Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

DISKUSI

Bayi lahir secara sectio caesarea atas indikasi letak lintang, gemeli dan bekas sc 1

kali. Bayi 1 lahir dengan BBL 1600 gram, PB 39 cm dan nilai A/S 6/7, sedangkan bayi 2

lahir dengan BBL 1900 gram, PB 45 cm dan nilai A/S 5/6. Kedua bayi telihat sesak nafas

sejak lahir. Sesak juga disertai dengan merintih. Pada pemeriksaan fisik ditemukana danya

nafas cuping hidung dan retraksi dinding dada pada bayi. Gejala klinis ini timbul akibat

adanya peningkatan usaha bernapas sebagai kompensasi bayi terhadap oksigen yang tidak

adekuat. Adanya takipneu, nafas cuping hidung, retraksi, dan merintih segera hingga

beberapa jam setelah lahir merupakan indikasi adanya gangguan nafas atau Respiratory

Distress (RD).

Respiratory distress yang terjadi pada neonatus dapat berupa Transient Tachypnoe Of

The Newborn (TTN), Respiratory Distress Syndrome (RDS), Mekonium Aspiration Syndrome

(MAS), dan pneumonia neonatorum. Gangguan nafas yang terjadi pada bayi ini termasuk ke

dalam Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau disebut juga dengan Hyalin Membran

Disease (HMD). Hal ini ditegakkan berdasarkan usia gestasi preterm 32-33 minggu,

manifestasi klinis yang muncul segera dan menetap lebih dari 72 jam.

Prematuritas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir pada saat usia kehamilan belum

mencapai 37 minggu. Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan

kurva New Ballard. Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk

menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian

neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan

heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar,

payudara, mata atau telinga, dan genitalia. Pada bayi ini didapatkan masa gestasi
berdasarkan The New Ballard Score adalah 34-35 minggu, dengan berat badan lahir 1600

gram dan 1900 gram. Klasifikasi neonatus menurut kurva Battaglia dan Lubchenko dengan

usia gestasi 34-36 minggu dan berat 1700, didapatkan sesuai masa kehamilan.

Gangguan napas pada bayi prematur dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun

paling sering disebabkan oleh ketidakmatangan paru, khususnya pneumocytes tipe II. Sel

pneumocytes tipe II membentuk surfaktan dimulai pada usia kehamilan 24-28 minggu.

Surfaktan berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan dan menjaga ekspansi dinding

alveolus pada fase ekspirasi sehingga tidak kolaps pada akhir pernafasan dan dapat menjaga

sisa volume paru. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap akhir ekspirasi yang

menyebabkan sulit bernafas. Pengembangan paru yang rendah menyebabkan tekanan negatif

yang diperlukan untuk masuknya udara ke paru-paru lebih tinggi. Sehingga bayi

membutuhkan usaha lebih untuk bernapas. Hal ini bermanifestasi sebagai pernapasan cuping

hidung, retraksi subcostal hingga intercostal, dan merintih.

Manifestasi sulit bernapas pada bayi ini muncul segera setalah lahir dan menetap lebih

dari 72 jam. Hal ini menyingkirkan kondisi gangguan napas lain pada neonatus seperti

pneumonia yang memiliki onset lebih lambat sekitar 1-3 hari setelah kelahiran, dan gangguan

napas TTN yang menghilang segera setelah 72 jam.

Bayi yang lahir secara SC dan gemeli memiliki resiko HMD lebih tinggi dari bayi

lahir spontan dan tunggal. Dari studi sebelumnya didapatkan kelahiran secara secsio cesarea

(SC) merupakan faktor yang bisa meningkatkan kejadian HMD tanpa disertai faktor yang

lain. Insiden HMD pada kelahiran spontan lebih rendah dibanding kelahiran secara SC.

Sehingga, pematangan paru sangat penting dilakukan sebelum SC.

Gemeli meningkatkan resiko HMD karena sebagian besar kehamilan gemeli lahir

dalam usia kehamilan 28-32 minggu. Hal ini sesuai dengan teori persalinan mengenai teori

distensi abdomen, kapasitas elastisitas uterus lebih rendah saat menampung jumlah janin dua
atau lebih. Sehingga sebagian besar bayi kembar, baik gemeli, tripel atau lebih cenderung

lahir prematur.

Nilai apgar score < 7 pada menit pertama mempunyai hubungan bermakna dengan

HMD. Keadaan ini disebut asfiksia yang merupakan keadaan bayi tidak bernapas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia menyebabkan PaO2 dalam darah rendah

(hipoksemia), PaCO2 meningkat (hiperkabnia) dan asidosis. Hal ini dapat berlanjut menjadi

sindrom distress napas.

Hipertensi yang terjadi pada ibu pasien memiliki hubungan yang tidak searah dengan

gawat napas pada neonatus. Hipertensi dapat menurunkan resiko gawat napas, sesuai dengan

teori yang mengungkapkan bahwa stress intra uterin yang kronik seperti hipertensi dan

ketuban pecah dini merupakan faktor yang menurunkan resiko gawat napas. Stress kronik

intrauterin yang berkepanjangan dapat mempercepat maturitas paru janin.

Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan labor rutin dengan kesan normal. Hal ini

menyingkirkan diagnosis infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan foto

toraks. Sehingga derajat HMD pada pasien tidak bisa ditentukan. Gambaran yang sering

muncul pada RDS adalah ground-glass appearance diikuti dengan air bronchogram perifer.

Tatalaksana awal yang tepat dapat memperbaiki klinis dan prognosis pasien. Tindakan

yang dapat dilakukan antara lain, pemberian oksigen, nutrisi, antibitiotik, dan penjagaan suhu

optimal.

Oksigen dapat diberikan melalui nasal kanul kemudian dilakukan pemantauan

saturasi. Indikasi penggunaan CPAP jika terdapat gangguan oksigenasi berat, frekuansi nafas

> 60 kali permenit, merintih ( grunting) dalam derajat sedang sampai parah, retraksi nafas,

saturasi oksigen < 93% (preduktal), kebutuhan oksigen > 60%, dan sering mengalami apneu.

Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut

diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP.


Jika penggunaa CPAP gagal, maka diperlukan ventilasi mekanis, dengan indikasi

FiO2 > 60 %, paco2 > 60mmhg, asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8, terlihat

retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan menunjukkan kelelahan pada bayi, sering

mengalami apneu dan bradikardia, pernafasan yang irreguler.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak dapat dilakukan via oral, sehingga dilakukan

pemasangan orogastric tube/OGT. Pemberian total parenteral nutrition (TPN) dilakukan

apabila saluran cerna tidak dapat digunakan karena malformasi intestinal, bedah saluran

cerna, enterokoletis nektrotikan, distress pernafasan dan keadaan dimana saluran cerna tidak

mampu melakukan fungsi digestif dan absorbsi. Apabila bayi dirawat dalam inkubator

dengan kelembaban maksimal maka kebutuhan cairannya sama dengan bayi cukup bulan,

yaitu 60-80 ml/kgbb/hari, yang bertambah secara bertahap sampai 100 – 120 ml/kgbb/hari

sesudah minggu pertama. Cairan parenteral awal dapat diberikan dekstrose 5% atau dekstrose

10%.

Karena sulit menyingkirkan kemungkinan infeksi dari penyakit HMD, maka

diindikasikan untuk pemberian antibiotik sampai hasil kultur darah selesai. Penisilin atau

ampisilin dengan gentamisin dapat diberikan tergantung pola sensitivitas bakteri di rumah

sakit tempat rawatan. Ampisilin digunakan untuk melawan bakteri gram positif, dengan dosis

100 mg/hari dibagi dalam dua dosis. Sedangkan gentamisin digunakan untuk melawan

bakteri gram negatif, dengan dosis 50 mg/hari dosis tunggal.

Perbaikan RDS tegantung dari derajat keparahan penyakit, usia gestasi dan berat bayi

saat lahir. Dari literatur didapatkan mortalitas 50% pada neonatus RDS dengan BBL <1000

gram, jika dibandingkan dengan neonatus dengan BBL >4000 gram yang tingkat

mortalitasnya mencapai 0 %. Usia gestasi berkorelasi dengan kematangan paru, sehingga

semakin muda usia gestasi maka semakin buruk prognosisnya.

Anda mungkin juga menyukai