya adalah jenis ikan (pisces). Pada
umumnya komposisi nekton yang dijumpai terdiri dari ikan-ikan yang hidup di air tawar.
B.2.3.3 Makrobenthos
Komunitas makrobenthos merupakan kelompok organisme yang hidupnya
cenderung menetap di dasar perairan, baik berupa flora maupun fauna. Pada kelompok
fauna umumnya organisme yang hadir berperan sebagai organisme dekomposer yaitu
yang melakukan penghancuran terhadap bahan organik yang mengendap di dasar
perairan. Jenis-jenis organisme makrobenthos fauna yang dijumpai umumnya berupa
moluska yang dapat dikelompokkan sebagai Pelecypoda (bercangkang dua) dan
gastropoda (bercangkang satu).
Mata pencaharian penduduk pada kawasan PLTD Lueng Bata adalah pegawai negeri,
buruh bangunan, pedagang, dan sektor swasta. Penghasilan masyarakat setempat
tergolong menengah. Dengan keberadaan PLTD Lueng Bata telah men-trigger kawasan
sekitarnya sebagai salah satu sentra pertumbuhan ekonomi baru yang pesat di kota Banda
Aceh yang ditandai dengan banyak pembangunan kawasan pertokoan baru dan
munculnya industri perhotelan. Dalam upaya peningkatan taraf ekonomi masyarakat
sekitar, dirasa perlu juga pembinaan terhadap masyarakat lingkungan sekitar ke-4 desa
tersebut terhadap jiwa kewirausahaan(entrepreneurship skills) pada masa mendatang
sehingga akan menumbuhkan jiwa dan semangat berwirausaha yang kreatif dengan
memanfaatkan keberadaan PLTD Lueng Bata di kawasan mereka. Prospek
entrepreneurship ini dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antara warga komplek PLN
dengan masyarakat, yang pada gilirannya akan menambah harmonisasi kehidupan yang
terintegrasi dan kondusif dan terhindar dari gangguan keamanan.
Secara umum, masyarakat sekitar dapat memahami fungsi dan keberadaan PLTD
Lueng Bata yang berada di dekat pemukiman mereka. Dengan adanya fasilitas kelistrikan
ini, masyarakat dapat menikmati penerangan yang baik dan untuk kebutuhan rumah
tangga lainnya, bahkan dapat membantu dan menstimulir berbagai kegiatan
perekonomian mereka baik secara langsung (sebagai karyawan tetap, karyawan kontrak,
supplyer material dan jasa) maupun tidak langsung (seperti membuka warung atau
berjualan sampai malam, menjalankan berbagai usaha produksi skala kecil dan menengah
lainnya dan berkembangnya industri perhotelan di kawasan sekitar PLTD Lueng Bata.
Dampak pada sisi sosial juga dapat dirasakan, dengan keberadaan PLTD yang mensuplai
kebutuhan listrik, di mana masyarakat mendapat peluang untuk berinteraksi pada malam
hari lebih intensif dalam aktifitas sosial kemasyarakatan khususnya aktifitas keagamaan
dan budaya (pengajian dan shalat jamaah dan dalail khairat) dan melakukan kegiatan-
kegiatan sosial lainnya.
Persepsi masyarakat pada Tri Wulan III 2010 hampir sama dengan pada Tri Wulan
II 2010.
B.3.4 Kesehatan Masyarakat
Dari informasi yang diperoleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat, di 4 desa
di sekitar PLTD Lueng Bata yang dipantau, kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan
lingkungan di sekitar lingkungan PLTD Lueng Bata sampai saat ini cukup baik. Tidak kasus
penyakit dan gangguan kesehatan yang diperkirakan sebagai dampak negatif dari aktifitas
beroperasinya PLTD Lueng Bata.
Beberapa penyakit yang timbul lebih disebablan oleh karena kondisi penyehatan
lingkungan permukiman (PLP) masyarakat yang belum maksimal dan pola hidup yang
tidak sehat dari masyarakat setempat.
Tabel 2.14 Jumlah Kunjungan Penyakit ISPA dan Diare di Puskesmas, Pustu dan Polindes
Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011
ISPA DIARE
No. Unit Kerja
Januari Februari Januari Februari
1. Puskesmas Batoh 542 505 80 78
Puskesmas Ulee
2. 405 290 46 25
Kareng
3. Pustu Lueng Bata 98 104 15 16
Puskesmas Pango
4. 46 77 28 34
Raya
5. Polindes Pango Dayah 4 2 3 5
6. Polindes Cot Mesjid 10 19 6 7
Sebagai usaha mendeteksi secara dini kemungkinan adanya dampak negatif, pihak
manajemen PLN Sektor Pembangkit Lueng Bata telah melakukan kegiatan pemantauan
secara rutin Tabel 2.11 berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap sejumlah
sampel menurut parameter kualitas lingkungan yang direkomendasikan pada dokumen
RKL.