2. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya
KLB penyakit DBD di kota mataram (chi-square, p > 0,05).
Hal ini dapat diterangkan bahwa penduduk di daerah yang
mengalami KLB sama dengan mobilitas di daerah tidak
mengalami KLB penyakit DBD.
3. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan tidak berperan dalam terjadinya KLB
penyakit DBD di kota Mataram (chi-square, p >0,05). Hal
ini disebabkan karena kenyataan dilapangan menunjukan
kondisi sanitasi lingkungan yang tidak jauh berbeda antara
daerah KLB penyakit DBD tinggi dan di daerah dengan KLB
penyakit DBD rendah.
4. Keberadaan kontainer
Terdapat hubungan bermakna antara keberadaan kontainer
dengan KLB penyakit DBD di kota Mataram (chi-square p <
0,05) dengan resiko relatif (RR) = 2,96. Disamping itu, letak
macam bahan, warna, bentuk, volume dan penutup kontainer
sangat mempengaruhi nyamuk aedes betina untuk
menentukan pilihan tempat bertelurnaya.
5. Kepadatan vector
Data kepadatan vector nyamuk aedes yang diukur dengan
parameter angka bebas jentik (ABJ) yang diperoleh dari
dinas kesehatan kota Mataram, menunjukan bahwa pada 4
kelurahan dengan KLB penyakit DBD didapatkan ABJ
dengan kepadatan tinggi (>85%). Sedangkan pada daerah
control didapatkan 12 kelurahan mempunyai kepadatan AJB
dengan kepadatan tinggi dan sisanya 4 kelurahan
mempunyai AJB dengan kepadatan rendah (<85%). Dengan
demikian dalam penelitian ini, kepadatan vector nyamuk
tidak berperan pada kejadian KLB penyakit DBD.
6. Tingkat pengetahuan DBD
Tidak Nampak adanya peran tingkat pengetahuan
masyarakat tentang penyakit DBD terhadap KLB penyakit
DBD di kota mataram (chi-square p > 0,05).
7. Sikap
Sikap masyarakat terhadap penyakit DBD yaitu semakin
masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati-hati
terhadap penularan penyakit DBD penyakit DBD akan
semakin bertambah (chi-square p < 0,05) dengan RR = 2,24.
8. Tindakan pembersihan sarang nyamuk
Hasil penelitian menunjukan bahwa tindakan 3M berperan
positif terhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD
di kota mataram (chi-square p < 0,05) dengan RR = 2,65.
Demikian pula tindakan abatisasi berperan mengurangi
resiko penularan penyakit DBD dikota Mataram (chi-square
p < 0,05) dengan RR = 2,51.
9. Pengasapan (fongging)
Tidak nampak peran tindakana pengasapan (fongging)
terhadap terjadinya KLB penyakit DBD di Mataram (chi-
square p > 0,05). Tidak nampaknya peran tindakan
pengasapan ini dikareankan kuranganya tindakan fongging
di daerah penelitian.
10. Penyuluhan DBD
penyuluhan penyakit DBD yang bermakna terhadap KLB
penyakit DBD di kota mataram (chi-square p > 0,05). Hal ini
disebabkan karena baik dareah KLB penyakit DBD maupun
bukan daerah KLB penyakit DBD sama-sama kurang
mendapatkan penyuluhan dari dinas kesehatan setempat.
2. Jurnal II
- Judul penelitian : Hubungan faktor lingkungan dan perilaku
dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di wilayah
kelurahan perumnas Way Halim kota Bandar Lampung
- Jenis dan rancangan penelitian : Rancangan penelitaian
menggunakan observasinal analitik. Metode yang digunakan
adalah pendekatan case control.
- Sampel : Warga perumnas Way Halim kota Bandar Lampung
yang diambil dengan teknik sampling secara acak sehingga
keseluruhan besar sempel adalah 38 orang.
- Hasil penelitian :
a. Hubungan keberadaan breeding place di dalam dan di luar
rumah dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 responden
(100%) kelompok kasus dari 30 responden (78,98).
Hubungan keberadaan reasting place (tempat peristirahatan
nyamuk) didalam dan di luar rumah dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue.
Dari hasil penelitian 38 responden (100%) kelompok
kasus dan 26 responden (68,4%) kelompok control semua
memiliki reasting pleace potensial perkembangbikan
nyamuk aedes aegypty.
b. Hubungan keberadaan jentik nyamuk aedes aegpty pada
tempat penampungan air dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue.
Dari hasil observasi diperoleh kelompok kasus yang
terdapat jentik aedes aegpty sebanyak 9 responden (23,7%),
dan yang tidak ada sebanyak 29 responden (76,3%).
Sedangkan pada kelompok control yang ada jentik aedes
aegpty sebanyak 2 responden (5,26%) dan yang tidak ada
sebanyak 36 responden (94,7%).
c. Hubungan praktik 3M (menguras, menutup, mengubur)
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.
Dari hasil observasi praktik mengubur barang bekas
diperoleh data bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa
pada kelompok kasus melakukan praktik mengubur barang
bekas sebanyak 8 responden (21,05%), dan yang tidak Baik
sebanyak 30 responden (78,94%). Sedangkan pada
kelompok control yang melakukan praktek mengubur barang
bekas sebanyak 16 responden (42,1%) dan yang tidak
melakukan sebanyak 22 responden (57,9%).
d. Hubungan kebiasaan mengantung pakaian dengan kejadian
Demam Beradarah Dengue
Dari hasil observasi menunjukan bahwa pada
kelompok kasus yang praktik kebiasaan mengantung
pakaian sebanyak 33 responden (86,8%) dan yang baik atau
tidak ada sebanyak 5 responden (13,2%). Sedangkan pada
kelompok control yang praktik kebiasaan mengatung
pakaian sebanyak 19 responden (50,0%), dan yang sudah
baik / tidak ada sebanyak 19 responden (50,0%). Hasil uji
chi-square yang dilakukan untuk mengetahui Hubungan
kebiasaan mengantung pakaian dengan kejadian Demam
Beradarah Dengue di peroleh p velue 0,000 yang berati <
0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan kebiasaan
mengatung pakaian dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue.
e. Hubungan pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue
Dari hasil observasi menunjukkan bahwa pada
kelompok kasus yang tidak memasang kawat kasa
fentilasi sebanyak 11 responden (28,9%) dan yang sudah
memasang sebanyak 27 responden (71,1%). Sedangkan
pada kelompok kontrol yang belum memasang kawat kasa
fentilasi sebanyak 3 responden (7,9%) dan yang sudah
memasang sebanyak 35 responden (92,1%). Uji Chi-square
yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) diperoleh p value sebesar 0,038
yang berarti < 0,05. nilai OR = 4,753 (CI 95% OR: 1,206-
18,738.
f. Hubungan penggunaan abate dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 38 responden
kasus yang tidak menggunakan abate sebanyak 28
responden (73,7%) yang menggunakan 10 responden
(26,3%) sedangkan sebanyak responden kontrol yang tidak
menggunakan abate sebanyak 23 responden (60,5%) yang
menggunakan 15 responden (39,5%) .Dari hasil observasi
diperoleh p value sebesar 0,328 yang berarti > 0,05 nilai
OR = 1,826 (CI 95% OR: 0,691-4,826).
g. Hubungan penggunaan obat nyamuk pada siang dan sore
hari dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
Dari hasil observasi menunjukkan bahwa pada
kelompok kasus yang tidak menggunakan obat nyamuk
pada siang dan sore hari sebanyak 15 responden (39,5%)
dan yang memakai sebanyak 23 responden (60,5%).
Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak
menggunakan obat nyamuk pada siang dan sore hari
sebanyak 31 responden (81,6%) dan yang memakai
sebanyak 7 responden (18,4%).
- Pembahasan
a. Hubungan keberadaan breeding place di dalam dan di luar
rumah dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD).
kelompok control semua memliki breeding place
potensial perkembangan nyamuk aedes aegpty seperti bak
mandi, kolam ikan, gentong, dan vas bunga. Berdasarkan
perhitungan hasil uji statistik shi-square tentang hubungan
keberadaan breeding place di dalam dan luar rumah dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue dengan p velue 0,009.
Perhitungan keberadaan breeding place dengan cara
observasi kerumah responden baik yang kelompok kasus
maupun kelompok kontrol.
Berdasarkan perhitungan hasil uji statistic chi-square
hubungan keberadaan reasting place (tempat peristirahatan
nyamuk) didalam dan di luar rumah dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue dengan p velue 0,001. Hal ini menunjukan
hubungan anatara keberadaan reasting place potensial di
dalam dan di luar rumah dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue.
b. Hubungan keberadaan jentik nyamuk aedes aegpty pada
tempat penampungan air dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue.
Keberadaan jentik nyamuk di TPA rumah responden
baik kasus dan control merupakan salah satufaktor resiko
terjadinya Demam Berdarah Dengue,
c. Hubungan praktik 3M (menguras, menutup, mengubur)
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.
Pemberantasan sarang nyamuk adalah kegiatan untuk
memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk aedes
aegpty penular penyakit demam berdarah dengue di tempat-
temapt perkembangbikannya. Kegiatan ini merupakan
penyakit DBD yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat
sesuai kondisi dan budaya setempat.
d. Hubungan kebiasaan mengantung pakaian dengan kejadian
Demam Beradarah Dengue
Hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara praktik kebiasaan
menggantung pakaian dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) diperoleh probability value sebesar 0,000
yang berarti < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara praktik Kebiasaan Menggantung Pakaian
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.
e. Hubungan pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue
Ada hubungan antara Pemasangan kawat kasa pada
fentilasi dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa
nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk
ke dalam rumah untuk menggigit manusia dan untuk
beristirahat.
f. Hubungan penggunaan abate dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue
Dari hasil observasi diperoleh p value sebesar 0,328
yang berarti > 0,05 nilai OR = 1,826 (CI 95% OR: 0,691-
4,826). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara penggunaan abate dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD)
3. Jurnal III
- Judul penelitian : Analisis faktor risiko perilaku masyarakat
terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kelurahan
Helvetia tengah, Medan tahun 2005.
- Jenis dan rancangan penelitian : Penelitian bersifat survai
dengan metode cross sectional.
- Sampel : 20 % lingkungan dari 20 kelurahan yaitu sebesar 4
kelurahan. Dan masing masing kelurahan diambil 25 orang.
Sampel dari masing-masing kelurahan ini ditentukan
berdasarkan data dari puskesmas untuk menentukan sampel
yang pernah menderita BDB.
- Pembahasan dan Hasil penelitian :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 65 KK yang
berpengetahuan kurang baik pernah menderita DBD sebesar 31
KK (79,4%) dan tidak pernah menderita DBD 33 KK (55,7%).
Sedangkan dari 35 KK yang berpengetahuan baik menderita
DBD sebesar 8 KK (20,51%) dan yang tidak pernah menderita
DBD sebesar 27 KK (44,26%). Ada hubungan tingkat
pengetahuan responden/masyarakat dengan kejadian DBD di
kelurahan Helvetia Tengah, Medan. Berdasarkan perhitungan
Odds Ratio (OR) risiko kejadian DBD pada responden yang
pengetahuannya kurang baik dengan PR = 2,087.
Berdasarkan penelitian, responden yang terbesar adalah
yang bersikap baik yaitu 56 kk (56,0%) dan yang terkecil adalah
yang bersikap kurang baik yaitu 44 kk (44,0%). Ada hubungan
sikap responden dengan kejadian DBD yang ditandai dengan
besarnya sikap yang kurang baik pernah menderita DBD yaitu
56,0 % dan sikap yang baik pernah menderita DBD lebih kecil
yaitu 44,0 %. Berdasarkan OR risiko kejadian DBD pada
responden yang sikapnya kurang baik lebih besar 2,738 kali
dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik dengan
PR= 1,829.
Berdasarkan penelitian bahwa 56 kk yang tindakannya
kurang baik pernah menderita DBD lebih besar yaitu 30 kk
(76,92 %) dan yang tidak pernah menderita BDB yaitu 26 kk
(42,62%) sedangkan dari 44 kk yang tidakkannya lebih baik
tidak pernah menderita DBD lebih besar yaitu 36 kk (57,38 %)
dan yang pernah menderita DBD terkecil yaitu 9 kk (23,08 %).
Ada hubungan antara tindakan responden dengan kejadian DBD
di mana tindakan yang kurang baik pernah menderita DBD lebih
besar yaitu 76,92 % dan terkecil yaitu 23,08%. Berdasarkan
perhitungan OR risiko kejadian DBD pada responden yang
tindakannya kurang baik lebih besar 4,487 kali dibandingkan
dengan responden yang tindakkannya baik dengan PR= 2,619.
a. Jurnal IV
- Judul penelitian : Studi Kohort Kejadian Penyakit DBD di
Wilayah Kecamatan Sawahan Kota Surabaya Tahun 2010
- Jenis dan rancangan penelitian : Penelitian ini adalah penelitian
analitik observasional dengan rancangan Kohort.
- Sampel : 1.092 rumah dan 4.549 orang responden dari tiga
kelurahan di kecamatan Sawahan.
- Hasil penelitian dan pemabahasan :
Dari tiga faktor risiko terhadap kejadian penyakit DBD di
wilayah kecamatan Sawahan kota Surabaya yaitu: kepadatan
hunian secara statistik tidak ada hubungan dengan kejadian
penyakit DBD (p=0,269 dengan RR=1,242), keberadaan TPA
dengan status MI yang tinggi secara statistik tidak ada hubungan
dengan kejadian penyakit DBD (p=1,000 dengan RR=1,028),
perilaku penduduk melksanakan 3M (p= 1,000 dengan RR=
1,003), membuka jendela pagi hingga sore hari (p=1,000 dengan
RR=1,003),tidr dipagi hari (p=0,163 dengan RR=2,041), tidur
disore hari (p=1,000 dengan RR= 0,814) dan membuka jendela
(p=1,000 dengan RR= 1,042) menunjukkan tidak ada
hbungannnya dengan kejadian penyakit DBD.
Dari hasil penelitian menunjukkan, dari 1092 rumah
terdapat 502 (46%) rumah dengan kategori padat dengan
penghuni 4549 jiwa dan 590 rumah (54%) tidak padatdengan
penghuni 2620 jiwa. Dari penelitian terdapat paparan kejadian
penyakit DBD sebanyak 21 orang (0,46%). Dari subyek
keberadaan tempat penampungan air menunjukkan tidak ada
hubungannya dengan kejadian penyakit DBD, dengan nilai RR=
1,028 karena hamper semua barang bekas milik warga
dikumpulkan dan dikelola kemudian dijual. Dari perilaku
penduduk melaksanakan kegiatan 3M, dari 4549 orang terdapat
15 orang (0,3%)yang tidak melaksamakan kegiatan 3M dengan
RR= 1,003. Dari perilaku tidur dipagi hari, menunjukkan tidak
ada hubungan dengan kejadian DBD dengan RR=2,041. Serta
dari hasil penelitian yang berpusat pada perilaku membuka
jendela menunjukkan sebanyak 96,0% yang biasa membuka
jendela dipagi hari hingga sore hari. Hal ini menunjukkan tidak
ada hubungan dengan kejadian DBD dengan RR= 1,042%.
H. Daftar pustaka
https://ayups87.wordpress.com/2013/05/17/empat-virus-penyebab-db/
http://repository.maranatha.edu/8848/3/1010116_Chapter1.pdf
Pertanyaan :
3. Apa dampak yang akan terjadi pada janin apabila ibu hamil mengalami
DBD?
Jawab:Apabila ibu hamil pada trimester pertama mengalami DBD dan tidak
menerima penanganan lebih lanjut, dapat menyebabkan abortus pada janin
karena pada DBD tingkat lanjut akan terjadi penurunan trombosit.