Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang
1
pandang. Menurut WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di
dunia adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%), degenerasi
makular terkait usia (8,7%), trakhoma (3,6%), leukoma (5,1%), dan retinopati
diabetes (4,8%). Sekitar 40% dari penderita glaukoma di Indonesia mengalami
kebutaan. Penyakit ini menjadi penyebab ketiga terjadinya kebutaan di Indonesia dan
penyebab kebutaan nomor dua di seluruh dunia dengan jumlah penderita diperkirakan
mencapai 50 juta orang.1
Glaukoma adalah suatu keadaaan di mana tekanan mata seseorang demikian
tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. 2
Glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan glaukoma sekunder. Glaukoma
primer ialah peningkatan tekanan intraokular yang tidak disertai adanya suatu
kelainan pada mata. Glaukoma sekunder ialah peningkatan tekanan intraokular yang
disebabkan oleh kelainan mata atau kelainan diluar mata yang menghambat aquos
out flow. Terdapat beberapa keadaan yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder,
seperti uveitis, pasca bedah katarak intra atau ekstrakapsular, pasca tukak perforasi,
atau trauma kornea perforasi, hifema, dan glaukoma yang disebabkan oleh kelainan
lensa.3
Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu
bentuk glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan lensa. Glaukoma dan
katarak yang ditemukan pada orang berusia lanjut yaitu sekitar 40 tahun ke atas.
Proses kekaburan lensa mata biasanya dimulai pada mata yang satu kemudian diikuti

1
mata sebelahnya. Terjadinya keadaan ini karena suatu perubahan degenerasi daripada
lensa yang menyebabkan berkurangnya transparansi substansi lensa.4

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. H
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. R. Sayuti RT. 23
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kabur perlahan-lahan pada kedua mata sejak 5 tahun yang
lalu dan memberat pada 6 bulan terakhir.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke poli mata RS Abdul Manap pada tanggal 20 April
dengan keluhan penglihatan kabur perlahan-lahan pada kedua mata sejak 5
tahun yang lalu dan memberat pada 6 bulan terakhir. Awalnya keluhan dimulai
dari mata kanan terlebih dahulu, setelah itu lama kelamaan keluhan juga
muncul pada mata kiri pasien. Keluhan tidak disertai dengan mata merah.
Selain itu, terkadang pasien juga merasa matanya nyeri, silau jika melihat
cahaya, dan saat silau pasien merasakan sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan
merasa mulai berjalan seperi di lorong-lorong dan makin lama lorong tersebut
terasa makin sempit.
Rasa gatal pada mata (-), melihat pelangi (-), riwayat trauma (-), riwayat
menggunakan kacamata (+), riwayat menggunakan obat-obatan jangka panjang
(-). Pasien sudah sering berobat ke dokter semenjak keluhan muncul dan telah
melakukan operasi katarak pada mata kanan 11 bulan yang lalu dan untuk mata
kiri belum dilakukan operasi katarak.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat operasi katarak pada mata kanan 11 bulan yang lalu
b. Riwayat trauma (-)

2
c. Riwayat hipertensi (-)
d. Riwayat diabetes melitus (-)
e. Riwayat menggunakan obat-obatan jangka panjang (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama
seperti pasien
Riwayat Gizi : Baik
Keadaan Sosial Ekonomi : Cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis, GCS 15
c. TB / BB : 155 cm / 53 kg
d. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
e. Nadi : 80 x/menit
f. Respiratory rate : 20 x/menit
g. Suhu : Afebris

Penyakit Sistemis
a. Tract. Respiratorius : Tidak ada kelainan
b. Tract. Digestif : Tidak ada kelainan
c. Kardiovaskular : Tidak ada kelainan
d. Endokrin : Tidak ada kelainan
e. Neurologi : Tidak ada kelainan
f. Kulit : Tidak ada kelainan
g. THT : Tidak ada kelainan

Status Oftalmologikus
OD OS
Visus Dasar 1/60 6/60
Pinhole (-) Pinhole (-)
Kedudukan bola mata
Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik

3
Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan
Eksternal

IOL (+) Iridektomi Keruh sebagian

Silia Pertumbuhan normal Pertumbuhan normal

Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Konjungtiva tarsus Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (-), papil (-),
edema (-) edema (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), hiperemis injeksi siliar (-), hiperemis
(-) (-)
Kornea Keruh, infiltrat (-) Keruh sebagian, infiltrat
(-)
Bilik Mata Depan Sedang, hifema(-) Sedang, hifema(-)

Iris Coklat, iridektomi (+) arah Coklat, kripta (-), sinekia


jam 2, kripta (-), sinekia (-)
(-)
Pupil Bulat, terletak ditengah, Bulat, terletak di tengah,
isokor isokor
Diameter 3 mm 3 mm
+
Reflek cahaya +
Lensa Keruh, IOL (+) di sentral Keruh sebagian
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-). Papil (-), folikel (-)
Conjungtiva bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)
Kornea Keruh, infiltrat (-) Keruh sebagian, infiltrat
(-)
Bilik Mata Depan Sedang (3 mm), hifema (-) Sedang (3 mm), hifema(-)

4
Iris Coklat, iridektomi (+) arah Coklat
jam 2
Lensa Keruh, IOL (+) di sentral Keruh sebagian
TONOMETRI TIO OD : N
DIGITAL TIO OS : N+
TONOMETRI NON TIO OD : 15
KONTAK TIO OS : 21
LAPANGAN Lebih sempit dari Lebih sempit dari
PANDANG pemeriksa pemeriksa
FUNDUSKOPI FOD : C/D ratio 0.8-0.9; cupping (+)
FOS : C/D ratio 0.7-0.8; cupping (+)

Gambar 2.1 Oculi Dextra Gambar 2.2 Oculi Sinistra

IV. RESUME
Seorang wanita 71 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kabur
perlahan-lahan pada kedua mata sejak 5 tahun yang lalu dan memberat pada 6
bulan terakhir. Keluhan tidak disertai dengan mata merah. Selain itu, terkadang
pasien juga merasa matanya nyeri, silau jika melihat cahaya, dan saat silau
pasien juga merasakan sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan merasa mulai
berjalan seperi di lorong-lorong dan makin lama lorong tersebut terasa makin
sempit. Riwayat menggunakan kacamata (+). Pasien sudah sering berobat ke
dokter semenjak keluhan muncul dan telah melakukan operasi katarak pada

5
mata kanan 11 bulan yang lalu dan untuk mata kiri belum dilakukan operasi
katarak.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD : 1/60
dan VOS : 6/60 dengan pinhole (-). Pada kornea OD jernih, sedangkan pada
kornea OS keruh sebagian. Pada iris OD didapatkan iridektomi dan shadow test
(-) dan shadow test (+) pada OS. Pada lensa didapatkan IOL yang letaknya di
bagian posterior OD. Hasil dari pemeriksaan tonometri digital yaitu TIO OD :
N dan TIO OS : N+, dimana saat dilakukan pemeriksaan tonometri non kontak
didapatkan TIO OD : 15 dan TIO OS : 21. Lapangan pandang pasien lebih
sempit dari pemeriksa. Pada funduskopi ditemukan FOD : C/D ratio 0.8-0.9;
cupping (+) dan FOS : C/D ratio 0.7-0.8; cupping (+)

Diagnosa Kerja
Glaukoma Sudut Terbuka Primer ODS + Pseudofakia OD + Katarak Senilis
Imatur OS

Diagnosis Banding

1. Glaukoma sudut tertutup primer ODS


2. Katarak Senilis Matur OS

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


Gonioskopi ODS

Penatalaksanaan
 Timolol 0.5% 5 mg/ml : 2 x sehari 1 tetes ODS
 Travoprost 0.004% 2.5 ml : 1 x sehari 1 tetes ODS (malam)
 Citicolin tab 1x1000 mg

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 FISIOLOGI AQUEOUS HUMOUR

6
Tekanan intraokular ditentukan oleh produksi akuos dan tahanan aliran keluar
akuos. Akuos merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan
posterior. Volumenya sekitar 250 mikroliter dan produksinya sekitar 2,5
mikroliter/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma.
Komposisinya mirip dengan plasma tetapi konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat
yang lebih tinggi, dan konsentrasi protein, urea, dan glukosa lebih rendah.5
Akuos diproduksi badan siliaris. Ultrafiltrat plasma diproduksi pada stroma
prosesus siliaris, kemudian dimodifikasi dengan sekresi epitel prosesus siliaris.
Memasuki kamera okuli posterior, akuos melewati pupil menuju kamera okuli
anterior kemudian ke trabecular meshwork pada sudut kamera okuli anterior dimana
terjadi pertukaran komponen dengan darah di iris.5
Trabecular meshwork terdiri atas kolagen dan jaringan elastin yang dilapisi sel
trabekular yang membentuk filter dengan ukuran pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Kontraksi muskulus siliaris melalui insersinya pada
trabecular meshwork memperbesar ukuran pori sehingga meningkatkan drainase
akuos. Jalan menuju kanal Schlemm tergantung dari formasi siklik kanal transelular
pada lapisan endotel. Kanal eferen dari kanal Schlemm menyalurkan cairan ke vena.
Sebagian akuos melewati muskulus siliaris dan melalui sklera (aliran uveoskleral).5

Gambar 3.1 Aliran Akuos Humor

7
Tahanan aliran keluar akuos dari kamera okuli anterior adalah lapisan endotel
pada kanal Schlemm dan sebagian trabecular meshwork. Tekanan pada jaringan vena
di episklera menentukan tekanan intraokular minimal yang dapat dicapai dengan
terapi medis.5

3.2 GLAUKOMA
3.2.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neropati optik kronik yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang yang biasanya disertai
dengan peningkatan tekanan intraokular.2

3.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kira-kira 2,2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih
tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah buta yang disebabkan penyakit ini.
Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3,3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000
kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan.
Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia.
Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam
di Asia Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih
menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih.1

3.2.3 Faktor Risiko


Seseorang yang memiliki tekanan intraokular lebih tinggi dari seharusnya
akan meningkatkan risiko terjadinya glaukoma. Tekanan Intraokular (TIO) adalah
tingkat tekanan cairan di dalam mata. Tekanan intraokular yang normal berkisar
antara 10-21 mmHg, meskipun demikian orang dengan tekanan intraokular yang
rendah juga dapat menderita glaukoma, sebaliknya orang dengan tekanan intraokular
yang tinggi dapat hidup dengan mata yang sehat. 6
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya glaukoma
antara lain:6,7

a. Usia

8
Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan
munculnya glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 tahun sangat
beresiko untuk menderita glaukoma, dimana pada usia ini resiko akan
meningkat hingga 6 kali lipat.

b. Ras

Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko


terjadinya glaukoma meningkat sangat signifikan dibandingkan dengan ras
yang lain. Alasan perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-orang
asia cenderung untuk menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan pada
orang ras yang lain justru berisiko untuk terjadi glaukoma meskipun tekanan
intraokuler rendah.

c. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma


Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma, akan
berpotensi untuk menderita glaukoma, riwayat keluarga meningkatkan resiko
4 hingga 9 kali lipat.

d. Kondisi medis

Diabetes meningkatkan reskio glaukoma, selain itu riwayat darah


tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan resiko.
Faktor risiko lainnya termasuk retinal detachment, tumor mata, dan radang
pada seperti uveitis kronis dan iritis. Beberapa jenis operasi mata juga dapat
memicu glaukoma sekunder.

e. Cedera fisik

Trauma yang parah, seperti pukulan pada mata, dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga dapat menyebabkan
terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain itu dapat juga
menyebabkan glaukoma sekunder sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat
terjadi segera setelah terjadinya trauma atau satu tahun kemudian. Cedera

9
tumpul seperti mata memar atau cedera tumbus pada mata dapat merusak
sistem drainase mata, kerusakan pada sistem drainase ini yang seringkali
memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum yang menyebabkan
trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan dengan olahraga
seperti baseball atau tinju.

f. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang

Resiko terjadinya glaukoma meningkat pada penggunaan


kortikosteroid dalam periode waktu yang lama. Pada beberapa kasus
membuktikan hubungan antara penggunaan kortikosteroid dengan
glaukoma.7

Kortikosteroid menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia di


jaringan trabekular. Kortikosteroid mempengaruhi proliferasi, fagositosis
serta bentuk dan ukuran sel pada jaringan trabekular. Selain itu,
kortikosteroid menyebabkan penumpukan materi ekstraseluler melalui
induksi proliferasi apparatus Golgi, peningkatan jumlah retikulum
endoplasma, dan peningkatan jumlah vesikel sekretorik.

Kortikosteroid juga meningkatkan sintesis fibronektin, laminin,


kolagen, dan elastin. Struktur aktin sitoskeleton jaringan trabekular
mengalami reorganisasi menjadi cross-linked actin networks (CLANs).
Seluruh perubahan morfologi dan biokimia pada jaringan trabekular
menyebabkan gangguan aliran cairan aqueous. Gangguan tersebut
mengakibatkan peningkatan TIO pada corticosteroid-induced glaucoma.

3.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi dari glaukoma antara lain adalah:1,2

1. Glaukoma Primer

10
A. Open Angle Glaucoma (Glaukoma sudut terbuka)

Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan


terutama terjadi pada orang lanjut usia (di atas 50 tahun). Penyebabnya
adalah peningkatan tekanan di dalam bola mata yang terjadi secara perlahan-
lahan. Tekanan di atas atau sama dengan 22 mmHg diperkirakan patut
dicurigai menderita glaukoma dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan


menghancurkan sel-sel saraf/nervus optikus di mata. Begitu terjadinya
kehancuran sejumlah sel-sel tersebut, suatu keadaan bintik buta (blind spot)
mulai terbentuk dalam suatu lapang pandangan. Bintik buta ini biasanya
dimulai dari daerah samping/tepi (perifer) atau daerah yang lebih luar dari
satu lapang pandangan. Pada tahap lebih lanjut, daerah yang lebih
tengah/pusat akan juga terpengaruh. Sekali kehilangan penglihatan terjadi,
keadaan ini tidak dapat kembali normal lagi (ireversibel).

Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma


sudut terbuka, karenanya sering tidak terdiagnosis. Para penderita tidak
merasakan adanya nyeri dan sering tidak menyadari bahwa penglihatannya
berangsur-angsur makin memburuk sampai tahap/stadium lanjut dari
penyakitnya. Terapi sangat dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya
penyakit glaukoma ini dan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari
penglihatan.

a. Primary Open Angle Glaucoma

11
Glaukoma yang terjadi karena hambatan pembuangan aqueous
humor akibat kondisi primer berupa kelainan pada saluran pembuangan
dengan sudut terbuka.

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer


adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan dibawah lapisan endotel kanalis
schelmm. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akuous yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan
intraokular mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan.

b. Pigmentary Glaucoma

Pigmentary glaucoma adalah suatu bentuk yang diturunkan dari


bentuk glaukoma sudut terbuka yang mana kejadiannya lebih banyak
terjadi pada pria daripada wanita. Pasien dengan miop (berkaca mata
minus) biasanya yang lebih sering terkena. Bentuk anatomi dari mata
merupakan faktor kunci untuk berkembangnya bentuk ini. Pigmentary
glaucoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh pigmen
granul yang di lepaskan dari bagian belakang iris, granul-granul ini dapat
memblokir trabecular meshwork.

c. Normal Tension Glaucoma (Glaukoma bertekanan normal)

Glaukoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi


kerusakan yang progresif terhadap saraf/nervus optikus dan terjadi
kehilangan lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya tetap
normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil,
dengan kurangnya sirkulasi darah di saraf/nervus optikus, yang mana
mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas membawa
impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai tambahan,
kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan tekanan dalam bola

12
mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas normal tinggi (high
normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Glaucoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-orang
yang memiliki riwayat penyakit pembuluh darah.

Gambar 3.2 Glaukoma Sudut Terbuka dan Sudut Tertutup

Gambar 3.3 Perbedaan Glaukoma Sudut Terbuka dan Sudut Tertutup

13
B. Closure Angle Glaucoma (Glaukoma sudut tertutup)

Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan


Asia dan orang-orang yang penglihatan jauhnya buruk, kecenderungan untuk
penyakit ini diturunkan di dalam keluarga juga ada, jadi bisa saja di dalam
satu keluarga anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan
kecenderungan untuk menderita glaucoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih
dangkal dari rata-rata biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular
meshwork itu terletak di sudut yang terbentuk dimana kornea dan iris
bertemu, makin dangkal sudut maka makin dekat pula iris terhadap jaringan
trabecular meshwork.

Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara


iris dan lensa menjadi berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini
terbentuk di belakang iris, selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal.
Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi jaringan
trabecular meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi
akut atau kronis. Pada kasus akut, terjadi peningkatan secara tiba-tiba
terhadap tekanan bola mata dan ini dapat terjadi dalam beberapa jam serta
disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi merah, kornea
membengkak dan kusam, pandangan kabur, dan sebagainya. Keadaan ini
merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan segera karena kerusakan
terhadap optikus dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan
penglihatan yang menetap.

Tidak semua penderita dengan glaukoma sudut tertutup akan


mengalami gejala serangan akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang
menjadi bentuk yang kronis. Pada keadaan ini, iris secara bertahap akan
menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka
akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola

14
mata tidak meningkat sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak.
Serangan akut bisa dicegah dengan memberikan pengobatan. Berdasarkan
hasil survey epidemiologi, glaukoma sudut tertutup lebih sering terjadi di
Asia Timur, khususnya keturunan Cina.

a. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut

Glaukoma yang terjadi karena sudut tertutup secara akut akibat blok
pupil karena kondisi primer berupa BMD dangkal. Keluhan terjadi karena
peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan sangat tinggi antara
lain : nyeri periokular, penglihatan sangat menurun, melihat warna
pelangi sekitar cahaya, mual, muntah. Tanda-tanda dari glaukoma sudut
tertutup primer akut antara lain : hiperemi konjungtiva dan limbal, edema
kornea, bilik mata depan dangkal disertai flare dan cells, tekanan
intraokular sangat tinggi, papil saraf optik hiperemia, sudut bilik mata
depan tertutup, pupil berdilatasi sedang.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut

Seperti pada kasus akut, dengan faktor etiologi yang sama kecuali
bahwa episode peningkatan tekanan intraokular berlangsung singkat dan
rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi
akumulasi kerusakan pada sudut kamera anterior berupa pembentukan
sinekia anterior perifer. Kadang-kadang penutupan sudut menjadi akut.
Kunci untuk diagnosis terletak pada riwayat, nyeri unilateral berulang,
kemerahan, dan kekaburan penglihatan yang disertai hala disekitarnya,
serangan sering terjadi malam hari.

c. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Kronik

Sama dengan glaukoma sudut tertutup primer akut terbengkalai,


kelainan mata yang terjadi akibat glaukoma sudut tertutup primer akut
yang berlangsung lama. Terdapatnya sinekia anterior akibat dari

15
glaukoma sudut tertutup primer akut yang berlangsung lama
menyebabkan tekanan intraokular tetap tinggi disertai kerusakan pada
papil saraf optik.

d. Glaukoma Sudut Tertutup Karena Ektopia Lentis Anterior

Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular meningkat


dengan cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut akibat subluksasi lensa
anterior.

Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada bukaan pupil


yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior
pada karpus vitreus juga berkaitan dengan glaukoma, walaupun
mekanismenya belum jelas. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan sudut
pada dislokasi traumatik.

2. Glaukoma Sekunder

Bentuk ini adalah sebagai hasil dari kelainan mata lainnya seperti
trauma, katarak, atau radang mata. Penggunaan obat-obat golongan steroid
(kortison) juga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan tekanan di
dalam bola mata.

a. Glaukoma Fakomorfik

Merupakan glaukoma sekunder sudut tertutup akibat lensa yang


membesar pada katarak imatur atau matur. Lensa membesar sehingga
terjadi blok pupil, akueus humor meningkat pada bilik mata belakang
yang mendorong iris perifer ke depan dan menutup sudut bilik mata
depan

b. Glaukoma Fakolitik

16
Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat keluarnya protein lensa
pada katarak matur dan hipermatur yang menyumbat jaringan trabekular.
Sebagian kotoran stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior sehingga protein lensa yang mencair masuk kedalam kamera
oculi anterior. Jalinan trabekular menjadi berjumlah tersumbat oleh
protein dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular
c. Glaukoma Sekunder Karena Uveitis Anterior
Merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka maupun tertutup yang
timbul akibat radang pada iris dan badan siliar.
d. Glaukoma Neovaskuler
Merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan adanya
neovaskularisasi pada permukaan iris, sudut dan jaringan trabekular.

3. Glaukoma Kongenital
Bentuk ini adalah bentuk yang jarang terjadi, yang disebabkan oleh
sistem pengaliran cairan mata yang abnormal. Ini bisa terjadi pada waktu
lahir atau berkembang di kemudian hari. Para orang tua bisa mengetahui jika
anaknya menderita kelainan ini dengan cara memperhatikan apakah anaknya
sensitif terhadap cahaya, mata yang besar dan berawan/kusam atau mata
berair berlebihan. Biasanya diperlukan tindakan bedah untuk
menanganinya.

4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan hasil akhir dari glaukoma yang tidak
terkontrol, mata menjadi keras, tajam penglihatan menjadi nol dan sering
terasa nyeri.

3.2.5 Patofisiologi
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah satu
penyebab terjadinya kerusakan saraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan adanya
gangguan dengan cairan di dalam mata yang terlalu berlebih. Ini bisa disebabkan oleh
mata yang memproduksi cairan terlalu berlebih, cairan tidak mengalir sebagaimana
mestinya melalui fasilitas yang ada untuk keluar dari mata (jaringan trabecular

17
meshwork) atau sudut yang terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup
sehingga menyumbat/ memblok pengaliran daripada cairan mata.2,8
Pada glaukoma kronik, adanya peningkatan TIO dapat disebabkan karena
beberapa hal antara lain terjadinya obstruksi trabekular, adanya kehilangan sel
endotel trabekular, kehilangan kemampuan densitas trabekular dan menyempitnya
kanal Schlemm, kehilangan vakuola di dinding endotel kanal schlemm, gangguan
aktivitas fagositik, gangguan metabolisme KS, disfungsi kontrol adrenergik, dan
proses imunologik abnormal. Dikatakan bahwa fitur patologis utama dari POAG
adalah degenerasi trabecular meshwork di mana terdapat deposit ekstraseluler di
dalamnya serta terdeposit juga di bawah lapisan endotel kanal Schlemm.1,2
Mekanisme utama penurunan penglihatan adalah dengan terjadinya atrofi
sel ganglion difus yang ditandai dengan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina serta berkurangnya jumlah sel akson di saraf optikus. Beberapa postulat
telah diajukan untuk menerangkan terjadinya proses tersebut. Tetapi hingga kini
hanya ada dua postulat yang dapat menjelaskan proses ini secara lengkap yaitu: 1,2
1. Teori iskemik : gangguan pembuluh darah kapiler akson nervus optikus,
memainkan peranan penting pada patogenesis kerusakan akibat glaukoma.
Mekanisme yang terjadi:
a. Hilangnya pembuluh darah
b. Perubahan aliran darah kapiler
c. Perubahan yang mempengaruhi penghantaran nutrisi ataupun
pembuangan produk metabolit dari akson
d. Kegagalan pengaturan aliran darah
e. Penghantaran substansi vasoaktif yang bersifat merusak ke dalam
pembuluh darah saraf optikus.
2. Teori mekanik langsung menjelaskan bahwa peningkatan tekanan intraokuler
yang bersifat kronik merusak saraf retina secara langsung pada saat saraf
tersebut melewati lamina kribosa. Kenaikan tekanan intraokuler memicu
kolapsnya serta perubahan pada lempeng laminar serta perubahan susunan
kanal aksonal, serta menyebabkan penekanan secara langsung pada serat
saraf dan juga menyebabkan gangguan aliran darah serta penurunan hantaran
nutrien kepada akson pada papil saraf optikus.

3.2.6 Gejala Klinis

18
Perjalanan penyakit biasanya lambat dan sering kali tidak menimbulkan
keluhan pada pasien. Glaukoma primer sudut terbuka baru menimbulkan gejala jika
sudah timbul penurunan lapang pandang yang nyata. Hal ini disebabkan karena
penurunan lapang pandang dimulai dari daerah nasal yang biasanya sulit dideteksi
karena terdapat kompensasi dari mata sisi sebelahnya. Walaupun penyakit ini terjadi
secara bilateral, progresi yang terjadi sering tidak simetris. Kadang-kadang pasien
dengan tekanan intra orbita yang tinggi dapat mengeluhkan sakit kepala, sakit mata
dan bahkan adanya gambaran halo/pelangi disekitar lampu.1
Pada beberapa pasien dapat juga ditemukan adanya riwayat penyakit mata
seperti mata merah, gangguan lapang pandang (terdapat halo), sakit kepala, katarak,
uveitis, retinopati diabetik, oklusi vaskular dan trauma, riwayat penyakit dahulu
seperti operasi pada mata, riwayat penggunaan obat seperti antihipertensi atau steroid
topikal. Selain itu kecurigaan kearah glaukoma perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan faktor risiko seperti riwayat peningkatan TIO, usia, ras afro-amerika, riwayat
keluarga menderita glaukoma, miopi, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus,
migrain, hipertensi, vasospasme. 1
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
glaucoma primer sudut terbuka antara lain pemeriksaan visus (terutama telah
diketahui visus sebelumnya), pemeriksaan pupil untuk melihat refleks cahaya
langsung dan tak langsung, pemeriksaan Marcus Gunn pupil (defek pupil aferen
relatif).1 Pemeriksaan gonioskopi yang menunjukkan sudut terbuka tanpa adanya
tanda-tanda galukoma sekunder. Perimetri digunakan untuk memeriksa lapang
pandang perifer dan sentral yang bertujuan untuk mendeteksi hilangnya lapang
pandang misalnya layar tangent, perimetri Goldmann dan perimetri otomatis berbantu
komputer.2
Pemeriksaan yang penting dalam mendiagnosis glaukoma adalah pemeriksaan
peningkatan tekanan intra-orbita. Pemeriksaan yang dilakukan dengan tonometri
(tonometri digital, Schiotz, aplanasi Goldmann). Beberapa hal perlu diingat yaitu
adanya variasi diurnal yang menyebabkan fluktuasi tekanan intra orbita, sehingga
perlunya dilakukan pemeriksaan pada beberapa waktu yang berbeda dalam sehari.
Adanaya perbedaan tekanan sebesar 5 mmHg antara kedua mata harus meningkatkan

19
kecurigaan kearah galukoma.1,2 Penilaian diskus optikus juga penting dilakukan pada
pasien glaukoma, yang dapat ditemukan antara lain tanda penggaungan yang khas
yaitu pinggir papil bagian temporal menipis, adanya ekskavasi melebar dan
mendalam tergaung, tampak bagian pembuluh darah di tengah papil tak jelas, tampak
pembuluh darah seolah-olah menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal, dan
jika tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri.

3.2.7 Diagnosis
Sebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:

1. Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan gejala-gejala klinik berupa nyeri pada
bola mata, injeksi pada konjungtiva, melihat gambaran halo, dan penglihatan
seperti terowongan (tunnel vision). Penyakit sistemik yang mungkin
mempengaruhi penglihatan atau mempengaruhi pengobatan nantinya juga
perlu dianamnesis, seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit paru-paru dan
kardiovaskuler, hipertensi, serta berbagai penyakit neurologis lainnya perlu
dianamnesis. Pada anamnesis juga harus dicantumkan riwayat ophtalmologi,
baik yang sekarang ataupun yang lampau, derajat sosial, riwayat penggunaan
tembakau dan alkohol, dan riwayat penyakit dalam keluarga.9
2. Pemeriksaan pada mata
a. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihan bukan merupakan pemeriksaan
yang khusus untuk glaucoma karena tajam penglihatan 6/6 belum tentu
tidak ada glaucoma. Pada glaucoma sudut terbuka, kerusakan saraf mata
dimulai dari tepi lapangan pandang dan lambat laun ke tengah. Dengan
demikian, penglihatan sentral bertahan lama walaupun penglihatan perifer
sudah tidak ada. 9

b. Pemeriksaan tekanan bola mata

20
Tekanan bola mata tidak tetap dari hari ke hari. Ada beberapa orang
dengan tekanan bola mata yang tinggi tetapi tidak memperlihatkan gejala
glaukoma lainnya, sebaliknya, ada beberapa orang yang mempunyai
tekanan bola mata yang rendah tetapi memiliki tanda-tanda galukoma.
Oleh sebab itu, pemeriksaan dengan tonometri bukan merupakan
pemeriksaan satu-satunya untuk mendiagnosa glaukoma. Tekanan bola
mata tidak sama pada setiap orang. Tekanan mata pada kebanyakan orang
adalah di bawah 20 mmHg tanpa kerusakan saraf optik dan gejala
glaukoma. Sebagian besar penderita glauloma memiliki tekanan lebih dari
20 mmHg.1 Hal yang perlu dilakukan dalam mendiagnosa glaukoma
adalah:

a. Bila tekanan 21 mmHg, rasio kontrol C/D, periksa lapangan


pandangan sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma
sekitar titik fiksasi.
b. Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan
pemeriksaan di atas bila masih dalam batas-batas normal
mungkin suatu hipertensi okuli.2
Alat yang diperlukan untuk menilai tekanan bola mata adalah
tonometri. Tonometri digunakan untuk menilai tingginya tekanan
intraocular. pemeriksaan tonometri merupakan pemeriksaan yang penting
dan khusus untuk diagnosa dan evaluasi terapi. Macam–macam
tonometer:
a. Cara digital
b. Tonometer schiotz
c. Tonometer aplanasi goldmann
d. Tonometer non kontak

c. Pemeriksaan lapangan pandang


Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah
terutama pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai
tekanan sistolik 80 mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila
tekanan bola mata 40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran

21
serabut saraf retina, yang akan mengganggu fungsinya. Pembuluh darah
kecil papil akan menciut sehingga peredaran darah papil terganggu yang
akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada papil saraf optik.
Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang pandangan
dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma.1
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah
perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada
glaukoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan
terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.
Pasien duduk di depan pemeriksa dengan jarak 1 meter.
Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan sedang mata kiri ditutup.
Pemeriksan memperlihatkan beberapa jarinya di perifer salah satu dari
keempat kuadran. Pada keadaan normal, lapang pandang pasien dan
pemeriksa harus sama. Kesalahan pada satu/lebih kuadran yang konsisten
menunjukkan adanya defisiensi dalam kuadran tersebut.2
d. Oftalmoskopi untuk menilai kerusakan saraf optik
Adanya depresi N. Opticus di belakang mata akibat penekanan
tekanan intraokular. Terjadi pelebaran N. Opticus yang disebut dengan
cupping. Hal ini berarti kondisi sudah dalam tahap lanjut.
Selain itu bisa terdapat Hoyt’s sign, yaitu kerusakan neuron pada
glaukoma berupa atropi sarah-saraf retina yang merupakan awal dari
perubahan diskus optikus.
e. Gonioskopi untuk menentukan jenis glaukoma
Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk mengetahui jenis
glaukoma terbuka atau tertutup. Pada uji gonioskopi, lensa cermin ditaruh
di depan kornea sehingga dapat dilihat sudut bilik mata secara langsung.
Sudut sempit atau sudut tertutup dapat dilihat. Pemeriksaan ini harus
dilakukan rutin pada penderita glaukoma. Gonioskopi dapat menentukan
apakah seseorang akan mendapat serangan glaukoma sudut tertutup,
sehinga ia akan mencari pengobatan segera apabila mulai terjadi
serangan.2

22
Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai
peningkatan tekanan intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal,
dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan tekanan
intraokular yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk menegakan
diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang.1
Glaukoma sudut tertutup terjadi bila tekanan intraokular mendadak naik karena
adanya hambatan oleh akar iris pada sudut balik mata depan, yang membendung
semua aliran keluar. Ini terjadi bila secara anatomis sudut bilik mata depan sempit.
Glaukoma sudut tertutup ditandai oleh penglihatan yang kabur mendadak diikuti rasa
nyeri hebat dan penampakan lingkaran berwarna pelangi disekitar lampu. Sering
mual-mual dan muntah. Biasanya nyeri pada dan disekitar mata.gejala lainnya antara
lain tekanan intraokular yang sangat tinggi, bilik mata depan yang dangkal, sembab
kornea, tajam penglihatan menurun, pupil yang agak melebar dan tidak bergerak dan
injeksi siliar. Pada funduskopi, papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan
atrofi.1,8,9 Selain dari anamnesis diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada pasien yang diduga glaukoma.
Semua pasien yang dicurigai glaukoma perlu mendapat pemeriksaan visus,
funduskopi, pemeriksaan tekanan intraokular, lup dengan sentolop (slitlamp),
gonioskopi dan pemeriksaan lapang pandang. Pemeriksaan visus, funduskopi dan
slitlamp bertujuan mencari kelainan morfologi untuk menyingkirkan diagnosis
banding serta mencari seberapa jauh penurunan penglihatan yang terjadi.
Pemeriksaan sisanya akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

23
Gambar 3.4 Glacoumatous cupping

3.2.8 Tatalaksana
Medikamentosa1
1. Supresi Pembentukan Aquoeus humor
a. Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
 Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
 Betaksolol 0,25% dan 0,5%
 Levobunolol 0,25% dan 0,5%
 Metipranolol 0,3%
b. Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus
humor tanpa efek pada aliran keluar.
c. Inhibitor karbonat anhidrase
 Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg)
 Diklorfenamid
 Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat
tinggi perlu segera dikontrol.

2. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor


a. Obat parasimpatomimetik
 Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4%
sebelum tidur.
 Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
 Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan
trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai

24
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak.
b. Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus
humor .
c. Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya.

3. Penurunan Volume Korpus Vitreum


a. Obat-obat hiperosmotik
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum
dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan
produksi Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder). Obat hiperosmotik:
yang paling mudah adalah larutan gliserin, 50 % yang diberikan oral.
Dosis 1-1,5 gram/kgBB (0,7-1,5 KgBB). Untuk praktisnya dapat dipakai
1 cc per KgBB.9

b. Gliserin (gliserol)

Gliserin ini harus diminum sekaligus. Tidak banyak gunanya jika


diminum sedikit demi sedikit. Karena gliserin ini terlalu manis hingga
dapat menyebabkan rasa mual pada penderita, boleh diteteskan jeruk nipis
agar terasa seperti air jeruk. Obat lain yang hiperosmotik tetapi tidak
mudah didapat di daerah pedesaan adalah manitol 20 % yang diberikan
perinfus + 60 tetes per menit.

4. Miotik, Midriatik & Sikloplegik


Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma
sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi

25
pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombé karena
sinekia posterior.2 Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa
ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.2 Miotik: yang paling mudah didapat
adalah pilokarpin 2 - 4 % tetes mata yang diteteskan tiap menit 1 tetes
selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam.

Pembedahan dan Laser1

Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru


dilakukan bila terjadi beberapa keadaan antara lain:
a. TIO tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg
b. Lapang pandangan yang terus mengecil
c. Pada pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
d. Tidak mampu membeli obat untuk seumur hidup
e. Tak tersedia obat-obatan yang diperlukan

1. Iridektomi dan Iridotomi Perifer


Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium :
YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi
perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea
jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup
besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas.
Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut
sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.
2. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena
efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta

26
terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan
trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk
glaukoma sudut terbuka.
3. Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah
menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.

Operasi dapat lebih banyak menurunkan tekanan intraokular


dibandingkan medikasi dan laser. Trabekulektomi merupakan prosedur yang
paling sering dilakukan untuk mem-bypass kanal drainase normal, membuat
akses langsung dari kamera okuli anterior ke jaringan subkonjungkiva dan
orbital serta ruang sub-Tenon.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah fibrosis pada jaringan episkleral
yang dapat menutup jalur drainase yang baru. Apabila trabekulektomi tidak
efektif, dapat dilakukan implantasi tabung silikon sebagai jalur permanen
aliran keluar aqueous.
Jenis operasi lain yaitu viskokanalostmi dan sklerektomi dalam dengan
implan kolagen, serta goniotomi untuk menatalaksana glaukoma kongenital
dimana obstruksi drainase aqueous terdapat pada bagian dalam trabecular
meshwork.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang
tidak membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons
terhadap trabekulotomi.9
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang
menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah suatu
teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang

27
tampaknya terjadi sumbatan drainase Aquoeus humor di bagian dalam
jalinan trabekular.
4. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi,
ultrasonografi mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan
kerusakan korpus siliaris dibawahnya.
3.2.9 Prognosis
Tanpa tatalaksana yang adekuat, glaukoma dapat berprogresi terus hingga
menjadi kebutaan total. Apabila obat drop antiglaukoma dapat mengontrol TIO pada
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa yang ekstensif, maka
prognosisnya bagus (walaupun masih ada kemungkinan penurunan visus). Saat
terdeteksi dini, kebanyakan pasien glaukoma dapat tertatalaksana secara
medikamentosa dengan baik. Trabekulektomi adalah pilihan yang bagus untuk pasien
yang telah mengalami progresi glaukoma walaupun telah mendapat terapi
medikamentosa.2

3.3 KATARAK SENILIS


3.3.1 Definisi
Katarak senilis adalah katarak primer yang terjadi pada usia lebih dari 50
tahun. Namun, jika disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes mellitus yang
akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat derajat kekeruhan yang sama atau
berbeda.1,10

3.3.2 Epidemiologi
Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak. Katarak akibat
penuaan merupakan penyebab umum gangguan penglihatan. Berbagai studi cross-
sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas 75 tahun.
Tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin terhadap penurunan penglihatan.1,11

3.3.3 Klasifikasi

28
a. Berdasarkan morfologisnya dibagi menjadi 3, antara lain:1
1. Katarak nuklear
2. Katarak kortikal
3. Katarak kupuliform
b. Berdasarkan maturitasnya dibagi menjadi 4, antara lain: 1
1. Stadium insipien
2. Stadium imatur
3. Stadium matur
4. Stadium hipermatur

3.3.4 Etiologi
Penyebab katarak senilis belum diketahui secara pasti, tetapi diduga terjadi
karena:1
1. Proses pada nukleus
Oleh karena serabut- serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu
terdorong kearah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah
menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion
calcium dan sclerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi penimbunan
pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop. Lama-
kelamaan nucleus lensa yang pada mulanya bewarna putih, menjadi
kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat, dan kemudian menjadi
kehitam-hitaman. Kadang itulah dinamakan katarak brunesen atau
katarak nigra.
2. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah diantara serabut-serabut lensa yang berisi
air dan penimbunan kalsium, sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih
cembung, dan membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya
perubahan refraksi kearah miopia pada katarak kortikal, penderita
seolah-olah mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia
yang bertambah.

3.3.5 Patofisiologi
Epitel lensa diyakini mengalami perubahan yang berkaitan dengan usia,
khususnya penurunan kepadatan sel epitel lensa dan penyimpangan diferensiasi sel

29
serat lensa. Akumulasi penurunan epitel dalam skala kecil dapat menyebabkan
perubahan pembentukan serat lensa dan homeostasis, akhirnya menyebabkan
penurunan transparansi lensa. Terjadi perubahan pada kecepatan transpor air, nutrien
dan antioksidan yang dapat menyebabkan air dan metabolit larut air berat molekul
rendah dapat memasuki sel-sel inti lensa melalui epitel dan korteks. Akibatnya
katarak senilis akan terbentuk. Berbagai studi menunjukkan peningkatan produk
oksidasi (misalnya, glutathione teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan dan
enzim superoksida dismutase menyebabkan proses oksidatif pada cataractogenesis.
Mekanisme lain yang terlibat adalah soluble low-molecular weight cytoplasmic lens
proteins to soluble high molecular weight aggregates, insoluble phases, and insoluble
membrane-protein matrices. Hal itu menyebabkan adanya perubahan pada protein
yang menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks bias lensa, sinar cahaya
tersebar, dan mengurangi transparansi.

3.3.6 Diagnosis
Berdasarkan maturitasnya, katarak diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Stadium Insipien
Stadium yang paling dini yang belum menimbulkan gangguan visus.
Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5-5/6.6 Pada stadium ini terdapat keluhan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama semua bagian lensa. Bila
dilakukan uji bayangan iris akan positif.10
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti baji (jari-jari roda) dan daerah jernih diantaranya terutama mengenai
korteks anterior. Gambaran inilah yang disebut spokes of a wheel, yang
nyata bila pupil dilebarkan. Pada stadium lanjut, gambaran baji dapat dilihat
pula pada pupil yang normal.

b. Stadium Imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan itu
terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa.
Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk kedalam mata
tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa,

30
maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan
lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat dipupil ada daerah yang terang
sebagai reflex pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah
yang gelap akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini
disebut shadow test (+). Pada stadium ini mungkin terjadi terjadi hidrasi
korteks yang mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks
refraksi berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi myopia.
Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa, iris
terdorong kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih
sempit, sehingga dapat menimbulkan glaucoma sebagai penyulitnya.6

Gambar 3.5 Katarak Imatur


c. Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air, sehingga lensa akan berukuran
normal kembali, sudut bilik mata depan normal kembali. Pada stadium ini
lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang melalui
pupil dipantulkan kembali dipermukaan anterior lensa. Tak ada bayanganiris
(shadow test (-)). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Iris shadow
test membedakan stadium matur dari imatur dengan syarat harus diperiksa
lebih lanjut dengan midriatika. Dengan melebarkan pupil akan tampak
bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang,
walaupun masih stadium imatur (iris shadow test (+)), dengan koreksi, visus
tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi
1/300 atau satu tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya
belum keruh seluruhnya. Keadaan ini disebut stadium vera matur.2

31
Gambar 3.6 Katarak Matur

d. Stadium Hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga
nucleus lensa turun oleh karena daya beratnya, kebawah. Melalui pupil pada
daerah yang keruh nucleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran dibagian
bawah, dengan warna yang lain dari pada bagian yang diatasnya yaitu
kecoklatan.

Gambar 3.7 Katarak Hipermatur

Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi
lebih permeable, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa
menjadi kempis, yang dibawahnya terdapat nucleus lensa. Keadaan ini
disebut katarak morgagni. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, tak
menempel pada lensa, sehingga pada pergerakkan bola mata, iris bergetar.

32
Masa lensa yang masuk kedalam bilik mata depan dapat menimbulkan
penyulit glaucoma (proses fakolitik) dan uveitis (proses fakotoksik).6
Tabel 3.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/6 – ↓↓ (1/300- ↓↓ (1/300-
1/60) 1/~) 1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositi
f
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

TES BAYANGAN (SHADOW TEST)


Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Dasar
pemeriksaan adalah makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin
besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedang makin tebal
kekeruhan lensa makinkecil bayangan iris pada lensa.Alat yang digunakan adalah
lampu sentolop dan loup. Tekniknya adalah sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat
sudut 45º dengan dataran iris, dengan loup dilihat bayangan iris pada; lensa yang keruh
Penilaiannya :
a. Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil berartilensa
belum keruh seluruhnya (belum sampai ke depan); ini terjadi pada katarak immatur,
keadaan ini disebut shadow test (+).
b. Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil berarti lensa sudah keruh
seluruhnya (sampai pada kapsul anterior) terdapat pada katarak matur,keadaan ini disebut
shadow test (-).

33
c. Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak jauhdi
belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini
disebutpseudopositif.

3.3.7 Tatalaksana
1. Pengobatan non-bedah
a. Pengobatan penyebab dari katarak
Pengobatan penyebab dari katarak sangat penting dilakukan untuk
menghentikan atau memperlambat perjalanan penyakit katarak sehingga
proses pembedahan dapat ditunda.
- Mengobati dan mengkontrol Diabetes Mellitus
- Penghentian pemakaian obat-obatan yang bersifat kataraktogenik seperti
kortikosteroid, phenothiazine, dan miotics
b. Meningkatan kemampuan penglihatan pada penderita katarak imatur dan
katarak insipien
- Pemakaian kaca mata hitam pada penderita katarak sentralakan sangat
membantu
- Refraksi, di mana dapat berubah dalam jangka waktu yang lumayan
singkat, harus selalu dikontrol secara berkala
- Pengaturan pencahayaan. Pada pasien dengan kekeruhan lensa bagian
perifer, pencahayaan yang terang dapat membantu meningkatan
kemampuan penglihatan. Sebaliknya, pada penderita katarak dengan
kekeruhan lensa bagian sentral membutuhkan pencahayaan yang redup
untuk mendapatkan penglihatan yang baik.
- Penggunaan mydriatic dapat membantu menigkatkan penglihatan.
- Penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, menunjukkan pencegahan katarak karena gula.
- Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol lowering agent, aspirin,
glutathione raising agent dan antioksidan vitamin C dan E juga dapat
menghambat proses kekeruhan lensa.

34
2. Pembedahan
Indikasi :
- Memperbaiki kemampuan penglihatan Tindakan pembedahan dilakukan jika
katarak tersebut telah mengganggu aktivitas sehari-hari penderita
- Adanya Indikasi medis
Terkadang visus penderita masih bagus dan masih dapat melakukan kegiatan
sehari-hari, namun tindakan pembedahan dapat dianjurkan jika ada indikasi
medis seperti:
o Lens Induced glaucoma
o Phacoanaphylactic endophtalmitis
o Penyakit-penyakit pada retina seperti retinopati diabetes atau ablasi retina di
mana pengobatannya dihambat oleh adanya kekeruhan lensa
- Indikasi kosmetik
Untuk mendapatkan kembali pupil yang bewarna hitam

3. Evaluasi preoperatif
Sebelum melakukan tindakan pembedahan, pemeriksaan secara keseluruhan harus
dilakukan.
- Pemeriksaan kesehatan umum
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan fungsi retina
- Menilai apakah ada infeksi local pada mata
- Pemeriksaan bilik mata depan dengan slit lamp
- Pemeriksaan tekanan bola mata
4. Pengobatan Preoperatif
- Antibiotik topical
- Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan

- Informed consent

35
- Menurunkan tekanan bola mata (TIO)
- Menjaga agar pupil tetap berdilatasi

Teknik anestesi yang digunakan:


1. Lokal
Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah anestesi
lokal. Adapun anestesi lokal dilakukan dengan teknik:
a. Topikal anestesi
b. Sub konjungtiva ( sering digunakan ) obat anestesi yang dipakai Lidokain
+ Markain (1:1)
c. Retrobulbaer
d. Parabulbaer
2. Umum
Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi dan anak.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun- tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode
yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan
evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE,
phacoemulsifikasi, dan SICS.
 Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan
dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Oleh karena itu, zonule atau
ligamen hialoidea yang telah berdegenasi dan lemah adalah salah satu dari indikasi
dari metode ini. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa

36
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Dapat dilakukan di
tempat dengan fasilitas bedah mikroskopis yang terbatas, pada kasus-kasus yang
tidak stabil seperti intumescent, hipermatur, dan katarak luksasi, jika zonular tidak
berhasil dimanipulasi untuk mengeluarkan nukleus dan korteks lensa melalui
prosedur ECCE.

Gambar 3.8 Pembedahan Katarak dengan Metode ICCE

 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan meninggalkan kapsul posterior yang
masih intak. ECCE melalui ekspesi nukleus prosedur utama pada operasi katarak.
Pelaksanaan prosedur ini tergantung dari ketersediaan alat, kemamppuan ahli
bedah dan densitas nukleus. Pada saat ini hampir semua kasus untuk katarak
dilakukan pembedahan dengan teknik ini kecuali jika ada kontraindikasi.9

37
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca,
mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. Kontraindikasi yaitu adanya subluksasi dan dislokasi
dari lensa. Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran
nukleus dan materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh
pelaksanaan prosedur yang aman melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.

Gambar 3.9. Metode dengan ECCE

 Fakoemulsifikasi

38
Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan
gelombang ultrasonic (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic
akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra
Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari.10 Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan
katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan insisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

Gambar 3.10. Metode dengan Fakoemulsifikasi

 SICS

39
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena
biaya yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk
dilakukan dan mempunyai aplikasi yang lebih luas.

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke poli mata RS Abdul Manap pada tanggal 20 April dengan
keluhan penglihatan kabur perlahan-lahan pada kedua mata sejak 5 tahun yang lalu
dan memberat pada 6 bulan terakhir. Awalnya keluhan dimulai dari mata kanan
terlebih dahulu, setelah itu lama kelamaan keluhan juga muncul pada mata kiri
pasien. Keluhan tidak disertai dengan mata merah. Selain itu, terkadang pasien juga
merasa matanya nyeri, silau jika melihat cahaya, dan saat silau pasien juga merasakan
sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan merasa mulai berjalan seperi di lorong-lorong
dan makin lama lorong tersebut terasa makin sempit.
Rasa gatal pada mata (-), melihat pelangi (-), riwayat trauma (-), riwayat
menggunakan kacamata (+), riwayat menggunakan obat-obatan jangka panjang (-).
Pasien sudah sering berobat ke dokter semenjak keluhan muncul dan telah melakukan
operasi katarak pada mata kanan 11 bulan yang lalu dan untuk mata kiri belum
dilakukan operasi katarak.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD : 1/60 dan VOS
: 6/60 dengan pinhole (-). Pada kornea OD jernih, sedangkan pada kornea OS keruh
sebagian. Pada iris OD didapatkan iridektomi dan shadow test (-) dan shadow test (+)
pada OS. Pada lensa didapatkan IOL yang letaknya di bagian posterior OD. Hasil dari
pemeriksaan tonometri digital yaitu TIO OD : N dan TIO OS : N+, dimana saat
dilakukan pemeriksaan tonometri non kontak didapatkan TIO OD : 15 dan TIO OS :
21. Lapangan pandang pasien lebih sempit dari pemeriksa. Pada funduskopi
ditemukan FOD : C/D ratio 0.8-0.9; cupping (+) dan FOS : C/D ratio 0.7-0.8;
cupping (+)

40
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
pasien didiagnosa Glaukoma Sudut Terbuka Primer ODS + Pseudofakia OD +
Katarak Senilis Imatur OS. Glaukoma pada pasien ini ditegakkan karena terjadi
penurunan ketajaman penglihatan yang perlahan, tidak disertai dengan mata merah,
dan terjadi peningkatan dari tekanan intraokular. Pseudofakia ditegakkan karena
pasien pernah operasi katarak sebelumnya dan terdapat gambaran IOL. Katarak pada
pasien ini termasuk ke kategori katarak senilis, dimana katarak senilis adalah katarak
yang terjadi pada umur lebih dari 50 tahun. Pada pasien ini termasuk katarak imatur
karena penurunan visus belum terlalu jauh, kekeruhan belum mengenai seluruh
lapisan lensa, dan shadow test (+).
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain Timolol 0.5% , travoprost
0.004% 2.5 ml, dan citicolin tab 1x1000 mg untuk menurunkan tekanan intraokular
pada glaukoma primer sudut terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI;
2013
2. Vaughan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi Umum Edisi ke-17. Jakarta:
Widya Medika; 2015
3. Khurana AK. Glaucoma in Ophthamology. Fourth Edition, Chapter 20. New
Delhi: New Age International Limited Publisher; 2007. hlm. 205-40.
4. Dwi AT, Saerang, Laya MR. Profil Glaukoma Sekunder Akibat Katarak
Senilis Pre Operasi di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode
Januari 2011 Desember 2011. J e-Bomed. 2011; 1(1):59-63
5. Snell, Richard. S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012
6. Bascom Palmer Eye Institute. Glaucoma. (serial online) (diakses 21 April
2018). Diunduh dari URL: http://www.bpei.med.miami.edu
7. Sitompul R. Kortikosteroid dalam Tatalaksana Uveitis: Mekanisme Kerja,
Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. J Indon Med Assoc: 2011 Jun;61(6).
8. Pascotto A, Sacca SC, Fioretto M, Orfeo V. Glaucoma, Complications and
Management of Glaucoma Filtering. (serial online) (diakses 21 April 2018).
Diunduh dari URL: http://www.emedicine.medscape.com
9. RS Mata YAP. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma. (serial online) (diakses
21 April 2018). Diunduh dari URL: http://www.rsmyap.com
10. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract.
Section 11. Basic and Clinical Science Course; 2007

41
11. Wva Riodan Paul, Eitcher P. Jhon. Ofthalmologi Umum. Edisi 17. Penerbit
EGC. 2012

42

Anda mungkin juga menyukai