Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN KASUS General Anestesi Pada Sectio Cesaria Atas Indikasi

Perdarahan Antepartum

http://lukmanbeuse.blogspot.com/2012/03/laporan-kasus-general-
anestesi-pada.html

ABSTRAK
Dalam persiapan operasi, sebelum general anestesi dilakukan,
dilakukan evaluasi dan persiapan. untuk mengetahui status fisik pasien
praoperatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi, memilih jenis
atau teknik anestesi yang sesuai, dan meramalkan penyulit yang
mungkin akan terjadi selama operasi dan atau pasca bedah, serta
mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang
diramalkan. Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, hasil evaluasi
kemudian disimpulkan untuk menentukan prognosis pasien perioperatif.
The American Society of Anesthesiologists (ASA). Premedikasi ialah
pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Induksi
anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan
pembedahan. Selama proses anestesi berlangsung, status anestesi
dijaga agar anestesi tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal unuk
mempermudah jalannya operasi.

KASUS
Seorang wanita G3P1A0 32 tahun datang diantar bidan dengan
keterangan perdarahan antepartum suspek Placenta Previa Totalis.
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu,.
pasien merasa hamil 8 bulan kenceng-kenceng teratur belum dirasakan,
air ketuban belum dirasa keluar. Riwayat ANC di bidan. Vital Sign: TD:
120/80, Nadi : 80x/menit, RR: 20x/menit, t: 36,5 C Pemeriksaan
Obstetri: Perut membesar sesuai kehamilan. Palpasi: Teraba janin
tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala belum masuk PAP, his (-).
DJJ (+) 146 x/menit Pemeriksaan Dalam: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium: Hb 7,0 . Pasien akan dilakukan Sectio
Cesaria Emergency

DISKUSI
Pada kasus ini seorang wanita usia 32 tahun dilakukan operasi Sectio
Cesaria emergency atas indikasi perdarahan antepartum oleh karena
Placenta Previa Totalis. Teknik anestesi yang dilakukan adalah anastesi
umum (general anestesia) dengan metode semi-closedintubation
menggunakan pipa endotrakeal nomor 7. Pipa endotrakeal digunakan
(ET) digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan nafas.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar darah dari jalan
lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda anemis,
denyut jantung janin masih baik, presentasi kepala, dan karena curiga
placenta previa maka tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan Hb pasien.)
Pada pasien ini dikarenakan adanya penurunan nilai hasil laboratorium
pada Hb, maka status anestesi pasien adalah ASA 2 E(Pasien dengan
penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang)
Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional
anestesi karena pada pasien ini dilakukan operasi SC emergency
dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional anestesi akan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang terjadi
akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien, regional
anestesi juga dapat menyebabkan hipotensi padahal dengan Hb yang
rendah tubuh membutuhkan Oksigen lebih banyak untuk dialirkan ke
seluruh tubuh, hipotensi ini juga menyebabkan penurunan perfusi
plasenta sehingga ada kemungkinan janin mengalami hipoksia walau
sesaat, tapi akan menentukan APGAR scorenya, selain itu bila
menggunakan GA, anestesinya bisa lebih diperpanjang daripada teknik
SAB sehingga bisa digunakan pada operasi dengan durasi yang lama.
Sebelum dilakukan operasi, pasien diminta untuk puasa 6 jam
sebelumnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi lambung saat
dilakukan operasi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam.
Pramedikasi yang digunakan pada pasien adalah Odancentron 4
mg IV, Ketorolac 30 mg, dan Sulfas Atropin 0,25 mg.
Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah.
Ketorolac merupakan analgetika non opioid yang selain bersifat
analgetik juga bersifat antiinflamasi, antipiretik dan anti pembekuan
darah. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang sesuai kebutuhan,
namun penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk
menekan sekresi saliva, mukus bronkus dan keringat. Sulfas atropine
merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat yang dipersarafi
serabut pascaganglion kolinergik.
Induksi anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah
propofol.. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0,2 mg/kg.
Muscle relaxant yang digunakan adalah Scolin 60 mg intravena.
Suksinilkolin merupakan muscle relaxant depolarisasi. Dosisnya 1
mg/kg. pemberiannya untuk memudahkan pemasangan endotrakeal.
Maintenance yang digunakan adalah inhalasi dengan Enflurane 2
vol%, dan O2 2 liter / menit. Enflurane merupakan halogenasi eter dan
cepat populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar pada
penggunaan Halotan. Enflurane hanya dimetabolisme 2-8% oleh hepar
menjadi produk nonvolatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.
N2O 2 liter / menit diberikan setelah bayi dilahirkan. Pemberian
anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat
anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat
Tracrium (atrakurium besilat/ tramus) merupakan pelumpuh otot
sintetik dengan masa kerja sedang. Obat ini menghambat transmisi
neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka.
Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant dalam
anesthesia untuk mendapatkan relaksasi otot rangka terutama pada
dinding abdomen sehingga manipulasi bedah lebih mudah dilakukan.
Ketika bayi telah dilahirkan, kemudian dimasukkan midazolam 2
mg intravena dan N2O 2 vol %. Midazolam merupakan sedatif golongan
benzodiazepine. Selain sedasi, juga berefek hypnosis, pengurangan
terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi.
Dosis sedasi yang diberikan secara IV = 0,025-0,1 mg/kgBB. Midazolam
tidak digunakan sebagai premedikasi pada pasien hamil, namun
digunakan sebagai sisipan setelah bayi lahir, karena bila digunakan
sebagai premedikasi dapat menyebabkan bayi tertidur (sleeping baby)
yang menyebabkan nilai APGAR pada bayi menjadi jelek, Oxitocyn dan
methergin dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang
kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan..

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka:
Diagnosis Pre Operatif : Perdarahan antepartum suspek plasenta
previa totalis, Sekundigravida, hamil aterm, belum dalam persalinan.
Status Operatif : ASA 2 (Pasien dengan penyakit sistemik ringan
atau sedang)
Jenis Operasi : Sectio Cesaria

DAFTAR PUSTAKA
1. Boulton, Thomas dkk. 1994. Anestesiologi edisi 10. EGC: Jakarta
2. Latief, Said. 2004. Anestesiologi. EGC: Jakarta
PENULIS
Adhita Kartyanto (20040310010). Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
RSUD Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah
Narasumber

Anda mungkin juga menyukai