DISKUSI
Bayi lahir secara sectio caesarea atas indikasi letak lintang, gemeli dan bekas sc 1
kali. Bayi 1 lahir dengan BBL 1600 gram, PB 39 cm dan nilai A/S 6/7, sedangkan bayi 2
lahir dengan BBL 1900 gram, PB 45 cm dan nilai A/S 5/6. Kedua bayi telihat sesak nafas
sejak lahir. Sesak juga disertai dengan merintih. Pada pemeriksaan fisik ditemukana danya
nafas cuping hidung dan retraksi dinding dada pada bayi. Gejala klinis ini timbul akibat
adanya peningkatan usaha bernapas sebagai kompensasi bayi terhadap oksigen yang tidak
adekuat. Adanya takipneu, nafas cuping hidung, retraksi, dan merintih segera hingga
beberapa jam setelah lahir merupakan indikasi adanya gangguan nafas atau Respiratory
Distress (RD).
Respiratory distress yang terjadi pada neonatus dapat berupa Transient Tachypnoe Of
The Newborn (TTN), Respiratory Distress Syndrome (RDS), Mekonium Aspiration Syndrome
(MAS), dan pneumonia neonatorum. Gangguan nafas yang terjadi pada bayi ini termasuk ke
dalam Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau disebut juga dengan Hyalin Membran
Disease (HMD). Hal ini ditegakkan berdasarkan usia gestasi preterm 32-33 minggu,
manifestasi klinis yang muncul segera dan menetap lebih dari 72 jam.
Prematuritas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir pada saat usia kehamilan belum
kurva New Ballard. Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk
menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian
neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan
heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar,
payudara, mata atau telinga, dan genitalia. Pada bayi ini didapatkan masa gestasi
berdasarkan The New Ballard Score adalah 34-35 minggu, dengan berat badan lahir 1600
gram dan 1900 gram. Klasifikasi neonatus menurut kurva Battaglia dan Lubchenko dengan
usia gestasi 34-36 minggu dan berat 1700, didapatkan sesuai masa kehamilan.
Gangguan napas pada bayi prematur dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun
paling sering disebabkan oleh ketidakmatangan paru, khususnya pneumocytes tipe II. Sel
pneumocytes tipe II membentuk surfaktan dimulai pada usia kehamilan 24-28 minggu.
Surfaktan berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan dan menjaga ekspansi dinding
alveolus pada fase ekspirasi sehingga tidak kolaps pada akhir pernafasan dan dapat menjaga
sisa volume paru. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap akhir ekspirasi yang
menyebabkan sulit bernafas. Pengembangan paru yang rendah menyebabkan tekanan negatif
yang diperlukan untuk masuknya udara ke paru-paru lebih tinggi. Sehingga bayi
membutuhkan usaha lebih untuk bernapas. Hal ini bermanifestasi sebagai pernapasan cuping
Manifestasi sulit bernapas pada bayi ini muncul segera setalah lahir dan menetap lebih
dari 72 jam. Hal ini menyingkirkan kondisi gangguan napas lain pada neonatus seperti
pneumonia yang memiliki onset lebih lambat sekitar 1-3 hari setelah kelahiran, dan gangguan
Bayi yang lahir secara SC dan gemeli memiliki resiko HMD lebih tinggi dari bayi
lahir spontan dan tunggal. Dari studi sebelumnya didapatkan kelahiran secara secsio cesarea
(SC) merupakan faktor yang bisa meningkatkan kejadian HMD tanpa disertai faktor yang
lain. Insiden HMD pada kelahiran spontan lebih rendah dibanding kelahiran secara SC.
Gemeli meningkatkan resiko HMD karena sebagian besar kehamilan gemeli lahir
dalam usia kehamilan 28-32 minggu. Hal ini sesuai dengan teori persalinan mengenai teori
distensi abdomen, kapasitas elastisitas uterus lebih rendah saat menampung jumlah janin dua
atau lebih. Sehingga sebagian besar bayi kembar, baik gemeli, tripel atau lebih cenderung
lahir prematur.
Nilai apgar score < 7 pada menit pertama mempunyai hubungan bermakna dengan
HMD. Keadaan ini disebut asfiksia yang merupakan keadaan bayi tidak bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia menyebabkan PaO2 dalam darah rendah
(hipoksemia), PaCO2 meningkat (hiperkabnia) dan asidosis. Hal ini dapat berlanjut menjadi
Hipertensi yang terjadi pada ibu pasien memiliki hubungan yang tidak searah dengan
gawat napas pada neonatus. Hipertensi dapat menurunkan resiko gawat napas, sesuai dengan
teori yang mengungkapkan bahwa stress intra uterin yang kronik seperti hipertensi dan
ketuban pecah dini merupakan faktor yang menurunkan resiko gawat napas. Stress kronik
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan labor rutin dengan kesan normal. Hal ini
menyingkirkan diagnosis infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan foto
toraks. Sehingga derajat HMD pada pasien tidak bisa ditentukan. Gambaran yang sering
muncul pada RDS adalah ground-glass appearance diikuti dengan air bronchogram perifer.
Tatalaksana awal yang tepat dapat memperbaiki klinis dan prognosis pasien. Tindakan
yang dapat dilakukan antara lain, pemberian oksigen, nutrisi, antibitiotik, dan penjagaan suhu
optimal.
saturasi. Indikasi penggunaan CPAP jika terdapat gangguan oksigenasi berat, frekuansi nafas
> 60 kali permenit, merintih ( grunting) dalam derajat sedang sampai parah, retraksi nafas,
saturasi oksigen < 93% (preduktal), kebutuhan oksigen > 60%, dan sering mengalami apneu.
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut
FiO2 > 60 %, paco2 > 60mmhg, asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8, terlihat
retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan menunjukkan kelelahan pada bayi, sering
Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak dapat dilakukan via oral, sehingga dilakukan
apabila saluran cerna tidak dapat digunakan karena malformasi intestinal, bedah saluran
cerna, enterokoletis nektrotikan, distress pernafasan dan keadaan dimana saluran cerna tidak
mampu melakukan fungsi digestif dan absorbsi. Apabila bayi dirawat dalam inkubator
dengan kelembaban maksimal maka kebutuhan cairannya sama dengan bayi cukup bulan,
yaitu 60-80 ml/kgbb/hari, yang bertambah secara bertahap sampai 100 – 120 ml/kgbb/hari
sesudah minggu pertama. Cairan parenteral awal dapat diberikan dekstrose 5% atau dekstrose
10%.
diindikasikan untuk pemberian antibiotik sampai hasil kultur darah selesai. Penisilin atau
ampisilin dengan gentamisin dapat diberikan tergantung pola sensitivitas bakteri di rumah
sakit tempat rawatan. Ampisilin digunakan untuk melawan bakteri gram positif, dengan dosis
100 mg/hari dibagi dalam dua dosis. Sedangkan gentamisin digunakan untuk melawan
Perbaikan RDS tegantung dari derajat keparahan penyakit, usia gestasi dan berat bayi
saat lahir. Dari literatur didapatkan mortalitas 50% pada neonatus RDS dengan BBL <1000
gram, jika dibandingkan dengan neonatus dengan BBL >4000 gram yang tingkat