Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FITOKIMIA 2

ALKALOIDA

Disusun Oleh :

Feri Akhmat Waseso 14330116


Ajeng Aisyiyah Naufal 14330119
Liza Cahyani 15330008
Achmad Haris Fattan 15330052
Wakhidah Umi Sholikhah 15330097
Rasyigah Awanis Arka 16330005
Tika Larasati 16330013
Hizkia Oktoberlianto 16330034
Afifah Rizqi Septiyanawati 16330042

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya lah dan
karunia-Nya penulisan makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah yang berjudul “Alkaloida ”

Makalah ini disusun secara khusus dan sistemika untuk memenuhi tugas dari Mata
Kuliah “Fitokimia 2”. Substansi yang terdapat dalam makalah ini berasal dari beberapa
referensi buku dan literatur-literatur lain. Sistematika penyusunan makalah ini terbentuk
melalui kerangka yang berdasarkan acuan atau sumber dari buku maupun literatur-literatur
lainnya.

Makalah yang berjudul “Alkaloida” ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran
bagi mahasiswa, dosen atau masyarakat umum dan juga sebagai bahan pembanding dengan
makalah lain yang secara substansial mempunyai kesamaan. Tentunya dari konstruksi yang
ada dalam makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah “Fitokimia 2” banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap diberikan kritikan yang membangun kepada
para pembaca.

Jakarta, 22 Juni 2019

Penyusun
3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5


1.3 Tujuan..................................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6

2.1 Definisi Alkaloid.................................................................................................................6

2.2 Peran Alkaloid Pada Tumbuhan..........................................................................................6

2.3 Sifat Alkaloid.......................................................................................................................7

2.4 Sumber Alkaloid..................................................................................................................7

2.5 Klasifikasi Alkaloid.............................................................................................................8

2.6 Identifikasi Alkaloid............................................................................................................9

2.7 Pemurnian Alkaloid...........................................................................................................10

BAB III METODOLOGI.......................................................................................................11

BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................14

BAB V PENUTUPAN.............................................................................................................19

3.1 Kesimpulan........................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

BAB I
4

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan memiliki


manfaat bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia
memungkinkan dapat ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa diantara
senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu perkembangan kimia organik
bahan alam (Supratman, 2008).

Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai lahan utama


bagi mereka yang mengembangkan penemuan berbagai senyawa kimia yang
ditemukan di alam. Hal ini memerlukan penelitian khusus untuk melakukan isolasi
senyawa kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu, guna untuk menambah
pengetahuan tentang proses isolasi dan senyawa kimia. Kandungan senyawa kimia
dalam bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang kesehatan. Berbagai
tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber obat seperti kelompok sayur-sayuran, buah-
buahan, bumbu dapur dan bunga-bungaan serta tumbuhan liar.

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di


alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada
tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung
alkaloid dengan kadar yang sedikit.

Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan


bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan dan sering
dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas
karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen.
Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya
sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan
sepasang elektronnya.

Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah


menggunakan obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran,
5

teh, tuan atau tapal, dan racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi
komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan belas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan alkaloid?


2. Bagaimana cara ekstraksi alkaloid?
3. Bagaimana cara pemisahan alkaloid?
4. Bagaimana cara karakterisasi alkaloid?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu alkaloid.


2. Untuk mengetahui cara ekstraksi alkaloid
3. Untuk mengetahui cara pemisahan alkaloid
4. Untuk mengetahui cara karakterisasi alkaloid.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
6

2.1 Definisi Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di


alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada
tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung
alkaloid dengan kadar yang sedikit.

Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk
kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering
kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam,
meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu
tumbuhan mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung
enantiomernya (Padmawinata, 1995).

Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina.
Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat
penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal,
dan strisina sebagai stimulan syaraf.

2.2 Peran Alkaloid Pada Tumbuhan

1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang
tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih
lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.

2.3 Sifat-Sifat Alkaloid

Alkaloid mempunyai beberapa sifat, diantaranya sebagai berikut :


7

1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.


2. Berupa padatan kristal yang halus dengan titik lebur tertentu yang bereaksi
dengan asam membentuk garam.
3. Alkaloid berbentuk cair dan kebanyakan tidak berwarna.
4. Dalam tumbuhan alkaloid berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida
atau dalam bentuk garamnya.
5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
6. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalamkloroform,
eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.
7. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air, contohnya Strychnine
HCl lebih larut dalam air daripada bentuk basanya.
8. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas, garam pada
atom N-nya.

2.4 Sumber Alkaloid

Sumber alkaloid adalah tanaman berbunga, angiosperma (famili


Leguminoceae, Rubiaceae, Solanaceae) dan tumbuhan monokotil (famili Solanaceae
dan Liliaceae). Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloid
terdapat pada hewan.

Kebanyakan famili tanaman yang mengandung alkaloid adalah Liliaceae,


Solanaceae dan Rubiaceae. Famili tanaman yang tidak lazim mengandung alkaloid
adalah Papaveraceae. Di dalam tanaman yang mengandung alkaloid, alkaloid
mungkin terdapat pada bagian tertentu dari tanaman. Namun ada bagian tertentu dari
tanaman tidak mengandung alkaloid.

2.5 Klasifikasi Alkaloid

Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara antara lain:

1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari


struktur molekul, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida
pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin, alkaloida
indol, alkaloid tropan dan alkaloid steroid.
8

2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan


untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis
tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis
yaitu alkaloida tembakau, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini
mempunyai kelemahan yaitu beberapa alkaloida yang berasal dari tumbuhan
tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.

3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan


hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida menunjukkan bahwa alkaloida
berasal hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut
maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama, yaitu :

a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.

b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin


dan 3,4-dihidrofenilalanin.

c. Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.

4. Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana


alkaloida dikelompokkan atas :

a. Main Alkaloid

Alkaloid ini merupakan racun. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas


fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya
mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino,
biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.

b. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam


amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.

c. Pseudoalkaloid
9

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini


biasanya bersifat basa. Ada dua alkaloid yang penting dalam kelompok ini
yaitu alkaloid steroidal dan purin.

2.6 Identifikasi Alkaloid

Identifikasi alkaloid dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi berikut :

a) Reaksi Pengendapan
1. Reaksi Meyer

Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Ketika


sampel ditambah pereaksi meyer maka akan timbul endapan kuning atau larutan
kuning bening lalu ditambah alkohol endapannya larut. Tidak semua alkaloid
mengendap dengan reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer
bergantung pada rumus bangun alkoloidnya.

2. Reaksi Bauchardat

Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodida dan iod. Sampel ditambah


pereaksi bauchardat menghasilkan endapan coklat merah lalu ditambah alkohol
endapannya larut.

b) Reaksi Warna
1. Reaksi dengan asam kuat

Asam kuat seperti H2SO4 pekat dan HNO3 pekat menghasilkan warna kuning
atau merah.

2. Reaksi Marquis

Pereaksi marquis mengandung formaldehid (1 bagian) dan H2SO4 pekat (9


bagian). Sampel ditambah pereaksi marquis akan menghasilkan warna jingga.

3. Reaksi Warna AZO

Sampel ditambah diazo A (4 bagian) dan diazo B (1 bagian), ditambah NaOH,


dipanaskan lalu ditambah amyl alkohol menghasilkan warna merah.
10

2.7 Pemurnian Alkaloida

Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya mengandalkan sifat


kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaannya, dan pendekatan khusus harus
dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya rutaekarpina, kolkisina, risinina)
yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan
tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan
tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas
diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya.

Beberapa alkaloid jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan


pelarut reaktif. Untuk alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan
dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang
bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid
diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah
larut dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).

Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas


biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid
larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter,
kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik
polar (Cordell, 1981).

BAB III

METODOLOGI
11

3.1 ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN
METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Bahan dan Alat

Bahan

1. Daun tempuyang
2. Etanol 96%
3. Etil asetat
4. Asam asetat
5. Ammonium hidroksida
6. Aquadest
7. Pereaksi Dragendorrf

Alat
1. Alat maserasi
2. Erlenmeyer
3. Corong pemisah
4. Tabung reaksi
5. Mikro pipet
6. pH meter
7. Pipet tetes
8. Pipet gondok
9. Botol vial
10. Beaker glass
11. Cawan perselin
12. Evaporator
13. Chamber
14. Lampu UV

15. Spektrofotometer
Metode Kerja

1. Isolasi Alkaloid Total :

Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut


etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10% hingga
suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi
dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan
lapisan asam. Pada lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium
hidroksida pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat
kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat.
Lapisan etil asetat inilah yang mengandung senyawa alkaloid total.

2. Pemisahan Alkaloid Total :

Isolat alkaloid diidentifikasi dengan pereaksi Dragendorrf. Setelah itu


dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mencari eluen yang
cocok untuk mengisolasi alkaloid murni dengan KLT preparatif dan untuk
mengetahui jumlah komponen yang ada pada isolate alkaloid total. Fase gerak
KLT menggunakan eluen etil asetat : etanol : n-heksan (2:1:30), sedangkan
fase diamnya menggunakan silica gel 60GF254.

3. Uji Kemurnian Isolat Alkaloid

Uji kemurnian menggunakan KLT dengan berbagai eluen dan


menggunakan KLT dua dimensi. Apabila hanya didapatkan satu noda, maka
isolat alkaloid telah murni.

4. Karakterisasi Isolat Alkaloid

Untuk mengetahui struktur dari senyawa alkaloid murni yang


didapatkan, maka isolat alkaloid dianalisis menggunakan spektrofotometer
UV-Vis, spektrofotometer FTIR, dan Spektrofotometer LC-MS.
5. Uji Aktivitas

Telur Artemia salina direndam di dalam air garam selama 2 x 24 jam.


Suhu penetasan adalah ± 25-30oC dan pH ± 6-7. Telur akan menetas setelah
18 – 24 jam dan larvanya disebut nauplii. Nauplii siap untuk uji BSLT.
Sampel dari ekstrak etanol dan isolat alkaloid total diambil 50 mg, dibuat
pengenceran dengan konsentrasi 10, 100, 1000 µg/ml. Pengujian
dilakukan dengan memasukkan 10 ekor larva Artemia salina berumur 48
jam ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan ekstrak yang telah
diencerkan dengan air garam. Setelah 24 jam, jumlah larva yang mati
dihitung dan dilakukan analisis probit untuk menentukan aktifitas LC50
(Meyer, 1982).
BAB IV

PEMBAHASAN

Daun tempuyung yang sudah kering di potong dan dihaluskan


menggunakan blender untuk memperluas permukaan pada saat maserasi.
Sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun dapat
teisolasi dengan baik. Sebanyak 650 gram daun tempuyung yang sudah halus di
maserasi menggunakan pelarut etanol. Isolat yang didapatkan kemudian
diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental. Ekstrak yang diperoleh sebanyak 8 garam. Kemudian dilakukan uji
fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada ekstrak daun
tempuyung.

Hasil uji fitokimia memberikan uji positif terhadap senyawa alkaloid,


flavonoid, saponin dan negatif terhadap senyawa saponin, fenolik, terpenoid
dan steroid. Isolasi senyawa alkaloid dilakukan dengan menambahkan asam
asetat pada ekstrak etanol sampai suasana menjadi asam, sehingga alkaloid akan
membentuk garam alkaloid. Garam alkaloid ini kemudian dipartisi
menggunakan etil asetat, sehingga didapatkan dua lapisan. Lapisan atas
adalah etil astat dan lapisan bawah adalah lapisan asam dimana alkaloid
terikat pada lapisan ini. Untuk membebaskan alkaloid dari bentuk garamnya,
maka ditambahkan ammonium hidroksida sampai suasana menjadi basa,
sehingga alkaloid akan terbentuk menjadi basa alkaloid kembali. Larutan ini
kemudian diekstraksi menggunakna etil asetat sehingga akan terbentuk dua
lapisan, lapisan etil asetat yang mengandung alkaloid dan lapisan basa yang
mengandung air. Untuk mengetahui apakah pada isolat yang didapatkan
mengandung alkaloid maka ditambahkan dragendorff, terbentuknya endapan
merah bata berarti positif adanya alkaloid.

Isolat alkaloid total selanjutnya dianalisis menggunakan kromatografi


lapis tipis untuk mengetahui jumlah komponennya. Setelah diketahui jumlah
komponen senyawa yang terkandung dan mengetahui eluen yang tepat, langkah
selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT preparatif. Fasa diam yang
digunakan adalah silika gel 60GF254 dan fasa gerak yang digunakan adalah
campuran eluen n-heksan : etil asetat : etanol (30:2:1). Hasil KLT dan warna
noda serta nilai Rf hasil KLT dapat dilihat pada tabel A sebagai berikut
sebagai berikut:

Hasil KLT dan KLT preparatif dengan eluen n-heksan:etil asetat: etanol (30:2:1)

Noda 6

Noda 5

Noda 4

Noda 3

Noda 2

Noda 1

Tabel A. Warna noda hasil KLT

Noda Harga Warna noda di bawah Rf lampu UV365 nm


1 0,2 merah kecoklatan
2 0,34 merah kecoklatan
3 0,46 biru kehijauan
4 0,56 merah kecoklatan
5 0,68 merah kekuningan
6 0,77 biru terang

Warna noda nomor 6 selanjutnya dikerok dan maserasi menggunakan


etil asetat untuk memisahkan isolat dengan silica gel. Selanjutnya isolasi
alkaloid dilakukan uji kemurnian menggunakan KLT menggunakan campuran
eluen dan KLT dua dimensi. Apabila sudah terdapat satu noda berarti diduga
isolat alkaloid telah murni. Hasil KLT uji kemurnian dapat dihihat pada gambar
II di bawah ini:
(A), (B) Hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (C) KLT dua dimensi pada
lampu UV λ365 nm.

Pada gambar di atas menunjukan isolat yang dihasilkan sudah murni. Hal
ini dapat dilihat dari hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (A) n-heksan :
etil asetat : etanol (30:2:1), (B) kloroform : aseton : methanol (20:3:2), dan KLT
dua dimensi dengan eluen (1) n-heksan : etil asetat : etanol (30:2:1), (2)
kloroform : aseton : methanol (20:3:2) pada lampu UV λ365 nm menghasilkan noda
tunggal yang berwarna biru.
Isolat alkaloid murni kemudian dianalisis menggunakn spektrofotometer
UV-Vis, FTIR, dan LC-MS. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-
Vis didapatkan serapan pada panjang gelombang 225 nm, 253 nm, 352 nm
merupakan serapan dari ikatan terkonjugasi dan merupakan serapan alkaloid yang
mempunyai kerangka dasar isokuinolin, menurut cordrell (1981) alkaloid yang
mengandung kerangka dasar isokuinolin mempunyai panjang gelombang pada
daerah 230 nm, 266 nm, 351 nm. Hasil spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat
pada gambar di bawah ini sebagai berikut:

Gambar Spektra UV-Vis isolat alkaloid daun tempuyung


Hasil analisis menggunakan spektrofotometer FTIR memberikan bilangan
gelombang sebesar 3448,72 cm-1 (vibrasi ulur OH), 1627,92 cm-1 (vibrasi ulur
C=N) yang diperkuat dengan serapan 1103,28 cm-1 (vibrasi tekuk C-N yang
simetri dengan vibrasi ulur C-O), 2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1 (vibrasi ulur C-
H alifatik), 1472,67 cm-1 dan 1347,4 cm-1 (gugus C-H), 1720,50 cm-1 (vibrasi ulur
C=O), 1650,92 cm-1 (vibrasi ulur C=C terkonjugasi), 794,67 cm-1 (C-H alifatik
keluar bidang). Hasil spektrofotometer FTIR dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.

Gambar Spektogram FTIR isolatalkaloid daun tempuyung


Hasil analisis menggunakan LC-MS menunjukan adanya tiga puncak, ini
berarti isolat belum murni. Pada T 2,6 menghasilkan spektogram MS alkaloid
daun tempuyung dengan berat molekul sebesar 444 g/mol. Hasil spektrofotometer
LC-MS dapat dilihat pada gambar V sebagai berikut:
Gambar Spektrogram LC-MS isolatalkaloid daun tempuyung
Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR
dan LC-MS dapat diketahui suatu senyawa alkaloid yang terkandung dalam daun
tempuyung termasuk alkaloid dengan keranangka dasar isokuinolin yang
mempunyai panjang gelombang 225nm, 253 nm, 352 nm, memiliki gugus fungsi
C=N, O-H, C-O, C=C terkonjugasi, C=O, CH 2, CH3 dan berat molekul senyawa
sebesar 444,84 g/mol. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
bentuk struktur dari senyawa alkaloid ini.
Hasil uji aktifitas sitotoksik daun tempuyung menggunakan metode BSLT
diperoleh harga LC50 dari ekstrak etanol dan isolat alkaloid total masing-masing
sebesar 61,410 ppm dan 523,634 ppm. Ini berarti bahwa ekstrak etanol bersifat
sedikit toksik dan isolat alkaloid total bersifat tidak toksik.
Tabel 1. Hasil Uji Sitotoksik
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak


ditemukan di alam. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan
tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan
tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya.
Alkaloid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan fraksinasi. Karaketerisasi dari
alkaloid juga dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Infra Red
dan Spektrofotometer Uv-Vis.

Alkaloid yang terkandung dalam daun tempuyung mempunyai kerangka


dasar isokuinolin dengan panjang gelombang 225 nm, 253 nm dan 352 nm yang
mempunyai gugus fungsi C=N, O-H, C-O, C=C, C=O, CH 2, CH3 dan mempunyai
berat molekul sebesar 444,84 g/mol. Uji aktifitas sitotoksik menggunakan metode
BSLT diketahui bahwa ekstrak etanol bersifat sedikit toksik dan isolat alkaloid
total bersifat tidak toksik.
DAFTAR PUSTAKA

Cordell, A. (1981). Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley


Interscience Publication. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Ikan, R. (1969). Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel: Universities


Press.

Padmawinata, K. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit


ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The organic Constituens of Higher Plant, 6 th

edition).

Pranata, F. Sinung. 2012. Isolasi Alkaloid dari Bahan Alam (Alkaloid Insulation of
Natural Materials). Yogyakarta : Fakultas Biologi Universitas Atma Jaya.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Medan : Jurusan


Kimia FMIPA Universitas Sumatra Utara.

Matsjeh, S. (2002). Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan


Flavonoid, Terpenoid dan Alkaloid. Jogjakarta: Jurusan Kimia FMIPA UGM.

Murtadlo, Yazid. 2013. Isolasi, Identifikasi Senyawa Alkaloid Total Daun Tempuyung
(Sonchus arvensis Linn) Daun Uji Sitotoksik Dengan Metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test). Semarang : Jurusan Kimia Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai