Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

SKENARIO

2.2 Jawaban pertanyaan


1. Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana
a. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin
dengan meniadakan bahaya). Misalnya: melarang pembakaran hutan
dalam perladangan, melarang penambangan batu di daerah yang curam,
melarang membuang sampah sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapiancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan
untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Bentuk
mitigasi: mitigasi structural (membuat chekdam, bendungan, tanggul
sungai, rumah tahan gempa, dll)
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna (UU 24/2007) misalnya: penyiapan sarana komunikasi, pos
komando, penyiapan lokasi evakuasi, rencana kontinjensi, dan sosialisasi
peraturan/pedoman penanggulangan bencana.
d. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat
oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau upaya untuk
memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera
terjadi. Pemberian peringatan dini harus: menjangkau masyarakat
(accessible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent),
bersifat resmi (official).
e. Tanggap Darurat (response)
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
f. Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa: pangan, sandang, tempat tinggal
sementara, kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
g. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana,
dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan
semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan
pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).
h. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang menandai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat oada
wilayah pascabencana. Upaya langkah yang diambil setelah kejadian
bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas
umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda
perekonomian.
i. Rekonstruksi (reconstruction)
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial
dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi
yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Rekonstruksi adalah
pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hokum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan
masyarakat kita berharap kurangnya korban, nyawa dan kerugian harta
benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya
sutau langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban
yang tidak kita harapkan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan
upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan
secepatnya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis
masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan
proses perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya
kebijakan local yang bertumpuh pada kearifan local yang berbentuk
peraturan nagari dan peraturan daerah atas manajemen bencana. Yang tak
kalah pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehati-
hatian terutama pada daerah rawan bencana.

2. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana


Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU
No. 24 tahun 2007, yaitu:
a. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat”
adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
b. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa
apabila terjadi bencana kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
c. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip
koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada
koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada
kerja sama yang baik dan saling mendukung.
d. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip
berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat
dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak
membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
e. Tranparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip
tranparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Yang dimaksud dengan
“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan dengan cara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan
secara etik dan hukum.
f. Kemitraan
g. Pemberdayaan
h. Nondiskriminatf. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi”
adalah bahwa Negara dalam penanggulangan bencana tidak
memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku,
agama, ras, dan aliran politik apapun.
i. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah
bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan
darurat bencana.
3. Tujuan manajemen bencana
Tujuan manajemen bencana yang baik adalah:
a. Menghindari kerugian pada individu, masayarakat, dan Negara melalui
tindakan dini.
b. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara
berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan
lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu
telah terjadi.
c. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan
masyarakat yang terkena bencana. Membantu individu dan masyarakat
yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan cara
melepaskan penderitaan yang langsung dialami.
d. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko.
e. Memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat
mengatasi permasalahan akibat bencana.
4. Peran perawat dalam manajemen bencana
a. Peran dalam pencegahan primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa
prabencana ini, antara lain:
1) Mengenali instruksi ancaman bahaya.
2) Mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency
(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda).
3) Melatih penanganan pertama korban bencana.
4) Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
b. Peran perawat dalam keadaan darurat (impact phase)
1) Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan
tepat setelah keadaan stabil.
2) Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim suvey
mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan, begitu
juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
3) Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama.
4) Ada saat dimana “seleksi” pasien untuk penanganan segera
(emergency) akan lebih efektif. (triase)
a) Merah (paling penting, prioritas utama)
Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien
mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal,
trauna kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar
derajat I-II.
b) Kuning (penting, prioritas kedua)
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun
belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini
sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit.
Injury tersebut antara lain fraktur tulang multiple, fraktur
terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II.
c) Hijau (prioritas ketiga)
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar
minor, minor laserasi, kontusio, abrasion, dan dislokasi.
d) Hitam (meninggal)
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
c. Peran perawat dalam posko pengungsian dan posko bencana
1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari.
2) Tetap menyusun bencana prioritas asuhan keperawatan harian.
3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penaganan kesehatan di RS.
4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
5) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
6) Membantu penanganan dan menempatkan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
7) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan
mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, patigue, mual, muntah, dan kelemahan obat).
8) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodofikasi lingkungan, missal dengan terapi
bermain.
9) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
10) Konsultasikan bersama superfisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

d. Peran perawat dalam fase postim pact


1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial,
dan psikologis korban.
2) Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk
kembali pada kehidupan normal.
3) Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka
waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan
dimana kecacatan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai