FVH
FVH
Skenario 2
STEP 1
STEP 2
STEP 3
3. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
a) Diare tidak dehidrasi : mata normal.
b) Dehidrasi ringan-sedang : mata cekung, ingin minum, turgor kembali
lambat.
c) Dehidrasi berat: mata cekung, malas minum, turgor kembali sangat
lambat.
Pemeriksaan fisik:
a) tes turgor di perut.
b) infeksi: buncit.
c) auskultasi: bising usus meningkat
d) perkusi: hipertimpani.
e) palpasi: nyeri tekan, massa.
Pemeriksaan penunjang
a) pemeriksaan darah rutin.
b) pemeriksaan feses.
c) ELISA.
4. Diagnosis banding
a) Trichuriasis.
b) Necatoriasis.
c) Enterobiasis.
d) Ancilostomiasis.
4
e) Disentri basiler.
f) Disentri amoeba.
g) Giardiasis.
5. Penatalaksanaan yang diberikan :
Etiologi : piperazin, pirantel pamoat, levamisol, albendazol, mebendazol.
STEP 4
3. Penegakan Diagnosis
a) Cacing Ascaris panjang 30 cm.
b) Telur Ascaris lumbriocoides berbentuk bulat atau oval, ukuran 60 x 45
mikron, warna kecoklatan.
4. Diagnosis banding
a) Glardiasis.
Etiologi : parasit Glardia.
Gejala : diare, perut kembung, feses berminyak, mual, muntah,
dehidrasi.
b) Disentri basiler.
Gejala : demam, tenismus, feses bau busuk, darah atau lendir.
c) Disentri amoeba.
Gejala : mual, muntah, anoreksia, berat badan menurun, feses bau
busuk, dispepsia, feses banyak.
d) Tricuriasis.
Etiologi : Trichuris trichiura.
Gejala : menurun berat badan, diare, ileus.
e) Ancylotomiasis dan necatoriasis
Stadium larva : Ground Ich dermatitis.
Dewasa : anemia.
f) Enterobiasis.
Gejala: pruritus ani malam hari.
5. Penatalaksanaan yang diberikan :
a) Diare dengan tidak dehidrasi : Lebih dari 1 tahun 100-200 ml setiap
BAB (oralit).
b) Diare ringan-sedang : oralit dan zink 10 hari.
c) Diare berat : RL atau NaCl 0,9% 100 mg/kg/bb.
d) Antibiotik selektif.
e) Obat diare: levoramin untuk dewasa.
6
Infeksi Cacing
Penatalaksanaan
Faktor resiko
Diagnosis
Non Banding
Farmakologi Preventif
farmakologi Patofisiologi
-Ascariasis
Penegakkan
-Tricuriasis Diagnosis
Simptom
STEP 5 Etiologi
-Ankilostomiasis
-Necatoriasis
-Giardiasis
-Disentri basiler
-Disentri amoeba
STEP 5
STEP 6
Belajar mandiri.
7
STEP 7
c) Patofisiologi
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang
membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan
intestinal.Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan
tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam
kapsul bukal cacing.Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol
yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing
tambang akan memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah
lagi dengan sekresi berbagai anti koagulan termasuk diantaranya inhibitor
faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna
sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase,
sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran
cerna.
Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan
timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan.
Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa.
Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari,
meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang
terjadi perlahan lahan. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi
cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu,
beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing
tambang dalam usus. Infeksi Ancylostoma duodenale menyebabkan
perdarahan yang lebih banyak dibandingkan Necator americanus. (1)
d) Manifestasi Klinis
Gejala klinis Nekatoriasis dan Ankilostomiasis ditimbulkan oleh
adanya larva maupun cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam
jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-gatal dan kemungkinan
terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing
tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan
gangguan darah. (2)
11
e) Penatalaksanaan
1) Albendazol Dosis tunggal 400mg
2) Mebendazol Dosis 100mg, 2 kali/hari selama 3 hari
3) Tetraklororetilen 0,1ml/kgBB( Maksimal 5 ml ). Dapat diulang 2
minggu kemudian diberikan pada perut kosong disertai 30g
MgSO4
4) Bafanium hidroksinaftat 5g, 2 kali/hari dapat diulang bila perlu
5) Pirantel Dosis tunggal 10mg/kgBB/hari. (2)
Strongylidiasis
a) Etiologi
b) Siklus Hidup.
Cacing dewasa yang hidup bebas terdiri atas: cacing betina yang
memiliki ukuran 1 mm x 50 m, mempunyai esofagus berbentuk lonjong,
bulbus oesofagus di bagian posterior, ekor lurus meruncing, vulva terletak
dekat pertengahan tubuh yang merupakan muara dari uterus bagian
posterior. Cacing jantan, berukuran 700x45m. ekor melengkung ke depan
memiliki dua buah spikula kecil kecoklatan, esofagus lonjong dilengkapi
12
bulbus esofagus. Cacing dewasa sebagai parasit terdiri atas cacing betina
memiliki ukuran 2,2 mm x 50 m, esofagus silindris terletak pada 1/3
panjang tubuh. vulva pada batas 1/3 bagian posterior dan 1/3 bagian
tengah tubuh. Cacing jantan, tidak pernah ditemukan. Diduga setelah masa
perkawinan. cacing jantan tetap bertahan di dalam trachea. (3)
berubah menjadi larva filariform yang infektif. Jika larva menyentuh kulit
manusia, menembus kulit tersebut, masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa aliran darah. Perjalanan selanjutnya sama dengan perjalanan
cacing tambang, yang akhirnya tertelan sampai ke usus halus. Waktu yang
dibutuhkan sejak larva filariform menembus kulit hospes sampai
didapatkan larva rhabditiform di dalam tinja kurang lebih 2-3 minggu. (3)
d) Diagnosis
e) Pengobatan
Trichuriaris
a) Etiologi
b) Siklus Hidup
Manusia mendapatkan infeksi Trichuris trichiura karena tertelan
telur cacing infektif yang mengkontaminasi makanan. Telur-telur menetas
di usus halus, larva akan keluar, berkembang di mukosa usus kecil dan
menjadi dewasa di sekum, akhirnya melekat pada mukosa usus besar.
Cacing betina menjadi dewasa dalam tiga bulan dan akan mulai bertelur
dalam 60-70 hari setelah menginfeksi manusia dan dapat hidup selama 5
tahun lebih serta menghasilkan 10.000 telur setiap hari. Telur dikeluarkan
dalam stadium belum membelah dan membutuhkan 10-14 hari untuk
menjadi matang pada tanah yang lembab. (2)
c) Penegakan Diagnosis
Diagnosis berdasarkan identifikasi dan ditemukan telur cacing
Trichuris trichiura dalam tinja. Pemeriksaan yang direkomendasikan
adalah pemeriksaan sampel tinja dengan teknik hapusan tebal cara Kato-
Katz.2Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung
dengan menunjukkan jumlah telur per gram tinja. Dengan metode Kato-
Katz, penghitungan egg per gram (Epg) didapat dengan mengalikan
jumlah telur yang dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi
bergantung dari berat tinja yang digunakan. WHO merekomendasikan
hapusan yang menampung 41,7 mg tinja , di mana dengan faktor
multiplikasinya 24. (1)
WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai berikut: (1)
a. Derajat ringan : 1 – 999 Epg
b. Derajat sedang : 1.000 – 9.999 Epg
c. Derajat berat : > 10.000 Epg
Enterobiasis
a) Etiologi
Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis adalah cacing
kecil ( 1 cm ) berwarna putih. Dalam sekali bereproduksi cacing dapat
menghasilkan 11.000 butir telur. Setelah mengalami proses pematangan,
larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari.(5)
b) Faktor resiko
1. Faktor iklim, enterobiasis lebih umum di daerah dingin pada
daerah tropis insiden lebih sedikit karena cukupnya sinar matahri
dan udara panas. Telur menjadi rusak karena terkenan sinar
matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Telur cacing kremi bertahan
pada lingkungandi daerah rumah sekitar 2-3 minggu.
19
d) Patofisiologi
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing
kremi yang disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya
terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar
anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-
jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan
20
akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian
tertelan. Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam
usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar
(proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa
betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari)
untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur
tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari
cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat
bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu
ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing
muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.
Dalam siklus hidupnya di dalam tubuh manusia, cacing kremi
selalu berpindah-pindah. Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing
ini tinggal di usus 12 jari kemudian setelah berubah menjadi larva akan
berpindah ke usus tengah yang merupakan bagian atas sistem
penyerapan nutrisi. Setelah dewasa, cacing ini akan bermigrasi ke
bagian anus kemudian bergerombol dan menyebabkan rasa gatal di
bagian tersebut. Sebagian di antaranya juga akan keluar bersama feses
atau tinja dan umumnya bisa diamati dengan mata telanjang, berupa
cacing putih yang bergerak-gerak.
Dalam pengembaraannya menuju anus inilah, cacing dewasa
sering tersesat lalu bersarang di bagian-bagian yang tidak seharusnya
kemudian bersarang di sana untuk bertelur. Salah satunya adalah
vagina, yang sering menjadi tempat bersarang cacing kremi dewasa
khususnya yang betina. Di vagina, cacing kremi bisa menyebabkan
gatal atau bahkan radang yang pada tingkat keparahan tertentu bisa
disertai koreng. Infeksinya bahkan bisa lebih jauh lagi, cacing-cacing
itu kadang menyebar hingga saluran telur sehingga bisa mengganggu
sistem reproduksi. Daur hidup cacing ini bekisar antara 2 minggu
sampai 2 bulan. Cacing dewasa dari usus halus pergi ke usus besar
21
kemudian ke anus karena telur telur cacing itu hanya menetas kalau
ada oksigen, sehingga diberi nama Oxyuris OK. Di malam hari cacing
kremi yang mendekam di usus penderita, biasanya turun ke kawasan
dubur untuk bertelur.
Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain. Penularan
dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup
dalam satu lingkungan yang sama seperti asrama, rumah piatu. Telur
cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria
sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga
yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemuka. (92%) di
lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi,
alas kasur, pakaian. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi
pada berbagai golongan manusia 3-80%. Penelitian di daerah Jakarta
Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
entrobiasis adalah kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46
anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa. (5)
e) Gambaran klinis
f) Penegakan diagnosis
Karena telur cacing kremi tidak dibebaskan ke tinja, diagnosis
tidak dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan telur atau parasit
22
BAB II
Pasal 4
Strategi dalam mewujudkan target program Penanggulangan Cacingan
meliputi:
a. meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
untuk menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program
prioritas;
b. meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran serta
masyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha
maupun lembaga swadaya masyarakat;
c. mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan
POPM Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan
pemberian vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta
menggunakan pendekatan keluarga;
d. mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
e. melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan
anak usia dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah; dan
f. melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah.
Pasal 5
(1) Untuk mendukung tercapainya target Penanggulangan Cacingan
diperlukan dukungan dan komitmen berbagai program dan sektor.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
bentuk kegiatan yang dapat dikoordinasikan dan diintegrasikan.
Pasal 6
Ketentuan mengenai Program Penanggulangan Cacingan lebih lanjut
diatur dalam Pedoman Penanggulangan Cacingan tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
24
BAB III
KEGIATAN PENANGGULANGAN CACINGAN
Pasal 7
Dalam penyelenggaraan Penanggulangan Cacingan dilaksanakan
kegiatan:
a. Promosi kesehatan;
b. Surveilans Cacingan;
c. pengendalian faktor risiko;
d. penanganan Penderita; dan
e. POPM Cacingan.
Pasal 8
(1) Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf a dilaksanakan dengan strategi advokasi, pemberdayaan masyarakat,
dan kemitraan, yang ditujukan untuk:
a. meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala
Cacingan serta cara penularan dan pencegahannya;
b. meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara
kesehatan dengan cara:
1.cuci tangan pakai sabun;
2.menggunakan air bersih untuk keperluan rumah
tangga;
3.menjaga kebersihan dan keamanan makanan;
4.menggunakan jamban sehat; dan
5.mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat;
c. meningkatkan perilaku mengkonsumsi obat cacing secara rutin terutama
bagi anak balita dan anak usia sekolah; dan
d. meningkatkan koordinasi institusi dan lembaga serta sumber daya untuk
terselenggaranya reduksi Cacingan.(4)
25
Penatalaksanaan Farmako
1. Trichuris trichiura
2. Enterobius vermicularis
3. Ancylostomiasis
DAFTAR PUSTAKA