1. Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana a. Pencegahan (prevention) Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya: melarang pembakaran hutan dalam perladangan, melarang penambangan batu di daerah yang curam, melarang membuang sampah sembarangan. b. Mitigasi Bencana (Mitigation) Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapiancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Bentuk mitigasi: mitigasi structural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah tahan gempa, dll) c. Kesiapsiagaan (Preparedness) Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007) misalnya: penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi, rencana kontinjensi, dan sosialisasi peraturan/pedoman penanggulangan bencana. d. Peringatan Dini (Early Warning) Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Pemberian peringatan dini harus: menjangkau masyarakat (accessible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi (official). e. Tanggap Darurat (response) Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. f. Bantuan Darurat (relief) Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa: pangan, sandang, tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi, dan air bersih. g. Pemulihan (recovery) Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll). h. Rehabilitasi (rehabilitation) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau masyarakat sampai tingkat yang menandai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat oada wilayah pascabencana. Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian. i. Rekonstruksi (reconstruction) Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hokum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan masyarakat kita berharap kurangnya korban, nyawa dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya sutau langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapkan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya. Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan local yang bertumpuh pada kearifan local yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah atas manajemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehati- hatian terutama pada daerah rawan bencana.
2. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24 tahun 2007, yaitu: a. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. b. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. c. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung. d. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. e. Tranparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip tranparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan dengan cara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. f. Kemitraan g. Pemberdayaan h. Nondiskriminatf. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa Negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun. i. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. 3. Tujuan manajemen bencana Tujuan manajemen bencana yang baik adalah: a. Menghindari kerugian pada individu, masayarakat, dan Negara melalui tindakan dini. b. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi. c. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana. Membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. d. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko. e. Memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana. 4. Peran perawat dalam manajemen bencana a. Peran dalam pencegahan primer Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa prabencana ini, antara lain: 1) Mengenali instruksi ancaman bahaya. 2) Mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda). 3) Melatih penanganan pertama korban bencana. 4) Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat. b. Peran perawat dalam keadaan darurat (impact phase) 1) Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil. 2) Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim suvey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan. 3) Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. 4) Ada saat dimana “seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (triase) a) Merah (paling penting, prioritas utama) Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauna kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II. b) Kuning (penting, prioritas kedua) Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multiple, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II. c) Hijau (prioritas ketiga) Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasion, dan dislokasi. d) Hitam (meninggal) Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal. c. Peran perawat dalam posko pengungsian dan posko bencana 1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari. 2) Tetap menyusun bencana prioritas asuhan keperawatan harian. 3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penaganan kesehatan di RS. 4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian. 5) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan. 6) Membantu penanganan dan menempatkan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa. 7) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, patigue, mual, muntah, dan kelemahan obat). 8) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodofikasi lingkungan, missal dengan terapi bermain. 9) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater. 10) Konsultasikan bersama superfisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
d. Peran perawat dalam fase postim pact
1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban. 2) Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. 3) Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.