Anda di halaman 1dari 33

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA

BAB X
PAKAN TERNAK RIMINANSIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
10 PAKAN TERNAK RUMINANSIA

A. Kompetensi Inti : Menguasai materi, stuktur konsep dan pola pikir


keilmuan yang mendukung mata pelajaran Agribisnis
Ternak Ruminansia
B. Kompetensi Dasar : 1.Mengelola Pembuatan Pakan Ternak Ruminansia
2. Mengelola Pemberian Pakan Ternak Ruminansia
C. Uraian Materi :

10.1 Deskripsi
Setiap makhluk hidup membutuhkan pakan/ransum untuk kelangsungan
hidupnya, termasuk ternak ruminansia. Ransum merupakan faktor yang sangat penting di
dalam suatu usaha peternakan, karena ransum berpengaruh langsung terhadap produksi
ternak. Ternak ruminansia membutuhkan pakan 10% dari bobot badannya dalam bentuk
bahan segar atau 3-4 % dalam bentuk bahan kering. Biaya pakan memiliki cost paling
tinggi dalam biaya produksi usaha budidaya. Oleh karena itu, sebaiknya penyusunan
ransum pakan yang tepat dengan manajemen pemberian yang baik sangat disarankan
untuk menekan biaya operasional peternakan.

10.2 Ransum, Bahan Pakan dan Klasifikasi Pakan


10.2.1 Ransum
Ransum/Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian
atau seluruhnya, bermanfaat bagi ternak, dan tidak menimbulkan keracunan bagi ternak
yang memakannya dan diberikan pada ternak selama 24 jam. Kebutuhan pakan terkait
erat dengan jenis ternak, umur fisiologis ternak, tingkat produksi. Pakan berkualitas
adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya
seimbang (Anonim, 2012). Ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24
jam yang mengandung semua zat nutrisi dalam arti jumlah dan macam nilai nutrisinya
dalam perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan
pemeliharaan ternak. Ransum yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak
merupakan syarat mutlak dihasilkannya produktivitas yang optimal, baik pada ternak

1
masa pertumbuhan, laktasi maupun pada usaha penggemukan, tentunya dengan selalu
memperhatikan harga pakan yang ekonomis, serta pakan tersedia secara kontinyu.
10.2.2 Bahan Pakan

Bahan pakan (bahan makanan ternak) adalah komponen ransum yang dapat
diberikan kepada ternak baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang
sebagian atau semuanya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan
organik yang terkandung dalam bahan pakan, protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak
tanpa nitrogen, sedang bahan anorganik seperti calsium, phospor, magnesium, kalium,
natrium. Kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan melakukan analisis
proximat dan analisis terhadap vitamin dan mineral untuk masing masing komponen
vitamin dan mineral yang terkandung didalam bahan yang dilakukan di laboratorium
dengan teknik dan alat yang spesifik (Anonim, 2011).

10.2.3 Klasifikasi pakan


Berdasarkan sifat fisik dan kimia yang spesifik sesuai dengan kegunaannya maka
bahan (ingredien ) pakan dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelas yaitu:

Kelas 1) Hijauan kering dan jerami kering (Dry forages dan Roughages). Semua jenis
hijauan yang sengaja dipanen dan jerami yang dipotong dan dikeringkan, kelas ini
mengandung serat kasar lebih dari 10 % atau kandungan dinding sel lebih dari 35 %
. contohnya; hai rumput, hai hijauan, dan jerami kering.
Kelas 2) Hijauan segar. Meliputi semua pakan yang diberikan berupa hijauan segar kepada
ternak baik rumput alami maupun rumput budidaya, contohnya rumput segar.
Kelas 3) Silase (silage). Kelompok ini terbatas hanya pada silase hijauan (rumput, legume
dsb) tidak termasuk silase ikan, biji-bijian, akar-akaran/umbi. Silase meliputi
berbagai hijauan pakan yang telah dipotong-potong dan telah mengalami proses
fermentasi terkontrol, Contohnya silase rumput, dan silase hijauan legum.
Kelas 4) Sumber energi. Bahan pakan yang mengandung protein kasar kurang dari 20 %
dan serat kasar kurang dari 18 % atau kandungan dinding selnya kurang dari 35 %.
Contoh : biji-bijian, akar atau umbi-umbian.

2
Kelas 5) Sumber protein (konsentrat protein). Mengandung protein kasar > 20 % dalam
bahan kering, contohnya tepung ikan, tepung daging, biji-bijian sebangsa legum dan
bungkilnya.
Kelas 6) Sumber mineral (konsentrat mineral). Meliputi berbagai bahan pakan yang tinggi
kandungan mineralnya, contohnya tepung tulang, tepung batu kapur, dan garam
dapur.
Kelas 7) Sumber vitamin (konsentrat vitamin). Meliputi berbagai bahan pakan yang tinggi
kandungan vitaminnya dan termasuk preparat vitamin, contohnya minyak ikan, dan
tablet vitamin B kompleks.
Kelas 8) Additif pakan. Meliputi berbagai bahan yang tidak berfungsi sebagai sumber
nutrien atau non nutrien. Digunakan dengan cara ditambahkan ke dalam pakan
dalam jumlah sedikit dengan tujuan tertentu, misalnya untuk memicu
pertumbuhan, memicu produksi, memberi warna, memberi rasa, memberi bau
ataupun sebagai bahan pengisi. Contohnya antibiotika, obat-obatan, dan zat
pewarna (Utomo dan Soejono,1999).
Menurut Ravindran (2012), feed additive dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu nutritive feed additive dan non nutritive feed additive. Nutritive feed additive
ditambahkan ke dalam ransum untuk melengkapi atau meningkatkan kandungan nutrien
ransum, misalnya suplemen vitamin, mineral, dan asam amino. Non nutritive feed
additive tidak mempengaruhi kandungan nutrien ransum, kegunaannya tergantung pada
jenisnya, antara lain untuk meningkatkan palatabilitas (flavoring / pemberi rasa, colorant
/pewarna), pengawet pakan (antioksidan), penghambat mikroorganisme patogen dan
meningkatkan kecernaan nutrien (antibiotik, probiotik, prebiotik), anti jamur, membantu
pencernaan sehingga meningkatkan kecernaan nutrien (acidifier, enzim). Feed additive
yang bersifat nutritif antara lain adalah suplemen mineral, yang mencakup major mineral
dan trace mineral. Mineral dapat berasal dari bahan organik, misalnya batu kapur
(limestone), grit cangkang kerang, grit cangkang telur. Mineral organik tidak boleh
digunakan melebihi 3% dalam ransum. Mineral dapat juga berasal dari bahan anorganik,
misalnya dikalsium fosfat, garam dapur (NaCl), defluorinated phosphate, trikalsium fosfat,
sodium bikarbonat (Na2CO3) dalam bentuk baking soda dengan dosis 0,2 – 0,3% dalam
ransum. Trace mineral seperti Cu, Zn, Fe, Mn, Co dibutuhkan hanya sedikit, yaitu 0,01%

3
dalam ransum. Suplemen mineral dibutuhkan sebanyak 0,05% dalam ransum. Asam
amino esensial (L-lisin, DL-metionin, L-treonin, L-triptofan) dapat ditambahkan dalam
ransum untuk memenuhi keseimbangan asam amino (Ravindran, 2012).
Penggunaan non nutritive feed additive umumnya tidak lebih dari 0,05% dari
ransum. Jenis-jenisnya antara lain yaitu pengikat pellet (bentonit, hemiselulosa, guar
meal); pemberi aroma/ flavoring agent; enzim (xylanase, ß-glukanase, fitase); antibiotika;
anti jamur (natrium propionat, asam propionat, gentian violet, nistatin); koksidiostat
untuk mencegah koksidiosis (amprolium, bithionol, polystat, zoalin, nitrofurazon,
furazolidon); anti cacing (piperazin, phenothiazin, dichlorophen); antioksidan (ethoxyquin,
BHT, BHA) untuk mencegah ketengikan oksidatif dari lemak yang merusak vitamin A, E,
dan D; pewarna (karotenoid) untuk meningkatkan pigmentasi pada ayam broiler dan
kuning telur; serta bahan-bahan pemicu metabolisme (zat thyroaktif) seperti kasein dan
iodium (Wahju, 2004).
Sebagai bahan pengganti antibiotik, digunakan bahan-bahan aditif pakan seperti
probiotik, prebiotik, asam organik, herbal, dan protein antimikrobial. Probiotik digunakan
untuk meningkatkan populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan seperti
lactobacilli dan streptococci. Prebiotik seperti FOS (frukto oligosakarida) dan MOS
(mannan oligosakarida) digunakan untuk mencegah penempelan dan pertumbuhan
bakteri patogen di saluran pencernaan, sebagai nutrien bagi bakteri menguntungkan.
Asam organik seperti asam propionat dan asam format digunakan sebagai acidifier, yaitu
menurunkan pH saluran pencernaan sehingga merangsang aktivitas enzim pencernaan
dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Herbal seperti rempah-rempah,
minyak esensial, ekstrak tumbuhan, madu dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme patogen, meningkatkan imunitas, merangsang aktivitas enzim
pencernaan. Protein antimikrobial seperti lisozim, laktasin F, laktoferrin, α-laktalbumin
dapat mencegah pertumbuhan mikroba patogen (Ravindran, 2012).

Feed Suplement
Merupakan bahan pakan tambahan yang bersifat nutritif, artinya bahan pakan
tersebut ditambahkan dengan tujuan untuk memenuhi atau melengkapi kekurangan
nutrisi dari bahan pakan lainnya

4
Antibiotik
Antibiotik banyak digunakan sebagai growth promoter dalam pakan ternak di
seluruh dunia untuk memacu pertumbuhan ternak agar dapat tumbuh lebih besar dan
dalam waktu yang lebih cepat serta untuk mencegah terjadinya infeksi (Mitchell et al.,
1998). Beberapa antibiotika yang banyak dipakai sebagai growth promoter antara lain dari
golongan tetracyclin, penicillin, macrolida, lincomysin dan virginiamycin (Angulo et al.,
2004). Antibiotik dapat membantu mengefektifkan penggunaan nutrien pada tingkat yang
sangat terbatas, misalnya vitamin atau asam amino karena antibiotik mencegah
kerusakan yang ditimbulkan mikroorganisme. Antibiotik mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menghasilkan amoniak yang berlebihan atau hasil sisa yang
beracun dan mengandung nitrogen dalam usus. Antibiotik dapat memperbaiki
ketersediaan atau absorbsi nutrien tertentu, misalnya kalium, fosfor, magnesium.
Antibiotik dapat memperbaiki konsumsi pakan atau air. Antibiotik dapat mencegah dan
mengobati penyakit pada saluran usus (Wahju, 2004).

Mekanisme kerja antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan masih belum diketahui


secara pasti. Ada indikasi yang menunjukkan bahwa aktivitas dari antibiotik sebagai
pemacu pertumbuhan dipengaruhi oleh efek antibakterial antibiotika. Ada beberapa teori
yang menjelaskan mekanisme kerja dari antibiotik yaitu: antibiotika membantu menjaga
nutrisi dari destruksi bakteri, antibiotika membantu meningkatkan absorpsi nutrisi karena
membuat barier dinding dari usus halus menjadi tipis, antibiotika dapat menurunkan
produksi toksin dari bakteri saluran pencernaan dan menurunkan kejadian infeksi saluran
pencernaan subklinik (Feihgner dan Dashkevics, 1987). Prinsip kerja antibiotika yaitu
dengan mencegah pembentukan dinding sel bakteri dan sintesis protein
bakteri; mengganggu sintesis DNA, RNA, nukleotida bakteri; mengganggu fungsi
membran plasma dan organel sel bakteri; mengganggu metabolisme dari sel bakteri.

Efek Samping Antibiotik

Salah satu efek penggunaan antibiotik yang berbahaya yaitu resistensi antibiotika.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik menyebabkan terjadinya penyakit yang sangat
serius berupa kegagalan pengobatan terhadap infeksi gastrointestinal yang disebabkan
oleh Campylobacter dan Salmonella (Neiman et al., 2003). Beberapa foodborne bakteri

5
(bakteri yang berasal dari bahan pangan yang terkontaminasi) seperti Salmonella,
Campylobacter, Enterococci, dan Escherichia coli yang resisten terhadap antibiotika telah
terbukti dapat mentransfer gen resisten ke manusia melalui rantai makanan atau secara
kontak langsung (Van Den Bogaard et al., 2000). Resistensi sel bakteri adalah suatu sifat
tidak terganggunya kehidupan sel mikroorganisme oleh antimikroba (Ganiswara et al.,
1995). Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah bakteri untuk bertahan hidup.

Gambar 10.1 Mekanisme Resistensi antibiotik

Mekanisme terjadinya resistensi antibiotik mencakup tiga tahapan, yaitu


alteration target (gangguan pada target), replacement target (penggantian target),
perubahan transportasi sel, serta inaktivasi antibiotik (Hawkey, 1998).
Uni Eropa telah melarang penggunaan antibiotik sebagai feed additve sejak Januari
2006 yang meliputi : avilamycin untuk ayam broiler dan babi; monensin-sodium untuk
sapi; salinomycin-sodium untuk babi; flavomycin untuk ayam broiler, babi, dan sapi
(Cervantes, 2007).

6
Probiotik
Secara umum probiotik didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan
sebagai pakan imbuhan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan
keseimbangan mikrobial pencernaannya (Fuller, 1992). Menurut McDonald et al. (2002)
probiotik didefinisikan sebagai makanan tambahan berupa mikroba hidup baik bakteri
maupun kapang yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada hewan inang dengan
memperbaiki mikroba dalam saluran pencernaan.

Gambar 10.2 Cara Kerja Probiotik


Konsep tentang probiotik didasarkan pada terbentuknya kolonisasi mikroba yang
menguntungkan yang masuk ke dalam saluran pencernaan, mencegah perkembangan
bakteri pathogen, netralisasi racun pada saluran pencernaan, mengatur aktivitas enzim
bakteri tertentu dan menguatkan pengaruh substansi yang merangsang sintesis antibodi
pada sistem kekebalan (Cruywagen et al., 1996).
Probiotik bukan bertindak sebagai nutrien esensial dimana tidak ada dosis respon,
tetapi hanya ada level batas pemakaian. Cara kerja probiotik terutama melalui modifikasi
populasi bakteri usus dan efektivitasnya tergantung atas status mikroba pada satu
kelompok ternak dan pada individu ternak. Dengan demikian, dapat dimengerti jika efek
yang terjadi mempunyai variasi yang tinggi. Perbedaan cara kerja dari strain probiotik
sejauh ini belum dipahami, tetapi metabolit bakteri yang dihasilkan seperti asam organik
khususnya pada bakteri asam laktat yang dapat menurunkan pH atau juga peroksida dan
bakteriosin diperkirakan bertanggung jawab atas sifat antagonis terhadap bakteri

7
patogen Gram positif seperti Salmonella. Beberapa probiotik diketahui dapat
menghasilkan enzim pencernaan seperti amilase, protease dan lipase yang dapat
meningkatkan konsentrasi enzim pencernaan pada saluran pencernaan inang sehingga
dapat meningkatkan perombakan nutrien. Terdapat beberapa mekanisme respon
probiotik yaitu meliputi produksi bahan penghambat secara langsung, penurunan pH
luminal melalui produksi asam lemak terbang rantai pendek, kompetisi terhadap nutrien
dan tempat pelekatan pada dinding usus, interaksi bakterial (CE), resistensi kolonisasi
contohnya Lactobacilli vs bakteri patogen, merubah respon imun, dan mengatur ekspresi
gen colonocyte (Fooks dan Gibson, 2002; Steer et al., 2000).

Gambar 10.3 mekanisme respon terhadap probiotik


Satu dari alasan penggunaan probiotik yaitu untuk menstabilkan mikroflora pencernaan
dan berkompetisi dengan bakteri patogen, dengan demikian strain probiotik harus
mencapai usus dalam keadaan hidup dalam jumlah yang cukup. Secara umum, ada
beberapa karakteristik dan kriteria keamanan yang harus dimiliki oleh probiotik yaitu :

8
nontoksik dan nonpatogenik; mempunyai identifikasi taksonomi yang jelas; dapat hidup
dalam spesies target; dapat bertahan, berkolonisasi dan bermetabolisme secara aktif
dalam target yg ditunjukkan dengan ketahanan terhadap cairan pencernaan dan empedu,
persisten dalam saluran pencernaan, menempel pada ephitelium atau mucus,
berkompetisi dengan mikroflora inang; memproduksi senyawa antimikrobial; antagonis
terhadap patogen; dapat merubah respon imun; tidak berubah dan stabil pada waktu
proses penyimpanan dan lapangan; bertahan hidup pada populasi yang tinggi;
mempunyai sifat organoleptik yang baik (Gaggia et al., 2010).

Jenis Probiotik
Bakteri yang umum digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus dan
Bifidobacteria, kedua jenis bakteri ini dapat mempengaruhi peningkatan kesehatan
karena dapat menstimulasi respon imun dan menghambat patogen. Satu faktor kunci
dalam seleksi starter probiotik yang baik yaitu kemampuannya untuk bertahan dalam
lingkungan asam pada produk akhir fermentasi secara in vitro dan kondisi buruk dalam
saluran pencernaan atau in vivo. Ketahanan probiotik pada kondisi in vitro dapat
dipengaruhi oleh pembentukan metabolit oleh starter seperti asam laktat, asam asetat,
hidrogen peroksida dan bakteriosin (Saarela et al., 2000).
Berbagai jenis mikroorganisme yang digunakan sebagai probiotik diisolasi dari isi
usus pencernaan, mulut, dan kotoran ternak atau manusia. Pada saat ini, mikroorganisme
yang banyak digunakan sebagai probiotik yaitu strain Lactobacillus, Bifidobacterium,
Bacillus spp., Streptococcus, yeast dan Saccharomyces cereviceae. Mikroorganisme
tersebut harus non-patogen, Gram positif, strain yang spesifik, anti E. coli, tahan terhadap
cairan empedu, hidup, melekat pada mukosa usus, dan minimal mengandung 30 x 10 9
cfu/g (Pal et al., 2006; Salminen et al., 1996).

10.3 Pemberian Pakan Pada Ternak Ruminansia


Pemberian ransum untuk sapi terdiri dari dua jenis yaitu : hijauan (pakan serat)
dan konsentrat. Air untuk minum sapi diberikan secara ad-libitum dan harus tersedia
setiap saat.

9
 Hijauan (pakan serat). Dapat berasal dari ; rumput, hay, silase limbah pertanian
(jerami padi, jerami jagung) dan tanaman lain. Hijauan merupakan makanan pokok
untuk ternak ruminansia (sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing dan domba),
yang akan dicerna di dalam rumen melalui proses fermentasi dengan bantuan
mikroorganisme (bakteri dan protozoa). Pemberian rumput gajah pada ternak
ruminansia perlu dicacah/dichoper terlebih dahulu dengan maksud mengurangi
kesempatan sapi untuk memilih, meningkatkan palatabilitas, meningkatkan
konsumsi dan meningkatkan kecernaan.
 Konsentrat. Merupakan campuran dari beberapa bahan makanan dan berfungsi
sebagai makanan penguat sumber protein. Umumnya terdiri dari biji-bijian
(jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak, onggok, gaplek bungkil-bungkil
lainnya) dan Molases.
Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan pakan yang kaya
karbohidrat dan protein seperti dedak padi, jagung kuning dan bungkil-bungkilan.
Menurut Darmono (1993) bahwa Pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang
berasal dari biji-bijian dan mengandung protein yang cukup tinggi dan mengandung serat
kasar kurang dari 18 %. Hartadi et al. (1997) menambahkan bahwa konsentrat adalah
suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan
keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan
dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau makanan pelengkap. Pakan penguat atau
konsentrat diberikan dengan tujuan menambah nilai gizi pakan, menambah unsur nutrisi
pakan yang defisiensi dan meningkatkan konsumsi pakan (Murtidjo, 1993).
Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konsentrat sumber protein dan
konsentrat sumber energi. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila
mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar 18%, sedangkan
konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai kandungan protein
lebih besar dari 20% (Tillman et al.,1991). Konsentrat sumber protein dapat diperoleh dari
hasil samping penggilingan berbagai biji-bijian, bahan pakan sumber protein hewani, dan
hijauan sumber protein, sedangkan konsentrat sumber energi dapat diperoleh dari dedak
dan biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes
dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai

10
gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sapi yang sedang tumbuh ataupun
yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan pakan penguat yang cukup,
sedangkan sapi yang digemukkan dengan sistem ”dry lot fattening” justru sebagian besar
pakan berupa pakan konsentrat.

10.4 Kebutuhan Zat Makanan untuk Ruminansia


10.4.1 Beberapa istilah
Kebutuhan hidup pokok (maintenance): kebutuhan nutrien basal yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang minimal tanpa melakukan suatu
aktivitas/produksi.
Kebutuhan produksi (production): kebutuhan nutrien yang digunakan untuk berbagai
aktifitas dalam produksi (telur, susu, daging, woll, tenaga dll)
Kebutuhan Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan
fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut
Metabolisme Basal Hewan adalah Jumlah panas yang meningkat diakibatkan oleh
aktivitas hidup pokok
Produksi panas (heat increament): panas yang dihasilkan dapri proses metabolisme
makanan
Bobot badan metabolis adalah Bobot Badan 0,75.

10.4.2 Standar Kebutuhan Pakan


Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan
zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam,
misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable
Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai
Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau
protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah standar didefinisikan sebagai dasar
kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut.
Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup
pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan
hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan

11
hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat
makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral. Dalam prakteknya dapat diambil contoh
sebagai berikut : Seekor sapi dengan bobot 500 kg memerlukan energi hidup pokok
sebesar 33 MJ NE. Nilai kebutuhan energi ini dapat bervariasi karena dilapangan akan
didapatkan data untuk sapi dengan kelebihan atau kekurangan pakan. Oleh sebab itu
dalam pemberian harus ditetapkan batas minimal sejumlah kebutuhan nutrient yang
direkomendasikan NRC, jangan sampai kurang dari kebutuhan. Variasi kebutuhan
ditentukan oleh macam hewan dan kualitas pakan. Sesungguhnya standar pakan ini
dibuat untuk dapat mengantisipasi situasi yang lebih beragam, termasuk pengaruh
perubahan cuaca. Standar ini juga masih bisa dipakai untuk kepentingan taraf nasional
atau bahkan dapat untuk keperluan dunia internasional yang mempunyai kondisi iklim
yang hampir sama.
Sejak tahun 1960-1965 di Inggris, melalui Dewan Agricultural Research Council
(ARC) telah membuat tabel standar kebutuhan nutrient dari beberapa jenis ternak. Pada
tahun 1970 semua publikasi mengenai table kebutuhan nutrient tersebut diperbaharui
(direvisi) dan keluarlah edisi terbaru untuk ruminansia pada tahun 1980. Perubahan
tersebut meliputi seluruh zat makanan terutama tentang standar untuk penggunaan
vitamin dan mineral. Saat ini telah banyak negara maju dan berkembang yang
mempunyai standar kebutuan zat makanan untuk ternak lokalnya. Namun sampai
sekarang Indonesia belum mempunyai tabel tersebut. Standar kebutuhan yang dipakai di
Indonesia adalah hasil dari banyak penelitian yang ada saja.

10.4.2.1 Standar Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok


Seekor hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi
tubuhnya tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susu atau tidak ada
tambahn ekstra energi untuk kerja. Nilai kebutuhan hidup pokok ini hanya dibutuhkan
secara akademis saja, sedangkan dunia praktisi tidak membutuhkan informasi tersebut,
yang dibutuhkan oleh praktisiwan adalah total kebutuhan hidup pokok dan produksi
yang optimal. Jadi pendapat mengenai kebutuhan hidup pokok untuk hewan secara teori
berbeda dengan prakteknya.

12
Pada hewan yang puasa akan terjadi oksidasi cadangan nutrient untuk memenuhi
kebutuhan energi hidup pokoknya, seperti untuk bernafas dan mengalirkan darah ke
organ sasaran. Tujuan sesungguhnya dari pembuatan ransum untuk hidup pokok adalah
supaya tidak terjadi perombakan cadangan tubuh yang digunakan untuk aktivitas pokok.
Seperti didefinisikan bahwa ransum untuk hidup pokok adalah sejumlah zat makanan
yang harus hadir dalam ransum sedemikian sehingga dalam tubuh hewan tidak terjadi
penambahan atau pengurangan zat makanan. Table di bawah ini menggambarkan
proporsi untuk hidup pokok dari total kebutuhan energi tubuhnya.

A. Kebutuhan Energi untuk Hidup Pokok


Telah dijelaskan bahwa energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pokok diubah
dalam bentuk panas dan dikeluarkan tubuh juga dalam bentuk panas. Jumlah panas yang
meningkat diakibatkan oleh aktivitas hidup pokok tersebut dinamakan dengan istilah
metabolisme basal hewan. Pengukuran ini langsung diperkirakan dari jumlah NE yang
harus didapat oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya.

Tabel 10.1 Nilai Perkiraan Kebutuhan Energi untuk Hidup Pokok dari Total Kebutuhan
Energi untuk Hewan.
Kebutuhan NE (MJ) % HP dari Total
Hidup Pokok Produksi
Sapi perah, bobot 500 kg produksi 32 63 34
susu 20kg/h
Sapi jantan, bobot 50 kg PBB 0.75 kg 23 16 59
Sapi perah, bobot 500kg beranak 12 200 16 000 43
bobot 35kg produksi susu 5000kg

Pengukuran metabolisme basal ini cukup rumit karena panas yang dihasilkan oleh
hewan tidak saja berasal dari aktivitas pokok namun juga berasal dari proses pencernaan
dan metabolisme nutrient (Heat Increament on Feeding = HI) dan juga dari aktivitas kerja
otot. Produksi panas ini akan meningkat bila hewan ditempatkan di dalam suhu yang
dingin. Untuk mengukur metabolisme basal, pengaruh HI dari pakan harus dihilangkan
yaitu dengan cara hewan dipuasakan supaya tidak ada aktivitas pencernaan dan
metabolisme. Namun ukuran puasa setiap hewan berbeda-beda. Untuk manusia puasa
cukup satu hari, untuk ruminansia dan babi sampai 4 hari. Faktor kedua yang

13
mempengaruhi metabolisme basal adalah nilai RQ (Respiratory quotient). Pada saat
puasa oksidasi nutrient berasal dari pembakaran degradasi nutrient di jaringan organ,
sehingga ada sedikit perbedaan nilai RQ. Pada manusia, kondisi postabsorptive ditandai
dengan penurunan produksi gas sampai ke tingkat yang paling rendah.
Pada manusia, aktivitas otot dapat dikurangi secara sadar, sehingga nilai
metabolisme basal pada pengukuran yang kontinyu mudah didapat. Lain halnya dengan
hewan ruminansia, kondisi total istirahat harus dibuat sedemikian sehingga agar hewan
tak banyak aktivitas, seperti misalnya ditempatkan pada kandang dan suhu yang nyaman
atau dipuasakan. Oleh karena itu, istilah metabolisme basal pada hewan dapat juga
diartikan sebagai metabolisme puasa, walaupun saat puasa juga terjadi aktivitas berdiri-
duduk dalam jumlah yang terbatas. Beberapa nilai metabolisme puasa pada berbagai
hewan seperti tersaji pada Tabel 10.2 berikut.
Tabel 10.2 . Nilai metabolisme puasa pada berbagai spesies hewan dewasa
Metabolisme puasa (MJ/h)
Hewan BB (kg) Per hewan Per kg BB Per m2 Per kg
luas tubuh BBM
Sapi 500 34.1 0.068 7.0 0.30
Babi 70 7.5 0.107 5.1 0.31
Manusia 70 7.1 0.101 3.9 0.29
Domba 50 4.3 0.086 3.6 0.23
Unggas 2 0.60 0.300 - 0.36
Tikus 0.3 0.12 0.400 3.6 0.31

Pada tabel di atas terlihat bahwa semakin besar bobot dan jenis hewan maka
makin besar pula nilai metabolisme puasanya, demikian pula per unit BB. Nilai produksi
panas pada kondisi puasa sebanding dengan luas permukaan tubuh. Ekspresi dari luas
permukaan tubuh dinyatakan sebagai W0.67, dan nilai ini dihubungkan dengan besarnya
metabolisme puasa. Selanjutnya nilai berubah menjadi W 0,73 dan pada akhirnya nilai yang
dipakai sehubungan dengan metabolisme puasa adalah W 0,75. (bobot badan metabolik =
BBM). Nilai metabolisme puasa per BBM relativ konstan dari hewan besar sampai hewan
kecil. Nilai metabolisme puasa pada hewan dari ukuran terkecil sampai terbesar yang

14
ditemukan oleh Brody didapatkan rataan sekitar 70 kkal/kg BBM yang setara dengan 0,27
MJ/kgBBM/hari. Nilai ini bervariasi antar spesies, bila dibandingkan dengan sapi maka
nilai metabolisme puasanya lebih tinggi sekitar 15%, sedangkan bila dibandingkan dengan
domba maka nilainya lebih rendah 15%. Disamping itu umur dan jenis kelamin juga
mempengaruhi nilai metabolisme puasa. Pada hewan muda nilai metabolisme puasa
lebih tinggi (0,39 MJ/kg BBM) dibandingkan dengan hewan tua (32 MJ/kg BBM). Pada
hewan jantan lebih tinggi 15% dibandingkan hewan betina.
Estimasi kebutuhan energi untuk hidup pokok dapat dihitung dari kandungan
energi pakan, seperti contoh berikut: Sapi berat 300 kg diberi pakan 3,3 kg BK/hari
dengan kandungan energi 11 MJ/kg BK dan Kf = 0,5. Jika sapi tersebut menghasilkan
retensi BB 2 MJ/hari, maka kebutuhan ME adalah :
ME = (3,3 x 11) ? (2/0,5) = 32,3 MJ ME/hari
Metabolisme puasa merupakan dasar perhitungan dari kebutuhan untuk hidup pokok.
Namun tak mudah menggunakan nilai metabolisme puasa untuk dijadikan patokan
perhitungan kebutuhan nutrient untuk hidup pokok secara praktis. Hal ini disebabkan a).
pada hewan yang dimasukkan ke kandang akan mempunyai sedikit beda produksi panas
dibandingkan hewan yang dimasukkan ke bilik calorimeter (alat untuk mengukur produksi
panas), karena pada hewan yang dipelihara dikandang biasa ada sedikit ekstra energi dari
kegiatan aktivitas otot saat jalan atau berdiri., b). hewan yang kondisinya sedang
produksi, maka perhitungan metabolismenya harus lebih terinci karena memiliki tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi, c). pada ternak yang dipelihara di peternakan yang luas dan
terbuka memerlukan energi khusus untuk memelihara suhu tubuh normal, mengingat
perlu adanya adaptasi dengan suhu lingkungan.
Pada skala lapang didapatkan angka produksi panas dari sapi yang berdiri sebesar
12% lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang tiduran. Pada hewan yang digembalakan
di padang pangonan, kebutuhan energi untuk jalan dan merumput sekitar 25-50% dari
metabolisme puasanya. Standar kebutuhan untuk hidup pokok sapi yang dipakai
mengikuti rekomendasi dari ARC. Kebutuhan untuk sapi puasa dirumuskan sebagai :
Kebutuhan HP = 0,53 (BB/1,08)0,67.
Apabila untuk aktivitas minimal (istirahat) pada hewan yang dikandangkan dirumukan :
Kebutuhan I = 0,0043 BB

15
Untuk sapi seberat 500 kg membutuhkan energi neto sebesar :
NE = 0,53 (500/1,08)0,67 + 0,0043 x 500 = 34,5 MJ/h.
Persamaan yang berlaku untuk domba adalah:
F = 0,226 (BB/1,08)0,75 + 0,0106 BB.

B. Kebutuhan Protein untuk Hidup Pokok


Hewan yang diberi pakan bebas nitrogen, kenyataannya tetap terlihat adanya
kehilangan nitrogen yang keluar bersama feses dan urin yang berasal dari degradasi
dinding usus, enzim dan mikroba yang mati. Eksresi nitrogen diurin dapat berasal dari
perubahan kreatin menjadi kreatinin dan juga urea yang merupakan hasil katabolisme
asam amino. Protein tubuh pada dasarnya selalu harus diganti dengan protein yang baru.
Pergantian protein di usus dan hati ini memakan waktu dalam unit jam atau hari,
sedangkan pergantian di tulang dan syaraf memakan waktu dalam unit bulan bahkan
tahunan.
Jika pertama kali hewan diberi pakan bebas nitrogen, maka jumlah nitrogen di urin akan
menurun beberapa hari, kemudian stabil kembali setelah terjadi perombakan protein
tubuh. Pada keadaan cadangan protein telah habis, eksresi N-urin dapat mencapai
minimal. Eksresi-N pada kondisi minimal seperti ini disebut dengan N-endogenous urin.
N-endogenous urin ini dapat untuk memperkirakan kebutuhan protein untuk hidup pokok
hewan. Nilai ini sebesar 2 mg N-endogenous urin per kkal basal metabolisme (500
mg/MJ). Untuk hewan dewasa angkanya berkisar 300-400 mg N-endogenous/MJ
metabolisme puasa. Pada ruminansia, nitrogen dapat dipenuhi dari sirkulasi ulang urea
dari dan ke rumen. Oleh karena itu perhitungan N-endogenerus untuk hewan ruminansia
menjadi 350 mg N/kg W0,75/hari dan setara dengan 1000-1500 mg/MJ metabolisme
puasa. N-urin sisa kelebihan dari N- endogenous disebut dengan N-eksogenous urin.
Jumlah kebutuhan nitrogen untuk hidup pokok akan seimbang bila besar konsumsi N
dapat diimbangi dengan besarnya jumlah N-metabolik di feses dan N-endogenous di urin.
Cara pengukurannya yaitu dengan menentukan nitrogen yang hilang/keluar dari hewan
yang diberi pakan bebas nitrogen.

Pendugaan Kebutuhan Protein untuk HP dari total N-endogenous dan Ekskresi N- lain.

16
Cara perhitungan kebutuhan protein untuk HP dari N-endogenous dilakukan
seperti dalam penentuan nilai biologi (Biologi Value = BV). Pada sapi nilai BV untuk
protein yang dicerna dan diserap relative sama yaitu 0,8.
Contoh seekor sapi bobot 600 kg kehilangan N-endogenous 42 g/h dan hilang
bersama rontoknya bulu 2 g/h, sehingga totalnya 44 g/h. Nilai ini sama dengan 6,25 x 44 =
275 g protein. Jadi sapi tersebut membutuhkan protein yang dapat dicerna dan diserap
sebanyak 275/0,8 = 344 g/h. Jika diasumsikan bahwa protein tersebut disediakan dari
protein mikroba dengan kecernaan protein mikroba 0,85 dan kandungan asam amino 0,8
dari total protein, maka jumlah kebutuhan protein menjadi :
Kebutuhan protein = 344/(0,85 x 0,8) = 506 g/h.
Jumlah mikroba rumen yang dihasilkan tergantung dari jumlah bahan organik yang
difermentasi dan konsumsi ME. Setiap 1 MJ konsumsi ME menghasilkan 8,3 g protein
mikroba. Jika konsumsi ME setara dengan kebutuhan ME untuk hidup pokok sebesar 61
g, maka jumlah protein mikroba yang dapat disumbangkan pada sapi sebesar 8,3 x 61 =
506 g. Jika nilai degradasinya hanya 0,7 maka jumlah protein yang dibutuhkan meningkat
menjadi 506/0,7=723 g/h.

Pendugaan Kebutuhan Protein dari Neraca Percobaan


Jika hewan diberi makan dengan jumlah BK dan energi sama, tetapi proteinnya
berbeda, maka neraca nitrogen akan mengikuti pola seperti pada gambar berikut.

17
Gambar 10.4 Neraca konsumsi N pada berbagai umur hewan
Jika konsumsi nitrogen meningkat maka akan terjadi peningkatan neraca nitrogen
dari negative menjadi positif sampai pada titik keseimbangan. Penimbunan nitrogen ini
juga bergantung pada umur dan asupan nutrient yang lain. Jika penambahan protein tak
menambah penimbunan retensi nitrogen maka kurva menjadi horizontal. Standar
kebutuhan nitrogen tergantung pada degradasi protein makanan dalam rumen,
metabolisme mikroba dan protein yang tak tercerna dirumen, serta jumlah konsentrasi
ME dalam pakan ( ARC, 1984).

10.4.1.2 Standar kebutuhan nutrient untuk tumbuh


Pertumbuhan selalu diukur dari kenaikan bobot badan, padahal pada
pertambahan tersebut juga terjadi kenaikan berat isi saluran pencernaan yang secara
nyata sekitar 20 % dari bobot badan. Jadi pertumbuhan mengikuti persamaan :
Y=bxa
Y= berat bagian tubuh, x = bobot tubuh, a = faktor koefisien
Setiap komposisi tubuh mempunyai koefisien pertumbuhan yang berbeda seperti,
air mempunyai koefisien 0,74, protein 0,80, lemak 1,99 dan energi 1,59. Perkembangan
tubuh perlu diamati khususnya karena menyangkut kebutuhan nutrient baik pada proses
hyperplasia (perbanyakan sel) maupun pada proses hipertropi (perbesaran sel). Makin

18
dewasa, bobot tubuh akan meningkat sementara kebutuhan air dan protein menurun
karena komposisi air dan protein tubuh juga turun. Sebaliknya kebutuhan lemak sedikit
meningkat karena lemak tubuh meningkat dengan bertambahnya usia.

Kebutuhan energi dan protein untuk tumbuh


Kebutuhan energi untuk pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh bobot badan dan
juga jenis kelamin serta bangsa hewan. Jantan biasanya mempunyai kecepatan
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan betina, oleh karena itu kebutuhan energi
untuk jantan lebih banyak daripada untuk betina. Jenis bangsa hewan tipe besar akan
membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan dengan bangsa hewan yang kecil.
Penentuan energi untuk standar biasanya didasari oleh suatu model factorial.
Sedangkan kebutuhan protein untuk tumbuh dapat dihitung seperti: Seekor anak
domba tumbuh dengan pertambahan bobot badan 0,2 kg/h dan kehilangan protein
endogenous sebanyak 21 g/h, kandungan protein tubuh 170 g/kg. Maka kebutuhan
protein untuk hewan tersebut Kebutuhan Protein = 21 + (0,2 x 170) =55 g. Jika nilai BV
nya 0,80 dan kecernaan proteinnya 0,85 maka protein yang dibutuhkan adalah =
55/(0,80 x 0,85) = 81 g.
Kebutuhan energi dapat dinyatakan dalam “Metabolism Energy” (ME),
“Digestible Energy” (DE), “Gross Energy” (GE) dan “Total Digestible Nutrient” (TDN). TDN
merupakan satuan energi yang berdasarkan seluruh nutrisi pakan yang tercerna,
sehingga nilai TDN hampir sama dengan energi dapat dicerna (DE). Perbedaannya terletak
pada cara pengukurannya, dimana nilai DE bahan pakan ditetapkan dengan jalan
membakar sampel bahan pakan dan juga feses dalam bom kalorimeter. Kelemahan
penggunaan TDN sebagai satuan energi adalah tidak menghitung hilangnya zat-zat nutrisi
yang dibakar saat metabolisme dan energi panas yang timbul saat mengkonsumsi pakan.

10.5. Membuat Ransum Ternak Ruminansia


10.5. 1 Menyusun Ransum Sapi Potong
10.5.1.1 Beberapa pertimbangan dalam membuat ransum
· Kebutuhan zat – zat nutrisi bagi ternak tergantung pada berat, fase pertumbuhan
atau reproduksi dan laju pertumbuhan atau pertambahan bobot badan harian yang dapat

19
dicapai oleh seekor ternak. Semua zat pakan dibutuhkan dalam proporsi yang seimbang
satu sama lain. Oleh sebab itu tidak ekonomis apabila ternak diberikan zat pakan dalam
jumlah yang berlebihan di banding zat pakan yang lainnya. Setelah mengetahui hal – hal
tersebut barulah ditentukan jenis bahan - bahan pakan yang tersedia atau yang dapat
disediakan dan komposisi zat – zat gizi dari bahan - bahan pakan yang tersedia itu.
Sapi – sapi untuk tujuan penggemukan, dengan pemberian pakan hijauan saja
tanpa adanya penambahan pakan lain berupa konsentrat tidak mungkin akan mencapai
bobot badan yang diharapkan. Penambahan bobot badan harian yang maksimal akan
dapat dicapai manakala ransum yang diberikan terdiri dari hijauan berupa campuran
rumput - rumputan dan daun leguminosa dengan tambahan konsentrat serta bila
diperlukan adanya tambahan feed additive.(vitamin, mineral, hormon, antibiotik dan
lainnya.
Dalam memilih bahan pakan ternak, maka perlu memperhatikan nilai gizi atau
nilai nutrisi bahan pakan tersebut. Nilai gizi adalah zat – zat kimia yang terdapat dalam
pakan yang berguna untuk kelangsungan hidup ternak, meliputi protein, energi, mineral,
vitamin dan air. Nutirisi tersebut dibutuhkan oleh ternak untuk menjaga metabolisme
basal dan produksi.
Diantara zat nutrisi tersebut maka energi dan protein dibutuhkan dalam kuantitas
atau jumlah yang besar dan menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan ransum

10.5.1.2 Tahapan Penyusunan Ransum Seimbang


Untuk menyusun ransum seimbang yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
sesuai dengan tujuan pemeliharaan dan status faali (kebutuhan pokok hidup) sapi potong
diperlukan tahapan sebagai berikut :
10.5.1.2.1 Menyiapkan tabel kebutuhan zat nutrisi ternak
Indonesia belum memiliki standar kebutuhan gizi ternak, sehingga formulasi
ransum selama ini menggunakan salah satu standar yang telah ada. Namun demikian
bahwa penggunaan standar kebutuhan gizi yang tersedia tersebut dalam penggunaannya
belum tentu cocok dengan lokasi Indonesia dan masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Akan tetapi penggunaan standar tersebut hanyalah sebagai dasar perkiraan saja dan tidak
merupakan ketentuan mutlak Salah satu contoh standar kebutuhan gizi yang dapat

20
dipakai adalah yang diterbitkan oleh “National Academics of Science” yang disebut
dengan National Research Council (NRC) atau Nutient Requirement of Ruminants in
Developing Countries, adalah tabel yang banyak diadopsi.
Pakan harus mampu menyediakan hampir semua nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh ternak dalam suatu perbandingan yang serasi sesuai dengan status faali, pakan
tidak perlu berlebihan bahkan harus efisien sehingga dapat memberikan keuntungan.
Terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat
nutrisi pada sapi potong, yaitu; jenis kelamin (jantan atau betina), berat badan, taraf
pertumbuhan/status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain-lain) serta tingkat
produksi.

10.5.1.2.2 Menyiapkan tabel komposisi/kandungan nutrisi bahan pakan.


Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi
untuk ternak tidak akan banyak berguna, jika tidak diikuti oleh ketersediaan informasi
yang akurat tentang nilai gizi atau nilai nutrisi bahan pakan yang akan digunakan dalam
menyusun ransum. Oleh sebab itu harus ada usaha untuk membangun tabel nilai nutrisi
bahan pakan. Tabel bahan pakan berisikan informasi tentang kandungan bahan kering
(BK), bahan organik dan substansi kimia pakan seperti nilai Energi (TDN) pakan, nilai
Protein Kasar (PK) pakan, Mineral dan Air. Informasi yang terpenting adalah nilai energi
dan protein pakan, oleh karena dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah terbesar dan sistim
evaluasi pakan dibangun berdasarkan kedua nutisi tersebut.
Beberapa hasil penelitian kandungan zat gizi bahan pakan di Indonesia, dapat
dipergunakan sebagai pegangan. Apabila belum memiliki tabel tersebut maka dapat
menggunakan hasil penelitian Hari Hartadi, Tillman dan Sudomo, (UGM, 1978).
Selain rumput lapangan dan atau leguminosa atau kacang- kacangan, sumber
pakan yang cukup potensial adalah hasil sisa (limbah) pertanian tanaman pangan.
Optimalisasi penggunaan bahan pakan asal limbah pertanian, perkebunan maupun
agroindustri diharapkan selain menurunkan biaya ransum juga mampu menghasilkan
produktivitas secara optimal. Suplementasi dengan multinutrien perlu dilakukan untuk
membentuk keseimbangan kondisi rumen dan memenuhi kebutuhan zat nutrient.

21
Keseimbangan kondisi rumen dibutuhkan untuk meningkatkan daya cerna sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pakan.
10.5.1.2.3 Menyusun Formula Ransum Seimbang
Terdapat tiga macam metode yang biasa digunakan dalam penyusunan formula
ransum pada sapi potong yaitu :
· Pearson square method,
· Least cost formulation,
· Trial and error.
Saat ini telah pula tersedia beberapa soft ware atau program yang dapat di
pergunakan untuk penyusunan formula ransum seperti MIXID atau aplikasi EXCEL. Untuk
metode trial and error dapat dilakukan peternak dengan cara mengubah - ubah komposisi
(persentase) bahan pakan dalam ransum dengan mempertimbangkan kriteria rasional,
ekonomis dan aplikatif dan ketersediaan bahan pakan. Cara ini memerlukan kesabaran
dan waktu yang relatif lama.
Pencampuran bahan pakan, terutama dalam membuat kosentrat dapat dilakukan
di atas lantai dengan cara mengaduk aduk beberapa bahan pakan menggunakan alat
pengaduk (sekop) dimulai dengan bahan pakan yang jumlahnya paling sedikit, sedang dan
terbanyak. Pencampuran pakan biasanya dilakukan dua tahap yaitu pencampuran awal
dan pencampran bahan pakan makro dan premix. Pada pencapuran awal (pre –mixing)
dimulai dari bahan pakan mikro dengan bahan pakan tertentu yang berfungsi sebagai
carrier, sebagai contoh obat-obatan, vitamin dan mineral dicampur dengan dedak halus
terlebih dahulu.

A. Menyusun Ransum Sapi Dara.


Untuk penyusunan ransum seimbang pada sapi dara dengan bobot badan (BB) 300 kg dan
pertambahan bobot badan harian (PBBH) 500 gr/hari. Bahan pakan yang tersedia dalam
penyusunan ransum seimbang sapi dara adalah jerami padi, dedak halus kampung dan
bungkil kelapa. Konsumsi jerami padi dibatasi 1,33 % dari bobot badan sapi.
Langkah – langkah dalam penyusunan ransum sapi dara sebagai berikut :
Kebutuhan zat nutrisi untuk sapi dara dengan bobot (BB) 300 kg dengan kenaikan bobot
badan harian (PBBH) 500 gram/hari di tampilkan seperti pada Tabel 10.3

22
Tabel 10.3 Kebutuhan zat nutrient sapi dara BB 300 kg, PBBH 500 gram/hari
Berat badan PBBH/kg BK/kg TDN/kg PK/gr Ca/gr P/gr
300 0,5 7,1 3,8 423 14 1

Setelah kebutuhan zat nutrisi diketahui, maka perlu di cari komposisi zat nutrient bahan
pakan jerami padi, dedak halus kampung dan bungkil kelapa, seperti di tampilkan pada
Tabel 10.4.
Tabel 10.4 Kandungan zat nutrisi bahan pakan
Bahan BK (%) TDN(%) PK(%) Ca P
Jerami padi 60 2,40 59,0 0,21 0,08
Dedak halus 86 6,30 60,5 0,70 1,50
Bungkil kelapa 86 19,90 78,3 0,30 0,67

Konsumsi bahan kering (BK) jerami padi = 1,33 % x 300 = 3,99 kg atau dibulatkan 4 kg.
Kemudian di hitung zat – zat makanan yang dapat disediakan oleh 4 kg jerami padi dan
dibandingkan dengan kebutuhan pada tabel Tabel 10.5
Tabel 10.5 Perbandingan kebutuhan zat gizi dengan yang tersedia oleh jerami padi.

Uraian BK (kg) TDN (kg) PK (gr) Ca P


Kebutuhan zat nutrien 7,1 3,8 423,0 14,0 1,0

Zat nutrient pd jerami padi 4,0 2,4 59,0 0,21 0,08

Kekurangan 3,1 1,4 364,0 13,79 0,02

Kekurangan bahan kering (BK) sebesar 3,1 kg dan protein kasar (PK) 364,0 gram tersebut
harus dipenuhi oleh campuran dedak halus kampung dan bungkil kelapa, yang
mengandung PK sebesar masing – masing = (327/3100) x 100 % = 10,9 %
Menghitung proporsi dedak halus kampung dan bungkil kelapa dengan menggunakan
bujur sangkar (Pearson square methods).

23
PK (%) Bagian % - se

Dedak halus 6,3 9,0 (9/13,6x100%= 66,18 %

10,9
Bungkil kelapa 19,9 4,6 (4,6/13,6x100%= 33,82%
Jumlah 13,6 13,6
Jadi : BK ;Jumlah dedak halus = (66,18 %) x 3,1 kg = 2,06 kg
Jumlah bungkil kelapa = (33,82 %) x 3,1 kg = 1,06 kg
Menghitung zat – zat makanan yang dapat disediakan oleh dedak halus kampung. Bungkil
kelapa dan jerami padi. Kemudian hasil perhitungan di masukan dalam tabel dan
dibandingkan dengan kebutuhan zat nutrisi seperti pada Tabel 10.6
Tabel 10.6 Perbandingan kebutuhan zat nutrient dengan yang tersedia oleh bahan pakan
Uraian BK(kg) TDN(kg) PK(kg) Ca P
Jerami padi 4,00 2,40 96 8 3
Dedak halus kampung 2,06 1,25 130 14 31
Bungkil kepala 1,06 0,82 209 3 7
Jumlah 7,12 4,47 435 25 41
Kebutuhan 7,10 3,80 423 14 1

· Jadi ransum telah seimbang dalam hal protein dan energi/perbandingan Ca : P


yang dideal 1 : 1. untuk mencapai perbandingan tersebut, maka di dalam ransum harus
ditambahkan Calsium Carbonat (CaCO3). Sumber CaCO3 mengandung Ca sebesar 36 %.
Untuk mencapai kesimbangan tersebut, maka didalam ransum harus ditambahkan kapur
sebanyak (41 – 25)/0,36 = 44,44 gram.
Menghitung susunan ransum dalam bentuk segar adalah sebagai berikut:
Jerami padi = (100/59) x 4,00 kg = 6,8 kg.
Dedak halus kampung = (100/60,5) x 2,06 kg = 3,40 kg
Bungkil kelapa = (100/78,3) x 1,06 kg = 1,35 kg
CaCo3 = 44,44 gram

24
B. Menyusun Ransum Sapi Induk Umur 3 – 4 Bulan Pertama Setelah Melahirkan.
Induk yang sedang laktasi membutuhkan zat – zat makan yang lebih tinggi dari
induk yang tidak laktasi. Dalam berat badan dan kondisi yang sama, seperti tertera dalam
Tabel 10.7, berikut ini ,
Tabel 10.7 Kebutuhan zat nutrient induk 3 – 4 bulan pertama setelah melahirkn
Uraian Kebutuhan zat nutrient BK(kg) PK(gr) TDN(kg) Ca/gr P/gr
Induk laktasi dengan BB 350 kg 8,1 505 4,5 24 24

Konsumsi BK dari Pennisetum Purpureum (Rumput gajah) adalah 2 % BB


Langkah 1 :Mencari kandungan zat – zat makanan dari rumput gajah dan bungkil kelapa
seperti pada tabel Tabel 10.8
Tabel 10.8 Kandungan nutrient Rumput gajah dan bungkil kelapa
Uraian (%) BK (kg) PK (gr) TDN (kg) Ca (gr) P (gr)
Rumput gajah 21 8,30 50 0,59 0,29
Bungkil kelapa 86 21,60 66 0,08 0,67

Langkah 2 :Menghitung konsumsi BK rumput gajah membandingkan dengan kebutuhan


ternak. Konsumsi dari BK rumput gajah adalah sebagai berikut : 2/100 x 350 kg = 7 kg.
Pemenuhan zat nutrient dari rumput gajah ditampilkan pada Tabel 10.9.
Tabel 10.9 Zat makanan yang dapat disediakan oleh 7 kg rumput gajah.
Uraian BK (kg) PK (gr) TDN (kg) Ca (gr) P (gr)
Kebutuhan zat nutrient induk 8,1 7,21 4,5 24 24
laktasi 3 – 4 bulan pertama
setelah melahirkan BB 350 kg
Pemenuhan nutrient dari rumput 7,0 482 3,5 41,3 20,3
gajah
Kekurangan 1,1 239 1,0 + 17,3 - 3,7

Kekurangan BK sebesar 1,1 kg atau 1.100 gram harus dapat dipenuhi oleh bungkil kelapa
yang harus mengandung 239 gram PK atau 239 gram/1.100 gram = 21,72 %.

25
Langkah 3 : Perhitungan terakhir adalah menghitung zat – zat makanan yang dapat
disediakan oleh semua bahan pakan dan kita bandingkan dengan kebutuhannya, seperti
pada Tabel 10.10
Tabel 10.10 Zat Makanan yang dapat disediakan oleh 7 kg rumput gajah dan 1,1 kg
bungkil kelapa.
Uraian BK (kg) PK (gr) TDN Ca (gr) P (gr)
(kg)
Kebutuhan zat nutrient induk 8,1 721 4,5 24 24
laktasi 3 – 4 bulan pertama setelah
melahirkan dengan BB 350 kg
Pemenuhan zat nutrient dari 7,0 482 3,5 41,3 20,3
rumput gajah
Pemenuhan zat nutroent dari 1,1 238 0,726 0,88 7,37
bungkil kelapa
Total pemenuhan zat nutrient 8,1 720 4,23 42,2 27,7
Kekurangan 0 -1 - 0,27 + 18,8 + 3,7

Zat makanan yang dapat disediakan 7 kg rumput gajah dan 1,1 kg bungkil kelapa.
Kekurangan TDN sebesar 0,27 kg dapat di penuhi dari molases atau tetes. Tetes
mengandung BK 66 % dan TDN sebesar 69 %. Jadi kekurangan TDN sebesar 27 %.
Tetes 69/100 x 0,27 = 283 gram
Pada 100 gram Urea sebanding dengan 45 gram N atau = 6,25 x 45 N = 281,25 kg PK.
Jadi 1 gram PK terdapat dalam Urea sebanyak = 1/281,25 = 0,0036 gram.
Langkah 4 :Susunan ransum dalam bentuk segar adalah sebagai berikut :
Rumput gajah = (100/21) x 7 kg = 33,33 kg
Bungkil kelapa = (100/86) x 1,1 kg = 1,28 kg
Tetes = 283 gram
Urea = 0,0036 gram

C. Menyusun Ransum Sapi Jantan.


Berikut ini adalah contoh ransum sapi jantan dengan bobot badan 300 kg dengan target
kenaikan bobot badan sebesar 1,00 kg perhari.
Adapun bahan pakan penyusun ransum adalah : jerami padi, dedak halus kampung,
gaplek dan bungkil kelapa.

26
Pemberian BK adalah 3 % berdasar bobot badan dengan imbangan hijauan dan
konsentrat adalah 20 % berbanding 80.%. Penggunaan bungkil kelapa dibatasi maksimal
20 % dari konsentrat.
Langkah 1 : sapi jantan dengan BB 300 kg dengan PBBH 1,00 kg/hari membutuhkan zat –
zat makanan tertera pada Tabel 10.11.
Tabel 10.11 Kebutuhan nutrient sapi jantan BB 300 kg dan PBBH 1,0 kg
Uraian BK PK TDN Ca P
(kg) (gr) (kg) (gr) (gr)
Kebutuhan zat 7,6 535 5,2 21 18
nutrient sapi jantan
BB 300 kg, PBBH 1 kg

Langkah 2 :Menentukan jumlah konsumsi bahan kering jerami padi, konsentrat dan
bungkil kelapa yang akan diberikan pada ternak :
Jumlah bahan kering (BK) yang dibutuhkan = 3 % x 300 kg = 9 kg
Jumlah jerami padi yang akan diberikan = 20 % x 9 kg = 1,8 kg
Jumlah konsentrat yang akan diberikan = 80 % x 9 kg = 7,2 kg
Jumlah bungkil kelapa = 20 % x 7,2 kg = 1,44 kg
Langkah 3 :Mengetahui kandungan zat nutrient jerami padi dan bungkil kelapa.
Tabel 10.12 Kandungan zat nutrien bahan pakan
Uraian BK PK (%) TDN Ca P (%)
(%) (%) (%)
a. Jerami padi 80 2,40 59,0 0,21 0,08
b. Bungkil kepala 60 21,60 66,0 0,08 0,67
c. Dedak halus 60 6,30 60,5 0,70 1,50
kampung
d. Gaplek 60 1,70 69,0 0,10 0,04

Langkah 4 : Menghitung zat nutrient yang disediakan oleh jerami padi dan bungkil kelapa
serta membandingkan dengan kebutuhan zat nutrient sapi jantan. Kekurangan bahan
kering (BK) sebesar 4,36 kg (4360 gram) dan protein kasar (PK) sebesar 180,8 gram
trersebut harus dipenuhi oleh campuran dedak halus dan gaplek yang mengandung
protein sebesar = (180,8 / 4360) x 100 % = 4,15 %.

27
Tabel 10.13 Zat makanan yang dapat disediakan oleh jerami padi dan bungkil kelapa.
Uraian BK (kg) PK (gr) TDN Ca P (gr)
(kg) (gr)
Kebutuhan zat nutrient 7,6 535 5,2 21,0 18,0
sapi jantan BB 300 kg PBBH
1 kg
Pemenuhan zat nutrient 1,8 43,2 1,06 3,78 1,44
dari jerami padi
Pemenuhan zat nutrient 1,44 311 1,13 4,32 9,655
dari bungkil kelapa
Total pemenuhan zat 3,24 354,2 2,19 8,10 11,09
nutrient
Kekurangan 4,36 180,8 3,01 12,90 6,91

Langkah 5 ; Menghitung proporsi dedak halus kampung dan gaplek dengan menggunakan
metode bujur sangkar pearson, sebagai berikut :
PK (%) Bagian %-se

Dedak halus 6,3 2,45 (2,45/4,6) x 100 % 53,3 %

4,15
Gaplek 1,7 2,15 (2,15/4,6) x 100 % 46,7 %
Jumlah 4,6 4,6
Jadi : Jumlah dedak halus = (53,3 %) x 4,36 kg = 2,32 kg
Jumlah gaplek = (46,7 %) x 4,36 kg = 2,04 kg
Perhitungan terakhir adalah menghitung zat – zat makanan yang dapat disediakan oleh
semua bahan pakan dan kita bandingkan dengan kebutuhannya seperti tabel 12.
Tabel 10.14 Perbandingan kebutuhan zat nutrient dengan yang tersedia oleh bahan
pakan;
Uraian BK (kg) TDN (kg) PK (gr) Ca P
Jerami padi 1,80 1,06 40,00 3,78 1,44
Dedak halus kampung 2,32 1,40 200,00 20,00 50,00
Bungkil kelapa 1,44 0,95 310,00 4,32 9,65
Gaplek 2,04 1,48 20,00 1,22 0,49
Jumlah 7,60 4,89 570,00 29,32 61,58
kebutuhan 7,60 5,20 535,00 21,00 18,00
Selisih 0,00 - 0,31 + 35 + 8,32 +43,58

28
Jadi ransum masih kekurangan energi (TDN) sebesar 0,31 kg. Untuk menyeimbangkan
dapat digunakan molases atau tetes. Tetes mengandung BK 86 % dari TDN 69 %. Jadi
kekurangan TDN sebesar 0,31 kg atau (310 gram) diperoleh dari tetes sebanyak ( 310/69)
x 100 gram = 449 gram. Perbandingan Ca banding P yang ideal adalah 1 banding 1. untuk
mencapai perbandingan tersebut maka di dalam ransum harus ditambahkan CaCO3.
sumber Ca CO3 yang mudah didapat adalah dolomite atau kapur yang mengandung Ca
sebesar 36 %.
Untuk mencapai kesimbangan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan kapur
sebanyak : (61,58 – 29,32)/ 0,36 = 89,90 gram.
Langkah 6 : Menghitung susunan ransum dalam bentuk segar adalah sebagai berikut :
Jerami padi = (100/80) x 1,8 kg = 2,30 kg
Dedak halus kampung = (100/60) x 2,32 kg = 3,80 kg
Bungkil kelapa = (100/60) x 1,44 kg = 2,44 kg
Gaplek = (100/60) x 2,04 kg = 3,40 kg
Tetes = (100/86) x 469 kg = 545,3 gram
Pakan seimbang bukan merupakan hal yang sulit untuk diwujudkan karena kita hanya
dituntut untuk cerdik mengkombinasikan bahan pakan yang ada disekitar kita.
Tidak ada formulasi bahan yang baku. Dengan mengkombinasikan bahan pakan yang
tersedia serta penggunaan suplemen dari bahan pakan lokal diharapkan akan tercipta
ransum yang murah tetapi mampu memberikan hasil yang optimal.

D. Strategi Pemberian Pakan Pada Sapi Potong


Sapi yang akan digemukan harus diatur pemberian pakan hijauan dan konsentrat
setiap harinya agar tercapai hasil yang memuaskan. Pemberian konsentrat dan pakan
hijauan diatur dalam suatu teknik yang memberikan tingkat kecernaan ransum yang lebih
tinggi, sebab apabila pemberian hijauan yang bersamaan waktunya dengan pemberian
konsentrat akan berakibat pada penurunan kecernaan bahan kering (BK) dan bahan
organik lainnya.
Teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang
lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara

29
pemberian hijauan dan konsentrat. Ransum hendaknya tidak diberikan sekaligus dalam
jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian.
Pada pagi hari, misalnya pukul 07.00, setiap harinya sebaiknya diberi sedikit hijauan untuk
merangsang keluarnya saliva (air liur). Saliva ini berfungsi sebagai larutan buffer
(penyangga) di dalam rumen sehingga pH rumen tidak mudah naik maupun turun pada
saat sapi diberikan pakan konsentrat. Pemberian pakan konsentrat dengan kandungan
karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak mudah
terbang yang berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang
banyak mengandung protein terdegradasi akan menghasilkan NH3 yang berpotensi
meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan dan penurunan pH rumen secara ekstrim
akan berbahaya bagi kesehatan ternaknya.
Setelah mengkonsumsi sedikit rumput, sapi tersebut diberi setengah jatah konsentrat.
Misalnya, apabila jatah konsentrat yang harus diberikan 6 kg, maka pada pagi hari
diberikan konsentrat sebanyak 3 kg. Dua jam kemudian, hijauan diberikan lagi. Pada sore
hari sekitar pukul 15.00, konsentrat bagian kedua diberikan selanjutnya pada pukul 17.00
hijauan diberikan lagi.
Ternak yang tidak biasa mengkonsumsi konsentrat., seringkali tidak mau memakannya.
Oleh karena itu harus dilatih terlebih dahulu. Biasanya setelah satu minggu ternak akan
terbiasa untuk makan konsentrat. Apabila ternak mendapat konsentrat yang kering,
maka hendaknya diberikan atau di sediakan air minum secara ad libitum (sebanyak –
banyaknya) di dalam kandang..

10.6 Mencampur pakan


Pengolahan bahan pakan merupakan proses yang memerlukan bantuan alat
mekanis baik sederhana maupun kompleks. Peralatan yang digunakan pun memiliki
spesifikasi dan kegunaan yang berbeda untuk setiap proses. Salah satu proses pengolahan
pakan ternak yang memerlukan penggunaan alat adalah mixing atau pencampuran.
Mixing dilakukan untuk menghomogenkan bahan pakan sehingga berada pada setiap
bagian ransum yang diolah secara merata dan sama nilainya. Apabila mixing tidak
dilakukan maka bahan pakan dalam ransum tidak tercampur merata, ketika diberikan
kepada ternak tidak menjamin bahwa ternak mendapat nutrisi yang sesuai dengan

30
kebutuhan. Hal tersebut karena komposisi bahan pakan dalam ransum tidak homogen
atau memiliki persentase yang berbeda dari tiap bagian ransum. Mixing/pencampuran
pakan biasanya dilakukan dua tahap yaitu pencampuran awal dan pencampran bahan
pakan makro dan premix. Pada pencapuran awal (pre –mixing) dimulai dari bahan pakan
mikro dengan bahan pakan tertentu yang berfungsi sebagai carrier, sebagai contoh :
pencampuran obat-obatan, vitamin, mineral dicampur dengan dedak halus. Mixing
dalam jumlah sedikit dapat dilakukan dengan mudah dan alat sederhana. Mixing dalam
skala industri yang mengolah dalam jumlah banyak memerlukan bantuan alat untuk
mengefisienkan waktu dan biaya. Pada dasarnya mixer bahan pakan terbagi menjadi dua
yakni :

1. Mixer Vertikal
Mixer vertikal merupakan alat penyampur bahan pakan
yang memanfaatkan gaya gravitasi untuk menyampur
bahan pakan. Pada bagian dalam alat mixer vertikal
terdapat pipa yang berisi as berulir sehingga ketika
berputar dapat mengangkat bahan pakan. Ujung atas
pipa merupakan bagian yang terbuka sehingga ketika
bahan pakan naik akan jatuh dan tersebar pada semua
bagian tabung penampung. Proses tersebut
berlangsung berkali kali sehingga bahan pakan dapat
terhomogenisasi.
Secara umum mixer vertikal memiliki keunggulan yakni
memerlukan motor penggerak yang relatif lebih kecil, dengan demikian konsumsi bahan
bakar atau listrik lebih minimum dan biaya lebih murah. Hal ini terjadi karena alat
tersebut mencampur dengan bantuan gaya gravitasi. Kekurangan dari mixer vertikal yakni
kurang homogennya campuran ransum yang terbentuk.
2. Mixer Horizontal
Berbeda dengan mixer vertikal yang menggunakan bantuan gaya gravitasi, Mixer
horisontal sepenuhnya memanfaatkan tenaga motor. Motor menggerakan as yang
terpasang horisontal pada bagian tengah tabung dan memiliki pengaduk. Berputarnya as

31
dan pengaduk akan menyebabkan peputaran bahan pakan dalam tabung. Secara umum
mixer horisontal memiliki keunggulan ransum yang diolah akan memiliki nilai
homogenitas tinggi daripada ransum yang diolah dengan mixer vertikal. Kekurangan dari
mixer horisontal yakni memerlukan motor penggerak yang lebih besar bila dibandingkan
dengan mixer vertikal dalam kapasitas yang sama. Hal tersebut akan berdampak pada
biaya operasional yang lebih tinggi.

10.7 Uji kulalitas bahan pakan


Ada beberapa uji kualitas fisik yang biasa dilakukan untuk menilai kualitas bahan pakan.
Salah satunya adalah uji bulk density. Standar uji bulk density untuk jagung adalah 626
g/l, apabila kepadatannya melebihi atau kurang dari standar kemungkinan ada bahan
kontaminan.

10.8 Pengemasan dan bahan pengemas


Bahan pengemas merupakan salah satu unsur penting dalam pemasaran,
sehingga harus memiliki persyaratan, diantaranya daya membungkus, daya melindungi,
daya tarik untuk konsumen dan persyaratan ekonomis.

32

Anda mungkin juga menyukai