Anda di halaman 1dari 18

Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa TUTORIAL KLINIK

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

BABY BLUES SYNDROME

Disusun Oleh :
Tendri Ayu A. P. P. 1810029004
Dita Ambarsari 1810029021

Pembimbing :
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tutorial klinik
ini yang berjudul “Baby Blues Syndrome”. Tutorial klinik ini disusun untuk
melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Mulawarman RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.
KJ yang telah membimbing dan membantu dalam melaksanakan kepaniteraan dan
dalam menyusun tutorial klinik ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
tutorial klinik ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan masukan
dengan tangan terbuka.

Akhir kata kami berharap tutorial ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang Baby Blues Syndrome.

Samarinda, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ...................................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Bab 1 Pendahuluan .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 2
2.1. Definisi Baby Blues Syndrome ..................................................................... 2
2.2. Epidemiologi Baby Blues Sydrome .............................................................. 2
2.3. Etiologi dan Faktor Penyebab Baby Blues Syndrome .................................. 3
2.3. Patofisiologi Baby Blues Syndrome ............................................................. 5
2.3. Manifestasi Klinis Baby Blues Syndrome .................................................... 6
2.3. Diagnosa Baby Blues Syndrome ................................................................... 6
2.3. Diagnosa Banding Baby Blues Syndrome .................................................... 9
2.3. Tatalaksana Baby Blues Syndrome ............................................................. 11
2.3. Pencegahan Baby Blues Syndrome ............................................................. 12
Bab 3 Penutup ....................................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 14
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diperkirakan sebanyak 20 hingga 40% wanita melaporkan adanya
gangguan emosional dan disfungsi kognitif pada periode pasca melahirkan
(postpartum). Banyak dari wanita tersebut mengalami “baby blues” yaitu
suatu keadaan normal berupa kesedihan, disforia, dan sering menangis.
Perasaan ini dapat berlangsung selama beberapa hari, dikaitkan dengan
perubahan cepat kadar hormon wanita, stress saat melahirkan anak dan
kesadaran adanya peningkatan tanggung jawab sebagai ibu [1].
Sindrom ini dialami oleh hampir sekitar 15-85% ibu pasca
melahirkan. Baby blues syndrome perlu dibedakan dengan postpartum
depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan
sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu. Banyak faktor yang bisa
menyebabkan baby blues syndrome, yaitu: faktor dari ibu, bayi yang
dilahirkan dan lingkungan sekitar. Kelelahan saat melahirkan, kesulitan
menyusui, trauma melahirkan dan depresi saat mengandung dan canggung
mengurus bayi adalah beberapa contoh faktor yang berasal dari ibu. Faktor
kesulitan menyusui dan canggung mengurus bayi biasanya terjadi pada
kelahiran pertama, hal ini dikarenakan sang ibu belum terbiasa dan
berpengalaman mengurus bayi. Bahkan ada beberapa ibu yang takut
menyentuh bayinya karena melihat bayinya sangat kecil dan rapuh. Faktor
hormon juga berpengaruh dalam terjadinya sindrom ini, dimana perubahan
keseimbangan hormon akibat melahirkan membuat ketidak-seimbangan
emosi dari sang ibu. Kondisi dari bayi yang baru lahir merupakan faktor
yang berasal dari sang bayi, contohnya saja: bayi lahir dengan berat badan
rendah atau bayi lahir dengan kondisi yang tidak normal. Faktor dari
lingkungan dapat berasal dari mertua, tetangga bahkan suami atau ayah
bayi sendiri [2, 3, 4].

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Baby Blues Syndrome


Baby blues atau maternal blues atau postpartum blues adalah suatu
gangguan mood transien atau sementara dengan karakteristik labilitas
mood, kesedihan (sadness), dysphoria, kebingungan yang subjektif dan
sering menangis. Dimana keadaan ini dapat bertahan beberapa hari (3-5
hari), perubahan tingkat hormonal secara cepat dianggap sebagai
penyebab, selain itu stress diakibatkan kelahitan anak serta kesadaran
akan bertambahnya tanggung jawab sebagai ibu. Kondisi baby blues yang
bertahan selama lebih dari 2 minggu dapat mengindikasi terjadinya
depresi postpartum [1].

2.2. Epidemiologi Baby Blues Syndrome


Sekitar 70% dari semua ibu yang melahirkan pernah mengalami
baby blues, dan sekitar 10%-20% dari ibu yang baru melahirkan
mengalami postpartum depression. Secara global diperkirakan 20% wanita
melahirkan mengalami baby blues. Di Asia kejadian baby blues bervariasi
antara 23%-85%. Di Indonesia angka kejadian baby blues mencapai 50%-
70% Diperkirakan gejala-gejala awal baby blues muncul hari ketiga
sampai keenam setelah melahirkan dan gejala dapat hilang perlahan
dikarenakan proses adaptasi yang baik dan dukungan keluarga [5, 6].
Lebih dari 50% ibu mengalami depresi sebelumnya setelah
melahirkan anak akan mengalami depresi kembali pada kelahiran
berikutnya. Wanita akan lebih rentan mengalami baby blues apabila telah
mengalami depresi atau memiliki gejala mood premenstruasi sebelum
hamil. Akan terjadi peningkatan risiko untuk berkembang menjadi
postpartum depresi sekitar 10 sampai 25% pada wanita yang sebelumnya
mengalami depresi dan juga pada wanita yang mengidap bipolar (manic-
depressive illness). Ibu yang melahirkan anak dengan berat badan
dibawah normal cenderung 3,64 kali lebih berisiko mengalami baby blues

2
dibandingakan dengan ibu yang melahirkan anak dengan berat lahir
normal [1].

2.3. Etiologi dan Faktor Penyebab Baby Blues Syndrome


Penelitian menunjukkan penyebab baby blues syndrome adalah
faktor hormonal yang akan mempengaruhi keadaan kimiawi otak. Itu
merupakan proses biologis dan bukan merupakan kesalahan seorang ibu
atau bergantung pada kepribadian yang lemah. Kondisi ini ditunjukkan
dengan peningkatan respon emosi. Ibu baru menunjukkan mood yang
berubah, mudah menangis, gelisah, mudah marah, kesulitan tidur dan
merasa tidak sehat [1].
Etiologi dari baby blues tidak dipahami dengan baik, banyak
penelitian telah meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama
persalinan dan periode postpartum langsung serta faktor-faktor
psikososial dan kepribadian. Umumnya diyakini perubahan dasar biologis
diakibatkan penurunan mendadak hormon ovarium setelah melahirkan
yaitu estradiol dan progesteron tertentu [7].
Berikut faktor risiko terjadinya baby blues [8, 9]:
 Keseimbangan hormonal
Peningkatan hormon estrogen dan progesteron secara tajam
terjadi saat kehamilan, namun pada minggu-minggu setelah
melahirkan terjadi penurunan yang lebih dibandingkan saat
sebelum kehamilan pada hormon estrogen dan progesteron.
Fluktuasi hormon secara tiba-tiba ini berhubungan dengan gejala
depresi yang dialami oleh ibu baru. Wanita lebih rentan
mengalami ketidakseimbangan hormonal dibandingkan pria. Hal
ini disebabkan reaksi kimia antara hormon dan otak yang
meningkatkan risiko terjadinya baby blues syndrome.
 Hormon tiroid
Setelah melahirkan beberapa wanita mengalami penurunan
hormon tiroid. Rendahnya hormon tiroid menyebabkan gejala
depresi. Irritabilitas, berkurangnya mnat pada aktivitas biasa

3
kelemahan dan peningkatan berat badan, namun tidak semua baby
blues syndrome diakibatkan ketidakseimbangan hormon tiroid.
 Perubahan gaya hidup
Ibu baru umumnya mengalami banyak perubahan pada
gaya hidup, beberapa diantaranya dapat berkontribusi dalam
terjadinya baby blues syndrome yaitu;
 Perubahan jadwal sehari-hari akibat bayi yang baru
lahir
 Terpikir akan berat badan serta bentuk tubuhnya
setelah hamil
 Kelelahan dan kurang tidur setelah melahirkan
 Sedikitnya dukungan dalam merawat bayi
 Khawatir akan kemampuan untuk menjadi ibu yang
baik
 Faktor lain
Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain:
 Primigravida
 Ibu yang belum menikah
 Operasi caesar atau komplikasi perinatal atau
kelahiran lainnya
 Riwayat penyakit psikotik masa lalu, terutama
riwayat kecemasan dan depresi
 Riwayat keluarga dengan penyakit kejiwaan,
terutama ibu dan saudara perempuan yang memiliki
gangguan postpartum
 Episode gangguan postpartum sebelumnya
 Peristiwa-peristiwa kehidupan yang penuh tekanan
terutama selama kehamilan dan menjelang
persalinan
 Riwayat pelecehan seksual
 Sifat kepribadian yang rentan
 Isolasi sosial / pasangan yang tidak mendukung

4
2.4. Patofisiologi Baby Blues Syndrome
Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antar lain faktor
biologis dan faktor emosi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level
hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen
dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah
melahirkan dan juga disertai penurunan mood dan perasaan tertekan serta
di lain sisi terjadi peningkatan dari hormon menyusui. Periode postpartum
awal ditandai dengan penurunan steroid gonad yang nyata. Ada
penurunan yang cukup besar dalam tingkat progesteron antara tahap
pertama dan kedua persalinan, dan kadar estrogen turun tiba-tiba setelah
pengeluaran estrogen-secreting placenta. Estrogen terutama
memengaruhi sistem monoaminergik, terutama serotonin dan dopamin;
masing-masing memengaruhi gejala afektif dan gejala psikotik [4, 9].
Perubahan hormon yang cepat dapat mencetuskan terjadinya baby
blues syndrome. Level neurosteroid berasal dari hormon progesteron yang
mengalami fluktuasi selama siklus menstruasi dan memuncak saat
kehamilan. Hormon sex yang dinamakan neurosteroid berikatan dengan
beberapa tipe reseptor termasuk reseptor GABAA untuk memodulasi
eksitabulas dari sel otak. Kekurangan delta subunit reseptor GABAA pada
wanita mununjukkan sikap depresi dan gangguan cemas setelah
melahirkan. Pemberian antidepresan saat kehamilan akan berefek panjang
pada sistem serotonin dan berpengaruh pada sensitivitas reseptor-reseptor
GABAA. Sebagian besar ibu tidak siap untuk menghadapi kelahiran
bayinya, mereka juga sangat khawatir bayi mereka terkena penyakit
jaundice dan kesulitan makan yang merupakan masalah kesehatan yang
umum bagi bayi. Selain itu, ibu yang pertama kali memiliki bayi merasa
tidak sanggup merawat bayinya seorang diri di rumah baik itu segi kasih
sayang maupun finansial. Baby blues syndrome juga sangat mungkin
terjadi oleh para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau
mengalami kejadian yang sangat menyedihkan selama mengandung [4].

5
2.5. Manifestasi Klinis Baby Blues Syndrome
Baby blues syndrome ditandai dengan berbagai gejala seperti
berikut [10]:
 Menangis (crying), weepiness
 Perasaan sedih (sadness)
 Lekas marah (irritability)
 Rasa empati yang berlebihan
 Ansietas
 Mood yang labil (“ups” and “downs”)
 Merasa kewalahan
 Insomnia; kesulitan untuk jatuh atau tetap tertidur; kelelahan
 Frustasi

2.6. Diagnosis Baby Blues Syndrome


Baby blues syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh
seorang wanita pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa
kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya
seperti karier, kecantikan/penampilan dan aktivitas rutin yang dianggap
penting dalam hidupnya. Penderita baby blues syndrome kebanyakannya
adalah kalangan wanita karier, artis, model dan wanita modern tetapi
sindrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda
(pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan [4].
Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang
kurang terkontrol seperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh
dari bayi yang baru dilahirkan, susah tidur dan tiba-tiba sering menangis.
Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan
jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadi dalam 14 hari pertama
setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau
empat setelah persalinan. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome
apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini [4]:

6
 Perasaan cemas, khawatir ataupun was-was yang berlebihan, sedih,
murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas
penyebabnya)
 Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus
sering migrain
 Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak
 Adanya perasaan putus asa
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien
mengalami postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan
lama kelamaan tekanan atau stress yang dirasakan semakin kuat atau
semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan
yang berat [4].
Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara
berkala, gejala dari depresi tersebut adalah [4]:
 Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia
 Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang
menyenangkan
 Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan
teman
 Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada
anak
 Perasaan takut telah menyakiti anak
 Tidak tertarik pada seks
 Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan
konsentrasi
 Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa
secara langsung postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan
beberapa simptom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan
depresi postpartum blues bila memenuhi kriteria dan gejala yang ada.
Kekurangan hormone thyroid yang ditemukan pada individu yang
mengalami kelelahan luar biasa (fatique) ditemukan juga pada ibu yang

7
mengalami postpartum blues mempunyai jumlah kadar tiroid yang sangat
rendah [4].
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk
skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu.
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues.
Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan
memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih
satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.
Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikan
dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki sensitifitas
86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues.
EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila
hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian [4].

Gambar 1. Kuesioner EPDS

8
2.7. Diagnosis Banding Baby Blues Syndrome
A. Depresi Postpartum
Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien
yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah
melahirkan, khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi pada
10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien akan
mengalami gejala afektif selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu
setelah melahirkan. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, edisi keempat (DSM-IV), sebuah depresi dipertimbangkan
sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah kelahiran.
Pola gejala pada wanita dengan depresi postpartum sama pada wanita yang
mengalami masa depresi selama tidak hamil. Susah berinteraksi dengan
perawat dalam keadaan stres dan bayi meningkatkan risiko pendekatan
yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitif dan sifat pada anak [11,
12].
B. Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum adalah contoh dari gangguan psikosis yang
terjadi pada wanita yang baru saja melahirkan anak. Sindrom ini memiliki
karakteristik pada pasien berupa depresi, delusi dan pemikiran untuk
menyakiti dirinya sendiri atau anaknya dimana pemikiran ini harus di
waspadai dan di monitor. Beberapa data menunjukkan adanya hubungan
yang dekat antara psikosis postpartum dan gangguan mood, khususnya
gangguan bipolar dan gangguan depresi mayor. Gejala yang ditemukan
pada psikosis postpartum muncul dalam 2 sampai 3 minggu bahkan 8
minggu setelah persalinan. Umumnya pasien mengeluhkan rasa lelah,
insomnia, gelisah, sering menangis dan emosi yang labil [1].
Berikut perbandingan gejala klinis antar baby blues syndrome,
depresi postpartum, dan psikosis postpartum [1]:

9
Tabel 1. Perbedaan gejala klinis baby blues syndrome, depresi postpartum, dan psikosis
postpartum.
Baby blues syndrome Depresi postpartum Psikosis postpartum
 Terjadi pada 30-75%  Terjadi pada 10-15%  Terjadi pada 0,1-0,2%
ibu melahirkan. ibu melahirkan. ibu melahirkan.
 Terjadi 3-5 hari  Terjadi antara 3-6  Terjadi beberapa hari.
setelah melahirkan. bulan setelah Rata-rata 2-3 minggu
 Berlangsung melahirkan (umumnya setelah melahirkan,
beberapa hari sampai 12 minggu). hampir selalu dalam 8
minggu.  Berlangsung selama minggu.
 Gangguan suasana beberapa bulan, tidak  Depresi dengan
hati dan pikiran dirawat mencapai gangguan mood.
(mood). beberapa tahun.  Khayalan yang kacau
 Muncul perasaan  Gangguan suasana (bayi cacat /
sedih. hati dan pikiran meninggal,
 Murung, gelisah, dengan perasaan mengingkari
tidak nyaman. tertekan yang merata. kelahiran,
 Kebingungan yang  Sering menangis. menganggap dirinya
subjektif.  Dapat terjadi bila tidak belum menikah,
 Sering menangis. mendapat dukungan merasa masih
 Insomnia. dari suami dan atau perawan, terus-
 Tanpa pemicu anggota keluarga. menerus meragukan
khusus.  Dipengaruhi oleh keyakinan diri,
 Tidak dipengaruhi kondisi sosial budaya mudah terpengaruh,
kondisi sosial budaya dan tingkat ekonomi. memberontak.)
dan tingkat ekonomi.  Terjadi dengan  Mengeluh letih,
 Dapat terjadi tanpa riwayat gangguan insomnia, gelisah,
riwayat gangguan mood (riwayat pribadi emosi tak terkendali,
mood. atau keluarga). curiga, bingung,
 Tidak berpikir ingin  Ada keinginan merasa bukan dirinya
menyakiti bayi. menyakiti bayi. sendiri, obsesi pada
 Hampir tidak pernah  Sering merasa kesehatan bayi.

10
merasa bersalah dan bersalah dan tidak  Mengeluh sulit
tidak berdaya. berdaya yang bergerak atau
 Dapat kembali berlebihan. berjalan.
normal dengan  Perlu tatalaksana dan  50% dari riwayat
sendirinya dengan bantuan keluarga. keluarga dengan
dukungan dan gangguan mood.
bantuan keluarga.  Ingin bunuh diri atau
membunuh bayinya.
Sering mendengar
suara-suara yang
menyuruh membunuh
diri atau bayi.
 Berdasarkan populasi
5% bunuh diri, 4%
membunuh bayinya,
dan 67% mengalami
kejadian kedua kali
gangguan emosional
(gangguan afektif)
sepanjang tahun.
 Proses kelahiran yang
menegangkan
berkembang menjadi
gangguan mood
hebat.
 Harus mendapat
tatalaksana,
pengawasan dan
dukungan keluarga.

2.8. Tatalaksana Baby Blues Syndrome


Pada umumnya keparahan baby blues syndrome ringan dan

11
menghilang secara spontan sehingga tidak ada pengobatan khusus selain
dukungan dan reassurance yang diindikasikan. Gejala-gejala yang timbul
mungkin dapat menimbulkan penderitaan tetapi biasanya tidak
mempengaruhi kemampuan ibu untuk berfungsi dan merawat bayinya.
Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus
diinstruksikan untuk menghubungi dokter kandungan atau primary care
provider jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk identifikasi dini
gangguan afektif yang lebih parah [4].

Baby blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan
menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga
ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis
dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum
blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis,
konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara
intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin
pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial
dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya,
yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya [3, 4].

2.9. Pencegahan Baby Blues Syndrome


Terdapat beberapa cara dalam mencegah terjadinya baby blues
syndrome yaitu :

1. Mintalah bantuan kepada orang lain (kerabat ataupun anggota keluarga


lain) untuk membantu mengurus anak
2. Perbanyak melakukan istirahat pasca melahirkan, terutama di minggu-
minggu dan bulan pertama pasca melahirkan untuk mencegah
terjadinya depresi dan memulihkan tenaga yang habis
3. Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein karena
makanan ini akan berpotensi memperburuk depresi

12
4. Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih,
sehat dan bugar
5. Berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, karena
dukungan dari keluarga akan membantu mengurangi depresi

Agar baby blues syndrome dapat diminimalisir maka yang pertama


harus dipersiapkan oleh sebuah keluarga yang akan menginginkan seorang
anak adalah kehamilan yang terencana yang didukung oleh kesiapan
mental, financial, dan sosial dari ayah dan ibu. Persiapkan pula
pengetahuan dasar calon ayah dan calon ibu tentang kehamilan, proses
melahirkan, sampai dengan cara merawat anak. [12].

13
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan.
Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah
maternity blues atau postpartum blues adalah gangguan emosi ringan
yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah
ibu melahirkan. Baby blues ditandai perasaan sedih, seperti menangis,
perasaan kesepian atau menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa
gagal dan tidak bisa tidur. Baby blues relatif ringan dan biasanya
berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan postpartum depression adalah
pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam postpartum
depression, gejala yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama.
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien
mengalami postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari
dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau
semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan
yang berat. Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan
postpartum depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu
saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain: istirahat yang cukup,
berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang
paling penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.

14
DAFTAR PUSTAKA

[1] B. J. Sadock, V. A. Sadock and P. Ruiz, Psychiatry and Reproductive


Medicine, New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2015, pp. 839-840.

[2] F. Marshall, Depresi Pasca Melahirkan, Jakarta: Arcan, 2004.

[3] D. Ryan, "Psychiatric disorders in the postpartum period," vol. 47, no. 2, pp.
100-103, March 2005.

[4] B. J. Sadock, V. A. Sadock and P. Ruiz, Kaplan & sadock’s comprehensive


textbook of psychiatry, 10th ed., New York: Lippincott Williams & Wilkins,
2017.

[5] Bella, Baby Blues After Childbirth, London, 2007.

[6] D. A. Fatmawati, "Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Postpartum Blues," Jurnal Edu Health, vol. 5, no. 2, pp. 82-84, September
2015.

[7] F. G. Cunningham, K. L. Leveno, B. L. Hoffman, S. L. Bloom and C. Y.


Spong, Williams Obstetric, 25th ed., New York: McGraw Hill Education,
2015.

[8] M. M. Buttner, M. W. O'Hara and D. Watson, "The Structure of Women's


Mood in the Early Postpartum," SAGE Journals, vol. 19, no. 2, pp. 247-256,
June 2012.

[9] S. Rai, A. Pathak and I. Sharma, "Postpartum psychiatric disorders: Early


diagnosis and management," Indian Journal of Psychiatry, vol. 57, no. 2, p.
July, 2015.

[10] NIHCM, Identifying and Treating Maternal Depression : Strategies &


Considerations for Health Plans, Washington DC: National Institute for
Health Care Management, 2010.

[11] K. L. Wisner, B. L. Parry and C. M. Piontek, "Postpartum Depression," New


England Journal of Medicine, vol. 347, no. 18, pp. 194-199, 18 Julu 2002.

[12] S. Joy, "Postpartum Depression," Medscape, 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai