Anda di halaman 1dari 3

Tugas Mata Kuliah Masyarakat dan Lingkungan Hidup

Alih Fungsi Lahan dan Ekspansi Sawit Akar Masalah


Lingkungan di Indonesia
Oleh : Rosemeini Heraningtyas (394650/SP/27256)

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menjanjikan, banyak


pengusaha memilih berinvestasi melalui perkebunan sawit. Hal ini mengingat
kebutuhan akan minyak sawit terus meningkat dan menjadikannya sebagai
komiditas ekspor utama di Indonesia. Tentunya pada permintaan sawit yang
meningkat juga berimbas dengan peningkatan alih fungsi lahan besar-besaran.
Maraknya alih fungsi lahan menjadi kelapa sawit tidak lain karena didasari faktor
ekonomi. Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di Asia
Tenggara bahkan dunia, ini menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir
terbesar disusul Malaysia, Thailand, Nigeria, Kolombia, dan Papua Nugini.
Perkembangan areal kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup siginifikan. Kelapa sawit menjadi komiditas utama yang mampu
menambah pendapatan negara, menurut ulasan Tempo.co kontribusi ekspor sawit
mampu mencapa Rp 231,4 triliun dengan serapan tenaga kerja mencapai 5,6 juta
orang. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menegaskan bahwa ekspor sawit
mampu mencapai nilai 12% dengan nilai produksi sebesar 31 juta ton ditahun
2016 (Anjar, 2017). Selain itu, kelapa sawit tengah digencarkan pemerintah
sebagai bahan bakar pengganti fosil yaitu biodosel. Hal ini didukung dengan
adanya gerakan B20 dengan penggunaan CPO sebagai campuran solar, dan
diharapkan mampu menekan impor minyak. Namun, dibalik peranan kelapa sawit
sebagai penyelamat pendapatan negara terdapat ironi yang dilahirkan oleh alih
fungsi lahan untuk kepentingan perkebunan sawit. Perlu kita ketahui bahwa
meningkatnya alih fungsi lahan oleh perkebunan sawit berbanding lurus dengan
meningkatnya emisi karbon yang berdampak pada iklim global. Indonesia kini
tengah menjadi sorotan akibat besarnya emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan.

Menurut data statistik Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian telah


terjadi peningkatan jumlah luasan lahan perkebunan kelapa sawit nasional pada
tahun 2013 mencapai 10,4 juta hektar kemudian bertambah pada tahun 2014
menjadi 10,9 juta hektar dan terus mengalami peningkatan yang signifikan di
tahun 2015 mencapai 11,9 juta hektar. Menurut sumber data Dirjen Perkebunan
Kementerian Pertanian sebaran dan luas area tanaman kelapa sawit pada tahun
2015 dipulau Kalimantan mencapai 3,6 juta hektar. Sedangkan alih fungsi lahan
kawasan hutan periode 2010 hingga 2013 pulau Kalimantan mencapai 33% luas
wilayah. Dalam kurun waktu 36 tahun (1980-2016) luas areal kelapa sawit terus
bertambah dari 294,56 ribu ha menjadi 11,30 juta ha di tahun 2015 dan diprediksi
menjadi 11,67 juta ha pada 2016. Peningkatan alih fungsi lahan oleh ekspansi
sawit juga berimbas pada ekosistem. Pembukaan lahan sawit dilakukan dengan
pembakaran hutan, yang dinilai mampu menekan biaya dan lebih efisien. Dampak
pembakaran hutan besar-besaran mampu memusnahkan hewan dan merusak
habitatnya. Banyak khasus pembakaran hutan ataupun lahan berimbas pada
beralihnya habitat gajah, orang utan, dan harimau, sehingga hewan-hewan
tersebut memasuki area pemukiman warga. Hal ini justru mengancam
keberlangsungan hidup hewan-hewan tersebut, masyarakat justru akan merasa
terancam, terganggu, dan tidak aman sehingga, memburu dan membunuh menjadi
jalan keluar. Ancaman yang lebih serius dari hal ini adalah kepunahan hewan
langka akibat hilangnya habitat asli mereka.

Langkah yang dapat diambil pemerintah untuk menekan ekspansi sawit


dan alih fungsi lahan melalui regulasi yang ketat. Kebijakan satu peta menjadi
salah satu solusi untuk mengendalikan alih fungsi lahan. Melalui satu peta kita
dapat mengetahui sudah seberapa luas ekspansi sawit saat ini, sehingga
pemerintah mampu menentukan kebijakan selanjutnya yaitu moratorium sawit.
Melalui moratorium sawit dengan diperkuat melalui regulasi mampu mengontrol
pembukaan lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan sawit. Melalui hal ini,
pemerintah mampu menekan dan membantu mengurangi dampak lingkungan
yang terjadi. Selanjutnya, pemerintah juga mampu menetapkan wilayah minimal
yang tidak diperbolehkan untuk alih fungsi lahan. Hal ini dimaksudkan untuk
tetap menjaga habitat dan keberlangsungan hidup hewan yang tinggal didalam
nya.
Referensi

(GAPKI), G. P. (2017, March 31). Kebun Sawit Hijaukan Kembali Pulau Borneo. Retrieved
May 26, 2018, from GAPKI: https://gapki.id/news/2260/kebun-sawit-hijaukan-
kembali-pulau-borneo

Anjar, A. (2017). Sri Mulyani Minta Industri Sawit Sumbang Pendapatan Negara .
Jakarta: Tempo.co.

Kementerian Pertanian - Direktorat Jenderal Perkebunan. (2016, Januari 16). Kelapa


Sawit Sumbang Ekspor Terbesar Untuk Komoditas Perkebunan. Retrieved May
26, 2018, from ditjenbun.pertanian.go.id:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-292-kelapa-sawit-sumbang-ekspor-
terbesar-untuk-komoditas-perkebunan.html

Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian. (2016, December). Outlook Kelapa Sawit.

Anda mungkin juga menyukai