Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada

tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman

piogenik. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat

melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang

menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Dalam dua puluh

tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang bagaimana cara menatalaksana

penyakit ini dengan tepat. Seringkali usaha ini berupa suatu tim yang terdiri dari ahli

bedah ortopedi, ahli bedah plastik, ahli penyakit infeksi, ahli penyakit dalam, ahli

nutrisi, dan ahli fisioterapi yang berkolaborasi untuk menghasilkan perawatan

multidisiplin yang optimal bagi penderita. Infeksi dalam suatu system

muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah

maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh. Referat ini berusaha

merangkum mengenai patogenesis, diagnosis, dan tatalaksana dari infeksi

muskuloskeletal tersebut.
BAB II

OSTEOMIELITIS

Definisi

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari

tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.

Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang

disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat

menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui

tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum.

Patogenesis

Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui

beberapa cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung,

melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain

yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan

lingkungan sekitarnya.

Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya

timbul antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat

predileksi untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari

pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang


berukuran jauh lebih besar, sehingga menyebabkan terjadinya aliran darah yang

lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri

untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain

itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas

fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan

ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada

orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi.

Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh

darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang

kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal

akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann

hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas

daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan

involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut

akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan kulit,

membentuk suatu sinus drainase.

Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis

osteomielitis termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi,

malnutrisi, gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan

faktor-faktor lokal adalah penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema

kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok.


Gambar 1. Patogenesis osteomielitis

Insidensi dan Etiologi

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula

ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak

perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,

tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.


Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus

(89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella

typhii dan Eschericia coli (1-2%).

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur,

dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan

oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik

adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas,

dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B

streptokokus seringkali bersifat pathogen.


Gambar 2. Etiologi dan prevalensi osteomuelitis homogen

Klasifikasi Osteomielitis

Beberapa system klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan

ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya

gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya
onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses

hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi

hematogen akut khususnya setelah pemasangan prosthesa dan sebagainya.

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.

Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya

terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang

pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum.

Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang

mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya

: hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik.

Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran

kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak

yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis

yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status

fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial,

stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan

kortikal difus.

Manifestasi Klinis

1. Osteomielitis hematogenik akut


Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri

biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya.

Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga

harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari

menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.

Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi

yang terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai

gejala sistemik seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada

anak.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP,

LED, dan leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme

penyebab infeksi. Pada pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil

yang negatif. Seminggu setelah itu dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan

elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak ditemukan karena hanya terjadi pada

infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis hematogen akut mirip dengan

gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewing’s sarkoma, dan

histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan diagnosis

pasti.

2. Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini

biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki

gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan

kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan

adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka

ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila

osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit

membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma.

3. Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang

tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat

dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan

logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung

intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang

mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat

melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan

tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala

klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau

fistel, malaise, dan fatigue.

Pemeriksaan penunjang
Penelitian berikut diindikasikan pada pasien dengan osteomielitis:

1. Pemeriksaan darah lengkap:

Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran

ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear.

Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini

mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan

adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun,

temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran

terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang

normal.

2. Kultur :

Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak

berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki

penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien

dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin

menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi

organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik

sekitar 77% pada semua studi.

Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos

Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali

destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan

tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas.

Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan

adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik

yaitu sequestrum.

Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali

apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi

yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’.

Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan

udara usus pada foto abdomen.


Gambar 3. Osteomielitis pada tulang metacarpal digiti 2

b. Ultrasound

Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk

mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.

c. Radionuklir

Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat

sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi

tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi

jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi

adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.


Gambar 4. Gambaran akumulasi radioaktif pada ankle kanan, karakteristik

pada osteomielitis

d. CT Scan

CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk

mengidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak

lebih radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.

Gambar 5. CT-scan osteomielitis kaput femoralis kanan.


e. MRI

MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.

Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi

polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.

Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning

memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.

Diagnosis Banding

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan

tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali

osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya

dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel

Langerhans atau sarcoma Ewing. Perbedaan pada setiap masing-masing kondisi

dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang

difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan

pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada

jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga

memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing

dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6

minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari.

Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian

antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena

Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang

dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka

diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat.

Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit

dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi

dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian

antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan

osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk

memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang

persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki

infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP)

Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya

infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana

tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam

beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik

berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk

mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan

Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan


Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk

mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED.

Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.

Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan

darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel

darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai

pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi

radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ),

menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang

disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk

pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara

berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti

tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan

suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan

proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya

menunjukkan suatu perbaikan.

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

1. Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat


2. Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan

penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah

inflamasi)

3. Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan

sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan

waktu paruhnya.

4. Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi

terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang

yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik

diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril.

Tetapi antibiotic dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan

adjuvan terhadap debridement bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan

involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum).

Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang

dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago

yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang

permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu

satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut

telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan
aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat.

Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan

terjadinya fraktur patologis.

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :

1. Adanaya sequester

2. Adanya abses

3. Rasa sakit yang hebat

4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space)

atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting

dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma

dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8

hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang

didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang

penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer

tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan

sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan

meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan

penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan

tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna

atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang

terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup

kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :

1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya

2. Dosis yang tidak adekuat

3. Lama pemberian tidak cukup

4. Timbulnya resistensi

5. Kesalahan hasil biakan

6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

7. Kesalahan diagnostik

8. Pada pasien yang imunokempremaise

Komplikasi

Komplikasi dari osteomielitis antara lain:

1. Kematian tulang (osteonekrosis)


2. Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan

kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan

harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.

3. Arthritis septik

4. Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di

dekatnya.

5. Gangguan pertumbuhan

Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah

yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada

lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.

6. Kanker kulit

Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan

keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkena karsinoma

sel skuamosa. Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga

dapat menimbulkan komplikasi berikut ini

1. Abses tulang 3. Fraktur

2. Bakteremia 4. Selulitis
BAB III

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari

tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.

Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik

melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula

ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak

perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,

tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah

kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus

influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%).

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian

antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang.

Juga harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007

2. Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi

3. http://www.netterimages.com/image/10375.htm. Accessed on 8th December

2012

4. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin

North Am 1987;25:1171-1201.

5. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia ; 1992

6. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010). Available

at http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview

7. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1994

8. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :

Appleton & Lange ; 2003

9. Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis: a review of clinical

features therapeutic considerations and unusual aspects (first of three parts). N

Engl J Med 1970;282:198–206.

10. Cierny G, Mader JT, Pennick JJ. A clinical staging system for adult

osteomyelitis. Contemp Orthop 1985; 10:17–37

Anda mungkin juga menyukai