Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“DIFTERI”

DISUSUN OLEH :KELOMPOK 4


NAMA :
1. RESKI ANJELI NPM: PK 115 016 029
2. NOVITASARI NPM: PK 115 016 025
3. REYNALDI NPM: PK 115 014

SEKOLAH INGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA


PALU TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat-Nyalah


sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ada. Begitu pula
penyusun mengirimkan salam dan salawat atas junjungan Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kelemahan dan
kekurangan,baik dari pembahasan maupun isi didalamnya.Untuk itu, penyusun sangat
mengharapkan sumbangan pikiran dari Dosen dan teman-teman sekalian,baik saran
maupun kritik yang membangun penyusun.
Makalah yang berjudul “Difteri” ini dilakukan untuk memenuhi sala satu
tugas mata kuliah yang diberikan oleh dosen, sekaligus untuk menambah wawasan
pengetahuan peserta didik. Penyusun menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kerendahan hati dan keterbatasan serta satu harapan dan kenyakinan semoga dapat
bermanfaat dan bernilai ibadah disisi Allah SWT.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………....
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………….………..
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan ……………………………………………………………….…………
BAB II PEMBAHASAN
A. Isu Difteri.............................................................................................................
B. Pengertian............................................................................................................
C. Etiologi................................................................................................................
D. Perkembangan Frefensi penyakit Difteri.............................................................
E. Manifestasi klinis.................................................................................................
F. Pemeriksaan diagnostik.......................................................................................
G. Pencegahan..........................................................................................................
H. Tanda dan gejala .................................................................................................
I. Klasifikasi………………………………………………………………………
J. Komplikasi……………………………………………………………………..
K. Penatalaksanaa…………………………………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………... ….
B. Saran ………………………………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria
yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil,
Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring.
Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier
atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 %
kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama
permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari
kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat
penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri
sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan
buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit
difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk
meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut.
58Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap
penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud difteri?
2. Apa tanda dan gejalanya?
3. Bagamana penatalaksanaan medis?
4. Apa komplikasinya?
5. Bagaimana cara pencengahannya?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan difteri
2. Untuk mengetahui tanda dan gejalah difteri
3. Untuk mengetahui komplikasinya
4. Untuk mengetahui cara pencengahan
BAB II
PEMBAHASAN
A.isu Difteri
Beredar kabar terkait korban dan penyebab virus penyakit difteri,di
sebutkan kering jumlah korban,gejala difteri dan informasi kewaspadaan
tentang jenis makanan cabe bubuk yang penuh tikus yang menyebabkan
difteri.
Kasus difteri dikota semarang yang menyebabkan 2 anak meninggal di
warnai pesan hoax.pada pesan bohong itu di sebutkan daerah genuk
semarang masuk zona merah difteri.
B.Pengertian
1. Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan
oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan atau mukosa.
2. Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling
sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya
imunisasi aktif pada masa anak-anak dini.
(Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)
3. Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering
diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”.
(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)
4. Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari
corynebacterium diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian
atas murosasaluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang
dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai
tumbuhnya membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian saluran
pernafasan.
5. Difteri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium
diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan.
Difteri umumnya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar
bengkak, dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan
kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada
akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian.
6. Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tansil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-
kadang konjungtiva atau vagina.
C.Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini 4
ditularkan melalui percikan ludah yang dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang
biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan teksik yang
sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa
inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu
60oc selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air,
susu dan lender yang telah mengering.
Bakteri Penyakit

Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri


berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai
basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman,
Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915).
Klasifikasi ilmiah dari bakteri Corynebacterium diphtheriae adalah
Kingdom : Bakteri
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Keluarga : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Spesies : Corynebacterium diphtheriae
Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um,
tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C.
Diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh
pada suasana aerob.

C.Perkembangan Frefensi Penyakit Difteri

Difteri kembali mewabah di Indonesia. Kementerian Kesehatan bahkan


sudah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) karena penyakit
mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae ini
telah memakan puluhan korban jiwa setidaknya di 20 provinsi.

Data Kementerian Kesehatan menujukkan sampai dengan November


2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus
difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 diantaranya meninggal
dunia.Sementara pada kurun waktu Oktober hingga November 2017, ada 11
Provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri, antara lain di Sumatra
Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.
"Dari tadinya beberapa kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2009, saat
ini sudah 20 provinsi dengan 95 kabupaten," jelasnya.Prosentase meninggal 6,
sejak tahun 2015, jumlah kematian akibat difteri meningkat hingga 502 kasus.
Untuk tahun ini saja, sejak Januari hingga November tercatat lebih dari 590
kasus dengan prosentase kematian sekitar 6%.
D.Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil
akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata
atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan
corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel,
kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan
sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide
Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang
rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis
jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi
toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat
fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu
sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan
membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya
menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara
lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.

E.Manifestasi Klinis
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala
klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada
jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu
tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita
sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap
bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan
sesak dan strides, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan
yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau nefritis.

F..Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis,penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.
2. Pada urine terdapat albuminuria ringan.
G.Pencegahan
1. Umum
a. Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-
anak.
b. umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita
terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
2. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier
H.Tanda dan Gejala
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa
bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik
serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin
diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin)
Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor
lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada
daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita
pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan
sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain
tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
1. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai
gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan
kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
2. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari
timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil
dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke
laring dan trachea.
3. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
gejala obstruksi saluran nafas atas.
4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi
pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.

I.Klasifikasi
1. Difteria hidung
Gejalanya paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2%). Mula-mula
hanya tampak pilek, tetapi kemudian secret yang keluar tercampur sedikit
yang berasal dari pseudomembren. Penyebaran pseudomembran dapat pula
mencapai foring dan laring.
2. Difteria faring dan tonsil (difteria fausial)
Paling sering dijumpai (I 75%). Gejala mungkin ringan. Hanya
berupa radang pada selaput pada selaput lendir dan tidak membentuk
pseudomembran, dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada
penderita.
Pada penyakit yang lebih berat, mulainya seperti radang akut tenggorok
dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan pseudomembran yang
mula-mula hanya berapa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke
nasofaring atau ke laring, nafas berbau dan timbul pembengkakan kelenjar
regional sehingga leher tampak seperti leher sapi (bull neck)
Dapat terjadi salah menelan dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan faring. Hal ini disebabkan oleh paresisi
palatum mole. Pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan kadar
haemoglobin dan leukositosis, polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit
dan kadar albumin, sedangkan pada urin mungkin dapat ditemukan
albuminuria ringan.
3. Diftheria Laring dan trachea
Lebih sering sebagai penjalaran difteria faring dan tonsil (3 kali lebih
banyak dari pada primer mengenai laring. Gejala gangguan jalan nafas
berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat
timbul sesak nafas hebat. Slanosis dan tampak retraksi suprastemal serta
epigastrium. Pembesaran kelenjar regional akan menyebabkan bull neck.
Pada pemeriksaan laring tampak kemerahan sembab, banyak secret
dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan
payah sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trake ostomi
sebagai pertolongan pertama.
4. Diftheria Faeraneus
Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapat. Tan Eng Tie
(1965) mendapatlan 30% infeksi kulit yang diperiksanya megandung kuman
diphtheria. Dapat pula timbul di daerah konjungtiva, vagina dan umbilicus.
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding
belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan
anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal)
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan
pasien :
1. Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus
yang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila
tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utama
penularan.
2. Difteri faring (pharingeal diphtheriae) dan tonsil dengan gejala radang akut
tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat,
tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada
difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan
kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut
(faring).
3. Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisA
bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat
celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher.
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam
nyawa penderita akibat gagal nafas.

Gambar : Difteri laring


4. Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa
luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan
membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri,
pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa-apa.
J.Komplikasi
1. Aluran Pernafasan
Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio
2. Kardiovaskuler
Miokarditir akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini
3. Urogenital
Dapat terjadi Nefritis
4. Susunan daraf
Kira-kira 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi yang mengenai
system susunan saraf terutama system motorik
Paralisis / parese dapat berupa :
1. Paralasis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran
menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua.
2. Paralisis / paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan strabisinus
gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga.
3. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4, kelainan dapat
mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan
berbahaya bila mengenai otot pernafasan.
K.Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Mandiri
Terdiri dari : Perawatan yang baik, istirahat mutlak ditempat tidur, isolasi
penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya
komplikasi antara lain pemeriksaan EKG tiap minggu.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Anti Diphteria Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 untuk hari
selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan
mata bila ternyata penderita peka terhadap serum tersebut, maka harus
dilakukan desentitisasi dengan cara besderka
b. Antibiotika diberikan penisilan 50.000 untuk kgbb/hari sampai 3 hari
bebas panas. Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan
kloramfenikol 75 mm/kg bb/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya
komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan
prednison 2 mg/kkbb/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan
secara bertahap.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
racun corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak.
Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan
faring. Tetapi tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan
kerusakaan saraf dan juga jantung.
Pada serangan difteri berat akan ditemukan psudomembran, yaitu lapisan
selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri, dan bahan lainnya,
didekat tonsil dan bagian faring yang lain. Membrane ini tidak mudah robek dan
bewarna keabu-abuan. Jika membran ini dilepaskan secara paksa maka lapsan
lender dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan
saluran udaraaau secara tiba-tiba bias terlepas dan menyumbat saluran udara
sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.
Berdasarkan gejala dan ditemukanya membran inilah diagnosis
ditegakkan. Tidak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di faring dan
dibuatkan biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung
yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. Penularan
difteri dapat melalui kontak langsung seperti berbicara dengan penderita, melalui
udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita.
Tetapi sejak diperkenalkan vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus),
penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-
anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit
tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin akan lebih rentan terhadap
penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
B. Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka
disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang
merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10
tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi
booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian
mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es
karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi
tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan
badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan
yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus
bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.
Sedangkan untuk perawat, penderita dengan difteri harus diberikan isolasi
dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan
tidak terdapat lagi C. diphtheria 2x berturut-turut. Gunakan prosedur terlindungi
infeksi jika melakukan kontak langsung dengan anak (APD).
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall.2001.Buku Saku :Diagnosa keperawatan edisi: 8


Peneterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
2. Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3
penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
3. Staf pengajar Ilmu kesehatan Anak.2005.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:
FKUI
4. Betz L. C & Sowden A. L. (2009) Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5.
Jakarta : EGC.
5. Narendra, B.M, dkk. (2002). Tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi
pertama. Jakarta: IDAI.
6. Ngastiyah. (2005) Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.
7. Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi
pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
8. Hidayat A. A Alimul, (2008) Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.
9. Wong, D L . (2009). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Edisi keempat.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai